Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Rapat Internal Bareng Walkot Surakarta, Bima Arya Ingin APBD Lebih Sehat

    Rapat Internal Bareng Walkot Surakarta, Bima Arya Ingin APBD Lebih Sehat

    Jakarta

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan pentingnya efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di seluruh daerah. Langkah ini menjadi kunci untuk menciptakan APBD yang lebih sehat dan berdampak langsung pada masyarakat.

    “Karena sekarang ini kan kita ingin agar seluruh kota Indonesia itu APBD-nya itu sehat. Belanja yang tidak penting agar dihilangkan atau dikurangi,” kata Bima dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).

    Hal tersebut ia katakan usai rapat internal bersama Wali Kota Surakarta dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kantor Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), Selasa (21/10/2025).

    Bima menjelaskan untuk mencapai APBD yang sehat, pemerintah daerah (Pemda) perlu mengelola belanja secara maksimal dan tepat sasaran, memangkas kegiatan pemerintahan yang tidak efektif, serta memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    “Belanjanya maksimal, tidak gagal lelang dan lain-lain. Kemudian juga melihat sektor-sektor mana yang bisa menyumbang bagi PAD,” ujarnya.

    “Seluruh daerah ini harus mendukung program pusat, mengawal program pusat. Dan [pemerintah] pusat ini ingin APBD daerah ini lebih sehat,” tegasnya.

    Dalam kesempatan itu, Bima mengapresiasi langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta dalam mengevaluasi belanja tidak produktif, menata ulang tata kelola aset, dan merencanakan kebijakan Work From Anywhere (WFA) untuk meningkatkan efisiensi kerja aparatur.

    Namun, Bima mengingatkan agar rencana kebijakan tersebut dikaji lebih detail sehingga tidak mengganggu pelayanan publik.

    “Saya menyarankan Pak Wali untuk mengkaji secara detail efisiensinya berapa dan tidak memberikan dampak bagi pelayanan publik,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Bima menyampaikan, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ingin memastikan kepala daerah bekerja keras menggerakkan roda ekonomi. Anggaran yang telah dialokasikan harus segera direalisasikan agar memberi dampak nyata bagi masyarakat.

    “Jadi jangan sampai kemudian uang yang dialokasikan untuk pemerintah daerah ini tidak bergerak, karena proses untuk kegiatannya lambat,” imbuhnya.

    Untuk memastikan serapan anggaran optimal, Kemendagri akan memperkuat koordinasi dengan kepala daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

    “Jadi baik Pak Mendagri maupun Pak Kementerian Keuangan mendorong agar belanja daerah itu maksimal,” ujarnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Bima juga menyampaikan apresiasi kepada Pemkot Surakarta atas keberhasilan pengelolaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menyebut keberhasilan Kota Surakarta membangun ekosistem MBG menjadi contoh baik bagi daerah lain.

    “Saya apresiasi karena zero accident di sini. Bagus sekali. Pak Wali menyiapkan untuk membangun ekosistem di sini. Jadi supply chain-nya. MBG ini bukan saja menyehatkan tapi juga mensejahterakan,” pungkasnya.

    (akd/akd)

  • Duit Pemda Nganggur di Bank, Wamendagri: Harusnya Tak Terjadi Jika Serapannya Maksimal
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Oktober 2025

    Duit Pemda Nganggur di Bank, Wamendagri: Harusnya Tak Terjadi Jika Serapannya Maksimal Nasional 21 Oktober 2025

