Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Menteri Ara Usul Rakyat Belum Punya Rumah Masuk Kategori Miskin

    Menteri Ara Usul Rakyat Belum Punya Rumah Masuk Kategori Miskin

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mewacanakan penduduk yang belum memiliki rumah dimasukkan dalam kategori masyarakat miskin.

    “Saya pikir sangat pantas kita masukkan juga kalau orang belum punya rumah, rumah yang pertama, masuk kategori miskin,” ujar pria yang akrab disapa Ara ini dalam acara Rakornas Keuangan Daerah Kemendagri, Jakarta, Rabu (18/12).

    Ara lantas membandingkan kriteria masyarakat miskin yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, yakni konsumsi batas kalori harian tertentu saja sudah dianggap keluar dari kategori masyarakat miskin.

    “Bagaimana dia dianggap sudah tidak miskin. Sementara dia belum punya rumah?” ucapnya.

    Pada saat yang sama, Ara juga mengusulkan tanah hasil sitaan koruptor dijual murah kepada masyarakat yang kurang mampu.

    Ia mengaku telah menyampaikan usulan itu ke Presiden Prabowo Subianto untuk dimasukkan dalam program strategis nasional bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    Ara mengatakan program itu akan menyasar MBR yang tersebar di 30 hingga 50 kota di seluruh Indonesia.

    “Bagaimana tanah-tanah dari kejaksaan, satu kasus saja ada 1000 hektare dari eks BLBI. Bagaimana tanah-tanah koruptor itu bisa juga kita berikan atau kita jual dengan harga murah kepada rakyat,” ucap Ara.

    (mnf/sfr)

  • Sebut Pemecatan Jokowi oleh PDIP sebagai Karma Politik, Omongan Dino Patti Djalal Titipan SBY?

    Sebut Pemecatan Jokowi oleh PDIP sebagai Karma Politik, Omongan Dino Patti Djalal Titipan SBY?

    loading…

    Mantan Juru Bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Dino Patti Djalal. Foto/Instagram Dino Patti Djalal

    JAKARTA – Pengamat Politik Fernando Emas merespons pandangan Mantan Juru Bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Dino Patti Djalal yang turut mengomentari pemecatan Joko Widodo ( Jokowi ), Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Direktur Rumah Politik Indonesia ini curiga omongan Dino yang menilai pemecatan Jokowi oleh PDIP itu sebagai karma politik merupakan titipan SBY.

    “Jangan-jangan Dino sengaja memposting kalimat tersebut karena ada titipan dari SBY atau AHY? Apalagi Dino sampai saat ini masih memiliki hubungan yang baik dan dekat dengan SBY karena pernah menjadi bagian dari pemerintahan presiden ke-6 RI tersebut,” kata Fernando kepada SINDOnews, Rabu (18/12/2024).

    Fernando tak sepakat dengan pandangan Dino Patti Djalal. “Saya menganggap terlalu berlebihan kalau Dino Patti Djalal menganggap bahwa pemecatan Joko Widodo dari PDI Perjuangan merupakan karma politik karena ada upaya mengambil alih Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa yang memilih Moeldoko,” tuturnya.

    Dia berpendapat bahwa pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby dari PDIP sangat jelas karena tidak sejalan dengan keputusan partai terkait dengan calon presiden. “Pernyataan Dino Patti Djalal akan berpengaruh membuat hubungan antara Jokowi dengan SBY menjadi kurang baik,” katanya.

    Baca Juga: Wacana Polri di Bawah TNI atau Kemendagri yang Memicu Polemik

    “Walaupun mungkin Dino memiliki informasi terkait dengan keterlibatan Jokowi dengan KLB Partai Demokrat di Sibolangit, namun tidak bisa dihubungkan pemecatan dari PDI Perjuangan sebagai karma politik,” pungkasnya.

    Diberitakan SINDOnews sebelumnya, Dino Patti Djalal turut mengomentari pemecatan Jokowi beserta anak dan menantunya, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution oleh PDIP. Pemecatan itu telah resmi diumumkan oleh Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun dan jajaran Pengurus DPP PDIP dalam keterangan melalui video pada Senin (16/12/2024).

