Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Usulan Polri di bawah Kemendagri dinilai bentuk kemunduran 

    Usulan Polri di bawah Kemendagri dinilai bentuk kemunduran 

    Jakarta (ANTARA) – Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) berpendapat usulan menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merupakan bentuk kemunduran.

    Pengurus Besar (PB) SEMMI dengan tegas menolak usulan tersebut.

    “Jangan sampai hanya karena tuduhan cawe-cawe Pilkada, kita mengorbankan institusi Polri yang hari ini sudah semakin baik dan maju,” kata Bendahara Umum PB SEMMI Achmad Donny dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Menurut dia, Kemendagri sudah punya banyak tugas besar yang harus dijalankan. Karena itu, saat ini Polri sudah dalam posisi yang benar sebagai lembaga sendiri yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

    Selama ini jalannya organisasi di tubuh Polri sudah sangat matang. Tidak perlu lagi berada di bawah kementerian/lembaga apapun.

    “Usulan ini hanya akan membuat penegakan hukum di Indonesia menjadi ribet dan semakin birokratif,” kata dia menanggapi usulan Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus.

    Dia menilai usulan itu tidak ada urgensinya, bahkan dianggap kemunduran berpikir.

    Saat ini sekitar 73,1 persen warga memberikan nilai positif kepada Polri. “Artinya, sejauh ini Polri menunjukkan kinerja yang baik dan akan terus berbenah demi mengayomi masyarakat dan menegakkan hukum di Indonesia,” katanya.

    Sebelumnya, Polri berada di bawah struktur TNI. Melalui reformasi, Polri ditempatkan langsung di bawah presiden untuk memastikan akuntabilitas kepada pemimpin sipil tertinggi negara dan menjauhkan pengaruh militer dalam operasionalnya.

    Usulan agar Polri berada di bawah Kemendagri sebelumnya disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus dalam jumpa pers di Jakarta pada Kamis (28/11).

    PDIP mengusulkan posisi Polri dikembalikan di bawah TNI atau Kemendagri setelah partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu merasa kekalahan mereka di Pilkada 2024 disebabkan oleh pengaruh pengerahan aparat Kepolisian.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Polri Harus di Bawah Presiden agar Independen

    Polri Harus di Bawah Presiden agar Independen

    Jakarta

    Pimpinan Halaqoh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pesantren se-Indonesia, Muhammad Naqib Abdullah, mengatakan Polri merupakan lembaga penegak hukum yang setara dengan kementerian. Oleh sebab, kata Naqib, Polri memang seharusnya berada di bawah Presiden.

    Hal itu disampaikan Naqib saat menanggapi usulan soal Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Naqib berpendapat Polri harus di bawah Presiden langsung agar tetap independen dan terhindar dari intervensi.

    “Polri ini kan lembaga yang setara dengan kementerian yang memiliki tupoksi (tugas pokok dan fungsi) sendiri, jadi ya seharusnya berada langsung di bawah presiden. Untuk menjaga independensi tanpa adanya intervensi dari lembaga manapun,” kata Naqib dalam keterangan tertulis, Senin (2/12/2024).

    Dia juga menuturkan Polri memiliki tugas yang kompleks. Dia berpendapat posisi Polri di bawah langsung Presiden mempermudah koordinasi Polri dengan Presiden.

    “Kalau di bawah presiden, Polri ini bisa langsung berkoordinasi. Mengingat tugas Polri yang begitu kompleks,” tutur dia.

    Naqib lalu menilai Polri bekerja baik dan responsif selama kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia mengambil contoh pemberantasan judi online.

    Sebelumnya Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyampaikan usulan Polri agar di bawah Kemendagri. Deddy menyebutkan pihaknya mempertimbangkan usulanPolridi bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang pemilu.

    “Perlu diketahui bahwa kami sudah sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” kata Deddy dalam konferensi pers terkait pelaksanaan dan temuan Pilkada Serentak 2024 di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat.

    (aud/isa)

  • Pemprov dan Pemkab/Kota se-Jatim Kerja Sama Sinergi Pungutan Pajak Daerah

    Pemprov dan Pemkab/Kota se-Jatim Kerja Sama Sinergi Pungutan Pajak Daerah

    Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se-Jatim melakukan kerja sama sinergi pungutan pajak daerah dan opsen pajak daerah.

    Penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan antara Pj Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur, Bobby Soemiarsono dengan seluruh Sekretaris Daerah atau perwakilan dari 38 kabupaten/kota se-Jawa Timur di Hotel Bumi Surabaya, Senin (2/12/2024). Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono.

