Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Komisi II akan panggil Kemendagri-Pemda soal Rp234 triliun di bank

    Komisi II akan panggil Kemendagri-Pemda soal Rp234 triliun di bank

    Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mengatakan pihaknya akan memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan pihak pemerintah daerah (pemda) yang APBD-nya diparkir di bank untuk memberikan klarifikasi.

    Hal itu disampaikan Khozin menyoroti kabar soal banyaknya dana untuk publik Rp234 triliun yang hanya mengendap di Bank.

    “Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank,” kata Khozin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Ia pun bertanya-tanya mengapa dana milik sejumlah pemerintah daerah itu mengendap di perbankan.

    Khozin mempertanyakan kinerja Pemda hingga sampai ratusan triliunan dana yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat justru hanya ‘terparkir’ di bank.

    “Pemda mesti mengklarifikasi atas mengendapnya dana publik ratusan triliun itu. Dana tersebut sengaja ditempatkan di bank atau disimpan karena mengikuti pola belanja yang meningkat di akhir tahun?” ujarnya.

    Apabila dana pemda sengaja ditempatkan di bank, menurut Khozin, maka hal tersebut akan berdampak pada tidak optimalnya fungsi Pemda dalam pelayanan masyarakat dan program strategis nasional menjadi terganggu.

    “Kalau dana APBD sengaja diparkir, ini yang jadi soal, karena akan mengganggu pelayanan publik dan menjadi penghambat tumbuhnya ekonomi di daerah,” kata Khozin.

    Namun jika dana Pemda ditempatkan di bank karena mengikuti siklus belanja yang meningkat di akhir tahun, Khozin mendorong adanya perubahan dalam skema belanja negara termasuk belanja daerah.

    “Tren penyerapan anggaran meningkat di akhir tahun ini terjadi di pusat dan daerah. Menkeu Purbaya mestinya dapat mengubah pola klasik ini, tujuannya agar anggaran negara betul-betul dimanfaatkan untuk publik secara berkesinambungan,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti fenomena meningkatnya dana milik pemerintah daerah (pemda) yang belum terserap dan masih mengendap di perbankan.

    Purbaya mengungkap data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per akhir September 2025 di mana terdapat dana Pemda yang mengendap jumlahnya mencapai Rp 234 triliun.

    Menurut Purbaya, kondisi tersebut menunjukkan masih lambatnya realisasi belanja daerah, meski pemerintah pusat telah menyalurkan dana dengan cepat.

    Khozin pun mempertanyakan efektivitas pengawasan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia meminta Kemendagri melakukan pembinaan dan pengawasan, bahkan sanksi administratif bila Pemda memang melanggar ketentuan perundang-undangan.

    “Kemendagri mestinya dapat mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan, termasuk mengambil langkah tegas berupa sanksi administratif bila terdapat pelanggaran peraturan,” kata Khozin.

    Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah itu lantas mengutip sejumlah regulasi yang dapat menjadi instrumen bagi pemerintah pusat dalam melakukan pembinaan, dan pengawasan. Bahkan, menurut Khozin, terdapat pemberian sanksi administratif dalam tata kelola keuangan di daerah apabila regulasi dilanggar.

    “Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, PP No 12 Tahun 2017 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” kata Legislator dari Dapil Jawa Timur IV itu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR usul Kemendagri mediasi Menkeu-Pemda soal anggaran mengendap

    DPR usul Kemendagri mediasi Menkeu-Pemda soal anggaran mengendap

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengusulkan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memediasi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mencari titik terang terkait permasalahan anggaran daerah yang mengendap hingga Rp234 triliun di bank.

    Dia pun mengatakan bahwa saat ini ada suara-suara dari daerah yang menginginkan tambahan anggaran dari pemerintah pusat, tapi di sisi lain ternyata ada anggaran daerah yang mengendap.

