Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Menuju Pemdasus 2028, Batas Wilayah IKN Resmi Disepakati

    Menuju Pemdasus 2028, Batas Wilayah IKN Resmi Disepakati

    Jakarta

    Kejelasan batas wilayah antara Ibu Kota Nusantara (IKN) dan daerah sekitarnya telah resmi disepakati. Langkah ini menjadi tonggak penting untuk memperkuat kepastian hukum, tata kelola pemerintahan, dan efektivitas pelayanan publik menuju penetapan IKN sebagai Pemerintah Daerah Khusus (Pemdasus) pada tahun 2028.

    Kesepakatan batas wilayah ini ditegaskan melalui penandatanganan berita acara antara Otorita IKN, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan, di Kantor Kemenko 3, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN, Selasa (21/10/2025).

    Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, mengatakan penegasan batas wilayah ini tidak hanya memperjelas pembagian administrasi antara IKN dan daerah sekitarnya, tetapi juga menjadi dasar untuk sinkronisasi tata ruang, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas layanan publik.

    “Kami Otorita IKN mengucapkan terima kasih atas kerja sama seluruh pihak sehingga batas wilayah ini dapat disepakati. Saat ini kami telah memulai pembangunan tahap kedua dan terus menyiapkan SDM agar layak menjadi bagian dari Ibu Kota Nusantara,” kata Basuki, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).

    Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA, mengatakan penegasan batas wilayah menjadi fondasi bagi pembangunan wilayah yang efektif. Penegasan batas wilayah delineasi IKN sangat penting untuk kejelasan tata ruang dan pelayanan publik.

    “IKN termasuk cepat dalam proses ini biasanya butuh 2-3 tahun. Kami akan segera mengajukan Permendagrinya,” ujar Safrizal.

    Selain batas wilayah, turut dilakukan penandatanganan kesepakatan percepatan peningkatan kualitas pelayanan pendidikan antara Otorita IKN dan pemerintah daerah di Kalimantan Timur. Upaya ini menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan berbasis keberlanjutan.

    Basuki menilai, penegasan batas wilayah dan kerja sama pendidikan ini menegaskan bahwa pembangunan IKN tidak hanya fokus pada infrastruktur, tetapi juga membangun sistem pemerintahan dan SDM yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.

    (shc/kil)

  • 9
                    
                        Di Depan Dedi Mulyadi, Sekda Siap Mundur jika Ngibul soal Rp 4,1 T Mengendap di Bank
                        Bandung

    9 Di Depan Dedi Mulyadi, Sekda Siap Mundur jika Ngibul soal Rp 4,1 T Mengendap di Bank Bandung

    Di Depan Dedi Mulyadi, Sekda Siap Mundur jika Ngibul soal Rp 4,1 T Mengendap di Bank
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com –
    Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan siap mengundurkan diri jika terbukti berbohong terkait informasi dana Rp 4,1 triliun milik Pemprov Jabar yang mengendap di bank.
    Pernyataan itu disampaikan Herman langsung di hadapan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam perjalanan menuju Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Rabu (22/10/2025).
    Dalam video itu, Dedi menjelaskan bahwa dirinya bersama jajaran Pemprov Jabar akan menemui pihak Kemendagri dan Bank Indonesia (BI).
    Hal tersebut untuk mencocokkan data terkait dana Rp 4,1 triliun yang dirilis oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih tersimpan di rekening pemerintah daerah.
    Dedi mengatakan, langkah itu diambil untuk memastikan kesesuaian antara data yang dirilis Kementerian Keuangan dan catatan yang dimiliki Pemprov Jabar.
    “Kan di paparan Pak Menkeu tanggal 17 Oktober yang bersumber dari data BI tanggal 15 Oktober. Itu kan di situ ada tuh Pemda Jabar masih memiliki uang sebesar Rp4,1 triliun. Uang itu tersimpan di giro, tersimpan di deposito,” kata Dedi.
    Dedi kemudian menanyakan langsung kepada Sekda mengenai kondisi kas daerah per 15 Oktober 2025.
    “Nah, Bapak (sekda) harus jujur ke saya, tanggal 15 Oktober uang kita ada berapa?” tanya Dedi.
    “Rp2,6 triliun, Pak, di RKUD (rekening kas umum daerah),” jawab Herman.
    Dedi menerangkan, uang yang tersimpan di RKUD adalah dana milik Pemprov Jabar yang disimpan di Bank Jabar Banten (BJB).
    Dedi kemudian menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan uang milik Pemprov Jabar yang tersimpan di Bank Jabar Banten (BJB), dan dipastikan tidak ada rekening simpanan lain di luar BJB.
    “Tidak ada, Pak, semua di Bank Jabar,” jawab Herman.
    Dedi menegaskan, jika data yang tercatat di BI ternyata menunjukkan jumlah yang berbeda, maka Sekda Jabar telah memberikan informasi yang salah.
    “Kalau nanti di BI ternyata uangnya Rp4,1 triliun, berarti Bapak berbohong pada saya. Kalau Bapak berbohong pada saya, berarti Bapak juga berbohong pada rakyat Jawa Barat. Konsekuensinya, Bapak saya berhentikan,” kata Dedi.
    Menanggapi pernyataan tersebut, Herman menyatakan kesiapannya untuk bertanggung jawab, bahkan siap dicopot dari jabatannya.
    “Siap, Pak. Sebelum Bapak berhentikan, saya siap mengundurkan diri,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dedi Mulyadi Usut Rp 4,1 Triliun Mengendap di Bank, Pejabat Ngibul Langsung Copot!
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        22 Oktober 2025

