Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Kominfo Minta Jangan Nyerang, Hacker Balas ‘Stop Being An Idiot’

    Kominfo Minta Jangan Nyerang, Hacker Balas ‘Stop Being An Idiot’

    Jakarta, CNN Indonesia

    Bjorka, user forum gelap BreachForums, memberi pesan balasan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang sebelumnya meminta hacker tak menyerang.

    Diketahui, Bjorka merilis 1,3 miliar data registrasi SIM card warga RI di forum gelap. Kominfo, operator seluler, hingga Direktorast Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri ramai-ramai membantah jadi sumber kebocoran data itu.

    Teranyar, Kominfo menitip pesan kepada hacker agar tidak melakukan serangan siber di Indonesia, terlebih melibatkan data masyarakat.

    “Kalau bisa jangan nyerang lah, orang itu perbuatan illegal access kok. Setiap serangan itu yang dirugikan rakyatnya,” kata Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan, di kantornya, Jakarta, Senin (5/9).

    Pesan yang dilontarkan Semuel itu didengar oleh pengunggah 1,3 miliar data registrasi SIM, Bjorka. Sambil mengunggah tangkapan layar pemberitaan sebuah media soal ucapan itu, user tersebut melontarkan pesan balasan yang sinis.

    Pesan itu muncul dengan judul ‘My Message to Indonesian Government’.

    “My Message to Indonesian Goverment: Stop being an idiot (pesan saya untuk pemerintah Indonesia: berhentilah jadi orang bodoh, red),” demikian dikutip dari utas di BreachForums, Selasa (6/9) pukul 08.58 WIB itu.

    Unggahan itu pun ramai dikomentari oleh member forum tersebut. User lekgg menambahkan pesan, “fool country…”

    User F1irSt malah mempertanyakan apakah pesan itu sampai atau tidak ke pemerintah RI. “I wonder if you really think that the Indonesian government is sitting on this forum?”.

    Sementara, user Awen memuji hasil kerja Bjorka, yang memang beberapa kali membocorkan data pribadi secara massal dari lembaga pelat merah seperti PLN, IndiHome.

    “Good job bjorka,im your fanss,” kicaunya.

    CNNIndonesia.com telah menghubungi Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi ihwal tanggapan dari akun pengunggah 1,3 miliar data itu. Hingga berita ditulis, yang bersangkutan masih belum merespons.

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kominfo Tak Mau Beli Data SIM yang Bocor, Kasih Pesan ke Hacker

    Kominfo Tak Mau Beli Data SIM yang Bocor, Kasih Pesan ke Hacker

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan pemerintah tak mungkin membeli data kebocoran yang dijual hacker dan berpesan ke peretas yang membobol data 1,3 miliar nomor registrasi SIM agar tidak melakukan akses ilegal.

    “Kalau bisa jangan menyerang. Tiap kali kebocoran data yang dirugikan ya masyarakat, kan itu perbuatan illegal access,” ucap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, Senin (5/9).

    Dia mengatakan masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan apabila terjadi insiden kebocoran data. Kata Semuel masyarakat kerap memberikan data itu ke pihak lain karena dibutuhkan untuk mengakses layanan.

    “Makanya tadi, jangan sampai masyarakat dong. Jadi mereka justru menyerang masyarakat sebenarnya. Kalau (mau) mempermalukan itu, mempermalukan cara yang lain dong. Jangan menyebarkan data ke masyarakat,” tutur Semuel.

    Di samping itu Semuel mengaku enggan membeli data pribadi yang dijual akun pengunggah bernama Bjorka di forum hacker sebab dikatakan hal itu seolah menjadikan pemerintah sebagai penadah barang curian.

    “Kamu mendapatkan data pribadi, termasuk yang free ini saja, itu sudah melanggar. Yang free saja kita mendapatkan, itu kan data pribadinya orang. Memang orangnya sudah kasih consent ke kamu? Apa bedanya dengan barang curian? Kami menadahi barang curian? Kalau beli sih enggak mungkin lah dari pemerintah,” tandasnya.