    “Agar memang bisa mendapatkan atau mendudukkan persoalan ya, apa penyebab sehingga jangan-jangan kepala daerahnya mungkin tidak tahu ada anggaran yang tidak terserap sebesar Rp234 triliun,” kata Doli dalam diskusi yang digelar di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Dia menilai bahwa data yang disampaikan oleh Menteri Keuangan itu tentu mengejutkan berbagai pihak. Jika tidak ada penjelasan lebih lanjut, menurut dia, akan menimbulkan kebingungan karena kontradiktif dan kontraproduktif.

    “Nah kalau tidak cepat di-clear-kan maka kemudian nanti bisa menimbulkan tafsir lain, anggaran itu kenapa kok bisa ada tidak dipergunakan, sementara di satu sisi hampir seluruh kepala daerah mengatakan kekurangan anggaran dalam pengelolaan pemerintahannya,” katanya.

    Maka dari itu, dia pun mewajarkan bila pemerintah pusat mengurangi dana transfer ke daerah (TKD) pada tahun 2025 dan 2026, dengan harapan anggaran yang belum terserap itu bisa dioptimalkan.

    “Kita juga berharap percepatan pembangunan daerah itu juga bisa memberikan dukungan terhadap percepatan pembangunan nasional,” kata legislator yang membidangi urusan pemerintahan daerah itu.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.

    Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp14,6 triliun. Purbaya menegaskan lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wamendagri Wiyagus Tekankan Peran APPSI dalam Menjaga Integritas Pemerintahan Daerah – Page 3

    Wamendagri Wiyagus Tekankan Peran APPSI dalam Menjaga Integritas Pemerintahan Daerah – Page 3

    Wiyagus menambahkan, Presiden Prabowo secara tegas menyoroti praktik korupsi yang hingga kini masih menjadi tantangan dalam pembangunan nasional. Karena itu, baik aparat pemerintah pusat maupun daerah memiliki tanggung jawab penting untuk memastikan pengelolaan anggaran negara dilakukan secara bersih, transparan, dan berintegritas.

    Lebih lanjut, Wiyagus menyampaikan bahwa Presiden juga mendorong penerapan teknologi digital seperti e-katalog dan e-government guna meminimalkan peluang korupsi dalam birokrasi. “Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah, termasuk yudikatif, legislatif untuk bekerja sama demi menciptakan pemerintahan yang bersih,” ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, Wiyagus mengimbau APPSI agar semakin memperkuat perannya sebagai wadah berhimpun pemerintah provinsi (pemprov) di seluruh Indonesia. APPSI diharapkan mampu memfasilitasi kepentingan daerah dalam penguatan kapasitas, optimalisasi otonomi daerah, serta penguatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

    “Keberadaan APPSI sebagai wadah berhimpun bagi pemerintah provinsi seluruh Indonesia harus mampu menunjukkan kinerja yang optimal, baik dalam rangka meningkatkan kapasitas para anggotanya, maupun dalam memberikan masukan kepada pemerintah pusat,” imbuhnya.

    Wiyagus juga menyampaikan apresiasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada APPSI atas konsistensinya dalam meningkatkan kompetensi anggota. Hal ini diwujudkan melalui berbagai kegiatan, seperti berbagi praktik terbaik (best practice), memperkuat kerja sama, serta menyosialisasikan peraturan perundang-undangan.

    Ia optimistis, keberadaan APPSI akan memberikan manfaat nyata, baik secara langsung bagi pemprov di seluruh Indonesia, maupun secara tidak langsung bagi masyarakat luas melalui penguatan tata kelola dan kemajuan daerah.

    “Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, acara Musyawarah Nasional ke-7 APPSI dengan tema ‘Menjaga Integritas Pemerintahan Daerah yang Bersih dan Kreatif’ secara resmi dibuka,” tandasnya.

    Sebagai informasi, kegiatan Munas VII APPSI ini turut dihadiri oleh sejumlah gubernur, di antaranya Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud, Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Afif Nasution, dan Gubernur Banten Andra Soni. Hadir pula dalam acara itu Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari dan Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.