    Dedi Mulyadi Usut Rp 4,1 Triliun Mengendap di Bank, Pejabat Ngibul Langsung Copot! Bandung 22 Oktober 2025

    Dedi Mulyadi Usut Rp 4,1 Triliun Mengendap di Bank, Pejabat Ngibul Langsung Copot!
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com –
    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akan menelusuri kebenaran data terkait polemik dugaan dana sebesar Rp 4,1 triliun milik Pemprov Jabar yang disebut mengendap di bank.
    Mantan Bupati Purwakarta ini telah menyiapkan sejumlah langkah untuk memastikan kejelasan informasi tersebut.
    Langkah pertama yang dilakukan Dedi adalah memanggil seluruh pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Jabar.
    “Hari ini saya akan mengumpulkan seluruh pejabat Pemprov Jabar untuk bertanya sekali lagi, mereka itu berkata jujur, data, dan fakta, atau berbohong,” ujar Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Rabu (22/10/2025).
    Selain memanggil pejabat internal, Dedi juga menjadwalkan untuk bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencocokkan data yang dimiliki.
    Langkah selanjutnya, ia akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menelusuri data yang menjadi polemik tersebut.
    “Yang ketiga, hari ini saya juga akan bertemu dengan pimpinan Bank Indonesia untuk menanyakan sumber data tersebut,” tutur Dedi.
    Dedi menegaskan, seluruh rangkaian verifikasi data tersebut akan dilakukan secara transparan sehingga publik dapat mengetahui informasi yang sesuai fakta.
    Dedi mengancam akan memberikan sanksi tegas berupa pencopotan terhadap pejabat yang berbohong mengenai kebenaran data tersebut.
    Ancaman tersebut tidak pandang bulu, termasuk kepada Sekretaris Daerah, Kepala Badan Pengelola Keuangan, hingga Kepala Badan Pendapatan Daerah jika terbukti melanggar.
    “Apabila ada staf saya yang berbohong, tidak menyampaikan fakta dan data yang sesungguhnya, menyembunyikan data yang seharusnya diketahui oleh masyarakat dan terbuka, saya tidak akan segan-segan, saya berhentikan pejabat itu,” ujar Dedi.
    Sebelumnya diberitakan, polemik ini terjadi usai Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merilis 15 daerah terbanyak mengendapkan dana di bank.
    Jawa Barat berada di urutan kelima dengan dana yang mengendap mencapai Rp 4,1 triliun.
    Dedi kemudian membantah pernyataan Purbaya. Dedi juga menantang Purbaya untuk membuka data.
    Menanggapi pernyataan Dedi, Purbaya menegaskan bahwa data yang ia sampaikan bersumber langsung dari Bank Indonesia (BI), bukan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan.
     “Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan. Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Selasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Purbaya Sebut Dana APBD DKI Rp 14,6 Triliun Mengendap, Pramono: Betul 1.000 Persen
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Oktober 2025

