Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Magetan Krisis Camat! 7 Kecamatan Tanpa Pemimpin, Ini Penjelasan Pemkab

    Magetan Krisis Camat! 7 Kecamatan Tanpa Pemimpin, Ini Penjelasan Pemkab

    Magetan (beritajatim.com) – Sebanyak tujuh jabatan camat di Kabupaten Magetan hingga kini masih kosong akibat sejumlah pejabat sebelumnya telah memasuki masa purna tugas. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Magetan, Setiya Widayaka, menyampaikan bahwa kekosongan ini terjadi di Kecamatan Kartoharjo, Sidorejo, Takeran, Parang, Poncol, Karas, dan Maospati.

    “Kemudian, Per 1 Juni 2025 ini Kecamatan Magetan juga tidak ada pejabat camat definitif. Akan ditunjuk Pelaksana tugas (Plt) untuk menjalankan tugas camat meski ada kewenangan yang terbatas,” kata Setiya.

    Ia menambahkan, kekosongan jabatan tidak hanya terjadi di tingkat kecamatan. Sejumlah jabatan lain di organisasi perangkat daerah (OPD) Kabupaten Magetan juga mengalami hal serupa.

    “Untuk camat atau eselon III yang lain tidak perlu dilakukan asesmen untuk jabatan ya. Sehingga bisa langsung dilakukan penunjukan dan kemudian dilantik,” kata Setiya.

    Meskipun demikian, proses pelantikan camat masih harus menunggu pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih. “Tentu masih menunggu pelantikan. Kemudian, nanti jika memang mendesak karena dinilai urgent dalam menjalankan pemerintahan, maka harus meminta izin Kemendagri untuk melakukan pelantikan,” terangnya.

    Menurut Setiya, saat ini telah ditunjuk Pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan jabatan camat. Para Plt tersebut merupakan pegawai negeri sipil dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Magetan. “Untuk pelantikan pejabat definitif masih belum jelas waktunya karena menunggu keputusan dari Bupati-Wabup terpilih yang saat ini juga menunggu pelantikan,” pungkasnya. [fiq/kun]

  • Eri Cahyadi Resmi Pimpin APEKSI 2025–2030, Dorong Inovasi dan Integrasi Satu Data Nasional

    Eri Cahyadi Resmi Pimpin APEKSI 2025–2030, Dorong Inovasi dan Integrasi Satu Data Nasional

    Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama AsosiasiPemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sukses menggelarpelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) VII APEKSI 2025. Dari hasil Sidang Pleno IV Munas VII APEKSI telah ditetap, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi terpilih kembali sebagai KetuaDewan Pengurus APEKSI periode 2025-2030.

    Tidak hanya itu, hasil Sidang Pleno IV kemarin juga ditetapkan, Kota Medan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Rapat KerjaNasional (Rakernas) XVIII APEKSI tahun 2026. SedangkanKota Singkawang dijadwalkan menjadi tuan rumahpenyelenggaraan HUT ke-25 APEKSI. Penetapan tersebutdisaksikan secara langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (KemendagriRI), Komjen Pol Tomsi Tohir Balaw, pada Jumat, (9/5/2025).

    Setelah terpilih kembali sebagai Ketua Dewan PengurusAPEKSI periode 2025-2030, Wali Kota Eri Cahyadimembeberkan beberapa target yang akan dilakukannya bersamajajaran APEKSI dalam lima tahun ke depan. Targetnya adalah, Wali Kota Eri ingin, menjadikan APEKSI sebagai wadah untukberinovasi bagi 98 kota yang tergabung di dalamnya. Selain itu, ia juga ingin, kota-kota yang tergabung di APEKSI menyelaraskan program-program yang dijalankan olehpemerintah pusat.

    Dalam Sidang Pleno IV Munas VII APEKSI kemarin, Wali Kota Eri menyinggung soal sistem satu data, pertumbuhan ekonomi, masalah pengentasan stunting, hingga kemiskinan. Wali Kota Eri ingin, kota yang tergabung di dalam APEKSI, harusmemiliki sistem satu data terintegrasi dengan pemerintah pusat, tujuannya agar permasalahan ekonomi, stunting hinggakemiskinan di kota seluruh Indonesia bisa cepat teratasi.

    “Saya sampaikan bagaimana wali kota ini tidak bisamenindaklanjuti ketika angka kemiskinan tiba-tiba naik di wilayah kami, atau pertumbuhan ekonomi turun di wilayahkami. Hal itu dikarenakan apa? Hasil dari survei yang dilakukanby name by address itu tidak sampai kepada tangan wali kota, sehingga kita tidak bisa membantu presiden untuk menaikkanpertumbuhan ekonomi, menurunkan stunting, karena kami tidakmendapatkan data, siapa yang seharusnya kita beri intervensi,” kata Wali Kota Eri, Minggu (11/5/2025).