    Sebanyak 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87 GB dijual di situs gelap oleh user BreachForums dengan nama Bjorka. Ia mematok harga US$50 ribu (sekitar Rp744 juta) sembari menyertakan sampel data sebanyak 2GB.

    Kebocoran data dalam jumlah masif ini pun disorot warganet dan aktivis digital. Teguh Aprianto misalnya menilai Kominfo tidak bekerja maksimal mengamankan data masyarakat.

    Peneliti siber dari CISSRec (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengakui sampe data itu valid. Pasalnya, ada nomor-nomor kontak yang bisa ditelpon.

    Semuel mengakui ada kecocokan data NIK hingga 20 persen dari sampel. Hal itu setelah dilakukan tindaklanjut melibatkan Kominfo, CyberCrime Polri, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan seluruh Operator Seluler (Opsel).

    (can/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Akui Ada Kecocokan Data NIK, Kominfo Belum Temukan Sumber Kebocoran

    Akui Ada Kecocokan Data NIK, Kominfo Belum Temukan Sumber Kebocoran

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengakui tingkat kecocokan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bocor mencapai 20 persen. Kominfo pun masih mencari asal kebocoran tersebut

    “Hingga sekarang ini masih mencari data ini milik siapa, karena ini ekosistem lintas sektor,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (5/9).

    Seperti diketahui, sebanyak 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87 GB dijual di situs gelap oleh user BreachForums dengan nama Bjorka. Ia mematok harga US$50 ribu (sekitar Rp744 juta) sembari menyertakan sampel data sebanyak 2GB.

    Peneliti siber dari CISSRec (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengakui sampe data itu valid. Pasalnya, ada nomor-nomor kontak yang bisa ditelpon.

    Kebocoran data dalam jumlah masif ini pun menyorot perhatian warganet dan aktivis digital. Teguh Aprianto misalnya menilai Kominfo tidak bekerja maksimal dalam mengamankan data masyarakat.

    Senada dengan Pratama, Semuel mengakui ada kecocokan data NIK hingga 20 persen. Hal itu setelah dilakukan tindaklanjut melibatkan Kominfo, CyberCrime Polri, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan seluruh Operator Seluler (Opsel).

    “Dalam kesimpulannya tadi semua melaporkan bahwa (data yang bocor) tidak sama, tapi ada beberapa kemiripan,” kata Semuel.

    “Ada juga (data yang kecocokannya) 9 persen saja,” ujar Semuel menambahkan.

    Terlepas dari itu, pihaknya masih melakukan penelusuran lebih jauh.

    “Tentunya tadi sepakat dilakukan lebih dalam lagi investigasi karena kadang-kadang yang namanya hacker ini tidak memberikan datanya secara lengkap biar bisa melakukan mitigasi dan pengamanannya,” tutur Semuel.

    Di sisi lain, Semuel menyindir pihak yang membocorkan data tersebut. Menurutnya, pembocor data itu bertindak seolah pahlawan. “Ini seolah-olah yang membocorkan itu pahlawan. Yang bocor itu data-data kita juga,” katanya.

    (can/lth)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kominfo: Yang Bocorkan 1,3 Miliar Data SIM Card Seolah Pahlawan

    Kominfo: Yang Bocorkan 1,3 Miliar Data SIM Card Seolah Pahlawan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyindir peretas 1,3 miliar data registrasi SIM card bak pahlawan.

    Padahal yang dicuri bisa merugikan masyarakat, yang bisa berujung pada pelanggaran administratif dan pidana.

    “Ini seolah-olah yang membocorkan itu pahlawan, yang bocor itu data-data kita juga,” Semuel kepada wartawan di kantor Kominfo, Senin (5/9) siang.

    Sebelumnya, 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87GB dijual di situs gelap oleh user BreachForums Bjorka. Ia membanderolnya dengan harga US$50 ribu (sekitar Rp744 juta) sambil menyertakan sampel data sebanyak 2GB.

    Peneliti siber dari CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengatakan sampel data itu valid karena nomor-nomor kontaknya bisa ditelepon.

    Aktivis siber hingga warganet pun ramai-ramai menjadikan momen ini untuk mengevaluasi perlindungan data pribadi warga yang mestinya dilakukan Kominfo. 

