Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Mendagri minta daerah segera perbaiki infrastruktur jelang arus mudik

    Mendagri minta daerah segera perbaiki infrastruktur jelang arus mudik

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah segera memperbaiki berbagai infrastruktur untuk menghadapi arus mudik Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah/2025 Masehi.

    Perbaikan itu meliputi berbagai infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pemda, seperti jalan, dermaga, pelabuhan, dan tempat peristirahatan. Permintaan itu telah disampaikan Mendagri melalui surat edaran maupun pertemuan virtual dengan jajaran pemda.

    “Karena kalau terjadi kerusakan jalan provinsi dan kabupaten, itu akan berimbas pada lalu lintas secara nasional,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Dia menegaskan perbaikan tersebut perlu segera dilakukan mengingat prosesnya memerlukan waktu. Kemudian pemda juga perlu memastikan agar moda transportasi menaati aturan, seperti kapal yang tidak boleh mengangkut muatan berlebih.

    “Kemudian siapkan pelampung sesuai standar operasional prosedur masing-masing,” ujarnya.

    Mendagri juga meminta kepala daerah yang memiliki bandara kecil agar mengecek kondisi kesiapannya dalam melayani para pemudik.

    Ada beberapa daerah khususnya di wilayah Indonesia timur yang memiliki bandara kecil sehingga kondisinya perlu diperhatikan.

    “Karena bandara-bandara kecil itu ada juga yang dikelola oleh pemerintah daerah, terutama daerah timur, NTT (Nusa Tenggara Timur), di Maluku, Maluku Utara, di Papua,” jelas Tito.

    Dalam menghadapi arus mudik, pemda juga perlu memperhatikan keamanan objek wisata di daerahnya masing-masing agar tidak terjadi kecelakaan. Pemda perlu juga berjaga-jaga untuk menghadapi bencana hidrometeorologi.

    Mendagri mengimbau setiap daerah agar dapat menyiagakan jajarannya untuk menghadapi cuaca ekstrem.

    “Seperti BPBD, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, kemudian Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), Dinas Perhubungan, dan lain-lain. Ini semua untuk siagakan,” tuturnya.

    Di lain sisi, Mendagri juga mengingatkan pemda agar terus mengendalikan harga pangan menjelang Lebaran. Meskipun saat ini harga pangan relatif terkendali, ada beberapa komoditas yang perlu menjadi perhatian, seperti minyak goreng dan cabai.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Biaya Pemungutan Suara Ulang dari Mana? Ini Penjelasannya

    Biaya Pemungutan Suara Ulang dari Mana? Ini Penjelasannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sebanyak 24 daerah harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Keputusan ini diambil setelah ditemukan berbagai permasalahan yang dinilai mempengaruhi hasil suara, sehingga proses demokrasi di daerah-daerah tersebut harus diperbaiki demi menjamin keadilan dan transparansi dalam pemilu.  

    Dengan adanya PSU, tentu membutuhkan biaya untuk pelaksanaanya. Lantas, darimana sebenarnya biaya untuk pemungutan suara ulang ini? Dilansir dari berbagai sumber, berikut penjelasannya!

    Dari Mana Biaya Pemungutan Suara Ulang?

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan, bahwa dana untuk PSU berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun, dalam keadaan tertentu, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) juga dapat digunakan jika terdapat kebutuhan mendesak.

    Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang. Untuk memastikan kelancaran pendanaan PSU, Komisi II DPR RI juga berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Keuangan.

    Tantangan dalam Penganggaran PSU

    Salah satu kendala utama dalam pelaksanaan PSU adalah potensi keterlambatan dalam penganggaran. Jika hal ini terjadi, maka bisa menjadi penghalang dalam pelaksanaan PSU. 

    Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan memiliki komitmen yang kuat terhadap keputusan MK dengan memberikan dukungan anggaran, terutama bagi daerah yang memiliki keterbatasan dana. Tanpa dukungan dari pemerintah daerah, PSU tidak akan terlaksana dengan optimal.

    Dalam pelaksanaan Pilkada 2021, pemerintah daerah diminta untuk mengalokasikan dana dalam APBD sesuai dengan permintaan dari penyelenggara dan pihak keamanan. 

    Sebelum menganggarkan dana tambahan, pemda perlu meninjau laporan penggunaan hibah dari Pilkada 2020 untuk mengetahui apakah masih terdapat sisa anggaran yang bisa dimanfaatkan. Jika terdapat sisa dana, maka penyelenggara PSU dapat menggunakannya kembali untuk mengurangi beban anggaran baru.