    Oleh sebab itu, Ketua Dewan Pengurus APEKSI Eri Cahyadiingin, kota-kota di Indonesia menyelaraskan visi misi yang samadengan program yang dijalankan oleh Presiden RI PrabowoSubianto. Karena itu, ia menyebutkan, ketika sebuah kotamemiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka harus selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dimiliki pemerintahpusat.

    Ketua Dewan Pengurus APEKSI itu berharap, ketika data by name, by address itu selaras dengan data yang dimiliki olehpemerintah pusat, maka permasalahan ekonomi, stunting, hinggakemiskinan bisa cepat teratasi ke depannya. Menurutnya, hal itujuga selaras dengan tema Munas VII APEKSI tahun ini, yakni“Dari APEKSI untuk Negeri”.

    “Bahwa kami sudah sepakat, tidak ada kota yang lebih maju, dan tidak ada kota yang tertinggal di antara kita. Jika ada kotayang lebih maju, dan ada kota yang tertinggal maka di situ adalah kegagalan APEKSi, sehingga kami akan memberikanmasing-masing kelebihan yang ada di kota kami dan disatukanagar bisa digunakan di kota-kota lainnya,” harapnya.

    Target Ketua Dewan Pengurus APEKSi Eri Cahyadi yang dibeberkan dalam Sidang Pleno IV Munas VII APEKSI kemarindirespon secara langsung oleh Sekjen Kemendagri Komjen Pol Tomsi Tohir Balaw. Sebelum menghadiri penutupan Munas VII APEKSI, ia sempat membahas soal sistem satu data bersamaKepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia AdininggarWidyasanti.

    Sekjen Kemendagri Komjen Pol Tomsi Tohir mengatakan, telahmeminta kepada jajaran BPS untuk segera melakukan pendataanwarga miskin dan pertumbuhan di seluruh daerah di Indonesia. Setelah dilakukan pendataan, kemudian akan diberikan kepadamasing-masing daerah untuk dilakukan intervensi.

    “Saya sampaikan, agar BPS mengadakan rapat membuattemplate terkait pertumbuhan ekonomi dan stunting dankemiskinan. Nah, nanti kita undang teman-teman kepala daerah, mana saja sih titik-titik warga miskin, stunting, dan indikatorekonominya mana saja, sehingga agar kita tahu yang kitakerjakan ini akan membawa dampak dan hasil, karena sekarangkita meraba-raba,” kata Tomsi.

    Di kesempatan ini, Tomsi juga mengingatkan kepada para walikota yang hadir agar berhati-hati dalam pelaksanaan anggaran. Tomsi ingin, jajaran wali kota untuk melakukan mengiringikegiatan seremonial di wilayahnya masing-masing, tujuannyaagar anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat bisa tepatsasaran ke depannya.

    Setelah pelaksanaan Munas VII APEKSI 2025 ini, Tomsimenyebutkan, Kemendagri akan terus mendukung penuh KetuaAPEKSI Eri Cahyadi serta para anggotanya untuk bisamembawa perubahan besar bagi negeri ini. Maka dari itu, iaberharap ke depannya tidak ada lagi kota yang tertinggal danpaling maju di Indonesia.

    Oleh sebab itu, ia juga ingin, APEKSI bisa menjadi wadah bagikota-kota di Indonesia untuk berinovasi. Jika ada satu kota yang memiliki sebuah inovasi atau program, ia meminta program inovasi yang diterapkan bisa ditiru oleh kota-kota lainnya. “Menjiplak itu kan lebih gampang, walaupun menjiplak itu tidakmudah, tapi akan lebih cepat (menerapkan inovasinya),” katanya.

    Ia berharap, kepemimpinan Eri Cahyadi sebagai Ketua Dewan Pengurus APEKSI bisa membawa perubahan bagi kota-kotalain, khususnya bagi Indonesia ke depannya. “Mudah-mudahantugas mulia ini dapat terlaksana sebaik-baiknya,” pungkasnya.

    Diketahui, Wali Kota Surabaya sekaligus Ketua Dewan Pengurus APEKSI Eri Cahyadi telah berhasil mendukungsejumlah program yang menjadi atensi pemerintah pusat. Diantaranya, yaitu Kota Surabaya berhasil menurunkan angkastunting secara signifikan menjadi terendah se-Indonesia.

    Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, yang awalnya berada di level 4,8 persen, kini prevalensi stunting Kota Surabaya berada di level 1,6 persen terendah di Indonesia. Upaya penurunan stunting terus dilakukan oleh Eri Cahyadihingga mencapai target Surabaya Zero Growth Stunting kedepannya.

    Selain stunting, Eri Cahyadi juga berhasil menurunkan angkapengangguran yang semula berada di level 9,79 persen di tahun2020, kini menjadi 4,96 persen di tahun 2024. Hal inimenunjukkan, bahwa Eri Cahyadi berkomitmen mendoronginovasi dan integrasi satu data agar angka penurunan stunting dan kemiskinan di kota-kota besar dapat teratasi bersamamelalui forum APEKSI ke depannya. (ADV)

  • Warga Jrengik Sampang Tetap Tuntut Pilkades Digelar 2025 Meski Ada SE Penundaan

    Warga Jrengik Sampang Tetap Tuntut Pilkades Digelar 2025 Meski Ada SE Penundaan

    Sampang (beritajatim.com) – Meskipun ada Surat Edaran (SE) dari Kemendagri dan Gubernur Jawa Timur yang menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak, warga Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang, tetap menuntut agar Pilkades digelar pada tahun 2025.