  • Mendagri: Mal Pelayanan Publik wujud nyata reformasi birokrasi

    Mendagri: Mal Pelayanan Publik wujud nyata reformasi birokrasi

    “MPP seperti yang ada di Kota Surabaya menunjukkan sinergi kuat antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadirkan pelayanan publik yang cepat, transparan, dan berpihak kepada rakyat kecil,”

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan kehadiran Mal Pelayanan Publik (MPP) merupakan bentuk nyata reformasi birokrasi yang hadir untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat.

    “MPP seperti yang ada di Kota Surabaya menunjukkan sinergi kuat antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadirkan pelayanan publik yang cepat, transparan, dan berpihak kepada rakyat kecil,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Tito menilai MPP menjadi langkah strategis dalam memangkas birokrasi yang berbelit dan mempercepat pelayanan publik yang transparan serta berpihak kepada masyarakat kecil.

    Sebanyak 289 MPP telah beroperasi di berbagai daerah. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama kementerian dan lembaga terkait terus mendorong pembangunan MPP baru dengan target seluruh 514 kabupaten/kota memiliki fasilitas serupa.

    Kehadiran MPP juga mendapat sorotan positif dari masyarakat sekaligus mendorong para pihak terkait agar menghadirkan Mal Pelayanan Publik (MPP) di setiap kabupaten dan kota di Indonesia.

    Direktur Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan mengapresiasi langkah Kemendagri dalam memperluas keberadaan MPP di berbagai wilayah.

    Menurutnya, Mendagri sebagai panglima birokrasi memiliki peran penting untuk memastikan tidak ada satu pun daerah yang tertinggal tanpa MPP.

    “Sebagai panglima birokrasi, Mendagri harus memastikan MPP hadir di setiap kabupaten/kota tanpa terkecuali. Kehadiran MPP menjadi solusi konkret dalam memangkas birokrasi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lokal,” kata Iwan.

    Iwan menilai, keberadaan MPP mampu memberikan kemudahan nyata bagi masyarakat di daerah, terutama mereka yang selama ini kesulitan dalam mengurus administrasi kependudukan atau perizinan usaha.

    “Layanan di MPP sudah sangat lengkap — mulai dari paspor, Dukcapil (kependudukan dan catatan sipil), kartu keluarga (KK), hingga pengurusan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) — semua bisa dilakukan dalam satu tempat,” jelasnya.

    Iwan juga menekankan, MPP tidak boleh hanya hadir secara fisik, tetapi juga harus menjamin pelayanan publik yang bersih dari praktik pungli dan korupsi.

    “Tujuan MPP adalah memudahkan masyarakat. Jangan sampai justru ada biaya administrasi tersembunyi yang merugikan rakyat,” katanya.

    Menurut Iwan, ketika masyarakat merasa dilayani dengan baik, mereka akan lebih percaya kepada pemerintah, dan hal itu dapat menumbuhkan semangat berusaha di kalangan UMKM dan pengusaha lokal.

    Lebih lanjut, Iwan menilai upaya Kemendagri memperluas MPP sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya penyederhanaan administrasi dan reformasi birokrasi.

    “Apalagi Mendagri bersama Menteri Keuangan Purbaya mendapat tugas khusus dari Presiden untuk berkolaborasi mendampingi pemerintah daerah dalam pengelolaan Transfer ke Daerah (TKD) dan anggaran lainnya,” ujarnya.

    Meski pembangunan MPP terus bertambah, Iwan menilai penting bagi Mendagri untuk melakukan pengawasan dan evaluasi berkala terhadap kinerja MPP di seluruh Indonesia.

    “MPP tidak boleh berhenti pada pembangunan fisiknya saja. Kinerja dan pelayanannya harus terus diawasi agar memberi dampak nyata bagi masyarakat,” tutur Iwan.