    [Gambas:Twitter]

    Semuel melanjutkan pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan Cyber Crime Polri, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan seluruh Operator Seluler (Opsel) untuk memindaklanjuti dugaan kebocoran data tersebut.

    Berdasarkan penelusuran sampel yang dibagikan di forum gelap, Semuel menyebut ada kecocokan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) hingga 20 persen. Namun hingga kini, kata Semuel pihaknya masih mencari tahu asal kebocoran 1,3 miliar data itu.

    “Hingga sekarang ini masih mencari data ini milik siapa, karena ini ekosistem lintas sektor,” tuturnya.

    Dia mengatakan setiap instansi wajib menjaga keamanan data apabila menghimpun data masyarakat. Apabila terjadi kebocoran data, semua instansi juga diminta untuk menginformasikan kepada masyarakat, agar bisa diantisipasi.

    “Kalau ada kebocoran data segera diinformasikan kembali ke masyarakat, sehingga mereka bisa melakukan antisipasi,” ujarnya.

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Bocor Data SIM Card, Kominfo Akui 20 Persen Data NIK Cocok

    Bocor Data SIM Card, Kominfo Akui 20 Persen Data NIK Cocok

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kementerian Komunikasi dan Informatika mengakui ada beberapa kemiripan data registrasi SIM card yang dijual di forum gelap dengan informasi riil.

    Hal itu berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) antara Ditjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Ditjen Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo, operator telekomunikasi, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Cyber Crime Polri, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di Jakarta, Senin (5/9).

    “Dalam kesimpulanya tadi semua melaporkan bahwa [data yang bocor] tidak sama, tapi ada beberapa kemiripan,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, di kantornya, Senin (5/9).

    Berdasarkan penelusuran sampel yang dibagikan di forum gelap, Semuel menyebut ada kecocokan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) hingga 20 persen. “Ada juga [data yang kecocokannya] 9 persen aja,” imbuhnya, tanpa merinci lebih jauh.

    Terlepas dari itu, pihaknya masih melakukan penelusuran lebih jauh. 

    “Tentunya tadi sepakat dilakukan lebih dalam lagi investigasi karena kadang-kadang yang namanya hacker ini tidak memberikan datanya secara lengkap biar bisa melakukan mitigasi dan pengamanannya,” tutur Semuel.

    Sebelumnya, user BreachForums (breached.to) Bjorka mengklaim punya 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87GB. Ia membanderolnya di situs gelap itu dengan harga US$50 ribu (sekitar Rp744 juta) sambil menyertakan sampel data sebanyak 2GB.

    Bjorka juga sempat membocorkan data diduga 26 juta pelanggan IndiHome.

    Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengatakan 1,5 sampel data yang dibagikan Bjorka terbukti valid. Buktinya, nomor-nomor kontak itu bisa ditelepon.

    (can/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Mengingat Janji Kominfo 5 Tahun Lalu Data Registrasi SIM Card Aman

    Mengingat Janji Kominfo 5 Tahun Lalu Data Registrasi SIM Card Aman

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sebelum muncul kasus kebocoran miliaran data registrasi SIM card, Kementerian Komunikasi dan Informatika sempat menjanjikan keamanan data pribadi pelanggan.

    Diketahui, kebijakan wajib daftar SIM card itu sudah digaungkan Kominfo pada 2017 dengan tenggat hingga 28 Februari 2018. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

    Dikutip dari keterangan di akun Instagram-nya, Kominfo meminta mengabaikan ragam hoaks yang beredar di sosial media soal registrasi SIM Card.

    “Tenang, Data kamu aman kok. Semuanya adalah sistem yang bekerja dan semua Operator sudah menerapkan standar Internasional ISO 27001 terkait Keamanan Informasi,” ujar Kominfo, dalam unggahan 2 November 2017.

    “Kita Aman, Nyaman dan Penipu-pun resah ☺️,” lanjut pernyataan itu.

