Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Siapa Paulus Tannos, Buron Kasus E-KTP yang Ditangkap di Singapura?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Januari 2025

    Siapa Paulus Tannos, Buron Kasus E-KTP yang Ditangkap di Singapura? Nasional 24 Januari 2025

    Siapa Paulus Tannos, Buron Kasus E-KTP yang Ditangkap di Singapura?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) membenarkan penangkapan buron kasus
    korupsi
    Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau
    E-KTP
    ,
    Paulus Tannos
    di Singapura.
    “Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
    Fitroh menyebutkan KPK sedang berkoordinasi untuk melakukan ekstradisi terhadap Paulus Tannos.
    “KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar dia.
    Lantas, siapa Paulus Tannos dalam kasus korupsi E-KTP?
    Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
    Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019 atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
    Dalam kasus ini, perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
    Dalam laman resmi KPK, namanya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 dengan dilengkapi dengan nama barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, Paulus Tannos bisa saja tertangkap di Thailand.
    Namun, pengusaha itu tidak bisa ditangkap karena
    red notice
    dari Interpol terlambat terbit.
    Adapun
    red notice
    merupakan permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
    “Kalau pada saat itu yang bersangkutan betul-betul
    red notice
    sudah ada, sudah bisa tertangkap di Thailand,” kata Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
    KPK terus mengalami kendala dalam membawa Paulus Tannos ke Indonesia. Sebab, ia mengubah kewarganegaraannya.
    Hal itu membuat KPK tidak bisa membawa DPO itu pulang meskipun telah tertangkap di Thailand.
    Pasalnya,
    red notice
    Paulus Tannos dengan identitas yang baru belum terbit sehingga KPK terbentur yurisdiksi negara setempat.
    “Punya paspor negara lain sehingga pada saat kami menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri saat dihubungi, Selasa 8 Agustus 2023.
    KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat, 24 September 2021.
    Saat itu, ia dipanggil dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bakal Dilantik Prabowo Sebagai Bupati Blitar, Rijanto Bangga

    Bakal Dilantik Prabowo Sebagai Bupati Blitar, Rijanto Bangga

    Blitar (beritajatim.com) – Pasangan Rijanto-Beky Herdihansah bakal dilantik menjadi Bupati-Wakil Bupati Blitar pada 6 Februari 2025 mendatang. Rencananya pelantikan itu akan dilakukan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto di Ibu Kota Negara.

    Rijanto pun mengaku terhormat, jika pelantikan dirinya benar dilakukan langsung oleh Presiden RI, Prabowo Subianto. Tentu hal itu menjadi kado indah dan istimewa, bagi Rijanto usai perjuangannya di Pilkada Blitar 2024 kemarin.

    “Wah kalau dilantik Presiden bagus sekali itu, sangat membanggakan. Apalagi katanya (pelantikan) di Ibu Kota Negara,” ungkap Rijanto, Kamis (23/1/2025).

    Meski demikian, Rijanto mengaku belum mendapat informasi resmi terkait pelantikan kepala daerah terpilih Pilkada 2024 oleh Presiden Prabowo. Dirinya baru mengetahui informasi tersebut sebatas dari media dan beberapa koleganya yang menghubungi.

    “Ya kita sudah tahu adanya informasi tersebut tapi undangan resminya kita masih belum menerimanya. Kita masih menunggu,” ungkapnya.

    Rijanto menambahkan, dirinya bersama Wakil Bupati terpilih Beky Herdihansah selalu siap kapanpun dilantik. Sebab dirinya sudah tidak sabar untuk segera bekerja demi Kabupaten Blitar yang lebih baik.

    Sebelumnya, Komisi II DPR-RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah mengeluarkan surat keputusan soal waktu pelantikan Bupati-Wakil Bupati Blitar terpilih. Dalam surat tersebut tertulis bahwa pelantikan Bupati-Wakil Bupati Blitar akan dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2025 mendatang.

    Pelantikan Rijanto-Beky Herdihansah sebagai Bupati-Wakil Bupati Blitar pun akan dilakukan di Ibu Kota Negara, Jakarta. Pelantikan ini rencananya dilakukan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

    “Iya benar itu surat resminya,” ungkap Supriadi, Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Kamis (23/1/2025).