    Duit Pemda Nganggur di Bank, Wamendagri: Harusnya Tak Terjadi Jika Serapannya Maksimal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiharto mengatakan, anggaran pemerintah daerah yang menganggur di bank sebanyak Rp 234 triliun tak seharusnya terjadi jika serapan anggarannya maksimal.
    “Ini sesungguhnya kan tidak harus terjadi ketika serapannya maksimal,” kata Bima kepada
    Kompas.com
    melalui sambungan telepon, Selasa (21/10/2025).
    Bima mengatakan, jika pemerintah daerah bisa melakukan perencanaan yang baik dan bisa mengantisipasi gagal lelang, termasuk melaksanakan kegiatan di awal tahun, maka anggaran bisa diserap dengan baik.
    Atas masalah tersebut, Kemendagri mendorong agar pemerintah daerah memperbaiki perencanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) mereka.
    “Memastikan juga sistem pengadaan barang dan jasanya, kemudian landasan aturannya supaya semuanya (anggaran) itu bisa dibelanjakan di awal sehingga tidak ada dana yang tidak terserap dan kemudian tersimpan di bank,” ucapnya.
    Selain itu, kata Bima, Kemendagri juga akan melakukan evaluasi dan mendalami anggaran menganggur dari pemerintah daerah tersebut.
    Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri, kata Bima, akan mengecek langsung masalah yang terjadi di daerah terkait dana nganggur tersebut.
    “Nanti Dirjen Keuangan Daerah sudah komunikasi, ya tentu mendalami daerah-daerah ini seperti apa problemnya, dan ini kita dorong untuk dibelanjakan. Kita dorong untuk disalurkan, diperbaiki perencanaannya semuanya,” ucapnya.
    Terakhir, Bima menegaskan bahwa anggaran tersebut bukan dana yang sengaja disimpan di bank untuk diambil keuntungan bunganya.
    Terlebih isu terkait dengan bunga bank yang diambil dan dinikmati segelintir orang tertentu di pemerintah daerah.
    “(Disimpan ke bank) karena tidak terserap, ya sudah dideposito dulu biasanya begitu. Jadi bukan dalam jangka waktu yang panjang, kesengajaan sebagai strategi saya kira tidak,” tandasnya.
    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemerintah daerah (pemda) yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga mencapai Rp 234 triliun.
    Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 15 Oktober 2025 menunjukkan, angka tersebut merupakan akumulasi simpanan daerah hingga akhir September 2025.
    Menurut Purbaya, besarnya dana yang menganggur itu bukan karena kekurangan anggaran, melainkan karena lambatnya realisasi belanja APBD.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Duit Pemda Nganggur di Bank, Wamendagri: Harusnya Tak Terjadi Jika Serapannya Maksimal
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Oktober 2025

    Kemendagri Dalami Uang Pemda Rp 234 Triliun yang Menganggur di Bank Nasional 21 Oktober 2025

    Kemendagri Dalami Uang Pemda Rp 234 Triliun yang Menganggur di Bank
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Dalam Negeri akan mendalami anggaran pemerintahan daerah yang menganggur hingga ratusan triliun di bank.
    Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiharto mengatakan, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri akan turun tangan mendalami masalah uang nganggur tersebut.
    “Akan kita dalami, kan sudah dapat nih dari (Menteri Keuangan) Pak Purbaya (datanya), nanti Dirjen Keuangan Daerah, sudah komunikasi, ya tentu mendalami daerah-daerah ini seperti apa problemnya,” ujar Bima, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/10/2025).
    Bima mengatakan, setelah dilakukan pendalaman, Kemendagri akan mendorong agar pemerintah daerah yang memiliki simpanan besar di bank untuk membelanjakan anggaran mereka.
    “Dan ini kita dorong untuk dibelanjakan. Kita dorong untuk disalurkan, diperbaiki perencanaannya semuanya,” ucap dia.
    Bima juga menilai, tidak ada pemerintah daerah yang sengaja menyimpan sejumlah anggaran untuk kepentingan orang tertentu.
    Penyimpanan uang di bank, kata Bima, biasanya dilakukan karena ada sisa anggaran yang belum sempat terserap.
    “Itu lebih kepada kas daerah yang tidak terserap, kemudian dalam jangka waktu pendek itu direpositokan untuk keuntungan kas daerah,” imbuh dia.
    Bima mengatakan, hal ini tak seharusnya terjadi jika pimpinan daerahnya bisa memaksimalkan serapan anggaran.
    Jika perencanaan baik, kata Bima, maka tidak akan ada anggaran besar yang menganggur di bank.
    “Nah, di sinilah kami mendorong agar pemerintah daerah memperbaiki perencanaan APBD, memastikan juga sistem pengadaan barang dan jasanya, kemudian landasan aturannya supaya semuanya itu bisa dibelanjakan di awal sehingga tidak ada dana yang tidak terserap dan kemudian tersimpan di bank,” ujar dia.
    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemerintah daerah (pemda) yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga mencapai Rp 234 triliun.
    Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 15 Oktober 2025 menunjukkan, angka tersebut merupakan akumulasi simpanan daerah hingga akhir September 2025.
    Menurut Purbaya, besarnya dana yang menganggur itu bukan karena kekurangan anggaran, melainkan karena lambatnya realisasi belanja APBD.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Zulhas Blak-blakan MBG Pekerjaan Besar, Janji Tata Kelola Diperbaiki