    [Gambas:Instagram]

    Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad Ramli merinci tiga hoaks itu antara lain tidak wajib registrasi kartu SIM; tenggat pendaftaran kartu SIM terakhir adalah 31 Oktober; dan operator akan menyalahgunakan data dari pelanggan.

    “Mohon tidak dipercayai,” ucapnya, pada konferensi pers, di Jakarta, Rabu (2/11).

    Ramli pun mengklaim operator tak memiliki akses lebih jauh di database Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

    “Operator dan/atau gerai statusnya sebagai mitra untuk menjamin perindungan data pelanggan sesuai ISO 27001. Operator telekomunikasi hanya memiliki akses (dari Dukcapil) untuk memvalidasi saja, tidak lebih dalam lagi,” ujar dia, Rabu (1/11).

    ISO 27001 adalah sertifikasi standar internasional yang diberikan untuk industri. Jika ingin mendapatkan sertifikasi ini, industri harus mengikuti syarat yang salah satunya adalah wajib mengamankan data pelanggan.

    Saat kebijakan itu diluncurkan, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) memprediksi registrasi kartu prabayar ini berpotensi mengganggu hak privasi warga negara.

    Pasalnya, dalam aturannya, pemerintah mengharuskan masyarakat meminta pelanggan kartu SIM prabayar untuk menyertakan nomor induk kependudukan (NIK) hingga kartu keluarga (KK).

    “Meskipun kewajiban registrasi SIM card ada di tujuh negara lainnya di dunia, minimnya jaminan perlindungan data pribadi maupun privasi secara umum di Indonesia berpotensi mengancam keamanan data masyarakat sendiri,” terang Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Riset ELSAM, Selasa (17/10/2017).

    Beberapa negara memang wajib melakukan registrasi kartu SIM, seperti Brasil, China, Pakistan, Arab Saudi, Swiss, dan Zimbabwe. Namun, registrasi dilakukan dengan paspor bukan NIK.

    “Kalau paspor kan tidak bisa melacak secara jelas di mana alamat, siapa saja keluarga dan catatan sipil seseorang. Apalagi nama kandung ibu itu adalah data yang sangat sensitif. Itu merupakan super password,” ujar Wahyudi.

    Ramai bantahan

    Sekitar lima tahun usai janji Kominfo itu, user BreachForums (breached.to) Bjorka mengklaim memiliki 1,3 miliar data registrasi kartu SIM dengan kapasitas 87 GB. Ia membanderolnya dengan harga US$50 ribu (sekitar Rp744 juta). Ia pun menyertakan sampel data sebanyak 2GB.

    Bjorka juga sempat membocorkan data diduga 26 juta pelanggan IndiHome.

    Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengatakan 1,5 sampel data yang dibagikan Bjorka terbukti valid. Pasalnya, nomor-nomor kontak itu bisa ditelepon.

    Saat dikonfirmasi, Menkominfo Johnny G. Plate mengklai kebocoran bukan dari lembaganya. “Data itu tidak ada di Kominfo,” aku dia, saat ditemui di Bali, Kamis (1/9).

    Soal siapa yang bertanggung jawab, politikus Partai NasDem itu menyinggung ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik.

    “Sekarang ikut atau tidak ikut. Kalau tidak ikut bocor datanya karena tidak menjaga,” ujarnya.

    Pihak operator telekomunikasi dan Dukcapil pun turut membantahnya dengan mengklaim tak ada kebocoran setelah melakukan pemeriksaan internal.

    Lalu, dari mana bocornya, dan siapa yang harus tanggung jawab?

    (tim/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Dari Mana Kebocoran Data Registrasi SIM Card?

    Dari Mana Kebocoran Data Registrasi SIM Card?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Titik kebocoran 1,3 miliar data registrasi kartu SIM masih misteri. Lembaga-lembaga yang memegang data itu ramai-ramai membantahnya. Yang jelas, sampel-sampel data yang dijual di forum gelap itu valid.

    Sebelumnya, data registrasi SIM Card yang diklaim berasal dari database Kominfo diduga bocor dan dijual oleh user forum breached.to, Brjorka.

    Data yang diklaim pelaku tersebut berukuran total 18 GB yang berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor telepon, serta operator seluler.