    Baca Juga: Gen Z Rentan Jatuh ke Jurang Kemiskinan

  • Resmi Dipecat PDIP, Ini Aneka Jawaban Jokowi, Gibran, dan Bobby

    Resmi Dipecat PDIP, Ini Aneka Jawaban Jokowi, Gibran, dan Bobby

    loading…

    Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah memecat Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution dari keanggotaan partai. Foto/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) telah memecat Joko Widodo ( Jokowi ), Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution dari keanggotaan partai pada Senin, 16 Desember 2024. Ketiganya termasuk dalam 27 orang yang dipecat dari kader partai berlambang kepala banteng bermoncong putih tersebut.

    Pelanggaran Jokowi, Gibran, dan Bobby berbeda. Jokowi dianggap menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral etika kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pelanggaran etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Asal daerah Solo, Jawa Tengah.

    Sedangkan Gibran Rakabuming Raka dianggap telah melanggar etik partai karena maju sebagai calon wakil presiden 2024 dari partai lain. Asal daerah Solo, Jawa Tengah.

    Adapun Muhammad Bobby Afif Nasution dinilai telah melanggar etik partai karena maju sebagai calon gubernur Pilkada 2024 dari partai lain. Asal daerah Kota Medan, Sumatera Utara.

    Baca Juga: Wacana Polri di Bawah TNI atau Kemendagri yang Memicu Polemik

    Lalu, apa jawaban Jokowi, Gibran, dan Bobby dipecat PDIP?

    1. Jawaban Jokowi

    Jokowi mengatakan bahwa waktu yang akan mengujinya. “Ndak apa, saya menghormati itu dan saya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian karena keputusan itu sudah terjadi. Nanti waktu yang akan mengujinya,” kata Jokowi saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Selasa (17/12/2024) sore.

    Jokowi hanya tersenyum ketika ditanya apakah nanti Kartu Tanda Anggota (KTA) PDIP akan dikembalikan atau tidak. Ketika ditanya apakah akan membentuk partai baru, Presiden ke-7 RI ini hanya menjawab singkat. “Saya sudah menyampaikan, partai perorangan,” ucapnya.

    Terkait alasan pemecatan yang dijadikan dasar PDIP, Jokowi Kembali menegaskan dirinya tidak dalam posisi membela atau memberikan penilaian karena telah diputuskan. “Nanti waktu yang akan mengujinya,” kata Jokowi.

  • Manfaat dan Mudarat Pilkada Langsung di Mata Mereka Penentu Kebijakan

    Manfaat dan Mudarat Pilkada Langsung di Mata Mereka Penentu Kebijakan

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian menyatakan ingin mengkaji pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Menurutnya, sistem politik pilkada langsung yang sudah berjalan selama 20 tahun belakangan ini perlu dievaluasi.

    Tito menilai, sistem Pilkada langsung memang bermanfaat bagi partisipasi demokrasi, tetapi juga memiliki sisi negatif.

    Menanggapi hal ini, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, pihaknya dalam posisi akan ikut dalam pembahasan bersama seluruh otoritas. Ia yakin hal ini akan mengundang pro dan kontra.

    “Perlu hati-hati membuat pernyataan. Perlu data dan fakta yang kuat. Kita terbuka untuk membahasnya. Namun semua sisi harus dilihat,” ucapnya, ketika dihubungi VOI, Jumat (8/11/2019).

    Namun, Mardani mengamini ada beberapa yang memang harus diperbaiki dalam sistem pilkada langsung. Hal ini berkaitan dengan masa kampanye yang dirasa terlalu lama.

    “Biaya masih tinggi, money politic masih ada. Tapi hasilnya legitimasi kuat karena dipilih langsung dan bertanggung jawab langsung pada masyarakat. Perbaiki sistemnya, hasilnya akan bagus,” jelasnya.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani setuju dengan usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengevaluasi gelaran Pilkada langsung. Menurut dia, gelaran pilkada langsung lebih banyak mudaratnya, seperti maraknya politik uang.