    Zulhas Blak-blakan MBG Pekerjaan Besar, Janji Tata Kelola Diperbaiki

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) menanggapi munculnya sejumlah persoalan dalam pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Ia menilai, adanya masalah di lapangan bukan hal yang aneh, mengingat skala program yang sangat besar dan baru dijalankan dalam waktu singkat.

    “Makanan bergizi gratis itu 82,9 juta penerima manfaat. Pekerjaan besar. Ada masalah? Iya. Wong kita nggak ada makanan bergizi aja ada masalah. Apa lagi tiba-tiba satu tahun harus memberi makan 82,9 juta orang,” ujar Zulhas dalam acara Town Hall Meeting Satu Tahun Kemenko Pangan di Auditorium Graha Mandiri, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

    Ia menegaskan, setiap persoalan yang muncul akan terus dievaluasi agar tak menimbulkan risiko bagi penerima manfaat. “Bukan soal angka. Satupun anak kita nggak boleh ada masalah. Oleh karena itu, terus kami melakukan evaluasi,” katanya.

    Zulhas mengungkapkan, dirinya baru menerima Keputusan Presiden (Keppres) lima hari lalu untuk memimpin koordinasi antar instansi dari pusat hingga daerah dalam pelaksanaan program tersebut.

    “Saya baru terima Keppres lima hari yang lalu sebagai ketua tim untuk melakukan koordinasi antar instansi pemerintahan pusat sampai daerah,” ucap dia.

    Ia menjelaskan, pelaksanaan MBG nantinya akan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga. “Sudah kami beberapa kali rapat. Nanti makan bergizi itu ketua hariannya Ibu Nanik S. Deyang. Di SK (Surat Keputusan) itu,” tambahnya.

    Sementara itu, untuk pengawasan program, pemerintah akan melibatkan lembaga yang memiliki struktur hingga ke tingkat desa, seperti halnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    “Pengawasan itu nanti yang punya kaki sampai ke desa. Itu Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri. Punya gubernur, punya bupati, punya walikota, punya camat, sampai punya desa,” ujarnya.

    Dengan demikian, lanjut Zulhas, pengawasan bisa dilakukan secara berjenjang dan rutin. “Sehingga nanti Puskesmas, Dinas Kesehatan bisa secara rutin melakukan evaluasi. Dipimpin langsung nanti pelaksana harian Ibu Nanik,” terangnya.

    Foto: Sejumlah siswa saat mengikuti pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Jati 03 Pagi, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu, (7/5/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
    Sejumlah siswa saat mengikuti pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN Jati 03 Pagi, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu, (7/5/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

    Ia juga menegaskan, pemerintah tengah memperbaiki tata kelola program MBG agar pelaksanaannya lebih efektif dan tepat sasaran.

    “Tata kelolanya harus diperbaiki, jelas. Hari-hari ini kami akan menyelesaikan mengenai tata kelolanya. Yang dipimpin oleh Setneg (Sekretaris Negara) nanti dan Seskab (Sekretaris Kabinet) agar tata kelolanya juga melakukan perbaikan-perbaikan,” ujar Zulhas.

    Zulhas memperkirakan, target penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang baru bisa tercapai pada Maret 2026, atau mundur dari target awal akhir 2025.

    “Sehingga diperkirakan tahun 2026 Maret, itu kita sudah bisa mencapai 82,9 juta dengan harapan tidak ada risiko satu orang pun. Insya Allah, mohon doanya,” ucap dia.

    Ditemui usai acara, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang menjelaskan target sebesar 82,9 juta orang membutuhkan dana sekitar Rp351 triliun hingga Rp400 triliun, sementara anggaran yang diterima BGN untuk 2025 baru Rp71 triliun.