    Opsi Pendanaan jika Anggaran Tidak Mencukupi

    Apabila pemda belum menganggarkan dana PSU sesuai keputusan MK, maka dana tersebut dapat dialokasikan melalui pos belanja tidak terduga (BTT) dalam APBD. Jika dana dalam pos BTT tidak mencukupi, pemda dapat melakukan perencanaan ulang terhadap program-program lain yang tidak mendesak, seperti perjalanan dinas, biaya rapat, serta pengeluaran lainnya yang tidak bersifat prioritas.

    Selain itu, pemda juga dapat menggunakan kas daerah yang tersedia untuk menutupi kebutuhan PSU. Jika semua sumber ini masih belum mencukupi, langkah terakhir adalah koordinasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat guna mencari solusi terbaik dalam pendanaan PSU.

    Tantangan Lain dalam Pelaksanaan PSU

    Selain masalah anggaran, pelaksanaan PSU juga menghadapi berbagai tantangan lainnya. Beberapa di antaranya adalah kesiapan logistik, distribusi surat suara, serta koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) untuk memastikan keamanan dan kelancaran proses pemungutan suara ulang. Oleh karena itu, Komisi II DPR RI meminta KPU untuk memastikan seluruh detail teknis telah dipersiapkan dengan baik agar PSU tidak menimbulkan permasalahan baru.

    Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara ulang juga menjadi faktor penting. KPU dan pihak terkait perlu melakukan sosialisasi secara masif agar masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam menggunakan hak pilih.

  • Jaga Stabilitas Harga, Pemkab Bandung Barat Pastikan Bakal Gelar Pasar Murah

    Jaga Stabilitas Harga, Pemkab Bandung Barat Pastikan Bakal Gelar Pasar Murah

    JABAR EKSPRES – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung Barat (KBB) berencana bakal menggelar operasi pasar murah di sejumlah wilayah. Hal ini dilakukan demi menjaga stabilitas distribusi pangan untuk masyarakat.

    Operasi pasar murah atau OPM digelar selain menjaga stabilitas distribusi pangan, juga untuk menekan komoditas bahan pokok yang dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

    Sekedar diketahui, dikutip dari laman resmi Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), dalam rapat koordinasi (Rakor) pengendalian inflasi tahun 2025 yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin, (24/2/2025).

    Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (Pemda) agar segera melakukan operasi pasar. Hal ini harus dilakukan jika di daerah tersebut terjadi kenaikan harga komoditas pokok yang tinggi.

    BACA JUGA:Jelang Ramadan, Pemerintah Gelar Operasi Pasar di 4.000 Lokasi

    Tomsi juga mengingatkan, jika Pemda tak mengambil langkah konkret sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah, maka kenaikan harga akan terus berlanjut.

    Karena itu, ia meminta stakeholders terkait, termasuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), untuk benar-benar memahami dinamika harga di daerah masing-masing.

    “Tentu kami akan fokus terhadap kondisi ekonomi masyarakat, terutama pada bulan Ramadan. Salah satunya memastikan stabilitas harga bahan pokok,” ungkap Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, Rabu (5/3).

    Dikatakan Jeje, rencananya, Pemkab Bandung Barat akan mengadakan pasar murah. Mengingat saat ini sejumlah komoditi di bulan Ramadan terus beranjak naik.

    BACA JUGA:Jaga Harga Pangan Saat Ramadan, Pemerintah Mulai Gelar Operasi Pasar Murah

    “Pemantauan ke pasar sudah, dan dinas terkait seperti Disperindag, dan Dispernakan sudah memetakan masalah utamanya dimana. Selanjutnya kami akan adakan rapat internal untuk teknis operasi pasar murahnya,” paparnya.

    Menurut Jeje, operasi pasar murah ini menjadi salah satu solusi yang ditempuh untuk mencegah gejolak harga yang kerap terjadi menjelang Ramadan dan Idul Fitri.

    Selain itu, pihaknya juga mengingatkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk lebih intensif melakukan pemantauan.

    “Saya sudah instruksikan dinas perdagangan dan industri untuk sering melakukan pemantauan ke pasar-pasar. Itu dilakukan untuk mewaspadai kenaikan harga,” jelasnya.

  • Wamendagri minta pemda laporkan kesiapan anggaran PSU Jumat ini

    Wamendagri minta pemda laporkan kesiapan anggaran PSU Jumat ini

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk meminta pemerintah daerah (pemda) melaporkan kesiapan anggaran pemungutan suara ulang (PSU) ke Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) paling lambat Jumat (7/3) mendatang.

    Hal tersebut disampaikan Ribka saat memimpin Rapat Kesiapan Pendanaan Pilkada pada Daerah yang Melaksanakan PSU secara hybrid dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Rabu (5/3). Hasil laporan itu selanjutnya akan dibahas dalam rapat dengan Komisi II DPR RI pada Senin (10/3) mendatang.