    Rijanto-Beky Herdihansah sendiri bakal menjadi Bupati-Wakil Bupati Blitar periode 2025-2030. Pasangan yang diusung oleh PDIP, PAN dan Nasdem tersebut bakal melanjutkan kepemimpinan Rini Syarifah-Rahmat Santoso.

    Dalam prosesnya, langkah Rijanto-Beky menjadi Bupati-Wakil Bupati Blitar terbilang mudah karena tidak ada gugatan sengketa yang diajukan oleh sang rival Rini Syarifah-Abdul Ghoni. Sang petahana yakni Rini Syarifah-Abdul Ghoni memilih legawa dan menerima kekalahan, tanpa mengajukan gugatan sengketa hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Hal itulah yang membuat proses pelantikan Rijanto-Beky bisa dilaksanakan tanggal 6 Februari 2025 mendatang tanpa harus tertunda akibat adanya persidangan gugatan MK.

    “Kalau sesuai surat itu pelantikan akan dilangsungkan di Jakarta,” tegasnya. [owi/beq]

  • KPK Tangkap Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos di Singapura

    KPK Tangkap Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos di Singapura

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buronan Paulus Tannos, tersangka dalam kasus KTP elektronik (e-KTP)  dan akan segera dibawa ke Indonesia. 

    Sebagai informasi, Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    KPK Kemudian berhasil menangkap Paulus dan tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak agar proses hukumnya dapat segera berjalan. 

    “Benar bahwa Paulus Tanos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi polri, kejagung dan kementerian hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” tutur Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam keterangannya secara tertulis, Jumat (24/1/2025). 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, kemudian membenarkan bahwa tengah ada proses ektradisi untuk tersangka inisial PT tersebut. 

    “Namun saya belum bisa membuka info apa-apa terkait hal tersebut, karena prosesnya masih berjalan. Kita tunggu saja sama-sama updatenya,” tuturnya. 

    Sebelumnya, Paulus diduga mengganti identitasnya dan diduga memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur bahkan menceritakan sempat berhadap-hadapan dengan Paulus, namun gagal menangkapnya lantaran sudah berubah identitas. 

    “Sudah ketemu orangnya, tetapi ketika mau ditangkap tidak bisa, kenapa? Karena namanya lain, paspornya juga bukan paspor Indonesia, dia menggunakan paspor dari salah satu negara di Afrika,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (13/8/2023). 

    Asep pun menceritakan saat sudah berhadap-hadapan dengan tersangka, nama di atas kertas orang itu bukan Paulus Tannos. Oleh sebab itu, KPK pun gagal membawanya ke Tanah Air kendati sudah didampingi oleh Divisi Hubungan Internasional Polri, dan dibantu dengan kerja sama antarkepolisian.

    Ternyata, Buron KPK itu memiliki dua kewarganegaraan salah satunya di negara di Afrika. Penyidik pun sudah mengendus upaya Paulus untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia guna membersihkan secara total jejak-jejaknya.

  • Potret Pemerintah Suriah Bakar 30 Ton Narkoba, Hapus Sisa Rezim Assad

    Potret Pemerintah Suriah Bakar 30 Ton Narkoba, Hapus Sisa Rezim Assad

    Seorang anggota bekas kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham berjaga di dekat tumpukan obat-obatan terlarang yang dibakar, di bawah pengawasan Departemen Pengendalian Narkotika di Kementerian Dalam Negeri Suriah, di Damaskus, Suriah, Kamis (23/1/2025). (REUTERS/Yamam Al Shaar)

  • Niat Efisiensi, Pengajuan APBD Jakarta 2020 Malah Naik

    Niat Efisiensi, Pengajuan APBD Jakarta 2020 Malah Naik

    JAKARTA – Rancangan kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) DKI tahun 2020 telah selesai dibahas pada tiap Komisi di DPRD bersama Pemprov DKI. 

    Setelah dibahas, ternyata penganggaran DKI yang diusulkan melonjak jadi Rp97 triliun. Padahal, sebelumnya Pemprov DKI mengajukan pagu anggaran dalam KUA-PPAS sebesar Rp89,44 triliun per tanggal 23 Oktober. Nominal itu merupakan pengefisiensi dari pengajuan anggaran paling awal sebesar Rp95 triliun. 

    Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menganggap pertambahan anggaran ini adalah hal yang wajar. Dia tak mau menganggap bahwa pencermatan anggaran bersama kelima Komisi di DPRD tak berjalan efektif. 

    “Saya rasa itu dinamika pembahasan, itu biasa. Naik turun, prioritas tidak prioritas, itu hal biasa,” kata Saefullah di Gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis, 21 November. 

    Yang jadi masalah, berdasarkan hitungan rencana penerimaan keuangan di tahun 2020, Pemprov DKI hanya akan menerima pendapatan sebesar Rp87 triliun. Itu artinya, ada defisit pengajuan anggaran sebesar Rp10 triliun. 

    Berdasarkan data yang diterima dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI, ada sejumlah mata anggaran belanja yang membengkak. 

    Pembengkakan itu berada pada anggaran untuk menyubsidi premi 5,1 juta warga penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

    Balai Kota DKI Jakarta (Diah Ayu Wardhany/VOI)

    Anggaran awal yang diusulkan sebesar Rp1,4 triliun untuk subsidi tersebut. Namun, Pemprov DKI kemudian mengusulkan tambahan anggaran Rp1,16 triliun dan totalnya menjadi Rp2,5 triliun karena naiknya iuran BPJS Kesehatan secara nasional mulai 2020.

    Kemudian, pembengkakan anggaran lain adalah gaji untuk tenaga penyedia jasa lain perorangan (PJLP) di lingkungan Pemprov DKI mengikuti kenaikan upah minumum provinsi (UMP). Totalnya, ada kenaikan gaji PJLP sebesar Rp451 miliar. 

    Tak hanya itu, ada juga kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PNS) yang ditanggung Pemprov DKI sebesar Rp 275,99 miliar.

    Untuk penyesuaian anggaran yang defisit ini, Saefullah bilang Pemprov DKI dan DPRD harus mengurangi sejumlah mata anggaran yang bakal dibahas dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) sebelum mengesahkan rancangan APBD. 

    “Cara menguranginya adalah dibahas di Badan Anggaran. Bagaimana cara mengurangi Rp10 triliun itu, mana yang harus dihapus, mana yang dikurangi, mana yang merupakan prioritas nasional, mana yg merupakan prioritas daerah, dan mana yang merupakan program wajib,” jelas Saefullah. 

    Masalah defisit ini baru ketahuan jelang batas waktu pengesahan APBD pada 30 November. Batas waktu ini ditentukan oleh aturan Kementerian Dalam Negeri. Itu artinya, DKI hanya punya 9 hari untuk mengejar penyisiran anggaran di Banggar, pengesahan rancangan APBD (RAPBD), penyisiran ulang RAPBD hingga penetapan APBD DKI 2020.

    Rapat pembahasan anggaran di salah satu Komisi DPRD (Diah Wardani Ayu/VOI)

    Terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI Muhammad Taufik merasa tak yakin pihaknya bisa mengejar pembahasan anggaran hingga final dalam waktu setipis ini. Kata dia, DPRD perlu waktu untuk melakukan pengurangan pada program dirasa bukan prioritas. 

    Oleh karenanya, DPRD menyurati Kemendagri untuk meminta perpanjangan waktu sekitar setengah bulan. Karena, menurutnya Kemendagri baru mengevaluasi pada 15 Desember. 

    “Kita sudah minta waktu, Depdagri punya waktu minimal 15 Desember melakukan evaluasi seluruh Indonesia. jadi perlu ada waktu. Tahun lalu kita (membahas anggaran)juga sampai Desember,” ungkap Taufik. 

  • Sri Mulyani dan Tito Karnavian Pimpin Efisiensi Anggaran Rp 306,69 Triliun pada APBN 2025

    Sri Mulyani dan Tito Karnavian Pimpin Efisiensi Anggaran Rp 306,69 Triliun pada APBN 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah telah menetapkan efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) pada 2025. Arahan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penghematan Anggaran Pemerintah.

    Inpres yang mulai berlaku sejak Rabu (22/1/2025) itu, memberikan arahan langsung kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memimpin efisiensi anggaran.

    “Melakukan reviu anggaran K/L dengan memblokir anggaran dan dicantumkan pada catatan halaman IV A daftar isian pelaksanaan anggaran. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk pelaksanaan inpres,” dikutip dari dokumen yang diterima pada Kamis (23/1/2025).