    Pelaku juga melampirkan sejumlah data sampel yang berisi informasi pengguna dari berbagai operator seluler.

    Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengungkap sejumlah titik yang berpotensi menjadi titik kebocoran.

    “Masalahnya saat ini hanya mereka (Kominfo, Dukcapil, Operator seluler) yang memiliki dan menyimpan data ini. Kalau Operator Seluler sepertinya tidak mungkin, karena sample datanya lintas operator,” tuturnya.

    Ia pun menyatakan sampel data yang dibagikan Bjorka riil karena bisa dikontak. “Dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data yang valid”.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, sejumlah pihak disebut memiliki kewenangan memiliki data pendaftaran kartu SIM itu.

    Pertama, penyelenggara jasa telekomunikasi alias operator seluler. Pasal 17 Permenkominfo mengungkap opsel wajib menyimpan data pelanggan yang aktif maupun tidak aktif serta mesti merahasiakannya.

    Kedua, Jaksa Agung atau Kapolri untuk kepentingan proses hukum. Ketiga, penyidik, juga dalam kepentingan proses peradilan.

    Keempat, Menteri untuk keperluan kebijakan bidang telekomunikasi.

    Kelima, instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan di bidang kependudukan untuk keperluan validasi. Sejumlah pihak menyebutnya sebagai Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.

    Keenam, instansi pemerintah lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Permenkominfo ini tak menjelaskan lebih jauh soal ‘instansi pemerintah lain’ ini.

    Ketujuh, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Pasal 18 Permenkominfo ini menjelaskan bahwa BRTI menerima laporan per tiga bulan dari operator soal data registrasi kartu SIM ini.

    BRTI juga bertindak sebagai pengawas dan pengendali pelaksanaan Peraturan Menteri ini (Pasal 19).

    Masalahnya, BRTI sudah dibubarkan Presiden Jokowi per 2020. Tugas dan kewenangannya dialihkan ke Kominfo.

    Ramai bantahan

    Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate membantah kebocoran data itu dari pihaknya. “Data itu tidak ada di Kominfo,” ujarnya, saat ditemui di Bali, Kamis (1/9).

    Saat ditanya soal kemungkinan dugaan kebocoran data berasal dari operator selular, Plate menyatakan “Kalau menteri enggak boleh duga, mesti pasti, untuk pasti harus audit dulu.”

    Dalam siaran pers, Kamis (1/9), Kominfo juga mengaku “tidak memiliki aplikasi untuk menampung data registrasi prabayar dan pascabayar”.

    Senada, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menyatakan, berdasarkan pencermatan struktur datanya, data yang ada di https://breached.to.

    “Dari pengamatan pada sistem milik Ditjen Dukcapil, tidak ditemukan adanya Log akses, Traffic, dan akses anomali yang mencurigakan,” katanya, dalam pernyataan tertulis, Jumat (2/9).

    Respons operator di halaman berikutnya…

    Dari pihak operator, Telkomsel mengaku sudah melakukan pemeriksaan internal dengan hasil data yang bocor itu bukan berasal dari perusahaan.

    “Sesuai hasil pemeriksaan awal dari internal Telkomsel, dapat kami pastikan bahwa data yang diperjualbelikan di https://breached.to/Thread-Selling-INDONESIA-SIM-CARD-PHONE-NUMBER-REGISTRATION-1-3-BILLION, bukan berasal dari sistem yang dikelola Telkomsel,” ujar Vice President Corporate Communications Telkomsel Saki Hamsat Bramono, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/9).

    “Telkomsel memastikan dan menjamin hingga saat ini data pelanggan yang tersimpan dalam sistem Telkomsel tetap aman dan terjaga kerahasiaannya,” imbuhnya.

    Senada, Steve Saerang, SVP-Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), mengatakan data pelanggannya tetap terjaga.

    “Bukan data dari Indosat,” ucapnya, “jadi data dari mana kita tidak bisa konfirmasi karena kalau data dari Indosat bisa dipastikan itu aman karena dikelola sendiri gitu”.

    Sependapat, XL Axiata mengaku mematuhi aturan perundangan soal keamanan dan kerahasiaan data, yakni Peraturan Menkominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.