    Purbaya Sebut Dana APBD DKI Rp 14,6 Triliun Mengendap, Pramono: Betul 1.000 Persen Megapolitan 22 Oktober 2025

    Purbaya Sebut Dana APBD DKI Rp 14,6 Triliun Mengendap, Pramono: Betul 1.000 Persen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membenarkan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang masih mengendap di bank sebesar Rp14,6 triliun.
    “Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Keuangan, Pak Purbaya, beliau menyampaikan ada dana Rp 14,6 triliun yang dimiliki oleh Pemda DKI yang ada di Bank Jakarta, itu betul 1.000 persen, bukan 100 persen lagi, 1.000 persen,” ucap Pramono saat ditemui di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
    Pramono menjelaskan hal itu terjadi karena pola pembayaran belanja APBD DKI Jakarta memang cenderung meningkat di akhir tahun. Menurut Pramono, hal ini bukan kali pertama terjadi.
    “Tetapi memang Jakarta ini, pola pembayaran untuk APBD-nya biasanya terjadi pelonjakan di akhir tahun. Dan sebagai contoh, di akhir 2023 itu sekitar Rp 16 triliun, di tahun 2024, Rp 18 triliun,” kata dia.
    Pramono memastikan, dana Rp14,6 triliun nantinya akan digunakan untuk keperluan belanja pada November dan Desember mendatang yang nominalnya diperkirakan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni berkisar antara Rp16 triliun hingga Rp18 triliun.
    Ia juga memastikan kondisi keuangan DKI Jakarta dalam keadaan sehat, dengan realisasi pajak yang melampaui target.

    Alhamdulillah
    pajaknya juga tercapai, terpenuhi sesuai dengan target, bahkan melebihi sedikit daripada target,” ungkap Pramono.
    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.
    Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp 14,6 triliun.
    Purbaya menegaskan lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.
    “Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Ia menambahkan, rendahnya serapan anggaran membuat simpanan uang daerah di bank terus menumpuk.
    “Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang pemda yang menganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata dia.
    Purbaya mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat belanja agar uang tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
    “Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Oktober 2025

    Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank Megapolitan 22 Oktober 2025

    Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuka data daerah yang disebut menahan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk simpanan di bank.
    “Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).
    Pernyataan itu disampaikan menanggapi pernyataan Purbaya yang sebelumnya menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga menyebabkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank per akhir September 2025.
    Dari total tersebut, Jawa Barat tercatat memiliki simpanan terbesar kelima dengan nilai Rp 4,17 triliun.
    Purbaya menilai, lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi program di daerah.
    “Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujarnya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Ia menegaskan, rendahnya serapan APBD membuat uang daerah terus menumpuk di bank.
    “Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun,” tutur Purbaya.
    Ia pun mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat realisasi anggaran.
    “Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” tegasnya.
    Dedi menilai tudingan Purbaya tidak sepenuhnya tepat karena tidak semua daerah menahan belanja atau menimbun uang di perbankan.
    Menurut dia, sebagian pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya cepat dirasakan masyarakat.
    Dedi mendesak pemerintah pusat membuka daftar daerah-daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito agar meminimalisir opini negatif terhadap daerah lain.
    “Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.
    “Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” tambahnya.
    Selain itu, Dedi meminta pemerintah pusat juga memeriksa dana APBN yang mungkin masih mengendap di sejumlah kementerian.
    Ia menilai istilah “dana mengendap” tidak sepenuhnya tepat digunakan karena uang yang telah masuk ke kas daerah tidak langsung bisa dibelanjakan seluruhnya.
    “Nah, kemudian juga kami pertanyakan juga, apakah dana yang tersimpan itu yang belum dibelanjakan sepenuhnya hanya ada di kabupaten, kota, dan provinsi? Apakah di kementerian hari ini sudah habis dananya? Ya, dicek saja,” terang Dedi.
    Dedi juga mengoreksi data yang disampaikan Purbaya. Menurut dia, sisa dana APBD Jawa Barat yang tersimpan dalam bentuk giro sebesar Rp 2,41 triliun, bukan Rp 4,17 triliun seperti disebutkan pemerintah pusat.
    “Bukan Rp 4 triliun, tapi Rp 2,4 triliun. Oh, tapi
    Alhamdulillah
    , kalau di Bank Indonesia (BI) masih ada dana Pemprov Jabar Rp 4 triliun,” ucap Dedi saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (21/10/2025).
    Ia menambahkan, hingga Desember 2025, Pemprov Jabar masih membutuhkan dana sekitar Rp 5–6 triliun untuk menuntaskan belanja daerah.
    Karena itu, Pemprov Jabar sementara menggunakan kas daerah untuk belanja modal, sambil menunda belanja barang dan jasa.
    “Sampai akhir Desember kami masih perlu lagi sekitar Rp 5 triliun lagi. Jadi nanti di Desember, mungkin bisa malah kurang kalau saya dorongin terus pembangunannya,” ujar Dedi.
    Dedi juga menyebut masih ada dana transfer dari pemerintah pusat yang belum dibayarkan seluruhnya, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH).
    “Di mana minus (Rp 5 triliun) itu menutupi? Ya nunggu pendapatan daerahnya masuk, dana transfer dari pemerintah pusatnya masuk, termasuk juga kurang bayarnya pemerintah pusat pada Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.
    “Dana DBH yang tahun lalu belum lunas bayarnya, masih Rp 191 miliar lagi belum lunas tuh,” sambung Dedi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Molor, RAPBD DKI Ditargetkan Selesai 11 Desember