    “Dapat kami sampaikan bahwa kami akan melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada hari Senin, sehingga pada hari Senin tersebut, semua daerah harus sudah kami dapatkan kepastian tentang penyediaan APBD atau keuangan daerah untuk persiapan PSU. Yang pertama untuk KPU, kemudian yang kedua Bawaslu, ketiga untuk pihak keamanan dalam hal ini TNI-Polri,” kata Ribka dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Adapun daerah yang akan melaksanakan PSU meliputi provinsi, kabupaten, dan kota. Di tingkat provinsi, ada Provinsi Papua.

    Sementara di tingkat kabupaten, ada Kabupaten Siak, Barito Utara, Bengkulu Selatan, Pasaman, Serang, Tasikmalaya, Magetan, Empat Lawang, Kutai Kartanegara, Gorontalo Utara, Bangka Barat, Buru, Mahakam Ulu, Pesawaran, Banggai, Pulau Taliabu, Kepulauan Talaud, Parigi Moutong, Bungo, dan Boven Digoel. Sedangkan di tingkat kota, ada Kota Sabang, Banjarbaru, dan Palopo.

    Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memerintahkan PSU di 24 daerah setelah memutuskan sengketa hasil Pilkada 2024.

    Putusan tersebut diumumkan dalam sidang pleno yang berlangsung pada hari Senin (24/2), dengan seluruh sembilan hakim konstitusi telah menuntaskan pembacaan keputusan atas 40 perkara yang diperiksa secara lanjut.

    Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, dari seluruh perkara tersebut, MK mengabulkan 26 permohonan, menolak 9 perkara, dan tidak menerima 5 perkara lainnya.

    Dengan berakhirnya sidang ini, MK dinyatakan telah menyelesaikan seluruh 310 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah 2024.

    Dari 26 permohonan yang dikabulkan, sebanyak 24 perkara menghasilkan keputusan untuk menggelar PSU. KPU di daerah terkait wajib menjalankan putusan ini sesuai dengan instruksi MK.

    Selain itu, MK juga mengeluarkan dua putusan tambahan. Pertama, pada Perkara Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang berkaitan dengan Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan KPU untuk melakukan rekapitulasi ulang hasil suara.

    Kedua, pada Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Kabupaten Jayapura, MK menginstruksikan adanya perbaikan penulisan pada keputusan KPU mengenai penetapan hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2024.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Wamendagri: Pemda harus optimalkan anggaran PSU pilkada dari APBD

    Wamendagri: Pemda harus optimalkan anggaran PSU pilkada dari APBD

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menegaskan pemerintah daerah harus mengoptimalkan pendanaan pemungutan suara ulang pilkada melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sehingga tidak langsung membebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

    Hal tersebut disampaikan Ribka saat memimpin Rapat Kesiapan Pendanaan Pilkada pada Daerah yang Melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 secara hybrid dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu.

    Melalui pertemuan ini diharapkan akan diperoleh gambaran mengenai ketersediaan alokasi APBD pada daerah yang akan melaksanakan PSU Pilkada 2024.

    “Kami harapkan koordinasi kerja terus terjalin di daerah dengan forkopimda dan juga terkhusus pemerintah daerahnya. Hari ini, minimal sebentar ini, kami akan mendapatkan laporan atau gambaran tentang ketersediaan pagu tersebut. Ada dasar hukumnya kalau kita lihat sesuai dengan Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016,” kata Ribka dalam keterangannya di Jakarta.

    Dia menegaskan perubahan APBD perlu diprioritaskan untuk mendukung pelaksanaan PSU. Pemda dapat mengalokasikan anggaran melalui belanja tidak terduga (BTT).

    Untuk itu, sekretaris daerah diminta agar mengulas alokasi tersebut. Selain itu, pendanaan PSU juga dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) dan dana sisa dari penyelenggaraan pilkada sebelumnya.

    “Pendanaannya dibebankan pada APBD provinsi atau kabupaten/kota. Saya pikir ini akan menjadi acuan dari bapak ibu sekalian di daerah untuk bisa melaksanakan rasionalisasi dan seterusnya,” tegasnya.

    Ribka menekankan pentingnya kerja sama antara pemda dan pemangku kepentingan terkait dalam memastikan kesiapan anggaran PSU.

    Dia juga mengingatkan pemda untuk menyesuaikan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) terkait pendanaan PSU, baik dengan merevisi NPHD yang sudah ada maupun menyusun NPHD baru sesuai kebutuhan.