    Aliansi Masyarakat Jrengik menggelar unjuk rasa dengan tuntutan tegas agar Pilkades tetap dilaksanakan sesuai jadwal awal. Mereka menilai penundaan yang diatur dalam SE tidak mempengaruhi aspirasi warga untuk segera memilih kepala desa baru.

    Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang, Sudarmanto, menjelaskan bahwa pelaksanaan Pilkades serentak akan menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana Undang-undang Nomor 3 Tahun 2024. Ia menegaskan, “Sampang sudah berkomitmen menggelar Pilkades serentak di 180 desa, sesuai aturan yang ada, bukan 143 desa,” ujar Sudarmanto, Kamis (15/5/2025).

    Surat Edaran Kemendagri menyatakan bahwa pelaksanaan Pilkades serentak maupun Pemilihan Antar Waktu (PAW) harus menunggu diterbitkannya Peraturan Pelaksanaan Undang-undang tersebut. SE tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan surat dari Gubernur Jawa Timur.

    Selain Jrengik, ratusan warga Kecamatan Banyuates juga melakukan aksi turun jalan menuntut Pilkades digelar tahun ini. Dalam aksi tersebut, warga sempat membakar ban bekas dan mengganggu arus lalu lintas di jalur pantura Madura.

    Sudarmanto menambahkan bahwa Kabupaten Sampang telah melaksanakan Pilkades bergilir sebanyak tiga kali sejak 2015, 2017, dan 2019. Namun pihaknya menegaskan kembali komitmen pelaksanaan Pilkades secara serentak sesuai aturan yang berlaku.

    “Waktu pelaksanaan Pilkades di Sampang belum dapat dipastikan karena menunggu regulasi, dan kondisi ini juga terjadi di daerah lain,” pungkasnya. [sar/beq]

  • Wali Kota Blitar Tak Sabar Lakukan Mutasi Pejabat, Ini Alasannya

    Wali Kota Blitar Tak Sabar Lakukan Mutasi Pejabat, Ini Alasannya

    Blitar (beritajatim.com) – Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, mengaku tak sabar melakukan mutasi jabatan di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar. Pria yang akrab disapa Mas Ibin itu sebenarnya ingin segera melakukan mutasi jabatan agar roda pemerintahannya bisa segera berjalan lebih cepat.

    Bagi Mas Ibin, mutasi dan rotasi jabatan adalah hal yang lumrah. Dengan adanya mutasi maka Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar akan lebih segar, sehingga roda pemerintahan bisa berjalan lebih cepat.

    “Pejabat itu kalau sudah lama di posisi itu bosan dan perlu suasana baru,”kata Mas Ibin, Kamis (15/5/2025).

    Menurut Mas Ibin, jika tidak ada rotasi dan mutasi maka pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar bisa bosan. Sehingga menurut Mantan Wasekjen GP PP Anshor tersebut, memang diperlukan rotasi jabatan agar para pejabat tidak bisa dan bisa menemukan suasana serta tantangan suasana baru.

    “Ya agar roda pemerintahan bisa segera lari dengan cepat,” tegasnya.

    Meski ingin segera melakukan mutasi jabatan, namun Mas Ibin masih belum mau membocorkan apakah dirinya sudah mengajukan mutasi jabatan ke Kementerian Dalam Negeri atau belum. Dirinya juga enggan membocorkan siapa-siapa saja yang bakal dimutasi nantinya.

    “Ya rahasia ya, tapi saya sebenarnya juga ingin segera,” tandasnya. [owi/beq]

  • Bupati Bondowoso Tak Anggap Efisiensi Masalah: Justru Itu Tantangan

    Bupati Bondowoso Tak Anggap Efisiensi Masalah: Justru Itu Tantangan

    Bondowoso (beritajatim.com) – Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran nasional tidak dianggap sebagai hambatan, melainkan tantangan yang harus dijawab dengan kreativitas dan strategi baru dalam menjalankan pemerintahan.

    “Efisiensi itu bisa saja besok selesai. Bisa saja tahun depan selesai. Dan kita pada prinsipnya tidak menganggap efisiensi itu masalah, justru tantangan bagi kita untuk lebih kreatif,” ujar Ra Hamid, sapaan akrabnya, Rabu (14/5/2025).

    Ia menilai efisiensi yang saat ini berlangsung merupakan bentuk refocusing, yakni upaya pemerintah pusat dalam memusatkan anggaran ke sektor prioritas yang perlu direspons daerah dengan penyesuaian visi dan misi. “Efisiensi itu bukan tidak ada, tapi refocusing. Jadi upaya memfokuskan pemerintahan yang dimulai dari pusat dan menyesuaikan dengan visi misi dan perkembangan yang ada,” ucapnya.