    Molor, RAPBD DKI Ditargetkan Selesai 11 Desember

    JAKARTA – Badan Musyawarah (Bamus) DPRD dan Pemprov DKI sepakat menargetkan pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2020 pada 11 Desember mendatang.

    “Jadi, untuk paripurna Rancangan APBD DKI 2020 selesai pada tanggal 11 Desember,” ucap Ketua Bamus Prasetyo Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI, Senin, 25 November. 

    Tahapannya, 29 November DPRD dan Pemprov mengesahkan kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) lewat MoU. Kemudian, tanggal 2 Desember Gubernur DKI Anies Baswedan menggelar pidato soal Rancangan Peraturan Daerah soal APBD.

    Pada tanggal 3 sampai 10 Desember, dijadwalkan pembahasan RAPBD dari tingkat komisi hingga pandangan akhir oleh DPRD. Sehari setelahnya, RAPBD disahkan. Kemudian, RAPBD dibawa ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi dalam beberapa hari. Tahap akhir, RAPBD hasil evaluasi diketok menjadi Perda APBD 2020.

    Target pengesahan RAPBD sebenarnya molor dari aturan PP Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 106 PP 12/2019 menyatakan, kepala daerah dan DPRD wajib mengesahkan rancangan Perda APBD paling lambat 1 bulan sebelum tahun anggaran dimulai atau 30 November. 

    Sekretaris Daerah DKI Saefullah meminta pemakluman. Sebab, pembahasan rancangan sejak awal memang sudah molor dari jadwal karena ada pergantian periode DPRD DKI dari masa jabatan 2014-2019 ke 2019-2024. 

    “Di tengah-tengah kan ada transisi DPRD. Sabarlah,” kata Saefullah.

    Dalam hal ini, Pemprov dan DPRD mengesampingkan tenggat waktu pengesahan RAPBD yang ditentukan. Menurut mereka, DKI masih punya waktu untuk pembahasan RAPBD selama 60 hari, sesuai aturan Kemendagri. Namun, pembahasan RAPBD yang digelar sejak tanggal 3 November tak mungkin berjalan 60 hari karena akan melewati pergantian tahun.

    Meski begitu, Saefullah bilang pengetokan final atas APBD tak akan lewat dari 31 Desember. Mengingat, Kemendagri punya waktu selama 15 hari untuk mengevaluasi.

    “Jadi, setelah disahkan tanggal 11 Desember, kami kirim ke Kemendagri untuk evaluasi. Jika ditambah 15 hari, jadi (evaluasi selesai) tanggal 26. Balik dari evaluasi (Kemendagri), masih ada waktu untuk kami sepakati dan kemudian diundangkan,” jelas Saefullah.

    Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin menyatakan keputusan Bamus melanggar tahapan perencanaan keuangan daerah. Sebab, mereka menargetkan pengesahan RAPBD lewat dari 30 November.

    Meski begitu, Syarifuddin belum bisa memastikan adanya sanksi administratif dari Kemendagri kepada DPRD dan Pemprov DKI. Yang jelas, Syarifuddin mengakui Kemendagri bakal kerepotan mengevaluasi RAPBD DKI jika hanya memiliki waktu 15 hari.

    “Kalau pengesahan lebih dari 30 November, berarti kami mengevaluasi lambat juga paling sedikit 15 hari, itu sudah lampu merah karena (evaluasi RAPBD) DKI tebal. Jangka waktu 15 hari untuk mengevaluasi (terasa) empot-empotan,” tutur Syarifuddin. 

  • Dedi Mulyadi ‘Lawan Balik’ Menkeu Purbaya soal Dana APBD Mengendap di Bank – Page 3

    Dedi Mulyadi ‘Lawan Balik’ Menkeu Purbaya soal Dana APBD Mengendap di Bank – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, ‘melawan balik’ pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait adanya pengendapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk deposito bank di sejumlah daerah, termasuk Jabar.

    Purbaya menyampaikan data tersebut dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin 20 Oktober 2025. Ia mengacu pada data Bank Indonesia per 15 Oktober 2025, yang mencatat 15 daerah menempatkan dana di bank, termasuk DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

    Pemprov Jawa Barat disebut menempatkan dana sebesar Rp 4,17 triliun. Selain itu, Pemprov Jakarta tercatat menyimpan Rp 14,683 triliun, sedangkan Pemprov Jawa Timur sebesar Rp 6,8 triliun.

    Purbaya menjelaskan, secara keseluruhan dana yang mengendap di rekening kas daerah mencapai Rp 233 triliun, terdiri dari simpanan pemerintah kabupaten (pemkab) Rp 134,2 triliun, pemerintah provinsi (pemprov) Rp 60,2 triliun, dan pemerintah kota (pemkot) Rp 39,5 triliun.

    Bantahan Dedi Mulyadi

    Menanggapi hal tersebut, Dedi lantas membantah pernyataan Menkeu Purbaya soal dana APBD Jawa Barat senilai Rp 4,17 triliun yang disebut mengendap di bank.

    Dedi bahkan menantang Menkeu Purbaya untuk membuka data seluruh daerah di Indonesia yang menyimpan APBD dalam bentuk deposito. Ia mengaku telah memeriksa langsung apakah Pemprov Jawa Barat menaruh dana tersebut di Bank BJB dalam bentuk deposito.

    “Saya sudah cek tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dikutip Selasa (21/10/2025).

    Dedi mengatakan, di tengah efisiensi saat ini pemerintah daerah ada dalam periode mempercepat belanja publik. Dia menyakini tak semua daerah kesulitan atau sengaja menunda belanja dan memarkir uang di bank.

    “Di antara kabupaten kota dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan, belanja kepentingan masyarakatnya dengan baik. Dan bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” kata Dedi.

    Namun menurutnya, di tengah upaya daerah mengelola keuangan tersebut ada kemungkinan provinsi atau kabupaten kota yang menyimpan uang dalam bentuk deposito.

    “Nah, tentunya ini adalah sebuah problem yang harus diungkap secara terbuka dan diumumkan kepada publik secara terbuka, sehingga tidak membangun opini bahwa seolah-olah daerah ini tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan keuangan,” kata dia.

  • Strategi Menkeu Purbaya Supaya Pemda Tak Lagi Mengendapkan Dana di Bank – Page 3

    Strategi Menkeu Purbaya Supaya Pemda Tak Lagi Mengendapkan Dana di Bank – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Keuangan menyiapkan sistem supaya membuat pemerintah daerah (pemda) tak lagi menaruh dananya di perbankan.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, pemda cenderung menyimpan uang di perbankan sebagai tabungan untuk persediaan dana awal tahun.