    “Dari awal kan targetnya cuma Rp71 triliun. Padahal kalau memang 82,9 itu nilainya sekitar Rp351 (triliun) sampai Rp400 triliun. Artinya kan bukan target 82,9, target kita kan Rp71 triliun,” ujar Nanik.

    Ia juga memastikan tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun belum diterima BGN. “Jadi target yang harus kami selesaikan tahun ini itu sebetulnya yang Rp71 triliun. Nah kalau untuk yang 82,9 penerima manfaat itu artinya nilainya nanti yang Rp351 triliun. Berarti kalau itu, kita memang tahun 2026, insyaallah bulan Maret,” jelasnya.

    (wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mendagri: Stabilitas harga di daerah kunci kendalikan inflasi

    Mendagri: Stabilitas harga di daerah kunci kendalikan inflasi

    “Presiden menekankan agar pengendalian harga tidak hanya ditangani dari pusat, tapi dimonitor langsung sampai ke daerah. Karena itu, saya meminta BPS membantu membaca inflasi di tingkat kabupaten/kota secara rutin setiap minggu,”

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan stabilitas dan pemantauan harga komoditas di daerah menjadi kunci dalam pengendalian laju inflasi nasional.

    Tito mengatakan Kemendagri kini tidak hanya berfungsi sebagai pembina administrasi daerah, tetapi juga penggerak utama koordinasi kebijakan ekonomi di tingkat lokal.

    “Presiden menekankan agar pengendalian harga tidak hanya ditangani dari pusat, tapi dimonitor langsung sampai ke daerah. Karena itu, saya meminta BPS membantu membaca inflasi di tingkat kabupaten/kota secara rutin setiap minggu,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Mendagri mengatakan sejak awal masa kabinet Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dirinya mendapat mandat langsung dari Presiden untuk memastikan inflasi di daerah tetap terkendali. Tugas itu merupakan kelanjutan dari perannya sejak 2022, ketika angka inflasi nasional masih di atas 5 persen.

    “Salah satu tugas khusus yang diberikan kepada saya adalah mengendalikan inflasi di daerah. Saya diberi amanat menjadi Koordinator Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sejak September 2022, ketika inflasi mencapai 5,95 persen,” ujarnya.

    Tito mengatakan instruksi agar pemantauan harga dilakukan hingga ke daerah membuat pemerintah memiliki peta harga yang lebih detail dan dinamis.

    Setiap pekan, tim dari Badan Pusat Statistik (BPS) turun langsung ke pasar-pasar untuk memantau harga bahan pokok, sementara data tersebut dilaporkan ke Kemendagri untuk ditindaklanjuti.

    “Dulu data inflasi hanya keluar sebulan sekali, sekarang kita pantau setiap minggu. Hasilnya lebih cepat, dan kalau ada daerah dengan inflasi tinggi, kita bisa langsung melakukan intervensi,” kata Tito.

    Tito mengatakan, koordinasi dilakukan bersama BPS dan Kantor Staf Presiden (KSP) agar setiap kebijakan intervensi di daerah berbasis data. Melalui rapat mingguan, pemerintah dapat segera mengetahui wilayah mana yang menghadapi tekanan harga paling tinggi dan apa penyebabnya.

    “Setiap Senin kami rapat dengan BPS dan KSP. Dari data itu, kami tahu daerah mana yang inflasinya tinggi, komoditas apa penyumbangnya, dan apa langkah korektifnya. Biasanya kami dorong operasi pasar, distribusi barang, atau kerja sama antar daerah,” tuturnya.

    Tito juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mendukung stabilitas harga. Ia meminta agar kepala daerah tidak hanya reaktif terhadap kenaikan harga, tetapi juga menyiapkan kebijakan fiskal yang lebih strategis dan berorientasi pada ketahanan pangan.