    Ra Hamid juga menekankan bahwa pihaknya tidak melihat kondisi ini sebagai hambatan besar. Bahkan, menurutnya, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang menjadi dasar efisiensi nasional bisa menjadi pemacu inovasi daerah.

    “Tapi kita tidak menganggap itu sebagai masalah. Justru kita menganggap itu sebagai tantangan dan peluang,” tegasnya.

    Sebelumnya, Ketua DPRD Bondowoso Ahmad Dhafir menjelaskan bahwa struktur APBD 2025 merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya, yakni masa Penjabat (Pj) Bupati Bambang Soekwanto. Perencanaan dimulai sejak Maret 2024 dan disahkan pada November 2024 di masa Pj Bupati Muhammad Hadi Wawan Guntoro.

    “Yang harus dipahami, APBD 2025 ini bukan hasil perencanaan bupati sekarang, tapi warisan dari masa Pj sebelumnya,” ujar Dhafir, Kamis (17/4/2025).

    Ia menambahkan, Bondowoso turut terdampak kebijakan efisiensi nasional seperti SE Mendagri, KMP, dan Inpres, yang menyebabkan Rp65 miliar Dana Alokasi Umum (DAU) earmark ditarik oleh pemerintah pusat.

    Tak hanya itu, daerah juga terkena sanksi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) akibat kegagalan realisasi proyek infrastruktur tematik pariwisata tahun 2022 dan 2023, seperti pembangunan jalan Gardu Atak menuju Ijen yang tertahan karena persoalan izin dari Perhutani.

    Masalah kian rumit akibat salah perhitungan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa). Pemerintah sebelumnya memperkirakan Silpa mencapai Rp140 miliar, namun realisasi hanya Rp64 miliar, dan yang benar-benar bisa dimanfaatkan hanya Rp3 miliar.

    “Akibatnya, program infrastruktur senilai Rp76 miliar terancam tidak bisa dilaksanakan,” terang legislator dari PKB tersebut.

    Meski demikian, Pemkab dan DPRD tetap berkomitmen mencari solusi terbaik melalui rapat-rapat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran DPRD, guna menyusun skema pergeseran anggaran yang lebih realistis. [awi/beq]

  • SK Pelantikan Bupati-Wabup Magetan Ditunggu, Kemungkinan Terbit Minggu Ini

    SK Pelantikan Bupati-Wabup Magetan Ditunggu, Kemungkinan Terbit Minggu Ini

    Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Magetan tengah menanti terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih.

    Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setdakab Magetan, Setiya Widayaka, menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya masih menunggu kepastian dari Kementerian Dalam Negeri.

    “Ada isu bahwa SK akan turun pada tanggal 15 Mei 2025, namun kami belum bisa memastikan hal tersebut karena masih menunggu kejelasan dari Kemendagri,” jelas Setiya. Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan informasi terakhir, SK tersebut sudah berada di meja Kepala Biro Hukum Kemendagri dan kemungkinan besar akan turun dalam minggu ini.

    Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati akan dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015, yang merupakan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati-Wakil Bupati dan Walikota-Wakil Walikota menjadi Undang-Undang.

    Dalam pasal 164 ayat (1) disebutkan bahwa pelantikan Bupati dan Wakil Bupati dilaksanakan oleh Gubernur di ibu kota provinsi yang bersangkutan.

    Ketentuan ini juga dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, serta Walikota-Wakil Wali Kota. Dalam pasal 4 ayat (1) dan pasal 6 ayat (1), ditegaskan bahwa pelantikan dilakukan oleh Gubernur dan dilaksanakan di ibu kota provinsi.

    Setiya menegaskan, untuk kali ini tidak harus menunggu proses yang sama di daerah lain, sehingga dapat dilaksanakan secara mandiri.

    “Tidak menunggu daerah lain. Meski ada yang bersamaan dalam tahapan PSU, tapi Magetan tidak harus bersamaan dengan daerah lain,” katanya.

    Selain pelantikan kepala daerah, juga akan dilakukan pelantikan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten, Ketua Posyandu, dan Ketua Dekranasda Kabupaten, yang dijabat oleh istri Wakil Bupati.

    Setelah pelantikan, kepala daerah baru diwajibkan untuk segera menyusun dan menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Penyusunan RPJMD dimulai segera setelah pelantikan guna menetapkan arah pembangunan daerah selama masa jabatan.

    Dalam rangkaian kegiatan pelantikan ini, akan dilaksanakan rapat paripurna DPRD Kabupaten Magetan yang membahas serah terima jabatan (sertijab) dari Penjabat (Pj) Bupati kepada Bupati definitif. Acara ini maksimal harus dilaksanakan 12 hari setelah pelantikan. Sertijab tersebut sekaligus menjadi momen penyampaian visi dan misi kepala daerah yang baru kepada publik dan pemangku kepentingan daerah. [fiq/ted]

  • DPR dan Kemendagri siapkan badan regulator BUMD

    DPR dan Kemendagri siapkan badan regulator BUMD

    Saat ini Komisi II DPR RI dan Pemerintah sedang menyiapkan kajian berupa naskah akademik tentang keberadaan Badan Regulator BUMD.