    “Sebagai perusahaan publik, XL Axiata senantiasa mematuhi (comply) terhadap aturan dan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia, termasuk aturan mengenai keamanan dan kerahasiaan data,” kata Group Head Corporate Communications EXCL Tri Wahyuningsih, dalam keterangan tertulis.

    Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif mengatakan data registrasi SIM card itu berada di lembaga negara.

    “Data pribadi yang berkaitan dengan data kependudukan adanya di lembaga Negara yang memegang otoritas,” ujar dia tanpa merinci identitas lembaganya, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (2/9).

    Ia pun meyakini operator seluler tak menyimpan data pribadi tersebut secara utuh. Yang ada hanya nama pelanggan dan nomor selularnya.

    “Kami yakin operator telekomunikasi tak memiliki data pribadi yg terkait dengan data kependudukan. Sebab ketika konsumen yg ingin berlangganan selular data tersebut diverifikasi oleh lembaga negara yang memiliki otoritas dan memegang data kependudukan,” tuturnya.

    “Setelah dinyatakan sesuai, operator hanya diberikan notifikasi valid. Sehingga tak ada data kependudukan di operator telekomunikasi,” dia menambahkan.

    Arif menduga data yang tersebar luas tersebut berasal dari oknum pinjaman online dan penyelenggara kartu kredit. “Sebab ketika masyarakat ingin mendapatkan akses KTA, pinjol atau KK, mereka harus menyerahkan data pribadi,” tandasnya.

  • Pakar: Sampel Data SIM Card yang Diduga Bocor Valid, Nomor Masih Aktif

    Pakar: Sampel Data SIM Card yang Diduga Bocor Valid, Nomor Masih Aktif

    Bali, CNN Indonesia

    Sampel data dari 1,3 miliar informasi SIM card, termasuk nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga, yang bocor di forum gelap disebut valid. Salah satu indikasinya adalah nomor-nomor telepon itu bisa dihubungi.

    Hal itu berdasarkan penelusuran lembaga riset Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) terhadap 1,5 juta sampel data yang dibagikan oleh salah satu user Breach.to Bjorka.

    “Dari 1,5 juta sampel data yang diberikan merupakan data yang valid,” ujar Chairman CISSReC Pratama Persadha lewat keterangan tertulis, Kamis (1/9).

    Pratama mengatakan sampel data itu berjumlah 1.304.401.300 baris dengan total ukuran 87 GB. Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, maka nomor tersebut masih aktif semuanya.

    “Ketika sampel data dicek secara acak dengan melakukan panggilan beberapa nomor, maka nomor tersebut masih aktif semuanya,” ungkap dia. 

    Jika data ini benar, ia mengatakan semua nomor ponsel di Indonesia sudah bocor baik itu SIM card prabayar maupun pascabayar.

    “Sangat rawan sekali data ini jika digabungkan dengan data – data kebocoran yang lain, bisa menjadi data profile lengkap yang bisa dijadikan data dasar dalam melakukan tindak kejahatan penipuan atau kriminal yang lain,” tuturnya.

    Selain itu, imbuh Pratama, situs www.periksadata.com bisa menjadi alat pengecek apakah data kita termasuk ke dalam 1,5 juta sampel data yang dibagikan atau tidak. Caranya, cukup memasukkan nomor ponsel.

    Sampai saat ini, kata dia, sumber data yang bocor tersebut masih belum jelas, apakah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, atau operator seluler.

    “Masalahnya saat ini hanya mereka (Kominfo, Dukcapil, Operator seluler) yang memiliki dan menyimpan data ini. Kalau Operator Seluler sepertinya tidak mungkin, karena sampel datanya lintas operator,” tutur Pratama.

    Ia mengatakan jalan terbaik harus dilakukan audit dan investigasi digital forensik untuk memastikan asal kebocoran data ini. “Kita perlu pastikan dulu,” ujarnya.

    Selain itu, Pratama mendorong pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi agar bisa memaksa lembaga atau perusahaan penyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk bisa mengamankan data dan sistem yang dikelolanya.