    “Pemerintah daerah harus proaktif. Misalnya, mempercepat realisasi belanja produktif di sektor pangan dan logistik, memperkuat rantai pasok, dan memanfaatkan APBD untuk subsidi transportasi komoditas strategis. Semua langkah itu penting agar harga tetap stabil,” kata Tito.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya pengendalian inflasi sebagai kunci menjaga stabilitas ekonomi nasional. Dalam sidang kabinet, ia mengapresiasi kerja keras kementerian dan pemerintah daerah yang berhasil menjaga harga kebutuhan pokok tetap stabil di tengah ketidakpastian global.

    “Inflasi kita berhasil dijaga di sekitar 2 persen, salah satu yang terendah di G20. Ini hasil kerja bersama antara pusat dan daerah,” ujar Prabowo.

    Presiden juga menekankan bahwa capaian ini merupakan hasil kesinambungan kebijakan dan koordinasi lintas sektor yang perlu terus diperkuat agar daya beli masyarakat tetap terjaga.

    Hal senada juga disampaikan Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho. Ia menilai peran Kemendagri di bawah komando Tito Karnavian kini menjadi sangat strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.

    Ia menyebut, reposisi peran Kemendagri sebagai koordinator pengendalian inflasi daerah merupakan langkah krusial dalam sistem fiskal Indonesia.

    “Selama ini, inflasi sering dianggap urusan moneter atau fiskal pusat, padahal sebagian besar penyebab inflasi bersifat nonmoneter — seperti rantai pasok dan struktur belanja daerah,” ujar Wisnu.

    Menurutnya, pergeseran peran Kemendagri dari birokrasi administratif menjadi pengarah kebijakan fiskal daerah menandai perubahan penting dalam tata kelola ekonomi nasional.

    Wisnu menilai, pendekatan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah dalam menghadapi tantangan global.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dedi Mulyadi Bantah Data Dana Pemda di Bank, Purbaya Jawab Gini!

    Dedi Mulyadi Bantah Data Dana Pemda di Bank, Purbaya Jawab Gini!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara ihwal bantahan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal data dana mengendap Pemprov Jawa Barat di bank daerah.

    Purbaya mengatakan, data itu sudah sesuai dengan nominal yang dicatat oleh Bank Indonesia (BI). Maka, ia berpendapat, seharusnya anak buah gubernur yang akrab disapa KDM itu juga melakukan pengecekan ulang terhadap perbedaan data kas mengendap.

    “Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Harusnya dia cari, kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia,” kata Purbaya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

    Purbaya menegaskan, sebetulnya data dana mengendap pemda yang tercatat BI sudah sesuai dengan laporan perbankan, karena sistem mereka langsung terhubung.

    Apalagi, ia menekankan, data yang di BI dan Kementerian Keuangan itu telah sesuai dengan yang dipegang oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, meski awalnya ada sedikit perbedaan.

    Di sisi lain, Purbaya menegaskan, dirinya juga tidak pernah menyebutkan secara khusus data dana mengendap pemda Jabar setiapkali mengungkapkan data dana mengendap pemda. Maka, ia mengaku heran Dedi Mulyadi malah mengungkapkan sendiri datanya.

    “Jadi Pak Daddy emang tahu juga semua bank? Dia hanya tau Jabar aja kan dan saya enggak pernah describe data Jabar. Kan kalau dia bisa turunkan sendiri Saya gak tau dari mana datanya,” ucap Purbaya.

    “Jadi dia debat sama dirinya sendiri, saya gak tau. Jadi saya gak pernah bilang Jabar berapa kan, Saya bilang data di perbankan sekian punya pemda dan data itu dari Sistem Keuangan Bank Sentral,” paparnya.

    Sebagaimana diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melalui akun instagram @dedimulyadi71 membantah adanya data dana deposito pemda Jabar senilai Rp 4,1 triliun yang mengendap di BPD. Data itu sebelumnya terungkap dalam paparan Mendagri Tito Karnavia saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Senin (21/10/2025).

    Ia menegaskan, yang ada saat ini, kas Pemda Jabar hanya senilai Rp 2,38 triliun dalam bentuk giro.