    Sri Mulyani diberi tanggung jawab untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran belanja masing-masing kementerian/lembaga (K/L) dan melakukan penyesuaian alokasi transfer ke daerah, termasuk dana bagi hasil Rp 13,9 triliun.

    Selain itu, dana alokasi umum untuk pekerjaan umum Rp 15,6 triliun, dana alokasi khusus fisik Rp 18,3 triliun, dana otonomi khusus Rp 509,4 triliun, dana keistimewaan DIY Rp 200 miliar, dan dana desa Rp 2 triliun.

    Sri Mulyani juga diinstruksikan untuk memblokir anggaran K/L tertentu yang akan dicantumkan dalam catatan pelaksanaan anggaran.

    Sementara itu, Tito Karnavian bertugas memantau efisiensi belanja yang dilakukan oleh gubernur, bupati, dan wali kota dalam pelaksanaan APBD 2025. Tito juga diminta untuk mengambil langkah strategis guna memastikan pengelolaan APBD sesuai arahan inpres.

    Efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun terbagi menjadi efisiensi belanja K/L Rp 256,1 triliun dan efisiensi transfer ke daerah Rp 50,5 triliun.

    Dalam inpres tersebut juga menyebutkan arahan untuk K/L dan kepala daerah. Untuk K/L diminta mengidentifikasi rencana efisiensi belanja operasional dan nonoperasional, termasuk belanja perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan. Belanja pegawai dan bantuan sosial dikecualikan dari efisiensi.

    Sementara itu, untuk pemerintah daerah diminta membatasi belanja seremonial, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar, mengurangi perjalanan dinas hingga 50%, membatasi honorarium sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2023 tentnag Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional, dan mengurangi belanja pendukung yang tidak memiliki output terukur.

    Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diminta untuk mengawasi pelaksanaan efisiensi anggaran ini secara ketat.

  • Mengkaji Baik Buruknya Sistem Pilkada Asimetris ala Tito Karnavian

    Mengkaji Baik Buruknya Sistem Pilkada Asimetris ala Tito Karnavian

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, sedang mengkaji beberapa opsi alternatif, berdasarkan hasil evaluasinya terhadap proses pemilihan kepala daerah atau Pilkada langsung. Salah satu opsi yang dikemukakan, yakni pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan mengembalikannya ke DPRD atau Pilkada asimetris. 

    Usulan tersebut kini menjadi kontroversi, karena dirasa akan merubah sitem pemilu yang telah berlangsung selama ini. Sejatinya, metode yang diusulkan oleh Mendagri Tito Karnavian soal usulannya mengembalikan proses pemilihan kepala daerah oleh DPRD, sudah pernah bergulir pada Sidang Paripurna DPR RI, 24 September 2014 silam. 

    Pada 2014 lalu, DPR disebut pernah menyepakati wacana Kepala Daerah dipilih dari DPRD. Namun sayangnya hal tersebut dibatalkan lewat Perppu yang diterbitkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

    “Adanya usulan tersebut konon didasari karena alasan biaya yang mahal, potensi konflik yang diakibatkan karena pemilukada langsung yang dianggap tidak menjamin munculnya kepala daerah yang baik,” tulis Sri Nuryati dalam jurnal ilmiahnya berjudul ‘Intervensi Penyelenggaraan Pemilukada: Regulasi, Sumberdaya dan Eksekusi’, pada 2015 silam.

    Hal itu juga ditunjang dengan, data Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, sejak tahun 2013. Di mana terdapat 954 pasangan kepala daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota yang terpilih, namun kemudian terjerat permasalahan hukum. Hal inilah yang menjadi dasar Kemendagri untuk menata ulang mekanisme pemilukada langsung, pada saat itu.

    Berbicara mengenai pilkada asimetris, juga bukan hal baru di Indonesia, sebab telah ada beberapa daerah yang menggunakan mekanisme tersebut dalam memilih kepala daerahnya. Setidaknya, ada tiga daerah yang menerapkan sistem pilkada berbeda dibandingkan daerah lain, yakni DKI Jakarta, Yogyakarta dan Aceh.