    Menurutnya, keberhasilan reformasi birokrasi akan terlihat bukan dari jumlah MPP yang berdiri, tetapi dari sejauh mana masyarakat merasa dilayani dengan cepat, mudah, dan transparan.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 30% Gaji Warga Sekitar Jakarta Habis buat Transportasi

    30% Gaji Warga Sekitar Jakarta Habis buat Transportasi

    Jakarta

    Pengeluaran masyarakat Indonesia untuk kebutuhan transportasi masih tinggi. Hal ini terjadi karena belum terciptanya transportasi publik yang murah bagi masyarakat.

    Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Muiz Thohir mengungkapkan masyarakat sekitar DKI Jakarta bisa menghabiskan 30% dari pendapatannya untuk transportasi.

    “Salah satu isu juga yang menjadi kenapa kita perlu public transport yang terjangkau itu adalah ternyata besarnya pendapatan masyarakat digunakan untuk transportasi. Mungkin beberapa waktu kita mendengar di sekitar DKI Jakarta itu 30%,” katanya di Kemenhub, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).

    Thohir menambahkan, pengeluaran masyarakat di luar Jawa lebih besar lagi. Hal ini ia dapati ketika mengunjungi Samarinda beberapa waktu lalu.

    Berdasarkan hasil riset Universitas Mulawarman, porsi pengeluaran masyarakat untuk transportasi mencapai 50% dari pendapatan bulanan. “Bahkan di Samarinda itu sampai 50% pendapatan itu digunakan untuk transportasi, karena memang di sana juga public transport juga belum tersedia,” katanya.

    Menurutnya, tingginya biaya transportasi ini akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Kemenhub mendorong sinergi lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memperkuat komitmen daerah dalam pengembangan sistem transportasi perkotaan.

    “Ketika pendapatan masyarakat banyak digunakan untuk transportasi, ini juga nanti larinya kan bagaimana juga kemiskinan seterusnya. Mungkin narasi-narasi ini juga yang coba kita ya di Kementerian Perhubungan juga meyakinkan ke teman-teman di Kementerian Dalam Negeri gitu kan, untuk sama-sama memberikan perhatian terhadap angkutan umum,” katanya.

    Tonton juga video “Airlangga Ralat Ucapannya yang Sebut UMP 2026 Naik 6,5%” di sini:

    (ara/ara)

  • Sentilan Purbaya dan Pembelaan Pramono soal Dana Mengendap di Bank
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        23 Oktober 2025

    Sentilan Purbaya dan Pembelaan Pramono soal Dana Mengendap di Bank Megapolitan 23 Oktober 2025

    Sentilan Purbaya dan Pembelaan Pramono soal Dana Mengendap di Bank
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.
    Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp14,6 triliun.
    Lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.
    “Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Rendahnya serapan anggaran membuat simpanan uang daerah di bank terus menumpuk.
    “Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata dia.
    Maka dari itu, Purbaya mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat belanja agar uang tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
    “Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” ucap dia.
    Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membenarkan informasi yang disampaikan oleh Purbaya.
    Namun, ia menegaskan dana itu bukan “uang tidur”, melainkan memang disiapkan untuk kebutuhan belanja daerah menjelang akhir tahun.
    “Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Keuangan, Pak Purbaya, beliau menyampaikan ada dana 14,6 triliun yang dimiliki oleh Pemda DKI yang ada di Bank Jakarta, itu betul 1.000 persen, bukan 100 persen lagi, 1.000 persen,” ucap Pramono saat ditemui di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
    Pola pengeluaran atau pembayaran belanja dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta memang selalu meningkat di penghujung tahun.
    Kondisi ini bukanlah hal baru karena sudah menjadi pola tahunan yang berulang.
    “Tetapi memang Jakarta ini, pola pembayaran untuk APBD-nya biasanya terjadi pelonjakan di akhir tahun. Dan sebagai contoh, di akhir tahun 2023 itu sekitar 16 triliun, di tahun 2024, 18 triliun,” kata Pramono.
    Untuk itu, dana Rp 14,6 triliun yang kini tersimpan di bank akan digunakan pada November dan Desember 2025 untuk membayar berbagai kegiatan proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa yang sudah berjalan.
    “Memang selalu di Jakarta itu pembayaran bagi semua proses pengadaan jasa dan barang dan juga fisik itu pembayarannya selalu di bulan November dan di bulan Desember,” ucap Pramono.
    Pramono menegaskan, dana tersebut bukan untuk deposito atau disimpan tanpa tujuan.
    Dana itu sudah dialokasikan secara jelas untuk kebutuhan pembangunan dan pembayaran kontrak yang jatuh tempo di kuartal keempat. Sehingga pembayaran dilakukan menjelang tutup tahun anggaran.
    “Benar ada (dananya), tetapi di Jakarta bukan untuk menjadi deposito atau disimpan begitu saja. Ini semata-mata untuk persiapan menyelesaikan (pembayaran proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa),” kata Pramono.
    Di sisi lain, Pramono memastikan kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta berada dalam posisi yang sehat.
    Ia mengatakan, realisasi penerimaan pajak daerah hingga saat ini telah melampaui target yang ditetapkan.
    “Alhamdulillah pajaknya juga tercapai, terpenuhi sesuai dengan target, bahkan melebihi sedikit daripada target,” ungkap Pramono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        23 Oktober 2025

    Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK Bandung 23 Oktober 2025

    Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tidak ada dana sebesar Rp 4,1 triliun milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang mengendap dalam bentuk deposito di bank.
    Hal itu disampaikan Dedi setelah menerima penjelasan langsung dari Bank Indonesia (BI).
    “Ini kami sudah selesai mendapat penjelasan dari Bank Indonesia. Bank Indonesia ini adalah bank sentral, jadi jangan sampai ada pertanyaan atau pernyataan yang keliru. Jadi, ada enggak duit Rp 4,1 triliun yang deposito? Tidak ada, Pak,” kata Dedi dalam keterangan videonya, Rabu (22/10/2025).
    Menurut Dedi, dana yang dilaporkan per 30 September 2025 senilai Rp 3,8 triliun bukan deposito, tetapi kas daerah dalam bentuk giro.
    “Yang ada adalah pelaporan keuangan per 30 September, ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun. Sisanya adalah deposito BLUD di luar kas daerah yang menjadi kewenangannya BLUD masing-masing,” ujarnya.
    Digunakan untuk Belanja Publik, Bukan Ditahan
    Dedi menegaskan dana kas daerah tersebut telah dipakai untuk mendukung berbagai kebutuhan pemerintahan.
    “Uang Rp 3,8 triliun ini, hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing,” ungkapnya.
    Ia pun membantah keras tudingan bahwa Pemprov Jabar sengaja mengendapkan dana untuk mencari keuntungan bunga.
    “Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di deposito untuk diambil bunganya. Tidak ada. Awas ya, tidak ada,” tegas Dedi.
    Dedi menyebut posisi kas daerah bersifat dinamis sesuai kebutuhan belanja.
    “Apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3 triliun, sebelumnya Rp 2,4 triliun, itu yang benar,” katanya.
    Polemik makin memanas setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menyatakan siap mundur jika terbukti memberikan informasi tidak sesuai fakta.
    Hal itu disampaikan Herman di hadapan Dedi dalam perjalanan menuju Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
    Dalam video yang diterima Kompas.com, Dedi menegaskan kunjungan ke Kemendagri dan BI dilakukan untuk mencocokkan data dana Rp 4,1 triliun yang disebut masih mengendap di perbankan.
    “Kan di paparan Pak Menkeu tanggal 17 Oktober yang bersumber dari data BI tanggal 15 Oktober. Itu kan di situ ada tuh Pemda Jabar masih memiliki uang sebesar Rp 4,1 triliun. Uang itu tersimpan di giro, tersimpan di deposito,” kata Dedi.
    Dedi lalu menanyakan kondisi kas daerah per 15 Oktober 2025 kepada Herman.
    “Tanggal 15 Oktober uang kita ada berapa?” tanya Dedi.
    “Rp 2,6 triliun, Pak, di RKUD,” jawab Herman.
    Herman memastikan seluruh dana Pemprov disimpan di Bank Jabar Banten (BJB).
    “Tidak ada, Pak, semua di Bank Jabar,” ujarnya.
    Dedi menegaskan akan bertindak tegas jika data BI menunjukkan angka berbeda.
    “Kalau nanti di BI ternyata uangnya Rp 4,1 triliun, berarti Bapak berbohong pada saya…
    Konsekuensinya, Bapak saya berhentikan,” kata Dedi.
    Herman menjawab mantap: “Siap, Pak. Sebelum Bapak berhentikan, saya siap mengundurkan diri.”
    Adu data terus bergulir antara Dedi Mulyadi dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana APBD Jawa Barat Rp 4,17 triliun yang disebut mengendap dalam bentuk deposito.
    Dedi membantah keras tudingan tersebut dan menantang Purbaya membuka data secara terbuka.
    “Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” ujarnya (20/10/2025).
    Menurut Dedi, tudingan bahwa daerah menahan belanja tidak berdasar. Pemprov Jabar justru mempercepat realisasi belanja publik.
    “Di antara kabupaten, kota, dan provinsi… pasti ada yang bisa mengelola keuangan dengan baik,” ujarnya.
    Purbaya membalas dengan tegas, menyebut data bersumber dari BI.
    “Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana… Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia,” ujarnya.
    Purbaya menegaskan tidak pernah menyebut Jabar secara khusus.
    “Saya enggak pernah sebut data Jabar… Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” katanya.
    Dedi menyatakan Pemprov Jabar terbuka untuk diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
    “Silakan Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa. Ini bagian dari upaya membangun keterbukaan publik,” tegasnya.
    Ia memastikan uang milik rakyat dipakai sepenuhnya untuk pembangunan, bukan “parkir” di bank.
    Berita sebelumnya, Menkeu Purbaya merilis data 15 daerah dengan dana mengendap tertinggi. Jabar masuk daftar 5 besar daerah yang dinilai menyimpan dana di bank:
    1. Provinsi DKI Jakarta Rp 14,6 triliun