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mengatakan bahwa saat ini DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menggodok rencana pembentukan Badan Regulator BUMD yang dapat menambah kontribusi pendapatan asli daerah (PAD).

    “Saat ini Komisi II DPR RI dan Pemerintah sedang menyiapkan kajian berupa naskah akademik tentang keberadaan Badan Regulator BUMD. Output-nya bisa saja perubahan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan pembentukan permendagri sebagai dasar tata kelola BUMD,” kata Khozin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Anggota DPR RI dari Dapil Jatim IV ini mengemukakan bahwa badan baru yang khusus mengurus BUMD di Indonesia akan berada di bawah struktur Kemendagri dengan jabatan setara eselon I dengan fokus untuk membereskan tata kelola BUMD di Indonesia.

    Menurut data BPS pada tahun 2023, terdapat 1.073 BUMD dengan total aset sekitar Rp1.459 triliun, total penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp230 triliun atau hanya di kisaran 3—5 persen kontribusi terhadap PAD.

    “Disparitasnya cukup tinggi,” kata Khozin.

    Wakil rakyat ini menyebutkan pemicu BUMD merugi cukup beragam, di antaranya soal tumpang tindih regulasi, persoalan aturan hukum yang berlaku, BUMD tidak operasional, akuntabilitas minim, serta intervensi politik.

    “Bisa dibayangkan, ada sekitar 100 BUMD yang tidak beroperasi atau merugi, tetapi tidak ada mekanisme secara formal tentang bagaimana membubarkan BUMD,” ujarnya.

    Secara teoritis akademik, kata dia, harus diterapkan prinsip good corporate governance (GCG) yang menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness.

    “BUMN dibina Kementerian BUMN, BUMD tidak memiliki satu lembaga pembina tunggal di tingkat pusat. Adanya disparitas kapasitas SDM antardaerah, rendahnya inovasi, ketiadaan evaluasi, dan laporan yang terstandardisasi,” katanya.

    Dengan pembentukan badan baru melalui ketersediaan regulasi BUMD, Khozin berharap dapat berkontribusi dalam pembangunan dengan meningkatkan kontribusi BUMD bagi PAD di daerah.

    “Upaya ini dapat menjawab persoalan defisit APBD di daerah-daerah,” harap wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi pemerintah dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur ini.

    Saat ini Komisi II DPR RI dan Kemendagri tengah membahas naskah akademik mengenai Badan Regulator BUMD dengan kajian filosofis, yuridis, dan sosiologis sebagai dasar penataan BUMD di daerah.

    Selain itu, Komisi II mengundang sejumlah kepala daerah untuk menyampaikan kinerja BUMD sekaligus menggelar kunjungan spesifik di sejumlah daerah untuk mengetahui secara riil kinerja BUMD di daerah-daerah.

    Saat ini Kementerian Dalam Negeri berkoordinasi dengan KemenPAN RB terkait dengan penyiapan struktur, organisasi, dan tata kelola (SOTK) baru.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Legislator DPR RI dari Jember Beberkan Kelemahan Pemilu

    Legislator DPR RI dari Jember Beberkan Kelemahan Pemilu

    Jember (beritajatim.com) – Muhammad Khozin, legislator DPR RI dari Daerah Pemilihan Jember dan Lumajang, Jawa Timur, membeberkan sejumlah kelemahan dalam penyelenggaraan pemilu yang membutuhkan pembenahan.

    Salah satu kelemahan yang menjadi isu adalah soal batasan dan definisi politik uang. “Secara normatif, money politics itu ada batasan nominal. Kalau enggak salah Rp 50 ribu, dilaksanakan pada saat masa kampanye,” kata Khozin, dalam sosialisasi dan pendidikan pemilu berkelanjutan tahun 2025 yang digelar Komisi Pemilihan Umum, di Hotel Aston, Jember, Minggu (11/5/2025).

    “Nah, ketika kita melaksanakan pemberian uang tidak pada masa kampanye, maka itu tidak masuk politik uang. Atau kita memberikan tidak dalam bentuk uang, dalam bentuk voucher, secara makna itu tidak termasuk politik uang. Tapi secara substantif sebetulnya itu kan akal-akalan,” kata Khozin.

    Hal seperti itu, menurut Khozin, harus diperbaiki melalui perubahan aturan dengan substansi. Praktk politik uang bukan hanya dalam bentuk uang tunai.

    “Dalam bentuk apapun senyampang itu pemberian, baik uang, kupon, barang, kerudung, baju, segala macam yang bertujuan mendapatkan feedback suara, itu termasuk money politics,” kata politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa ini.