    Perbedaan sistem pilkada langsung dan asimetris bisa muncul dikarenakan suatu daerah memiliki karakteristik tertentu seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya ataupun aspek strategis lainnya. Pengamat politik Siti Zuhro menjelaskan, secara umum pilkada asimetris merupakan proses pemilihan kepala daerah secara langsung dan diatur oleh daerah secara mandiri. Sehingga berbeda dengan pilkada di daerah lain. 

    “Pilkada asimetris itu artinya mengacu pada daerah yang bisa melakukan pilkada langsung ada yang melalui DPRD dengan berbagai persyaratan baru kan gitu,” Kata Zuhro saat dihubungi VOI, Rabu, 20 November.

    Menurut Zuhro pilkada asimetris itu tidak bisa dimaknai bahwa dengan itu pilkada bisa lebih berkualitas. Menurutnya hal itu lebih kepada otonomi daerah saja. “Khusus di Papua, Papua Barat, khusus di Aceh, khusus DKI Jakarta, ada istimewa di Yogyakarta. Itu disentralisasi asimetris,” jelasnya. 

    Zuhro menilai pilkada asimetris seperti madu dan racun. Bisa menjadi positif apabila edukasi pencerahan politik masyarakat cukup. Sehingga masyarakat bisa lebih banyak berperan aktif. “Tidak efektif hanya miliknya elit. Accuntable juga bisa dipertanggungjawabkan. Seharusnya seperti itu,” kata Zuhro.

    Sedangkan sebaliknya, bisa menjadi buruk ketika nalar-nalar politik masyarakat belum terbangun. “Sehingga yang terjadi adalah adanya vote buying (politik uang) bukan partisipasi aktif,” pungkasnya. 

    Hal senada juga diutarakan ahli hukum tata negara, Denny Indrayana yang mengatakan bila pilkada langsung, tidak langsung atau asimetris hanyalah pilihan dari sistem pemilihan kepala daerah yang disediakan oleh undang-undang. 

    “Memang kalau kita bicara pilkada, itu langsung atau tidak langsung secara UUD memungkinkan. Bahasa UUD-nya ‘kan dipilih secara demokratis. Jadi, itu pilihan politik hukum pembuat UU,” ujarnya seperti dikutip dari Antara, Kamis, 21 November.

    Dirinya menambahkan, hal yang perlu digaris bawahi mengenai sistem pemlihan kepala daerah adalah prinsip jujur dan adil (Jurdil) serta prosesnya tanpa campur tangan politik uang, sehingga tidak ada praktik koruptif. “Baik pilkada langsung atau enggak langsung itu potensi politik uang ada. Nah, bagaimanakah kita meminimalkan. Ke mana arahnya? Ya, kita serahkan kepada pembuat UU.”

    Menteri Dalam Negeri memberikan sambutan dalam acara #RakornasPusatDanForkopimda2019#SinergiIndonesiaMaju#5PrioritasPembangunan#LimaVisiIndonesiaMaju#Kemendagri#Infokemendagri#BersamaIndonesiaMaju pic.twitter.com/LulQgcgD1m

    — Kementerian Dalam Negeri (@kemendagri) November 13, 2019

    Praktik Pilkada Asimetris

    Model pemilihan kepala daerah dengan mengunakan sistem asimetris, sejatinya bukanlah hal baru di Indonesia. Misalnya DKI Jakarta yang tidak memilih wali kotanya, sedangkan Yogyakarta tidak memilih gubernur, dan kota Aceh dengan keberadaan partai politik lokal.

    – DKI Jakarta

    Secara umum pelaksanaan pilkada di DKI Jakarta berbeda dari provinsi lain, kota administratif yang ada di Jakarta tidak melakukan pilkada. Satu-satunya pilkada yang diselenggarakan di Jakarta hanyalah pemilihan gubernur. 

    Keistimewaan Jakarta diatur di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai Pasal 10 UU tersebut, dalam menjalankan pemerintahan, gubernur dibantu wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

    Adapun mekanisme penunjukkan walikota diatur di dalam Pasal 19 UU Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Jabatan itu dapat diisi pegawai negeri sipil yang diangkat gubernur atas pertimbangan DPRD. 