    Dalam kesempatan ini, Pj Gubernur Adhy mengatakan, perjanjian kerja sama ini merupakan perjanjian yang mengikat bagi kedua belah pihak, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk bersinergi dalam penerimaan pajak serta pengoptimalisasian dalam peruntukannya yang sesuai dengan kesepakatan bersama.

    Dengan adanya perjanjian yang sinergi ini, kata Adhy, masing-masing pihak memiliki peran yang jelas dalam pemungutan pajak, distribusi pendapatan, dan penyediaan layanan publik yang lebih efisien.

    “Tujuannya adalah menciptakan pengelolaan keuangan daerah yang efektif dengan mengutamakan sinergi optimalisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna mendorong kemandirian fiskal di daerah,” katanya.

    Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Adhy menyebut, hal tersebut mengatur pemberlakuan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang akan dimulai pada tahun 2025 ke depan.

    Maka dari itu, lanjut Adhy, agar pembagian opsen lebih bermanfaat bagi pembangunan daerah, pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan minimal 10 persen dari penerimaan Opsen PKB untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan, serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum secara keseluruhan.

    “Penerimaan opsen diharapkan diprioritaskan untuk belanja yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Kami sendiri di provinsi telah menyesuaikan alokasi belanja daerah terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan,” ungkapnya.

    Selain itu, Adhy menjelaskan, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Jawa Timur tahun 2025 yang disahkan sebesar Rp29,9 triliun, anggaran sektor pendidikan ditetapkan melebihi batas Mandatory Spending, yakni sebesar 32 persen dari yang ditetapkan sebelumnya sebesar 20 persen.

    “Begitu pun juga dengan anggaran bidang kesehatan yang kita naikkan menjadi 19,4 persen dari 10 persen yang telah ditetapkan, ini menjadi konsen dan prioritas kami dalam menunjang pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan di Jawa Timur, ini juga harus dipedomani teman-teman di Kabupaten/Kota,” urainya.

    Di sisi lain, Pj. Gubernur Adhy mengatakan bahwa dari sektor PKB dan BBNKB, data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mencatat adanya kenaikan penjualan kendaraan roda dua di Jawa Timur sebanyak 3,35 persen atau 18.352 unit. Rinciannya dari 547.747 unit menjadi 565.826 unit.

    Data AISI ini, kata Adhy, berbanding terbalik dengan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang menyatakan penjualan mobil di pasar dalam negeri terjadi penurunan. Di mana total akumulasi penjualan mobil di Jatim periode Januari-September 2024 menurun sebanyak 6.488 unit atau 9,1 persen, dari 71.199 unit menjadi 64.711 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Hal itu dikhawatirkan akan menyebabkan keterbatasan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga, sehingga berpotensi menimbulkan multiplier effect yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Terlebih lagi, tahun 2025 diberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada tahun depan.

    “Untuk meminalisir dampak tersebut, maka pemerintah daerah perlu mengambil strategi, salah satunya melalui penyelarasan kebijakan fiskal daerah. Sehingga pemerintah daerah dapat mengubah posisi distribusi pendapatan dengan kebijakan yang efektif dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah,” ungkapnya.

    “Untuk itu, sinergi dan kolaborasi antara Pemprov dan Pemda sangat penting untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat,” imbuh Adhy.

    Guna memaksimalkan layanan tersebut, kata Adhy, maka monitoring dan evaluasi pelaksanaan serta hasil kerja sama secara berkala penting dilakukan, untuk kemudian dibahas melalui koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota.

    Sehingga, optimalisasi penggalian potensi pajak daerah dapat dicapai, demi mendorong kinerja fiskal masing-masing daerah di Jawa Timur,” tukasnya.

    Sementara itu, Pj Sekdaprov Jatim, Bobby Soemiarsono menjelaskan bahwa perjanjian kerja sama ini menerangkan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan pembiayaan bersama antara provinsi dan kabupaten/kota. Penandatanganan PKS ini sebagai bentuk komitmen pelaksanaan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku per 1 Januari 2025.