    Isu politik uang menjadi pekerjaan rumah bersama pemerintah, partai politik, parlemen, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat sendiri. Khozin mengaku pernah berdiskusi dengan anggota DPR RI yang hanya menemui konstituen di daerah pemilihan lima tahun sekali, jelang pemilu.

    Alasan yang disodorkan sang anggota Dewan mengejutkan Khozin,. “Pemilu berapa tahun sekali? Lima tahun. Ya sudah turunnya lima tahun sekali. Tidak ada balas budi, karena mereka pilih saya setelah saya kasih uang,” kata sang anggota Dewan ditirukan kembali oleh Khozin.

    Awalnya Khozin prihatin mendengar penjelasan sang anggota DPR RI itu. Hatinya berontak. “Kalau anggota DPR RI semua kayak begini kan, apa yang menjadi harapan masyarakat?” katanya.

    Kendati tidak bisa menerima dalih itu, Khozin bisa memahami setelah menemui perbedaan nasib antara anggota DPR RI yang tidak pernah menyapa konstituen namun membagikan uang dan barang jelang pemilu, dengan anggota DPR RI yang rajin mendatangi konstituen selama lima tahun duduk di Senayan.

    Anggota DPR RI yang jarang menemui konstituen justru terpilih. “Mereka punya pemikiran: saya kan sudah kasih uang, kamu kasih suara. Selesai. Ibarat di pasar, itu kan sudah jual beli. Dalam fikihnya itu sudah sama-sama rida,” kata Khozin.

    “Jadi ketika Anda (masyarakat) mendatangi si calon yang sudah terpilih ini, untuk meminta sesuatu, dia membatin: ‘kemarin kamu memilih saya, sudah saya kasih’. Itu realitas kita. Kalau selama fenomena itu masih tetap lestari, jangan harap wakil-wakil kita itu bisa mendengar dan punya empati yang tinggi kepada kita,” kata Khozin/

    Isu lainnya adalah soal perusakan terhadap alat peraga kampanye yang sulit dijerat hukum pidana, karena membutuhkan saksi dan bukti, terutama bukti otentik berupa video. Hal ini sulit dipenuhi oleh peserta pemilu.

    “Misalkan Bawaslu menindak laporan dengan saksi dan bukti yang tidak lengkap dan tidak jelas, malah dilaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Mereka cisa ditegur, bahkan bisa diberhentikan,” kata Khozin.

    Padahal, menurut Khozin, semua pemangku kepentingan, termasuk KPU dan Bawaslu, menginginkan pemilu yang jujur dan adil. “Tapi apalah daya, ketika aturan itu tidak cukup mengatur secara detail, maka mereka tidak bisa bergerak di luar aturan.,” katanya.

    Saat ini Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan DPR RI Komisi II sedang melakukan kajian bersama dan memitigasi persoalab-persoalan yang muncul pada saat pemilu.

    “Jadi apa sih masalah kita ini sekarang? Apakah sistemnya? Apakah sumber daya manusianya? Apakah pola evaluasinya? Apakah penganggarannya?” kata Khozin. Di sinilah revisi undang-undang kepemiluan diperlukan.

    Khozin menyadari revisi undang-undang tidak akan menjamin pelaksanaan pemilu yang lebih baik dan demokratis.

    “Satu-satunya yang pasti dalam politik adalah ketidakpastian. Ini urusan muamalah (kemasyarakatan). Bukan urusan masalah akidah, bukan masalah keyakinan. Yang selalu pasti dengan keyakinan itu adalah keimanan. Kalau ini kan bukan keimanan tapi rasionalitas,” katanya.

    “Undang-undang tidak sama dengan keyakinan kita melihat Alqur’an, Undang-undang itu harus selalu relevan dengan tantangan dan kondisi zaman terbaru. Oleh sebab itu undang-undang dasar saja ada yang namanya amandemen, undang-undang ada yang namanya revisi,” kata Khozin.

    Semua perubahan itu, kata Khozin, merupakan bagian untuk membuat aturan perundang-undangan lebih relevan. “Tidak statis, tapi dinamis. Kita semua tidak ada yang bisa menjamin. Tapi setidaknya dalam kajian akademik kita bisa melakukan analisis,” katanya. [wir]

  • Mendagri apresiasi Papua Tengah tertinggi realisasi pendapatan APBD

    Mendagri apresiasi Papua Tengah tertinggi realisasi pendapatan APBD

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian memberikan apresiasi kepada sejumlah pemerintah daerah atas capaian kinerja realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.

    Apresiasi termasuk ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Papua Tengah, karena menjadi provinsi dengan capaian tertinggi dalam realisasi pendapatan daerah, yakni sebesar 39,08 persen per 7 Mei 2025.

    Hal itu disampaikan Tito pada Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5), sebagaimana keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Sabtu.

    Dia menekankan pentingnya belanja pemerintah, termasuk di tingkat daerah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, belanja daerah berdampak langsung pada peningkatan jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga memperkuat daya beli dan menstimulasi pertumbuhan sektor swasta.