    “Memastikan NPHD-nya itu ya, nanti teknis penyampaian dari Pak Dirjen Otda, menyampaikan untuk apakah NPHD-nya dibuat baru atau yang sudah ada. Saya pikir ini ada beberapa teman-teman ini juga mantan gubernur sehingga mungkin dapat memberikan gambaran kepada teman-teman,” jelas Ribka.

    Rapat ini dihadiri pejabat dan pemangku kepentingan dari 24 daerah yang akan melaksanakan PSU, di antaranya sekda, pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan unsur TNI-Polri di masing-masing daerah.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ketua KPK Ingatkan Kepala Daerah Pantau Ketat Pengadaan Barang dan Jasa

    Ketua KPK Ingatkan Kepala Daerah Pantau Ketat Pengadaan Barang dan Jasa

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto mewanti-wanti para kepala daerah periode 2024-2029 yang baru saja dilantik untuk memantau ketat pengadaan barang dan jasa di jajarannya. Tujuannya demi menutup celah potensi korupsi. 

    “Kepala daerah yang baru diharapkan bisa memberikan penekanan kepada seluruh pelaksana kegiatan pengadaan barang dan jasa untuk meningkatkan melakukan transparansi. Bahkan kami mendorong melakukan pengadaan secara konsolidasi,” kata Setyo seusai acara peluncuran indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) tahun 2025 di Jakarta, Rabu (5/3/2025). 

    Disampaikan Setyo, indikator MCP mencakupi delapan fokus area antara lain perencanaan penganggaran, sektor perizinan, manajemen terhadap aset, pengadaan barang dan jasa, masalah anggaran, serta manajemen terhadap ASN. Pada 2024, KPK bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melaksanakan MCP di 546 pemerintah daerah. Hasil evaluasi MCP 2024 menunjukkan total nilai capaian nasional sebesar 76.

    Namun, Setyo menyoroti soal skor dalam hal pengadaan barang dan jasa yang hanya sebesar 68. Oleh sebab itu, dia meminta para kepala daerah untuk memberikan atensinya terhadap fokus area tersebut. 

    “Skor yang menjadi perhatian, yang nilainya masih di bawah adalah terkait masalah pengadaan barang dan jasa. Skornya di angka 68. Ini sangat jauh dibandingkan 76 ke 68. Ini menjadi perhatian bagi kepala daerah,” ujar Setyo. 

  • Bayi Ini Punya Nama Terpanjang di Indonesia Hingga 70 Karakter, Dukcapil: Menyalahi Aturan

    Bayi Ini Punya Nama Terpanjang di Indonesia Hingga 70 Karakter, Dukcapil: Menyalahi Aturan

    TRIBUNJATENG.COM – Memberikan nama unik dan panjang untuk buah hati saat ini tengah diminati oleh ibu muda, khususnya dari ibu milineal.

    Baru-baru ini, ada bayi dengan nama terpanjang di Indonesia yang tercatat di Dukcapil Kemendagri.

    Dilansir dari Unggahan akun Instagram @dukcapilkemendagri pada Rabu (5/3/2025), nama bayi itu terdiri dari 70 kata.

    Yaitu Venushyntha Phauna Pharamytha Tribhuana Adhyndha Phrameswary Dhahaputri.

    “Nama terpanjang yang pernah tercatat di Dukcapil ternyata sampai 70 karakter! 
    Kira-kira gimana ya kalau dipanggil di kelas? Bisa jadi satu sesi sendiri nih,”

    NAMA TERPANJANG – Tangkapan layar unggahan akun Instagram @dukcapilkemendagri – Bayi ini punya nama terpanjang di Indonesia (Instagram @dukcapilkemendagri)

    Namun ternyata, nama bayi itu dianggap menyalahi aturan oleh Dukcapil.

    “Btw, buat yang mau kasih nama panjang buat anaknya, inget ya… aturan dari Dukcapil maksimal 60 karakter sesuai dengan Permendagri Nomor 73 Tahun 2022!,”

    Dalam dokumen kependudukan yang diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan, pemberian nama maksimal 60 karakter.

    Dilihat dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2022, pemberian nama maksimal terdiri dari 60 karakter, termasuk spasi. 

    Hal ini karena nama yang terdiri lebih dari 60 karakter kemungkinan akan mengalami permasalahan dalam pencatatan di dokumen kependudukan.

    “Kalau lebih dari 60 karakter, itu pasti bermasalah (dalam pencatatan dokumen kependudukan),” ucap Ketua Tim Layanan Ditjen Dukcapil, Yusnaini, dikutip dari Kompas.com.

    Adapun layanan yang terkendala akibat nama terlalu panjang di antaranya KTP-el, SIM, STNK, BPJS, NPWP, ijazah, sertifikat tanah, rekening bank, dan sebagainya.