    “Di kasnya tidak ada sertifikat deposito Rp 4,1 triliun. Jadi kalau ada yang menyatakan ada uang Rp 4,1 triliun yang tersimpan dalam bentuk depostio serahin datanya ke saya, soalnya saya bolak balik ke bjb ngumpulin staf marahin staf ternyata tidak ada di dokumen,” kata Dedi.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 8
                    
                        Dedi Mulyadi Minta Purbaya Periksa Dana Mengendap di Kementerian
                        Megapolitan

    8 Dedi Mulyadi Minta Purbaya Periksa Dana Mengendap di Kementerian Megapolitan

    Dedi Mulyadi Minta Purbaya Periksa Dana Mengendap di Kementerian
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memeriksa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mungkin saja mengendap di sejumlah kementerian.
    Hal itu disampaikan Dedi usai Purbaya membahas dana APBD mengendap di berbagai daerah provinsi dan kota/kabupaten, termasuk Jawa Barat yang sebesar Rp 4,17 triliun.
    “Nah, kemudian juga kita pertanyakan, apakah dana yang tersimpan itu yang belum dibelanjakan sepenuhnya hanya ada di kabupaten, kota, dan provinsi? Apakah di kementerian hari ini sudah habis dananya? Ya dicek saja,” ucap Dedi kepada wartawan di Universitas Indonesia, Kota Depok, Selasa (21/10/2025).
    Dedi menjelaskan, sisa APBD Jabar yang disebut mengendap oleh Purbaya adalah Rp 2,4 triliun dalam bentuk giro aktif, bukan Rp 4,17 triliun.
    Ia bahkan menunjukkan data dari ponsel pribadinya berupa tabel yang mencatat dana APBD Jawa Barat saat ini senilai Rp 2.418.701.749.621.
    Nominal itu ia sampaikan dengan percaya diri karena dirinya rutin memeriksa kondisi keuangan provinsi.
    “Kalau di data Bank Indonesia (BI) muncul Pemprov Jabar punya Rp 4 triliun, ya Alhamdulillah, berarti kan bisa saya tarik dong, saya besok bikin anggaran baru lagi,” tutur Dedi.
    Lebih lanjut, Dedi menyebut total kebutuhan belanja APBD Provinsi Jawa Barat hingga Desember 2025 masih mencapai sekitar Rp 5–6 triliun.
    Hal itu mendorongnya menyusun strategi pengelolaan kas daerah dengan memprioritaskan belanja modal, serta menunda sementara belanja barang dan jasa.
    “Di mana minus itu menutupi? Ya nunggu pendapatan daerahnya masuk, dana transfer dari pemerintah pusatnya masuk, termasuk juga kurang bayarnya pemerintah pusat pada Provinsi Jawa Barat,” jelas Dedi.
    “Dana DBH yang tahun lalu belum lunas bayarnya, masih Rp 191 miliar lagi belum lunas tuh,” sambungnya.
    Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemerintah daerah (pemda) yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga mencapai Rp 234 triliun.
    Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 15 Oktober 2025 menunjukkan, angka tersebut merupakan akumulasi simpanan daerah hingga akhir September 2025.
    Menurut Purbaya, besarnya dana yang menganggur itu bukan karena kekurangan anggaran, melainkan karena lambatnya realisasi belanja APBD.
    “Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Berikut 15 pemerintah daerah dengan nilai simpanan tertinggi berdasarkan data Kementerian Keuangan:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Satu Tahun Prabowo-Gibran Dinilai jadi Momen Tepat Reshuffle Menteri yang Jadi Beban

    Satu Tahun Prabowo-Gibran Dinilai jadi Momen Tepat Reshuffle Menteri yang Jadi Beban

    Bisnis.com, JAKARTA — Founder sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai bahwa memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, momentum untuk melakukan evaluasi kabinet secara menyeluruh sudah tiba.

    Menurutnya, sejumlah menteri telah gagal menunjukkan kinerja memadai dan justru menjadi beban dalam menjalankan visi besar Presiden.

    “Menteri bukan sekadar pembantu presiden, tapi juga penentu keberhasilan program dan janji politik presiden kepada rakyat. Faktanya, masih ada menteri yang justru menjadi beban, bukan solusi,” ujar Pangi dalam rilis tertulisnya, Selasa (21/10/2025).

    Pangi menegaskan bahwa Prabowo perlu menggunakan hak prerogatifnya secara tegas dan tepat.