    “Saya melihat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat didukung sekali oleh konsumsi rumah tangga selain faktor-faktor lain, 50 persen lebih adalah konsumsi rumah tangga,” kata Tito.

    Selain Papua Tengah, sembilan daerah lainnya yang mencatat realisasi pendapatan APBD tertinggi antara lain Kalimantan Barat 35,92 persen, Jawa Barat 32,94 persen, Sumatera Utara 30,65 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 29,76 persen, Sulawesi Selatan 29,11 persen, Gorontalo 28,84 persen, Kalimantan Utara 28,76 persen, Kepulauan Bangka Belitung 27,64 persen, dan Bali 27,50 persen.

    Kemudian di tingkat kabupaten, yaitu Sumbawa Barat 46,96 persen, Tanah Laut 37,04 persen, Ciamis 36,34 persen, Barito Kuala 35,08 persen, Garut 34,70 persen, Ponorogo 34,48 persen, Melawi 34,17 persen, Puncak 33,89 persen, Malang 33,70 persen, dan Magetan 33,19 persen.

    Sementara di tingkat kota, yaitu Denpasar 34,52 persen, Baubau 33,95 persen, Banjarbaru 33,80 persen, Bukittinggi 33,33 persen, Batam 32,80 persen, Padang Panjang 32,67 persen, Banjar 32,53 persen, Tangerang Selatan 32,44 persen, Cimahi 30,95 persen, dan Payakumbuh 30,75 persen.

    Dalam kesempatan itu, dia juga memberikan catatan bagi pemerintah daerah yang realisasi pendapatannya masih tergolong rendah. Ia mengimbau seluruh kepala daerah agar segera mendorong percepatan pelaksanaan program dan kegiatan di daerah masing-masing.

    Adapun 10 provinsi dengan realisasi pendapatan terendah, yakni Papua Pegunungan 7,24 persen, Lampung 8,83 persen, Papua Barat Daya 9,25 persen, Bengkulu 9,85 persen, Papua 11,37 persen, Riau 12,34 persen, Jawa Tengah 12,72 persen, Aceh 13,30 persen, Papua Barat 15,96 persen, dan Sulawesi Barat 16,51 persen.

    Kemudian di tingkat kabupaten, yakni Batanghari 0,14 persen, Jayawijaya 0,35 persen, Lumajang 1,11 persen, Empat Lawang 2,38 persen, Mimika 3,14 persen, Semarang 3,81 persen, Cilacap 4,24 persen, Pakpak Bharat 4,31 persen, Aceh Tenggara 6,12 persen, dan Aceh Selatan 6,28 persen.

    Selanjutnya di tingkat kota, yaitu Tual 0,19 persen, Subulussalam 7,38 persen, Yogyakarta 9,37 persen, Pematangsiantar 10,54 persen, Sungai Penuh 13,49 persen, Samarinda 14,45 persen, Bontang 14,62 persen, Tebing Tinggi 14,82 persen, Lhokseumawe 14,88 persen, dan Cirebon 15,72 persen.

    Kemudian, 10 provinsi dengan realisasi belanja tertinggi, yakni Jawa Barat 21,91 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 21,73 persen, Sumatera Utara 20,64 persen, Banten 20,16 persen, Kepulauan Bangka Belitung 20,08 persen, Nusa Tenggara Barat 19,70 persen, Sulawesi Barat 18,84 persen, Gorontalo 18,45 persen, DKI Jakarta 18,00 persen, dan Sulawesi Selatan 17,65 persen.

    Lalu untuk kabupaten, yaitu Ciamis 33,42 persen, Pati 27,74 persen, Banyuwangi 27,06 persen, Sumbawa Barat 26,23 persen, Madiun 25,85 persen, Purbalingga 25,43 persen, Aceh Besar 25,39 persen, Wonogiri 25,35 persen, Bantul 25,15 persen, dan Ponorogo 24,96 persen.

    Sementara di tingkat kota, yakni Dumai 24,99 persen, Ternate 24,35 persen, Salatiga 23,83 persen, Cimahi 23,59 persen, Banjar 23,48 persen, Padang Panjang 23,34 persen, Banda Aceh 22,80 persen, Serang 22,77 persen, Batam 22,51 persen, dan Sukabumi 21,98 persen.

    Sedangkan 10 provinsi dengan realisasi belanja terendah, yakni Papua Tengah 4,69 persen, Lampung 5,67 persen, Papua Selatan 5,90 persen, Papua Barat 6,88 persen, Jawa Tengah 6,99 persen, Kalimantan Timur 7,39 persen, Sumatera Selatan 9,59 persen, Papua Barat Daya 9,65 persen, Riau 10,87 persen, dan Aceh 11,13 persen.