    2. Jawa Timur Rp 6,8 triliun

    3. Kota Banjar Baru Rp 5,1 triliun

    4. Provinsi Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun

    5. Provinsi Jawa Barat Rp 4,1 triliun

    6. Kabupaten Bojonegoro Rp 3,6 triliun

    7. Kabupaten Kutai Barat Rp 3,2 triliun

    8. Provinsi Sumatera Utara Rp 3,1 triliun

    9. Kabupaten Kepulauan Talaud Rp 2,6 triliun

    10. Kabupaten Mimika Rp 2,4 triliun

    11. Kabupaten Badung Rp 2,2 triliun

    12. Kabupaten Tanah Bumbu Rp 2,11 triliun

    13. Provinsi Bangka Belitung Rp 2,10 triliun

    14. Provinsi Jawa Tengah Rp 1,9 triliun

    15. Kabupaten Balangan Rp 1,8 triliun.
    Untuk memastikan kebenaran data, Dedi mengambil tiga Langkah. Pertama memanggil seluruh pejabat Pemprov Jabar, bertemu Kemendagri, dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
    Ia menegaskan akan mencopot pejabat yang terbukti menyembunyikan data.
    “Saya tidak akan segan-segan berhentikan pejabat itu,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sama-sama Klaim Data Bank Indonesia, Siapa Benar Menkeu Purbaya atau Dedi Mulyadi?

    Sama-sama Klaim Data Bank Indonesia, Siapa Benar Menkeu Purbaya atau Dedi Mulyadi?

    “Uang Rp 3,8 triliun ini, hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing,” ucapnya.

    Dari penjelasan BI tersebut, KDM memastikan tudingan bahwa Pemprov Jabar menjadi salah satu daerah yang mengendapkan dana dalam bentuk deposito terpatahkan.

    “Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di deposito untuk diambil bunganya. Tidak ada,” katanya.