    “Sebetulnya dari sisi DPR kan sudah lama lihat pilkada langsung. Ini banyak mudaratnya,” kata Arsul di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Kamis (7/11).

    Namun, Arsul juga tak memungkiri jika pilkada langsung itu turut memberikan manfaat. Salah satunya, hak rakyat untuk memilih secara langsung para calon kepala daerahnya masing-masing terjamin.

    Atas dasar itu, Arsul menyarankan agar DPR segera melakukan penelitian secara empiris dan akademik terkait penyelenggaraan Pilkada langsung yang sudah diselenggarakan sejak 2005. Penelitian itu bisa menjadi dasar untuk mengidentifikasi manfaat atau mudarat yang ditimbulkan dari gelaran tersebut.

    Arsul tak menampik politik berbiaya tinggi menjadi patologi yang kerap muncul dalam gelaran Pilkada secara langsung.

    “Kalaupun ada istilahnya ‘hengki pengki’ politik daripada dengan katakanlah membiayai Pilkada yang harus mencakup sekian luas wilayah dan masyarakat, itu saya yakin pilkada nggak langsung jauh lebih rendah,” jelasnya.

    Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, partainya tetap konsisten menginginkan pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara langsung atau dipilih langsung oleh rakyat.

    “Ya kita sejauh ini masih konsisten bahwa pilkada lebih baik dilaksanakan secara langsung,” kata Ace.

    Ace mengatakan, pihaknya tak mempermasalahkan penyelenggaraan pilkada dievaluasi guna mencari pemimpin daerah terbaik. Namun, menurut dia, pilkada secara langsung masih tetap berdampak positif, karena langsung menampung suara rakyat.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian menyatakan ingin mengkaji pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Hal ini berangkat dari maraknya politik uang.

    “Kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp30 miliar mau jadi bupati mana berani dia,” kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

    Sebagai mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, kata Tito, dia merasa tak kaget dengan banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah terduga korupsi yang selama ini marak terjadi. Hal ini karena mahalnya biaya politik yang dibutuhkan oleh seorang calon bupati.

    “Kalau bagi saya sebagai mantan Kapolri, ada OTT-OTT, penangkapan-penangkapan kepala daerah buat saya it’s not a surprise for me,” kata Tito.

    “Apa benar ‘saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa’, terus rugi? Bullshit. Saya ndak percaya,” lanjutnya.

  • Kemendagri sedang susun desain besar otonomi daerah

    Kemendagri sedang susun desain besar otonomi daerah

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa kementeriannya sedang menyusun desain besar otonomi daerah.

    Wamendagri menjelaskan bahwa desain besar tersebut juga berkaitan dengan sistem pemilihan umum (pemilu) untuk memilih kepala daerah.

    “Kalau otonomi daerahnya di kabupaten/kota, maka pemilihan seperti apa? Bagaimana peran provinsi dalam konteks otonomi daerah? Akan berkaitan juga dengan sistem pemilihannya. Jadi itu berkaitan,” kata Wamendagri usai berkunjung ke SMAN 34 Jakarta, Selasa.

    Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa saat ini rancangan peraturan pemerintah terkait desain besar penataan daerah (RPP Desartada) dibutuhkan karena dapat menentukan jumlah daerah otonomi yang ideal untuk Indonesia.

    “Dengan desain besar itu, kita bisa tahu 10, 20, 50, 100 tahun ke depan, kira-kira jumlah provinsi yang ideal berapa, jumlah kabupaten/kota yang ideal berapa, objektif indikatornya apa, baru kemudian kami putuskan,” kata Rifqi kepada ANTARA di kawasan Tebet, Jakarta, Rabu (11/12).

    Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa Komisi II DPR RI menunggu pemerintah terkait RPP Desartada tersebut.

    “Kami tunggu itu dulu dari pemerintah. Harusnya ya di Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) yang menyusun. Kami tunggu,” ujarnya.