    “Jadi, kabupaten/kota ini kan menerima opsen dalam peraturan Kemendagri, di mana di dalam Permendagri-nya kita harus melakukan cross sharing pembiayaan bersama terhadap pemungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor,” katanya

    “Jadi, di PKS itu diperjanjikan kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan bersama dengan provinsi dan kabupaten kota di wilayahnya masing-masing,” pungkasnya. (tok/ian)

  • Tito Karnavian tolak usulan Polri di bawah struktur Kemendagri

    Tito Karnavian tolak usulan Polri di bawah struktur Kemendagri

    Saya berkeberatan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menolak secara tegas usulan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berada di bawah struktur kelembagaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Saya berkeberatan,” kata Tito dengan tegas saat ditanya perihal wacana tersebut, usai menghadiri agenda Sidang Kabinet Paripurna di ruang Rapat Kabinet, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

    Saat ditanya terkait latar belakang penolakan itu, Kapolri masa jabatan 13 Juli 2016 hingga 22 Oktober 2019 menyebut bahwa posisi institusi Polri yang saat ini berada secara langsung di bawah Presiden RI merupakan kehendak reformasi.

    “Ya karena dari dulu memang sudah dipisahkan di bawah Presiden, itu kehendak reformasi. Sudah itu saja,” katanya menutup wawancara dengan wartawan.

    Pernyataan Mendagri Tito tersebut, merujuk pada konteks reformasi setelah era Orde Baru di Indonesia yang membawa keputusan untuk memisahkan Polri dari TNI agar Polri menjadi lembaga yang lebih mandiri dan profesional, serta lebih fokus pada tugas-tugas penegakan hukum, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat.

    Sebelumnya, Polri berada di bawah struktur TNI. Melalui reformasi, Polri ditempatkan langsung di bawah Presiden untuk memastikan akuntabilitas kepada pemimpin sipil tertinggi negara dan menjauhkan pengaruh militer dalam operasionalnya.

    Usulan agar Polri berada di bawah Kemendagri sebelumnya disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus dalam jumpa pers di Jakarta pada Kamis (28/11).

    Pewarta: Andi Firdaus, Rangga Pandu Asmara Jingga
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Respons Usulan Polri di Bawah Kemendagri, Wamendagri: Harus Ada Proses Politik Dahulu di DPR

    Respons Usulan Polri di Bawah Kemendagri, Wamendagri: Harus Ada Proses Politik Dahulu di DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya merespons usulan agar institusi Polri berada di bawah kendali panglima TNI atau Kemendagri.

    Bima mengatakan, dalam undang-undang, kepolisian berada langsung di bawah kendali Presiden Republik Indonesia. Sehingga, jika usulan tersebut ingin dikabulkan, maka harus melewati serangkaian proses dan pengkajian.

    “Iya, undang-undangnya kan mengatur bahwa kepolisian itu ada langsung di bawah Bapak Presiden. Artinya, kalaupun ada perubahan, pasti akan ada proses politik dahulu di DPR, dan tentu harus melalui kajian, dipertimbangkan seperti apa,” kata Bima di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Menurutnya, jika usulan itu berakhir akan  diimplementasikan, maka akan terdapat banyak perubahan di pemerintahan hingga koordinasi antarkementerian.

    “Karena setiap perubahan pasti akan berdampak pada keuangan negara, kepada koordinasi antarlembaga atau kementerian. Jadi pasti harus dipertimbangkan masak-masak semuanya,” jelas Bima.

    Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, mengusulkan agar institusi Polri kembali berada di bawah kendali panglima TNI atau Kemendagri.

    Usulan ini disampaikan sebagai respons atas hasil Pilkada serentak 2024, yang diindikasikan melibatkan pengerahan aparat kepolisian secara tidak netral.

    “Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Polri kembali di bawah kendali panglima TNI atau agar Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri,” ujar Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
     

  • Tito Karnavian Tolak Polri di Bawah Kemendagri: Saya Keberatan!

    Tito Karnavian Tolak Polri di Bawah Kemendagri: Saya Keberatan!

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menolak usulan politikus PDI Perjuangan (PDIP) yang menginginkan instansi Polri berada di bawah naungan TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Hal ini disampaikannya usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna (SKP) yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    “Saya berkeberatan,” katanya secara tegas kepada wartawan di Kantor Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

    Tito menjelaskan alasan pihaknya keberatan lantaran apabila keputusan pemisahan Polri dengan Kemendagri merupakan amanat reformasi. “Ya karena dari dulu memang sudah dipisahkan di bawah presiden, itu kehendak reformasi, sudah itu saja,” ucapnya.

    Senada, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menekankan bahwa wacana perubahan struktur institusi Polri menjadi di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tak bisa semudah membalik telapak tangan.