    Disinggung mengenai paparan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyatakan sebaliknya, KDM hanya berujar satu kata, “Begitulah”.

    Meski demikian, KDM memastikan posisi kas daerah Pemprov Jabar terus bergerak sesuai kebutuhan belanja daerah, dengan jumlah fluktuatif per harinya.

    “Apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3 triliun, sebelumnya Rp 2,4 triliun, itu yang benar,” katanya.

    Terkait ancaman pencopotan pejabat yang menginformasikan data bohong soal fiskal daerah, Dedi mengatakan setelah mendapatkan penjelasan BI, dirinya mengatakan merasa tidak enak hati.

    “Jadi saya merasa enggak enak nih. Soalnya tadinya mau ada lowongan sekda, sekarang jadi tidak ada,” katanya dengan nada bergurau.

    Sebelumnya, Dedi Mulyadi menampik pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait 15 daerah yang menyimpan dana bukan di bank pembangunan daerahnya, termasuk Jawa Barat, dalam rapat inflasi daerah bersama Mendagri Tito Karnavian, Senin (20/10).

    Purbaya menyebut Pemprov Jabar menyimpan deposito sebesar Rp 4,17 triliun. Selain Jabar, Purbaya juga menyebut Pemprov DKI Jakarta menyimpan deposito Rp 14,683 triliun dan pemprov Jatim Rp 6,8 triliun.

  • BSKDN Kemendagri ajak pemda kembangkan inovasi di beragam sektor

    BSKDN Kemendagri ajak pemda kembangkan inovasi di beragam sektor

    Terkait pengukuran inovasi ini, kita memang sudah lama berkolaborasi dengan perguruan tinggi, kami meyakini bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam proses validasi ini menjamin hasil pengukuran yang obyektif

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Noudy R.P. Tendean mengajak pemerintah daerah (pemda) terkait pentingnya semangat mengembangkan inovasi di beragam sektor pembangunan daerah.

    Ia mengatakan inovasi bukan sekadar tren, tetapi prasyarat utama bagi daerah untuk menghadapi tantangan pembangunan yang semakin kompleks.

    “Seperti halnya yang selalu dikatakan Bapak Presiden, inovasi itu sangat penting, kalau kita terjebak pada hal-hal yang sifatnya rutin semata, kita tidak akan menemukan kemajuan apapun,” kata Noudy di Jakarta, Rabu.

    Noudy juga menegaskan kembali komitmen BSKDN untuk terus mengawal perkembangan inovasi di daerah melalui pembinaan, pendampingan, serta penguatan ekosistem kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat.

    “Maka dari itu mari kita bergerak bersama menumbuhkan semangat inovasi yang terus tumbuh dengan baik di daerah di segala sektornya. ,” ujarnya.

    Masih terkait inovasi, BSKDN telah menerima hasil validasi dari Tim Penilai Innovative Government Award (IGA) tahun 2025 yang melibatkan perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Hasanuddin (Unhas) di Ruang Video Conference BSKDN, Jakarta, Rabu.

    Noudy kemudian menyampaikan apresiasi atas kerja keras Tim Penilai IGA yang telah melakukan proses validasi dan quality control terhadap hasil penilaian daerah sangat inovatif.

    Dirinya menegaskan bahwa hasil validasi tersebut merupakan bagian penting dalam menjaga objektivitas dan akurasi pengukuran indeks inovasi daerah (IID).

    “Terkait pengukuran inovasi ini, kita memang sudah lama berkolaborasi dengan perguruan tinggi, kami meyakini bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam proses validasi ini menjamin hasil pengukuran yang obyektif,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Noudy mengatakan bahwa hasil validasi ini akan menjadi bahan penting bagi Kemendagri dalam melaksanakan pembinaan terhadap pemerintah daerah, terutama dalam upaya memperkuat budaya inovasi di lingkungan pemerintahan.