    Sebelumnya, mari kita ketahui apa saja dokumen kependudukan yang mencantumkan nama, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Permendagri Nomor 73 Tahun 2022.

    Dokumen Kependudukan meliputi: 
    a. biodata Penduduk; 
    b. kartu keluarga; 
    c. kartu identitas anak; 
    d. kartu tanda penduduk elektronik; 
    e. surat keterangan kependudukan; dan 
    f. akta pencatatan sipil.

    Syarat Pemberian/Pencatatan Nama 
    Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memenuhi persyaratan: 

    a. mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir; 
    b. jumlah huruf paling banyak 60 (enam puluh) huruf termasuk spasi; dan 
    c. jumlah kata paling sedikit 2 (dua) kata.

    Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan 
    a. menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia; 
    b. nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada Dokumen Kependudukan; dan 
    c. gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat. 

    Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan Dilarang:
    a. disingkat, kecuali tidak diartikan lain; 
    b. menggunakan angka dan tanda baca; dan 
    c. mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.

    (*)

  • Utak-Atik Anggaran Demi Pemilihan Suara Ulang di 24 Wilayah

    Utak-Atik Anggaran Demi Pemilihan Suara Ulang di 24 Wilayah

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah pusat harus berupaya menyesuaikan anggaran untuk pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat terdapat 24 kota dan kabupaten yang diwajibkan menggelar PSU. Beberapa di antaranya telah menyatakan kesiapan menganggarkan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sayangnya, masih banyak yang belum memberikan kejelasan terkait kemampuan pendanaan mereka.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan bahwa pemerintah tengah melakukan koordinasi terkait pendanaan untuk Pemilihan SuaraUlang (PSU) di 24 kota dan kabupaten.

    Menurutnya, sebagian daerah telah menyatakan kesiapan untuk menganggarkan danadari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tetapi masih ada yang belum memberikan kepastian terkait kemampuan pendanaan.   

    “Iya, jadi saat ini Kemendagri berkoordinasi dengan 24 kota/kabupaten itu, ada yang menyatakan siap untuk menganggarkan dengan APBD-nya, tetapi masih cukup banyak yang belum memberikan kejelasan tentang kemampuan pendanaan,” ujar Bima Arya dalam keterangannya, Selasa (4/3/2025). 

    Untuk memastikan kesiapan daerah, Kemendagri melakukan pertemuan daring dengan seluruh daerah yang terdampak serta merencanakan kunjungan langsung ke masing-masing wilayah.

    Selain memastikan kesiapan APBD, Kemendagri akan memeriksa komposisi penganggaran agar lebih efisien. 

    “Jangan sampai ada anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan yang sebetulnya tidak perlu, seperti sosialisasi dan lain-lain,” tambahnya.  

    Menurutnya, ada dua hal utama yang menjadi perhatia. Pertama, memastikan APBD mampu membiayai PSU. Kedua, memastikan penganggaran dilakukan dalam versi minimal. 

    Bima menekankan bahwa jika APBD daerah tidak cukup, maka pembiayaan dapat ditarik ke tingkat yang lebih tinggi. 

    “Kalau provinsi juga tidak mampu, baru nanti kita akan komunikasikan dengan Kementerian Keuangan,” katanya.  

    Bima Arya mengakui bahwa pemerintah berpacu dengan waktu karena ada bataswaktu yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meski begitu, dia memastikan bahwa pemerintah pusat akan berkoordinasi dilakukan semaksimalmungkin agar PSU, baik yang seluruhnya maupun sebagian, bisa terselenggara dengan baik.   

    Terkait kemungkinan penggunaan dana dari Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara (APBN), Bima Arya menyatakan bahwa skema pendanaannya akan bersifat berbagi beban (cost-sharing).

     “Bisa. Kita lihat sharing-nya berapa persen, tapi saya kira tidak 100 persen. Pasti adakomponen yang dari APBD maupun dari provinsi, baru kemudian sisanya ditutup oleh APBN,” ungkapnya.  

    Ketika ditanya apakah anggaran dari APBN akan berasal dari pos kementeriantertentu, Bima Arya menyatakan bahwa hal tersebut masih akan dikoordinasikan lebihlanjut dengan Kementerian Keuangan. 

    “Kami akan komunikasikan dan Kementerian Keuangan post-nya dari mana nanti ya,” pungkas Bima.  

    Daftar 24 Wilayah yang Wajib Menggelar Pemungutan Suara Ulang

    No.