    Pewarta: Rio Feisal, Luthfia Miranda
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kemendagri nilai tahu akar masalah politik uang menjadi hal penting

    Kemendagri nilai tahu akar masalah politik uang menjadi hal penting

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai bahwa mengetahui akar masalah dari politik uang yang membuat biaya politik tinggi menjadi hal yang paling penting saat ini.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons wacana dari Presiden Prabowo Subianto agar sistem pemilihan umum (pemilu) di daerah diubah, yakni dari pemilihan langsung menjadi dipilih oleh DPRD.

    “Pemilihan di DPRD adalah salah satu opsi, tetapi yang paling penting saat ini adalah mengidentifikasi, memahami akar masalah dari politik biaya tinggi, itu dulu. Jangan sampai akar masalahnya apa kemudian solusinya ke mana, harus nyambung semua,” kata Wamendagri usai berkunjung ke SMAN 34 Jakarta, Selasa.

    Sementara itu, Wamendagri mengatakan bahwa wacana yang disampaikan Presiden disebabkan perhatiannya atas fakta yang berkembang di masyarakat, yakni adanya biaya politik yang tinggi dalam pemilu.

    “Ini ditangkap oleh Presiden, dan kemudian memerintahkan kepada kami untuk mulai melakukan kajian. Ini kami berkolaborasi juga dengan teman-teman kampus dan peneliti karena akan ada banyak opsinya,” jelasnya.

    Sebelumnya, wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD muncul, usai Presiden Prabowo Subianto menyinggung sistem politik di Indonesia yang dinilai mahal dan tidak efisien bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

    Pewarta: Rio Feisal, Luthfia Miranda
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mendagri Tindak Lanjuti Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Mendagri Tindak Lanjuti Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

    loading…

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian segera membahas usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. FOTO/DOK.SINDOnews

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ) Tito Karnavian segera membahas usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD . Usulan itu sebelumnya disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri HUT Partai Golkar.

    “Mesti, pasti kita akan bahas. Kan salah satunya sudah ada di Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Di Prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari tapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” kata Tito, Selasa (17/12/2024).

    Tito sependapat dengan usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Menurutnya, biaya pilkada langsung dinilai sangat tinggi. Selain itu juga adanya tindak kekerasan di beberapa daerah.

    “Ya, saya sependapat tentunya, kita melihat sendirilah bagaimana besarnya biaya untuk pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah-daerah yang kita lihat terjadi kekerasan, dari dulu saya mengatakan pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD kan,” katanya.

    Mantan Kapolri itu menjelaskan, demokrasi dapat diterjemahkan dengan demokrasi langsung dan perwakilan. Menurutnya pilkada dapat dilakukan dengan demokrasi perwakilan oleh DPRD.

    “Kalau DPRD demokrasi juga, tapi demokrasi perwakilan. Tapi ya kita lihat bagaimana temen-temen di DPR nanti, parpol, akademisi, kemendagri melakukan kajian,” jelasnya.

    Harus Satu Paket dengan Pilpres dan PilegSementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, usulan Presiden Prabowo Subianto soal perbaikan sistem politik dan demokrasi tanah air, salah satunya kepala daerah dipilih oleh DPRD, perlu dilihat secara lengkap dan dalam spektrum yang lebih luas.

    “Poin yang paling penting dari pidato itu adalah bahwa ada sesuatu atau masalah dalam sistem politik dan demokrasi kita. Poin kedua, oleh karena itu kita perlu melakukan perbaikin dalam sistem politik dan demokrasi kita. Digambarkan dalam pernyataan itu bahwa salah satu isu yang menjadi masalah adalah politik berbiaya tinggi,” kata Doli saat dihubungi, Senin (16/12/2024).

    Menurutnya, tingginya biaya politik juga terjadi pada Pilpres dan Pileg. Ia tak memungkiri praktik moral hazard Pemilu, seperti politik uang, beli suara, political transactional, semakin permisif dan massif di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya, degredasi moral bisa terjadi bila praktik-praktik itu dibiarkan.