    “Kalau saya kembangkan sistem di mana transfer uang dari pemerintah ke pemda cepat, di mana awal tahun saya bisa mulai kirim, tanggal 2 misalnya, perlu enggak cadangan? Enggak perlu, uangnya bisa dihabisin,” ujar Purbaya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Adapun Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Askolani menuturkan, telah berkoordinasi dengan pemda terkait pengelolaan dana daerah.

    Dalam proses koordinasi itu, menurut Askolasi, Purbaya memberikan empat arahan kepada pemda.

    Pertama, Purbaya mengingatkan seluruh pemda, baik bupati, gubernur, maupun wali kota, untuk mengakselerasi belanja daerah masing-masing.

    Kedua, pemda diminta untuk mempercepat pelunasan kewajiban pada pihak ketiga. “Kan kadang bayarnya agak terlambat. Itu kami ingatkan,” ujar Askolani.

    Ketiga, Purbaya meminta pemda untuk menggunakan dana mereka yang mengendap di bank.

    Terakhir, Purbaya juga mengarahkan pemda agar memantau pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025.

    Kemenkeu pun terus meningkatkan sinergi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendalami persoalan dana mengendap pemda di bank.

    Sebagai catatan, dana pemda yang mengendap di bank tercatat mencapai Rp 254,4 triliun per Agustus 2025, dengan sebaran Rp188,9 triliun di giro, Rp8 triliun di tabungan, dan Rp 57,5 triliun di simpanan berjangka.

    Nilai itu jauh lebih tinggi dari total simpanan pemda pada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, total simpanan pemda di bank pada 2023 tercatat sebesar Rp 103,9 triliun dan pada 2024 sebesar Rp92,4 triliun. Artinya, ada lonjakan simpanan sebesar Rp 161,9 triliun dalam waktu delapan bulan.

     

  • Purbaya Jawab Tantangan Dedi Mulyadi soal Dana Pemda: Tanya ke BI!

    Purbaya Jawab Tantangan Dedi Mulyadi soal Dana Pemda: Tanya ke BI!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi keberatan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi soal data simpanan dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan.

    Dia menegaskan tidak pernah membuka data khusus simpanan untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.

    Sebelumnya, data Bank Indonesia (BI) dari perbankan yang diolah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan bahwa total simpanan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota secara keseluruhan di bank sampai dengan September 2025 mencapai Rp233 triliun.

    Terbesar adalah milik pemerintah kabupaten yakni Rp134, triliun, sedangkan milik provinsi Rp60,2 triliun dan kota Rp39,5 triliun. 

    Data itu justru diungkap oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Senin (20/10/2025).

    Khusus untuk provinsi, simpanan Pemprov Jabar adalah terbesar keempat yakni Rp4,17 triliun. Angka itu masih lebih rendah dari Jakarta yang mencapai Rp14,6 triliun atau tertinggi dari seluruh provinsi. 

    Purbaya, yang juga hadir pada forum tersebut, mengaku data yang dimiliki Tito sama dengan yang dipegang olehnya. Sebab, data tersebut sama-sama berasal dari sistem BI yang menghimpun laporan dari perbankan. Oleh sebab itu, Purbaya menyarankan Dedi Mulyadi untuk langsung bertanya ke bank sentral. 

    “Tanya aja ke bank sentral itu kan data dari sana. Harusnya dia cari, kemungkinan anak buahnya juga ngibulin dia. Itu dari laporan perbankan kan, dan pemda sekian, sekian,” jelasnya kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/10/2025) sore.

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu turut menyoroti respons Dedi yang mempermasalahkan data simpanan Pemprov Jabar di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR). Padahal, Purbaya menekankan bahwa tidak pernah mengungkap data simpanan Pemprov Jabar secara khusus. 

    “Saya gak pernah describe data Jabar kan. Kalau dia bisa turunkan sendiri ya saya enggak tahu dari mana datanya. Dia debat sama dia sendiri, saya enggak tahu. Jadi saya enggak pernah bilang Jabar berapa kan? Saya bilang data di perbankan sekian punya pemda,” tuturnya. 