    Nama Wilayah

    Nomor Perkara

    1

    Kabupaten Pasaman

    Perkara No. 02/PHPU.BUP-XXIII/2025

    2

    Kabupaten Mahakam Ulu

    Perkara No. 224/PHPU.BUP-XXIII/2025

    3

    Kabupaten Boven Digoel

    Perkara No. 260/PHPU.BUP-XXIII/2025

    4

    Kabupaten Barito Utara

    Perkara No. 28/PHPU.BUP-XXIII/2025

    5

    Kabupaten Tasikmalaya

    Perkara No. 132/PHPU.BUP-XXIII/2025

    6

    Kabupaten Magetan

    Perkara No. 30/PHPU.BUP-XXIII/2025

    7

    Kabupaten Buru

    Perkara No. 174/PHPU.BUP-XXIII/2025

    8

    Provinsi Papua

    Perkara No. 304/PHPU.GUB-XXIII/2025

    9

    Kota Banjarbaru

    Perkara No. 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025

    10

    Kabupaten Empat Lawang

    Perkara No. 24/PHPU.BUP-XXIII/2025

    11

    Kabupaten Bangka Barat

    Perkara No. 99/PHPU.BUP-XXIII/2025

    12

    Kabupaten Serang

    Perkara No. 70/PHPU.BUP-XXIII/2025

    13

    Kabupaten Pesawaran

    Perkara No. 20/PHPU.BUP-XXIII/2025

    14

    Kabupaten Kutai Kartanegara

    Perkara No. 195/PHPU.BUP-XXIII/2025

    15

    Kota Sabang

    Perkara No. 47/PHPU.WAKO-XXIII/2025

    16

    Kabupaten Kepulauan Talaud

    Perkara No. 51/PHPU.BUP-XXIII/2025

    17

    Kabupaten Banggai

    Perkara No. 171/PHPU.BUP-XXIII/2025

    18

    Kabupaten Gorontalo Utara

    Perkara No. 55/PHPU.BUP-XXIII/2025

    19

    Kabupaten Bungo

    Perkara No. 173/PHPU.BUP-XXIII/2025

    20

    Kabupaten Bengkulu Selatan

    Perkara No. 68/PHPU.BUP-XXIII/2025

    21

    Kota Palopo

    Perkara No. 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025

    22

    Kabupaten Parigi Moutong

    Perkara No. 75/PHPU.BUP-XXIII/2025

    23

    Kabupaten Siak

    Perkara No. 73/PHPU.BUP-XXIII/2025

    24

    Kabupaten Pulau Taliabu

    Perkara No. 267/PHPU.BUP-XXIII/2025

    Sumber: Putusan Mahkamah Konstitusi (diolah)

    Beban Berat Pemilihan Suara Ulang

    Komisi II DPR RI pun sempat memperkirakan biaya yang digelontorkan untukmenggelar pemungutan suara ulang di sejumlah daerah bakal membebani APBN dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi atas Perselisihan Hasil Pemilihan UmumKepala Daerah 2024 lantaran bisa mencapai hampir Rp1 triliun.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menjabarkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mengulang pemungutan suara di 24 titik bisa mencapai Rp900 miliar sampai Rp1 triliun. 

    Bagaimana tidak, jumlah biaya tersebut berasal dari kebutuhan anggaran yang disampaikan lembaga penyelenggara pemilu untuk menggelar pemungutan suaraulang (PSU) hingga anggaran aparat keamanan untuk menjalankan fungsipengamanan.

    “KPU menyampaikan [butuh anggaran] kurang lebih Rp486 miliar sekian, Bawaslukurang lebih sekitar Rp215 miliar, tambah kalau ada pilkada ulangnya kurang lebihRp250 miliar. Belum TNI dan Polri jika harus melakukan fungsi pengamanan,” tandasnya.

    Menurut penelusuran Bisnis, beban sejumlah wilayah jika harus mengulang pemungutan suara memang cukup besar.

    Misalnya, untuk Provinsi Papua, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengajukan anggaran sebesar Rp367 miliar untuk pelaksanaan PSU PemilihanGubernur dan Wakil Gubernur. Lalu, Pilkada Serentak 2024 di Serang, Jawa Barat yang menelananggaran Rp28 miliar lebih.

    Anggaran Pilkada dari Masa ke Masa 

    Tahun

     Jumlah Daerah 

     Anggaran 

    Rincian Penggunaan Anggaran

    2015

    269

    Rp 7,1 Triliun

    Pembiayaan pemungutan suara, logistik, honorarium petugas, dan pengamanan.

    2017

    101

    Rp 7,9 Triliun

    Peningkatan pengawasan, distribusi logistik, dan pengamanan Pilkada.

    2018

    171

    Rp 9,1 Triliun

    Pembiayaan logistik, honorarium petugas, serta pengawasan yang lebih ketat.