    Kemudian di tingkat kabupaten, yaitu Empat Lawang 1,69 persen, Buton Selatan 1,91 persen, Mamberamo Raya 2,17 persen, Keerom 2,41 persen, Lebong 2,45 persen, Dogiyai 2,51 persen, Lumajang 2,54 persen, Boven Digoel 3,08 persen, Muara Enim 3,35 persen, dan Aceh Selatan 3,40 persen. Di tingkat kota, yaitu Subulussalam 3,95 persen, Yogyakarta 6,39 persen, Pematangsiantar 7,91 persen, Samarinda 9,48 persen, Gunungsitoli 10,24 persen, Cirebon 10,71 persen, Tual 11,83 persen, Pagar Alam 12,30 persen, Sungai Penuh 12,57 persen, dan Tanjung Balai 13,26 persen.

    Dalam kesempatan itu, Tito juga menyinggung soal peran Pemda dalam menyukseskan program makan bergizi gratis (MBG). Sebagai bentuk dukungan konkret, Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.12/2119/SJ tentang Dukungan Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.

    “Tentunya kita harus dorong, kita dukung Kepala Badan Gizi Nasional agar terjadi percepatan untuk realisasi, artinya program-program beliau harus bisa dipercepat,” imbuhnya.

    Dalam rapat itu, turut hadir secara virtual Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti.

    Sementara itu, Mendagri didampingi oleh para pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kemendagri secara langsung. Adapun peserta rapat meliputi seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia beserta jajaran masing-masing.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mendagri komitmen dukung penuh pelaksanaan program MBG

    Mendagri komitmen dukung penuh pelaksanaan program MBG

    “Ini harus cepat untuk direalisasikan supaya terjadi peredaran uang di masyarakat,”

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, sebagai langkah konkret, Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.12/2119/SJ tentang Dukungan Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.

    Dalam SE tersebut, para gubernur, bupati, dan wali kota diminta untuk meminjamkan tanah milik pemerintah daerah (Pemda) kepada Badan Gizi Nasional (BGN). Setiap kepala daerah diminta mengusulkan tiga titik lokasi tanah di wilayah masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota.

    Langkah ini diharapkan dapat membantu mengatasi keterbatasan jangkauan BGN, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan menyiapkan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    Tito mengatakan merupakan bagian dari upaya menyukseskan program yang digawangi oleh BGN tersebut.

    “Tentunya kita harus dorong, kita dukung Kepala Badan Gizi Nasional agar terjadi percepatan untuk realisasi, artinya program-program beliau harus bisa dipercepat,” ujar Tito dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5).

    Ia menilai selain untuk pemenuhan gizi, program MBG juga menjadi bagian dari upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, serta membuka peluang yang dapat dimanfaatkan oleh daerah.

    Pertama, program ini akan menyerap tenaga kerja. Artinya, masyarakat di daerah dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan program MBG.

    Apalagi, diperkirakan setiap SPPG membutuhkan lebih kurang 50 orang relawan untuk menyediakan MBG tersebut.

    Kedua, program ini juga akan mendorong terwujudnya ekonomi sirkular melalui rantai pasok pangan yang saling terhubung dan berkelanjutan. Pola ini akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah.

    Untuk itu, Tito meminta agar hasil efisiensi anggaran yang telah dilakukan Pemda dapat dialihkan untuk mendukung pelaksanaan MBG. Apalagi, pemda telah diminta agar segera merealisasikan belanja APBD untuk program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan memicu aktivitas ekonomi, termasuk MBG.

    “Ini harus cepat untuk direalisasikan supaya terjadi peredaran uang di masyarakat,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana berterima kasih atas dukungan konkret Mendagri melalui SE terkait pinjam pakai lahan aset Pemda tersebut. Ia menegaskan, pemda sangat berperan dalam menyukseskan program MBG ini.

    Menurutnya, setidaknya terdapat tiga peran penting yang dimainkan Pemda dalam mendukung program tersebut. Pertama, pengembangan infrastruktur SPPG yang menjadi dapur umum atau tempat aktivitas masak-memasak.

    Kedua, membina potensi sumber daya lokal dalam penyediaan bahan baku bagi program MBG. Dadan menjelaskan secara umum setiap SPPG melayani sekitar tiga ribu penerima manfaat.

    Dengan jumlah tersebut, setiap hari dibutuhkan pasokan bahan baku dalam jumlah besar, seperti beras, telur, daging ayam, sayur, susu, dan buah. “Jadi ini adalah potensi ekonomi daerah yang bisa dikembangkan dengan hadirnya program Makan Bergizi Gratis,” imbuhnya.

    Ketiga, pemda bersama BGN dapat menyalurkan program MBG kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Penyaluran ini dapat dilakukan dengan melibatkan kader Posyandu yang sudah ada.

    Bahkan, BGN juga akan menyiapkan insentif bagi para kader dalam pendistribusian MBG kepada kelompok sasaran tersebut. “Kami ingin padukan satu dengan yang lainnya sehingga penyaluran ini bisa tepat sasaran dan tepat manfaat,” jelas Dadan.

    Dalam rapat itu, turut hadir secara virtual Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti. Sementara itu, Mendagri didampingi oleh para pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kemendagri secara langsung. Adapun peserta rapat meliputi seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia beserta jajaran masing-masing.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025