  • Tito Karnavian Dukung Wacana Prabowo, Pilkada Melalui DPRD Lebih Efisien

    Tito Karnavian Dukung Wacana Prabowo, Pilkada Melalui DPRD Lebih Efisien

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengungkapkan dukungannya terhadap wacana Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurut Tito, langkah ini akan mengurangi biaya besar yang selama ini dikeluarkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).

    “Ya, saya sependapat tentunya. Kita semua melihat bagaimana besarnya biaya untuk pilkada,” ujar Tito di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).

    Tito juga menyoroti dampak negatif dari pilkada langsung, seperti potensi kekerasan di berbagai daerah. Ia menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah melalui DPRD tetap bisa dianggap sebagai bentuk demokrasi, yaitu demokrasi perwakilan.

    “Dari dulu saya mengatakan pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD. Demokrasi kan bisa diterjemahkan sebagai demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Kalau melalui DPRD, itu juga demokrasi, tapi dengan perwakilan,” jelas Tito.

    Pemerintah, lanjutnya, tengah merancang pembahasan terkait mekanisme pemilihan kepala daerah ini. Tito mengungkapkan bahwa revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). “Nanti gongnya akan kita cari, tapi sebelum itu, kita akan mengadakan rapat bersama teman-teman DPR, parpol, dan akademisi,” tambahnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto juga menyuarakan pandangan serupa. Dalam acara HUT Partai Golkar di Sentul, Kamis (12/12/2024), Prabowo membandingkan sistem pemilihan di Indonesia dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan India. Menurutnya, sistem di negara-negara tersebut jauh lebih efisien karena pemilihan hanya dilakukan untuk anggota DPRD, sementara DPRD yang menentukan kepala daerah, termasuk bupati dan gubernur.

  • Omnibus Law Politik Tampung Pembahasan Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Omnibus Law Politik Tampung Pembahasan Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut wacana kepala daerah dipilih DPRD akan dibahas saat revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada.

    Tito mengatakan revisi dua undang-undang itu sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas). Menurutnya, akan ada pembahasan mengenai wacana tersebut sebelum dibawa ke rapat revisi undang-undang.

    “Pasti kita akan bahas. Kan salah satunya sudah ada di prolegnas. Di prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari, tapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” kata Tito di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (16/12).

    Tito mengatakan setuju dengan wacana yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto itu. Dia berkata sejak lama mendorong pilkada asimetris, salah satunya dengan metode pemilihan di DPRD.

    Dia berpendapat pilkada lewat DPRD juga bisa diterjemahkan sebagai demokrasi. Menurutnya, demokrasi bisa langsung ataupun perwakilan.

    “Kalau DPRD demokrasi juga, tapi demokrasi perwakilan. Tapi ya kita lihat bagaimana teman-teman di DPR nanti, parpol, akademisi, Kemendagri melakukan kajian,” ujarnya.

    Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan wacana gubernur dipilih oleh DPRD nantinya akan dibahas dalam revisi paket undang-undang politik dengan sistem omnibus law.

    Rifqi menjelaskan omnibus law nantinya akan menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.

    “Bagi Komisi II DPR RI hal ini menjadi penting sebagai salah satu bahan untuk kami melakukan revisi terhadap omnibus law politik yang di dalamnya terkait bab Pilkada, terkait slide bab tentang Pemilu, bab tentang Partai Politik, bab tentang Hukum Acara Sengketa Kepemiluan,” kata Rifqi saat dihubungi, Senin (16/12).

    Sebelumnya, Prabowo melempar wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD karena merasa pilkada secara langsung terlalu mahal.

    Ia menilai Pilkada melalui DPRD lebih efisien. Ia mengambil contoh sejumlah negara tetangga yang dinilai telah berhasil mempraktikkan hal tersebut.

    “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo.

    Kajian menyeluruh

    Anggota Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia sementara itu membuka opsi untuk mengkaji sistem pemilu secara keseluruhan mulai Pilkada, Pilpres, Pileg, maupun Pilkades.