    Menurut Purbaya, dia pun masih mempertanyakan data simpanan milik pemerintah pusat di perbankan. Pada saat menghadiri acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025), Bendahara Negara itu juga sempat membuka data simpanan pemerintah pusat maupun pemda, lengkap dengan kategori simpanannya baik di giro, tabungan serta deposito berjangka. 

    Namun, Purbaya hanya menggambarkannya secara umum. Menkeu yang belum dua bulan menjabat itu menyarankan Dedi untuk memeriksa sendiri data yang dihimpun oleh BI. 

    “Saya bukan pegawai Pemda Jabar, kalau dia mau periksa, periksa saja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap minggu sekali. Ada flag [uangnya] punya siapa, jenisnya apa deposito, giro, lain-lain. Jadi jangan Pak Dedi nyuruh saya kerja,” ungkapnya. 

    Dedi Mulyadi Keberatan

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi membantah pemerintahannya memiliki simpanan di BJB dalam bentuk deposito. Dia menyebut posisi simpanan Pemprov Jabar di BPD itu sebesar Rp2,4 triliun. 

    Dana yang tersimpan sebesar Rp2,4 triliun di rekening BJB itu merupakan bagian dari pendapatan daerah yang disimpan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan hingga akhir tahun bukan sengaja disimpan agar mendapatkan bunga.

    “Kondisi keuangan di Provinsi Jawa Barat. Hari ini uang yang tersedia di Provinsi Jawa Barat dan tersimpan di BJB atau Bank Jabar Banten itu sebesar Rp2.418.701.749.621 [Rp2,4 triliun] . Uang itu tersimpan dalam bentuk giro, bukan deposito,” katanya, Selasa (21/10/2025).

    Politisi Partai Gerindra itu menantang Purbaya membuka data seluruh pemerintah daerah yang menyimpan APBD dalam bentuk deposito. 

    “Saya sudah cek [Pemprov] tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu [Purbaya] untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” katanya.

  • Bupati pastikan tidak ada jual beli jabatan di Bekasi

    Bupati pastikan tidak ada jual beli jabatan di Bekasi

    Kabupaten Bekasi (ANTARA) – Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang memastikan tidak ada praktik jual beli pada proses pengisian kursi jabatan di lingkup pemerintah daerah itu sebagaimana pernyataan yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

    “Bekasi mana. Di Kabupaten Bekasi tidak ada jual beli jabatan,” kata Ade di Cikarang, Selasa.

    Dia menegaskan Pemerintah Kabupaten Bekasi berkomitmen untuk melakukan pengisian, rotasi maupun mutasi jabatan dengan proses sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    Komitmen tersebut juga ditunjukkan dengan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam setiap tahapan seleksi pejabat di wilayah Kabupaten Bekasi.

    “Di kabupaten enggak ada jual beli jabatan kan sudah didampingi KPK, kita komitmen,” ucapnya.

    Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan praktik jual beli jabatan di pemerintah daerah masih terjadi sampai saat ini, salah satunya di Bekasi, Jawa Barat, berdasarkan data yang dilaporkan KPK dalam kurun tiga tahun terakhir.

    Hal tersebut disampaikan Purbaya saat rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah tahun 2025 di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta yang turut disiarkan melalui media sosial Youtube Kemendagri. Ia meminta pemerintah daerah segera memperbaiki tata kelola dan disiplin anggaran.

    “Data KPK juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir, masih banyak kasus di daerah. Suap audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan,” ucapnya.

    Menkeu pun mengutip laporan KPK yang menekankan jual beli jabatan, gratifikasi dan intervensi pengadaan di lingkungan pemerintah daerah sebagai titik-titik risiko kebocoran anggaran daerah.

    “KPK bilang sumber risiko ya masih itu-itu saja, jual beli jabatan, gratifikasi, intervensi pengadaan. Padahal kalau itu enggak dibereskan, semua program pembangunan bisa bocor di tengah jalan,” ucapnya.

    Dia juga mengungkapkan hasil survei penilaian strategis (SPI) tahun 2024 menyebut hampir semua pemerintah daerah masuk kategori zona merah atau rentan. Kemudian ada 67 pemerintah provinsi dan 69 pemerintah kabupaten yang masuk kategori zona merah.

    Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.