    “Dengan kondisi di Indonesia yang belum ada UU Perlindungan Data Pribadi,” katanya, “banyak terjadi kebocoran data, namun tidak ada yang bertanggungjawab, semua merasa menjadi korban.”

    Ia mencontohkan dengan Uni Eropa yang bisa mendenda PSE hingga 20 juta euro untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat.

    “Karena selama ini selain tidak ada sanksi yang berat, karena belum adanya UU PDP, pasca-kebocoran data tidak jelas apakah lembaga bersangkutan sudah melakukan perbaikan atau belum,” cetusnya.

    “Jadi publik perlu tahu, dan bila ini terus terjadi maka dunia internasional akan meningkat ketidakpercayaan pada Indonesia. Padahal Indonesia kini “pemimpin” G20, jangan sampai ajang G20 nanti dihiasi kebocoran data,” tandas Pratama.

    Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sudah membantah memiliki data SIM card sambil menyinggung PSE. “Data itu tidak ada di Kominfo,” tepisnya. 

    Sebelumnya, data pendaftaran SIM Card prabayar yang diklaim berasal dari database Kominfo diduga bocor dan dijual oleh user Bjorka di forum breached.to.

    Data yang diklaim pelaku melampirkan sejumlah data sampel yang berisi informasi pengguna dari berbagai operator seluler. Di laman tersebut, pelaku juga melampirkan total 18 GB yang berisi NIK, nomor telepon, serta operator seluler yang digunakan pemilik nomor.

    Kasus dugaan kebocoran data bukan hal baru lagi. Selama beberapa pekan terakhir, isu kebocoran data menimpa dua perusahaan milik negara, PLN dan Indihome.

    (can/lth)

  • Jelang Mudik Lebaran, Kemenpan RB Tetapkan FWA bagi ASN Mulai 24-27 Maret 2025

    Jelang Mudik Lebaran, Kemenpan RB Tetapkan FWA bagi ASN Mulai 24-27 Maret 2025

    PIKIRAN RAKYAT – Berdasarkan surat edaran pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (Kemenpan RB) No. 2 tahun 2025 mengenai Flexible Working Arrangement (FWA), telah ditetapkan bahwa bekerja dengan metode fleksibel bagi ASN jelang libur lebaran mulai diberlakukan dari 24 hingga 27 Maret 2025.

    Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Praktino pada konferensi pers seusai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait persiapan Hari Raya dan Libur Idulfitri Tahun 2025, pada Rabu, 5 Maret 2025.

    “Dengan rentang waktu yang lebih lebar, kita harapkan untuk mengurangi risiko penumpukan jalur mudik maupun arus balik,” ucap Praktino.

    Praktino mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan terkait kesiapan armada untuk mudik lebaran, seperti transportasi laut, darat, hingga udara.

    Selain itu, pihaknya juga telah memeriksa kesiapan berbagai infrastruktur terkait, termasuk jalan, jembatan, dan lain sebagainya. Terlebih, potensi-potensi bencana seperti longsor dan banjir juga menjadi perhatian khusus bagi dirinya. 

    Dalam upaya preventif ini, Praktino melibatkan kerja sama dengan BAZARNAS dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Penggunaan alat-alat berat pada titik-titik riskan bencana juga telah diupayakan.

    Bersamaan dengan ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Muhammad Tito Karnavian juga telah meminta Pemda seluruh Indonesia untuk segera perbaiki infrastruktur daerahnya guna mengantisipasi kepadatan arus mudik jelang hari raya Idulfitri 1446 Hijriah.

    Beberapa kategori infrastruktur yang dimaksud antara lain jalan, dermaga, pelabuhan, dan tempat peristirahatan. Hal ini disampaikan oleh Tito seusai menghadiri rapat yang sama bersama menteri-menteri lainnya di Jakarta, Rabu, 5 Maret 2025.

    Penetapan FWA jelang mudik lebaran ini mendapat dukungan positif dari Korps Lalu lintas (Korlantas) Polri Irjen Polisi, Agus Suryonugroho. Ia menilai kebijakan ini dapat mendorong kelancaran mudik lebaran.