    Menurut Doli, pembahasan sistem pemilu tidak bisa dilakukan secara parsial, misalnya hanya untuk pilkada. Menurut dia, pembahasannya harus dilakukan menyeluruh, bahkan termasuk di dalamnya menyangkut sistem kepartaian.

    “Perbaikan sistem pemilu itu harus satu paket dengan semua urusan pemilihan lainnya, pilpres, pileg, pilkada, dan seharusnya juga termasuk pilkades di dalamnya. Bahkan juga sangat erat kaitannya dengan sistem kepartaian kita,” kata Doli saat dihubungi, Senin (16/12).

    Menurut Doli, perubahan UU Politik bisa dilakukan secara kodifikasi, bersama UU Pemilu dan UU Penyelenggara Pemilu. Namun, sebelum perubahan secara menyeluruh, dia menilai perlu ada identifikasi masalah.

    Menurut Doli, masalah biaya politik hanya salah satunya. Faktanya, kata dia, masalah lain seperti money politics, vote buying, political transactional, juga semakin permisif dan massif terjadi di tengah masyarakat.

    “Setelah kita sepakat untuk perbaikan sistem, maka yang kita lakukan adalah evaluasi secara menyeluruh terhadap apa kelemahan dan kekurangan sistem yang kita gunakan sekarang. Baru kita masuk pada sistem paling ideal seperti apa yang perlu kita elaborasi,” katanya.

    Oleh karena itu, Doli mengatakan pernyataan Presiden dengan mengambil contoh sistem pemilu di Malaysia, Singapura, dan India akan menjadi opsi yang akan dikaji DPR. Dia menilai, di awal pemerintahan saat ini mestinya menjadi momentum untuk sistem pemilu.

    “Oleh karena sebaiknya pidato Presiden itu harus ditindak lanjuti oleh pihak pemerintah, seluruh pimpinan Partai Politik dan DPR. Apalagi DPR bersama pemerintah sudah memasukkan revisi UU Pemilu, Pilkada dan Parpol di dalam Prolegnas prioritas,” katanya. 

    (dhf/rzr/thr/gil)

  • Ucok Abdul Rauf Resmi Jabat Pj Gubernur Banten Gantikan Al Muktabar
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        16 Desember 2024

    Ucok Abdul Rauf Resmi Jabat Pj Gubernur Banten Gantikan Al Muktabar Regional 16 Desember 2024

    Ucok Abdul Rauf Resmi Jabat Pj Gubernur Banten Gantikan Al Muktabar
    Tim Redaksi
    SERANG, KOMPAS.com
    – Inspektur Jenderal Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN,
    Ucok Abdul Rauf Damenta
    , resmi dilantik sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Banten.
    Pelantikan
    berlangsung di Sasana Bhakti Praja Gedung C Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).
    Ucok Abdul Rauf menggantikan Al Muktabar berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 159/P Tahun 2024.
    Tito menjelaskan bahwa Al Muktabar digantikan karena mendapatkan tugas baru sebagai Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Pemerataan Pembangunan, serta ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.
    “Kepercayaan yang sangat luar biasa mendampingi wakil presiden, selamat buat Bapak (Al Muktabar), dan terima kasih sudah cukup lama lebih dari 2 tahun menjadi Penjabat Gubernur tanpa Pilkada,” tambah Tito.
    Ucok Abdul Rauf Damenta akan menjabat sebagai
    Pj Gubernur Banten
    hingga dilantiknya Gubernur dan Wakil Gubernur Banten hasil Pilkada 2024.
    Sebagai informasi, Al Muktabar menjabat sebagai
    PJ Gubernur Banten
    sejak 12 Mei 2022 untuk mengisi kekosongan setelah masa jabatan Gubernur Banten Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Hazrumy berakhir.
    Usai dilantik, Damenta menyatakan komitmennya untuk menjalankan amanah sebagai Pj Gubernur Banten di masa transisi.
    “Amanah ini saya terima. Hari ini saya diangkat sumpah untuk menjalankan masa transisi di Provinsi Banten,” ungkap Damenta.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.