    Bima mengatakan bahwa upaya itu harus melalui kajian terlebih dahulu yang ditempuh melalui proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, mengingat saat ini Polri masih bertanggung jawab langsung di bawah Presiden RI.

    “Undang-undangnya kan mengatur bahwa kepolisian itu ada langsung di bawah Bapak Presiden. Artinya, kalaupun ada perubahan, pasti akan ada proses politik dulu di DPR, dan tentu harus melalui kajian, dipertimbangkan seperti apa,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan.

    Tak hanya itu, Bima menilai bahwa apabila perubahan tak dipertimbangkan masak-masak, maka akan memberikan dampak yang merugikan. Salah satunya terhadap keuangan negara.

    “Setiap perubahan pasti akan berdampak pada keuangan negara, kepada koordinasi antarlembaga atau kementerian. Jadi pasti harus dipertimbangkan masak-masak semuanya,” tuturnya.

    Sebelumnya usulan untuk mengembalikan Polri di bawah Kemendagri digaungkan oleh PDIP tidak lama setelah proses Pilkada serentak berlangsung.

    Menurut PDIP intervensi yang ditunjukkan Polri melalui wewenang mereka saat ini, institusi tersebut terlalu ikut campur dalam praktik politik praktis di Indonesia.

  • PDI-P Usul Polri di Bawah Kemendagri, Menko Yusril: Belum Ada Pembahasannya

    PDI-P Usul Polri di Bawah Kemendagri, Menko Yusril: Belum Ada Pembahasannya

    PDI-P Usul Polri di Bawah Kemendagri, Menko Yusril: Belum Ada Pembahasannya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril
    Ihza Mahendra menegaskan pemerintah belum membahas mengenai pemindahan
    Polri
    ke bawah Kemendagri atau TNI.
    Adapun
    PDI-P
    menjadi pihak yang mengusulkan agar Polri berada di bawah Kemendagri atau TNI.
    “Belum ada pembahasannya,” ujar Yusril di Istana, Jakarta, Senin (2/12/2024).
    Yusril mengaku belum mau memberikan tanggapan lebih lanjut terkait isu pemindahan Polri ke bawah kementerian itu.
    Dia menyebut baru akan memberi tanggapan jika usulan yang diberikan sudah terang.
    “Belum, kita dengarkan saja seperti apa usulannya, nanti baru kita beri tanggapan,” imbuhnya.
    Diketahui, gagasan penempatan Polri di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) disampaikan oleh Politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus dalam konferensi pers pada Kamis, 28 November 2024.
    Deddy mengatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan menempatkan Polri di bawah TNI atau Kemendagri agar tidak ada intervensi di dalam pemilihan umum (pemilu).
    “Perlu diketahui bahwa kami sudah mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.
    Menurut dia, kepolisian baiknya berfokus pada pengamanan masyarakat selama masa pemilu dan tidak mengurusi hal-hal yang di luar kewenangannya.
    “Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu saya kira tidak perlu lagi karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” katanya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi II DPR: Polri di bawah Kemendagri perpanjang rantai birokrasi

    Komisi II DPR: Polri di bawah Kemendagri perpanjang rantai birokrasi

    Palu (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Longki Djanggola menyatakan wacana penggabungan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), memperpanjang rantai komando birokrasi.

    “Nantinya, dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, semakin memperpanjang rantai birokrasi,” katanya dihubungi dari Palu, Senin.

    Dia menjelaskan, jika Polri di bawah Kemendagri, menjadikan tanggung jawab kementerian itu lebih besar. Saat ini Kemendagri sudah terlalu banyak mengurus urusan pemerintahan dalam negeri.

    “Saat ini sudah era digital, memerlukan penanganan yang cepat dan terukur,” ujarnya.

    Secara pribadi, dia berpendapat wacana Polri di bawah Kemendagri sudah kurang tepat. Sehingga sangat tepat, Polri berada di bawah kendali presiden RI.

    “Artinya, tidak ada kekuatan-kekuatan lain yang bisa intervensi Polri kecuali presiden,” katanya menegaskan.

    Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menjelaskan alasan partainya mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena banyaknya masalah di internal Polri.

    Kata dia, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000, agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai, bisa mandiri dalam melayani masyarakat.