    Dia mengingatkan, reshuffle bukan sekadar perombakan simbolik, melainkan langkah strategis untuk menyelamatkan kinerja pemerintahan dan menjaga kepercayaan rakyat.

    Dalam pandangan Pangi, reshuffle harus dilakukan secara objektif, tidak berdasar kedekatan politik atau bagi-bagi kekuasaan (power sharing). Jabatan menteri, katanya, terlalu strategis untuk dijadikan alat politik atau tempat menampung kepentingan kelompok.

    “Menteri yang selama satu tahun tidak menunjukkan hasil nyata harus segera dicopot. Negara tidak butuh pejabat yang hanya sibuk pencitraan, asal setor muka, atau sekadar memberikan kabar gembira tanpa kerja nyata,” katanya.

    Pangi juga mengingatkan, loyalitas menteri harus diarahkan sepenuhnya kepada presiden dan rakyat, bukan kepada partai atau kelompok politik tertentu. Bila ada konflik kepentingan yang mengganggu integritas, sebaiknya menteri tersebut mundur secara terhormat.

    “Pemerintah butuh sosok berintegritas, berkompetensi, dan paham penderitaan rakyat. Menteri yang jadi beban, apalagi yang sudah tiga kali diingatkan, tidak layak dipertahankan,” tegasnya.

    Program Prioritas Tak Boleh Salah Urus

    Pangi menyebut, sejumlah program prioritas Presiden Prabowo merupakan janji politik kelas premium kepada rakyat, sehingga harus ditangani oleh orang-orang yang kompeten dan berkomitmen.

    Program-program yang dimaksud antara lain Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, Sekolah Rakyat, Layanan Kesehatan Gratis, Subsidi Upah, Swasembada Pangan, dan Pelayanan Haji.

    “Program-program prioritas seperti MBG, sekolah rakyat, layanan kesehatan gratis, subsidi upah, dan swasembada pangan tidak boleh diserahkan kepada orang yang salah. Ini ‘janji super premium’ presiden kepada rakyat. Menteri terkait harus siap bertanggung jawab penuh atas keberhasilannya,” jelas Pangi.

    Oleh sebab itu, dia menegaskan, reshuffle harus berbasis letupan kinerja yakni capaian konkret yang terlihat dalam kebijakan dan hasil nyata di lapangan bukan karena “like or dislike”.

    Lebih jauh, Pangi menilai setidaknya tujuh kementerian perlu dievaluasi serius oleh Presiden Prabowo. Ia menilai beberapa kementerian strategis belum menunjukkan performa maksimal dan terkesan lamban dalam menjalankan agenda prioritas.

    Tujuh pos yang disebut antara lain Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perumahan dan Permukiman, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDT), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, serta Badan Gizi Nasional.

    Menurutnya, satu tahun sudah menjadi waktu yang cukup untuk menilai siapa menteri yang benar-benar bekerja, dan siapa yang hanya menumpang jabatan.

    “Satu tahun sudah cukup kesempatan yang diberikan untuk menilai siapa yang bekerja, siapa yang sekadar numpang jabatan. Kalau reshuffle dilakukan dengan tepat, Presiden Prabowo akan punya tim yang solid untuk menuntaskan janji-janji besarnya kepada rakyat,” tandas Pangi.

  • 4
                    
                        Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya
                        Nasional