    “Hasil validasi ini juga akan menjadi satu bahan bagi Kementerian Dalam Negeri untuk melaksanakan pembinaan ke daerah khususnya yang berkaitan dengan inovasi,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Sebut APBD DKI Mengendap Rp14,6 Triliun, Pramono: Betul 1000%

    Purbaya Sebut APBD DKI Mengendap Rp14,6 Triliun, Pramono: Betul 1000%

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai adanya dana mengendap sebesar Rp14,6 triliun di Bank Jakarta.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membenarkan adanya dana mengendap sebesar Rp14,6 triliun milik Pemerintah Daerah (Pemda) DKI yang tersimpan di Bank Jakarta. Menurutnya, dana tersebut disiapkan untuk mengantisipasi pola pembayaran APBD DKI yang cenderung melonjak signifikan di akhir tahun. 

    “Bapak Menteri Keuangan, Pak Purbaya, beliau menyampaikan ada dana Rp14,6 triliun yang dimiliki oleh Pemda DKI yang ada di Bank Jakarta. Itu betul 1.000%, bukan 100%, tapi 1.000%. Tetapi memang Jakarta ini, pola pembayaran untuk APBD-nya biasanya terjadi pelonjakan di akhir tahun,” ujar Pramono di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Jakarta Michael Rolandi Cesnanta Brata menegaskan dana mengendap bukan dimaksudkan untuk keuntungan melalui bunga, melainkan adanya akselerasi pembayaran pada triwulan terakhir.

    “Kami pastikan tingginya dana Pemda di bank bukanlah intensi Pemda untuk menyimpan dana di perbankan demi mendapatkan keuntungan/imbalan bunga. Namun hal ini berkaitan dengan pola belanja Pemda, termasuk Pemprov DKI, yang mengalami akselerasi pembayaran di triwulan terakhir,” kata Michael dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025),

    Dia menjelaskan, dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Pemprov DKI cenderung meningkat di bulan November dan diprediksi menurun pada Desember. Alasan adanya penyusutan karena pembayaran meningkat dalam dua bulan terakhir.

    “Sebagai gambaran, pembayaran di Desember 2023 mencapai Rp16 triliun dan Desember 2024 mencapai Rp18 triliun,” jelasnya.

    Michael menyampaikan, perlambatan belanja di triwulan II dan III terjadi karena penyesuaian program quick wins melalui APBD-P 2025 dan perbaikan tata kelola pengadaan barang dan jasa. 

    Hal ini juga tidak lepas dari upaya Gubernur Jakarta yang telah meningkatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) guna melakukan percepatan, penyerapan anggaran, khususnya terutama belanja prioritas dengan alokasi besar.

    Michael menyampaikan bahwa Pemprov DKI berjanji mendorong penyerapan anggaran pada Triwulan IV. Upaya yang dilakukan, katanya, melalui belanja yang berkualitas, berdampak bagi kepentingan masyarakat, dan turut berkontribusi dalam mengakselerasi perekonomian nasional.

    Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang diolah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dana mengendap di rekening kas daerah senilai total Rp233 triliun itu meliputi simpanan pemerintah kabupaten (pemkab) Rp134,2 triliun, simpanan pemerintah provinsi (pemprov) sebesar Rp60,2 trilliun dan pemerintah kota (pemkot) sebesar 39,5 triliun. 

    Menteri Keuangan Purbaya menerangkan dana yang “parkir” jelang akhir tahun digunakan untuk membayar kontraktor yang menjalankan pembangunan daerah. Namun, uang dari pemda-pemda itu tidak dihimpun di BPD masing-masing, melainkan di bank yang ada di pusat ibu kota.

    “Tapi katanya daerahnya menaruhnya di bank pembangunan pusat seperti di Jakarta, Bank Jakarta. Itu kan [bank] daerahnya gak ada uang jadinya, bank-nya enggak bisa muterin, enggak meminjamkan [ke debitur] di sana. Harusnya walaupun enggak dibelanjakan, biar aja uangnya di daerah, jadi bank daerah bisa menyalurkan ke businessman atau pelaku usaha di kawasan itu,” ujar Purbaya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).