    – Aceh

    Pelaksanaan pilkada di Aceh, juga berbeda dengan mekanisme pemilihan di daerah lain. Hal ini dikarenakan Provinsi Aceh berhak memiliki partai politik lokal, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 

    Keberadaan parpol lokal ini, tidak terlepas dari kesepakatan yang dibangun antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finflandia, pada 15 Agustus 2005. Pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, tercatat ada empat partai lokal Aceh yang ikut di dalam kontestasi. Mereka adalah Partai Aceh, Partai Sira, Partai Daerah Aceh dan Partai Nanggroe Aceh. 

    – Yogyakarta

    Daerah istimewa Yogyakarta, bisa dibilang merupakan kebalikan dari mekanisme pilkada di DKI Jakarta. Sebab Yogyakarta masih melangsungkan pilkada langsung untuk posisi bupati dan walikota. Namun tidak ada proses pemilihan gubernur.

    Hal ini dikarenakan, posisi gubernur dan wakil gubernur telah diatur secara tegas dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menyebutkan bahwa DIY memiliki bentuk dan susunan pemerintah yang bersifat istimewa. Sehingga jabatan gubernur dan wakil gubernur, harus dipegang oleh seorang Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.

  • BSKDN: Pilkada harus mampu lahirkan pemimpin berintegritas

    BSKDN: Pilkada harus mampu lahirkan pemimpin berintegritas

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo mengatakan bahwa pilkada harus mampu melahirkan pemimpin daerah yang kuat, bersih, dan berintegritas.

    Dia mengungkapkan pihaknya telah memetakan isu-isu strategis yang muncul dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024, salah satunya terkait keberadaan calon tunggal di 37 daerah. Kondisi ini menunjukkan tantangan dalam menciptakan demokrasi yang kompetitif.

    “Terdapat 37 daerah dengan calon tunggal. Terbanyak ada di Provinsi Sumatera Utara dengan 6 daerah dengan calon tunggal,” kata Yusharto, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Selain adanya calon tunggal, isu utama yang dibahas dalam evaluasi adalah masih ditemukannya pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selama Pilkada 2024.

    Terkait hal itu, dirinya berharap ke depan penguatan pengawasan dan penegakan aturan untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa.

    Selain itu, biaya politik tinggi juga menjadi perhatian utama dalam evaluasi tersebut.

    Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyoroti kurangnya transparansi dalam pembiayaan kampanye.

    Politik biaya tinggi sering kali terjadi di ruang yang tak dapat diketahui, tanpa adanya laporan dana kampanye yang jelas. Hal ini menjadi tantangan besar untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat dan transparan.

    “Tapi problemnya politik biaya tinggi itu di ruang gelap, kalau kita baca ruang-ruang terangnya laporan dana kampanyenya tidak ada itu politik biaya tinggi. Tidak ada instrumen kuantitatif formal resmi yang bisa menunjukkan itu (politik biaya tinggi),” jelas Titi.

    Sementara itu, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan menambahkan pilkada yang ideal harus berlandaskan pada filosofi Pancasila dan UUD 1945, menghormati kekhususan daerah, serta menjamin integritas elektoral.

    Menurutnya, pilkada juga harus dilakukan secara kompetitif, aman, dan nyaman. Sebab, pilkada yang efisien dan demokratis adalah kunci untuk melahirkan pemimpin daerah yang kuat dan bersih.

    “Pemilihan pemimpin harus dilakukan secara free dan fair, secara bebas, jujur, adil. Lalu juga harus aman dan nyaman. Tidak boleh kemudian pemilihan itu menimbulkan korban. Itu harus dihindari,” ujar Djohermansyah.

    Di lain pihak, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menyoroti fenomena “pokoknya menang” yang menciptakan iklim politik yang tidak sehat.

    Ia juga menyinggung anomali seperti Pilkada melawan “kotak kosong” sebagai salah satu indikasi sistem yang tidak ideal.

    Dia menilai upaya perbaikan harus difokuskan pada memperkuat hukum, menegakkan etika, dan meningkatkan literasi politik masyarakat.