    “Jika aturan ini diterapkan dengan baik, dampaknya sangat positif bagi kelancaran mudik lebaran secara keseluruhan,” kata Agus dikutip dari ANTARA.

    Selain membantu mengurangi kepadatan arus lalu lintas karena ASN dapat melakukan perjalanan mudik lebih awal, penetapan FWA ini juga dapat mengurangi potensi kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas.

    Agus mengapresiasi kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) tersebut karena ia menilai langkah ini berperan penting dalam mencapai keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas jelang libur Idul Fitri 2025 mendatang.

    Adapun pengimplementasian FWA disesuaikan kembali dengan instansi dan perusahaan pemerintahan masing-masing. Menteri PANRB, Rini Widyantini dalam surat edaran tersebut mengatakan bahwa pimpinan instansi pemerintah dapat menyesuaikan metode pelaksanaan masing-masing bagi ASN-nya dalam tugas kedinasan.

    Penyesuaian didasari dengan tugas kedinasan, jumlah pegawai, serta jenis layanan pemerintahan. Rini juga mengusulkan kombinasi fleksibilitas antara Work From Office (WFO) dengan Work From Home (WFH) atau Work From Anywhere (WFA).***(Talitha Azalia) 

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tenggat Pemda Laporkan Kesiapan Anggaran Lusa, Nantinya Dibahas di RDP dengan DPR RI

    Tenggat Pemda Laporkan Kesiapan Anggaran Lusa, Nantinya Dibahas di RDP dengan DPR RI

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk meminta pemerintah daerah (pemda) segera melaporkan kesiapan anggaran pemungutan suara ulang (PSU) ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) paling lambat Jumat, 7 Maret 2025 lusa.

    Permintaan tersebut disampaikan Ribka saat memimpin Rapat Kesiapan Pendanaan Pilkada pada Daerah yang Melaksanakan PSU secara hybrid dari Kantor Pusat Kemdagri di Jakarta, hari ini. Laporan dari pemda nantinya akan dibahas lebih lanjut dalam rapat dengan Komisi II DPR RI pada Senin, 10 Maret, 2025 mendatang.

    “Dapat kami sampaikan bahwa kami akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada hari Senin, sehingga pada hari Senin tersebut, semua daerah harus sudah kami dapatkan kepastian tentang penyediaan APBD atau keuangan daerah untuk persiapan PSU,” katanya.

    “Yang pertama untuk KPU, kemudian yang kedua Bawaslu, ketiga untuk pihak keamanan dalam hal ini TNI-Polri,” tutur Ribka melanjutkan dalam keterangannya, mengutip artikel Antara.

    Daftar Daerah yang Laksanakan PSU

    PSU akan digelar di beberapa daerah yang meliputi tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Untuk tingkat provinsi, PSU akan dilaksanakan di Provinsi Papua. Sementara itu, di tingkat kabupaten, PSU akan dilakukan di Kabupaten Siak, Barito Utara, Bengkulu Selatan, Pasaman, Serang.

    Selanjutnya, Tasikmalaya, Magetan, Empat Lawang, Kutai Kartanegara, Gorontalo Utara, Bangka Barat, Buru, Mahakam Ulu, Pesawaran, Banggai, Pulau Taliabu, Kepulauan Talaud, Parigi Moutong, Bungo, dan Boven Digoel. Di tingkat kota, PSU akan digelar di Kota Sabang, Banjarbaru, dan Palopo.

    Alasan PSU dan Hasil MK terhadap Perkara yang Masuk

    Keputusan untuk melaksanakan PSU ini diambil setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024 dalam sidang pleno. Sebanyak sembilan hakim konstitusi menuntaskan pembacaan putusan atas 40 perkara yang diperiksa lebih lanjut.

    Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, dari 40 perkara yang ditinjau, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya. Dengan selesainya putusan ini, MK telah menangani seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah 2024.

    Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar PSU. KPU di daerah terkait diwajibkan menjalankan putusan tersebut sesuai instruksi MK.

    Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, dalam Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berkaitan dengan Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara.

    Kedua, dalam Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2024.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News