    Pewarta: Fauzi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pakar nilai penempatan Polri di bawah Kemendagri berpotensi politisasi

    Pakar nilai penempatan Polri di bawah Kemendagri berpotensi politisasi

    “Kalau persoalannya bahwa sekarang ada semacam politisasi Polri, potensi politisasi akan lebih tinggi kalau di Kemendagri seandainya menterinya dari partai politik, sehingga menjadi risiko. Malah bahaya,”

    Jakarta (ANTARA) – Pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Profesor Suparji Ahmad menilai bahwa wacana penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berpotensi memunculkan politisasi.

    “Kalau persoalannya bahwa sekarang ada semacam politisasi Polri, potensi politisasi akan lebih tinggi kalau di Kemendagri seandainya menterinya dari partai politik, sehingga menjadi risiko. Malah bahaya,” ucapnya dikutip di Jakarta, Senin.

    Selain itu, menurutnya, apabila Polri berada di bawah Kemendagri, maka akan mempersempit kewenangan fungsi.

    “Karena kan menjadi inspektoral kementerian saja. Sementara yang dilayani Polri kan secara keseluruhan,” kata dia.

    Ia mengatakan, apabila hal yang dipermasalahkan adalah soal subyektivitas oknum polisi pada masa pilkada, hal yang seharusnya dibenahi adalah pengawasan dan bukan soal penempatan kepolisian.

    “Bukan soal di bawah presiden ataupun Kemendagri, tetapi lebih bagaimana para pejabat menempatkan polisi tadi itu sebagai alat negara secara keseluruhan,” ujarnya.

    Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa wacana penempatan Polri di bawah Kemendagri bukanlah usulan yang tepat.

    “Menurut saya, usulan tadi adalah lagu lama yang kembali diputar, tapi kemudian syairnya itu adalah syair yang kemudian tidak memiliki argumentasi secara filosofis maupun sosiologis yang tepat, prosedural, dan substansial,” ujarnya.

    Diketahui, gagasan penempatan Polri di bawah TNI atau Kemendagri disampaikan oleh Politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus dalam konferensi pers pada Kamis (28/11). Ia mengatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan wacana tersebut agar tidak ada intervensi di dalam pemilu.

    “Perlu diketahui bahwa kami sudah mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.

    Menurutnya, kepolisian baiknya berfokus pada pengamanan masyarakat selama masa pemilu dan tidak mengurusi hal-hal yang di luar kewenangannya.

    “Ada bagian reserse yang bertugas mengusut, melakukan, menyelesaikan kasus-kasus kejahatan untuk sampai ke pengadilan. Di luar itu saya kira tidak perlu lagi karena negara ini sudah banyak institusi yang bisa dipakai untuk menegakkan ini,” ucapnya.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2024

  • Heboh Dugaan Cawe-cawe ‘Partai Coklat’ di Pilkada, MKD: Jangan Bikin Berita Bohong

    Heboh Dugaan Cawe-cawe ‘Partai Coklat’ di Pilkada, MKD: Jangan Bikin Berita Bohong

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Usulan sejumlah pihak menempatkan Polri di bawah institusi Kemendagri atau TNI dinilai sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi. Semangat reformasi salah satunya menjadikan Polri murni alat penegak hukum yang berdiri sendiri.

    “Sejak berdiri sendiri dan bertanggung-jawab langsung kepada presiden, Polri terus menunjukkan kinerja terbaiknya. Hampir di setiap survei soal pelayanan publik, Polri Selalu masuk dalam jajaran tiga lembaga yang paling dipercaya,” ujar Anggota Komisi III DPR RI Nazarudin Dek Gam, Senin (2/12/2024).

    Menurutnya, jika ada bukti bahwa Polri terlibat dalam urusan politik, maka ia mendorong agar hal itu dilaporkan ke pihak berwenang, yaitu Bawaslu RI.

    “Tapi kalau tidak ada bukti, janganlah bikin berita bohong yang mencederai demokrasi,” tegas Politisi Fraksi PAN ini.

    Ia menegaskan sejauh ini Polri justru sudah bekerja amat baik terkait pengamanan Pilkada serentak 2024. Jajaran Polri, tegasnya, dari level tertinggi di Mabes hingga level paling bawah di Polsek, semua telah all out memastikan Pilkada berlangsung aman dan nyaman.

    “Alhasil, Pilkada kali ini sangat minim terjadi benturan. Kalau toh ada sedikit konflik, hanya terjadi daerah-daerah yang memang sudah rawan konflik, seperti di Papua. Yang penting, Polri bisa merespons dengan baik dan menghentikan konflik-konflik yang sempat muncul tersebut,” pungkas Ketua MKD DPR RI ini. (Pram/fajar)