    2020

    270

    Rp 15,4 Triliun

    Pembiayaan Pilkada serentak (Juli–Desember), penanganan pandemi Covid-19, dan vaksinasi.

    2024

    514

    Rp 37,43 Triliun

    Penggunaan anggaran termasuk logistik, honorarium, dan fasilitas untuk pilkada lebih besar.

    Sumber: KPU, Kemendagri, dan berbagai sumber diolah

     

  • Komisi II DPR Setujui Efisiensi PSU Tanpa Kurangi Aspek Substansial

    Komisi II DPR Setujui Efisiensi PSU Tanpa Kurangi Aspek Substansial

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi II DPR sepakat dengan pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya yang meminta pemerintah daerah untuk tidak boros dalam melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 kota dan kabupaten. 

    Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda sependapat dengan hal tersebut. Dia memandang agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk PSU dapat dihemat seefisien mungkin.

    “Tentu dengan catatan bahwa hal-hal substansial terkait penyelenggaraan PSU tidak boleh mengurangi bobot kualitas dari PSU itu sendiri,” tuturnya dalam keterangan resmi yang dikutip Rabu (5/3/2025).

    Menurut Legislator dari fraksi Nasdem tersebut, ada beberapa unit beban yang bisa dikurangi. Misalnya biaya hibah keamanan TNI dan Polri. Kemudian, mengimbau kepada KPU dan Bawaslu untuk merasionalisasikan honorarium petugas ad hoc, baik yang berada di bawah KPU, PPK, Bawaslu, pengawas desa, pengawas TPS.

    Sementara itu, lanjut dia, hal-hal substansial seperti pencetakan suara, pengadaan tempat pemungutan suara (TPS) dan rekapitulasi suara harus diberikan support anggaran.

    “Hal itu semata agar penyelenggaraan PSU tidak cacat prosedur, sehingga ada kemungkinan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) kembali,” tegasnya.

    Sebelumnya, Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa selain memastikan kesiapan APBD untuk PSU, Kemendagri akan memeriksa komposisi penganggaran agar lebih efisien. 

    “Jangan sampai ada anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan yang sebetulnya tidak perlu, seperti sosialisasi dan lain-lain,” tambahnya.   

    Menurutnya, ada dua hal utama yang menjadi perhatian. Pertama, memastikan apakah APBD mampu membiayai PSU. Kedua, memastikan penganggaran dilakukan dalam versi minimal.

  • 4 Pihak Termasuk Mendagri Tito Dilaporkan ke KPK, Koalisi Sipil Jelaskan Asal Dugaan Korupsi Retret – Halaman all

    4 Pihak Termasuk Mendagri Tito Dilaporkan ke KPK, Koalisi Sipil Jelaskan Asal Dugaan Korupsi Retret – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengajukan laporan resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 28 Februari 2025.

    Laporan ini, terkait dugaan praktik korupsi dalam penyelenggaraan retret kepala daerah yang berlangsung di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah. 

    Laporan mencakup dugaan penyalahgunaan anggaran sebesar Rp11 miliar hingga Rp13 miliar dan diduga melibatkan empat pihak besar. 

    Keempatnya, yaitu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, politisi, serta direksi dan komisaris PT Lembah Tidar Indonesia (PT LTI) dan PT Jababeka.

    Koalisi yang terdiri dari Themis Indonesia, PBHI, KontraS, dan ICW ini, menilai bahwa kegiatan retret diduga melanggar ketentuan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Penjelasan Koalisi Sipil

    Terkini, peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Annisa Azzahra, mengungkapkan bahwa laporan ini didasarkan atas tiga poin utama yang bukti-buktinya sudah dikumpulkan.

    “Pertama itu terkait dengan penggunaan APBN yang kami pertanyakan juga transparansinya. Yang kedua, indikasi terkait dengan pengadaan barang jasanya yang ternyata tidak transparan,” ucap Annisa dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (4/3/2025).

    Kemudian, yang ketiga ialah terkait konflik kepentingan.

    Annisa menyinggung perihal surat edaran awal dari Kemendagri mengenai kepala daerah wajib untuk membayar biaya retret menggunakan APBD yang kemudian direvisi pada 13 Februari 2025.

    Revisi itu menyatakan pembiayaan retret akan ditanggung seluruhnya oleh APBN.

    Namun, jelas Annisa, revisi ini tak menghapus fakta bahwa para kepala daerah sudah terlebih dahulu diminta untuk mentransfer dana ke PT LTI.

    “Kami juga melampirkan bukti itu di dalam laporan kami, ada sekitar Rp11 miliar yang sudah ditransfer dan juga diterima melalui rekening PT LTI oleh 503 kepala daerah,” papar Annisa.

    Menurut Annisa, pihaknya juga menghitung bahwa dari APBN seharusnya mengalokasikan dana sebesar Rp10 miliar untuk 1.092 peserta retret, tetapi yang ikut hanya 503 kepala daerah.

    “Yang mana seharusnya biayanya hanya sekitar 4,76 miliar, tapi total dana yang sudah dikumpulkan oleh PT LTI dari APBD itu mencapai 11 miliar sehingga ada selisih 6,29 miliar yang tidak tahu ini dana APBD yang dialihkan ini digunakan untuk apa, tidak ada transparansi di sana,” terang Annisa.

    Lebih lanjut, Annisa berujar, di dalam sistem informasi rencana umum pengadaan Kemendagri, tidak ada proses pengadaan yang sah untuk penyelenggaraan retret.

    Laporan Koalisi Sipil

    Sebelumnya, mewakili koalisi, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan pelaksanaan retret diduga melanggar ketentuan dan aturan perundang-undangan.

    Sejumlah kejanggalan ditemukan dalam penyelenggaran retret kepala daerah, seperti penunjukan PT LTI sebagai perusahaan yang mempersiapkan retret.

    Koalisi Masyarakat Sipil mensinyalir PT LTI berada dalam lingkaran kekuasaan.

    “Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan dan proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standar-standar tentu pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya harus dilakukan secara terbuka,” ucap Feri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).

    Menurutnya, proses penunjukkan PT LTI mestinya dilakukan secara terbuka dan transparan.

    Namun, prinsip tersebut, tidak terealisasikan dalam pelaksanaan program yang dinilai memakan anggaran cukup besar itu.

    “Kita merasa janggal, misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru, dan dia mengorganisir program yang sangat besar se-Indonesia.”

    “Padahal, dalam proses pengadaan barang dan jasa ada prinsip kehati-hatian,” sambungnya.

    Kejanggalan Sumber Anggaran dan Dugaan Keterlibatan PT Jababeka

    Kecurigaan bermula setelah tersebarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 200.5/628/SJ tentang Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 yang menyatakan, akan diselenggarakan orientasi kepemimpinan pada 21 hingga 28 Februari 2025 dan menyebutkan bahwa pembiayaan ditransfer melalui PT LTI.

    Setelah hal itu ramai di media sosial, selanjutnya muncul Surat Edaran Nomor 200.5/692/SJ perihal Pembiayaan Kegiatan Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 yang menyatakan seluruh kegiatan dibebankan pada APBN berdasarkan DIPA Kemendagri.

    Annisa Azzahra menyoroti celah anggaran yang mencuat dalam laporan ke KPK.

    Ia menegaskan, biaya keikutsertaan kepala daerah dalam retret ini diduga dibebankan kepada APBD, yang bertentangan dengan ketentuan yang mengharuskan dana sepenuhnya berasal dari APBN.

    “Di situ kami menemukan ada celah anggaran yang sangat besar, yaitu ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dengan pelaksanaan di lapangan. Jumlahnya sangat besar sekitar Rp6 miliar itu ternyata di-cover oleh APBD,” kata Annisa dalam kesempatan sama, Jumat.

    Menurutnya, hal tersebut, sejatinya tidak diperbolehkan lantaran dianggap sebagai pengalihan dana secara tidak sah. 

    Padahal, lanjutnya, pelaksanaan retret kepala daerah tersebut mesti ditanggung oleh APBN.

    “Harusnya, kegiatan orientasi dan retret ini dibiayai secara penuh oleh APBN. Ternyata, keadaannya itu tidak terjadi,” sebutnya.

    Annisa juga menyampaikan perihal PT LTI yang dipercayakan mengelola program retret kepala daerah diduga terlibat dalam konflik kepentingan, karena jajaran petingginya terdiri dari kader Partai Gerindra. 

    Ketiadaan proses pemilihan tender yang jelas semakin memperkuat dugaan tersebut. Annisa menekankan bahwa penunjukan yang tidak transparan melanggar aturan pengadaan barang dan jasa. 

    Ia juga menyesalkan bahwa pelaksanaan retret kepala daerah terkesan membuang-buang anggaran, yang bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, dan berpotensi membuka celah untuk praktik korupsi yang menguntungkan pihak tertentu.  

    Selain itu, kejanggalan lainnya adalah keterlibatan PT Jababeka yang juga diduga ikut berperan dalam proses penyelenggaraan retret ini, meskipun peran mereka belum sepenuhnya jelas.

    (Tribunnews.com/Deni/Taufik/Abdul)