    4 Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya Nasional

    Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti kasus korupsi berkaitan dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Sorong Papua dan Meranti Riau sebagai contoh hambatan pembangunan. Kasus apa itu?
    “Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ucap Purbaya dalam Rapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025).
    Kata Purbaya, masalah korupsi di daerah mengakibatkan kebocoran anggaran dan menghambat pembangunan.
    Berdasarkan catatan
    Kompas.com
    , kasus yang berkaitan dengan audit BPK di Meranti terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK tahun 2023.
    Bupati Kepualauan Meranti, Riau, Muhammad Adil, kena OTT KPK pada 7 April 2023 lalu.
    KPK menyampaikan sangkaan bahwa Muhammad Adil melakukan suap kepada BPK agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian.
    “Lalu, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti pada 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh wajar tanpa pengecualian (WTP), Adil dan Fitri (Kepala BPKAD) memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1,1 miliar pada M Fahmi Aressa selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, 7 April 2023.
    Singkat cerita, dalam perkara pokoknya, Adil divonis 9 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 17 miliar.
    Auditor BPK Riau, M Fahmi Aressa divonis 4 tahun 3 bulan penjara dalam kasus suap Muhammad Adil.
    Kasus audit BPK di Sorong yang disinggung Purbaya adalah kasus yang menjerat mantan Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Moso.
    Yan, Kepala BPKAD Efer Segidifat, serta staf BPKAD Maniel Syafle didakwa memberikan uuang sebanyak Rp 450 juta kepada tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua Barat untuk mengkondisikan hasil pemeriksaan keuangan Kapubaten Sorong 2022-2023.
    Perbuatan para pemeriksa BPK diduga melanggar Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
    Jaksa Penuntut Umum mendakwa para terdakwa melanggar Pasal 13 UU Nomor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
    Kasus ini bermula ketika ada pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT yang dilakukan BPK di Papua Barat Daya.
    Efer dan Maniel selaku pejabat Pemkab Sorong berkomunikasi dengan pihak BPK bernama Abu dan David pada Agustus 2023. Abu dan David adalah kepanjangan tangan dari Kepala BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing.
    Menurut Ketua KPK teradahulu, Firli Bahuri, pertemun itu menyepakati penghilangan temuan BPK.
    “Adapun rangkaian komunikasi tersebut di antaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada,” papar Firli selaku Ketua KPK pada 13 November 2023.
    Kabar terbaru, mantan Pj Bupati Yan Piet Mosso dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Manokwari pada 23 April 2024.
    Ever Segidifat dan Menuel dijatuhi pidana pejara 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Purbaya Sebut Jual Beli Jabatan di Bekasi, Kasus Apa Itu?
                        Nasional

    3 Purbaya Sebut Jual Beli Jabatan di Bekasi, Kasus Apa Itu? Nasional

    Purbaya Sebut Jual Beli Jabatan di Bekasi, Kasus Apa Itu?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ada kasus jual beli jabatan di Bekasi, Jawa Barat. Kasus apa itu?
    Kasus jual beli jabatan disebut Purbaya saat dia mengulas secara umum kasus-kasus yang terjadi selama tiga tahun terakhir di pelbagai daerah.
    “Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ucap Purbaya dalam Rapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025).
    Kata Purbaya, masalah korupsi di daerah mengakibatkan kebocoran anggaran dan menghambat pembangunan.
    Lantas, bagaimana sebenarnya kasus jual beli jabatan di Bekasi?
    Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, membantah ada praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahannya.
    “Ada enggak suara di Kota Bekasi yang jual beli jabatan, sekarang
    lu
    merasakan enggak? Dengar enggak?,” ujar Tri saat ditemui di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Selasa (21/10/2025).
    Tri memastikan bahwa seleksi pegawai di lingkungan Pemkot Bekasi sudah dilakukan dengan terbuka dan transparan.
    Berdasarkan catatan pemberitaan
    Kompas.com
    , kasus jual beli jabatan pernah terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
    Pada 5 Januari 2022, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus proyek dan jual beli jabatan. Salah satu dari 12 orang yang kena OTT adalah Rahmat Effendi yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Bekasi.
    Rahmat Effendi didakwa menerima Rp 10 miliar dari persekongkolan pengadaan barang dan jasa.
    Soal jual beli jabatan, dia juga didakwa meraup Rp 7,1 miliar dari setoran para ASN di lingkungan Pemkot Bekasi.
    Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara terhadap Rahmat Effendi atau biasa disebut sebagai Pepen karena terbukti bersalah dalam suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
    Rahmat Effendi dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hak politik Rahmat untuk dipilih turut dicabut selama lima tahun setelah hukuman penjara selesai dilaksanakan.
    Hukuman terhadap eks Wali Kota Bekasi itu kemudian diperberat di tingkat banding menjadi 12 tahun penjara. Selain itu, majelis hakim mewajibkan Pepen membayar pidana denda senilai Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
    Rahmat Effendi kemudian mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. 7 Agustus 2024, MA menolak PK yang diajukan Rahmat Effendi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.