    “Ketika kita memaksakan satu sistem yang tidak aplikatif untuk kondisi kita dan tercerabut dari akar kita, maka dampaknya adalah hilangnya etika, bahkan hukum sering kali dilanggar,” pungkas Siti.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bima Arya Ungkap Ada Pemda Siapkan Dana Atasi Stunting, tapi 60% untuk Kunker

    Bima Arya Ungkap Ada Pemda Siapkan Dana Atasi Stunting, tapi 60% untuk Kunker

    Jakarta

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyoroti alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di sejumlah pemerintah daerah. Bima menyebut masih banyak pengunaan APBD yang tidak tepat sasaran.

    Hal itu disampaikan Bima usai menjadi narasumber dalam siniar yang dilakukan KPK. Bima mengatakan banyak anggaran daerah dikucurkan untuk kegiatan yang tidak berdampak kepada masyarakat.

    “Catatan Kemendagri banyak anggaran yang dialokasikan untuk hal-hal yang sifatnya tidak urgent, tidak menyentuh kepada rakyat. Biaya makan minum, biaya alat tulis kantor, biaya kunjungan kerja, perjalanan dinas,” kata Bima di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025).

    Dia mencontohkan ada pemerintah daerah yang menggunakan dana APBD untuk program pemberantasan stunting. Namun, alokasi anggaran itu lebih banyak dihabiskan pada kegiatan kunjungan kerja (kunker).

    “Banyak daerah-daerah itu yang kegiatannya itu pemberantasan stunting, tapi 60% dari anggarannya itu untuk kunjungan kerja, untuk perjalanan dinas, itu nggak nyambung. Untuk pemberantasan kemiskinan, banyak seminar dan lain-lain,” katanya.

    “Jadi arahan Presiden itu tepat gimana caranya APBD ini dikoreksi sehingga langsung,” sambung Bima.

    “Presiden misalnya bilang ini sekolah-sekolah SD itu harus benar dong bangunannya, jangan sampai ada dapur makanan gratis tapi kemudian sekolahnya nggak layak. Nah, itu kan bisa, jangan bilang daerah nggak punya uang ketika alokasinya itu dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak substantif,” ujarnya.

    (ygs/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Prabowo Terbitkan Inpres Efisiensi 2025, Perjalanan Dinas Dipangkas 50% – Halaman all

    Prabowo Terbitkan Inpres Efisiensi 2025, Perjalanan Dinas Dipangkas 50% – Halaman all

    Presiden Prabowo Subianto menerbitkan instruksi presiden (Inpres) tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun…

    Tayang: Kamis, 23 Januari 2025 20:15 WIB

    Deutsche Welle

    Prabowo Terbitkan Inpres Efisiensi 2025, Perjalanan Dinas Dipangkas 50% 

    Dalam Inpres itu, Prabowo menginstruksikan kementerian/lembaga melakukan review sesuai tugas dan kewenangan dalam rangka efisiensi. Arahan Prabowo itu tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang diteken pada 22 Januari 2025. Ada tujuh poin instruksi Prabowo dalam rangka efisiensi anggaran itu.

    Pada poin kedua, Prabowo Subianto menginstruksikan agar ada efisiensi anggaran belanja negara tahun anggaran negara yang sebesar Rp 306 triliun. Anggaran itu terdiri dari anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.

    Lalu pada poin ketiga, Prabowo meminta menteri dan pimpinan lembaga mengidentifikasi rencana efisiensi yang meliputi belanja operasional dan non-operasional yang terdiri belanja operasional kantor, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, hingga pengadaan alat dan mesin.

    Batasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial

    Kemudian, arahan Prabowo kepada kepala daerah adalah membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, studi banding, hingga seminar FGD. Pemda juga diminta mengurangi perjalanan dinas sebesar 50 persen. Termasuk membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran gaji.

    Adapun di poin kelima, Prabowo secara khusus meminta Menkeu Sri Mulyani menetapkan besaran efisiensi anggaran belanja masing-masing kementerian/lembaga.

    Prabowo juga menginstruksikan Mendagri Tito Karnavian memantau efisiensi belanja kepala daerah.

    Dikonfirmasi, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyampaikan soal efisiensi anggaran sudah disampaikan Prabowo dalam sidang kabinet di Istana Negara bersama para menteri kemarin. Inpres itu sudah sesuai dengan arahan Prabowo dalam rapat bareng menteri.

    “Kemarin sudah disampaikan presiden di sidang kabinet paripurna,” ujar Budi Arie kepada wartawan.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini