Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Tidak Ada Kelola Bersama, Itu Orang Gila!

    Tidak Ada Kelola Bersama, Itu Orang Gila!

    GELORA.CO –  Sengketa 4 pulau Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara semakin memanas, bahkan anggota DPR RI Aceh dengan tegas menyampaikana bahwa tidak ada kelola bersama.

    Azhari Cage yang merupakan Anggota DPD RI asal Aceh dengan tegas tidak mungkin untuk mengolala bersama apa yang dimiliki olrh masyarakat Aceh dengan orang lain.

    Adapun 4 pulau yang menjadi sengketa antara lain Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek dan Pulau Mangkir Gadang.

    Ashari membeberkan berbagai bukti bahwa 4 pulau tersebut adalah milik masyarakat Aceh.

    Menurut Ashari, meskipun pulau tersebut tidak ditempati, namun merupakan milik dari masyarakat Aceh.

    Pihak Pemerintah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Tingkat 1 Daerah Istimewa Aceh yang ditandatangani oleh masing-masing Gubernur.

    Adapun Gubernur Sumatera Utara saat itu adalah Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan.

    Ashari menyampaikan pihak yang menyatakan untuk mengolola 4 pulau itu secara bersama hanyalah orang gila.

    Menurut Ashari, pihaknya meminta pemerintah Aceh untuk tegas menyatakan bahwa 4 pulau tersebut merupakan milik dan dikelola oleh masyarakat Aceh.

    “Saya meminta pada pemerintah Aceh untuk tidak melakukan kerjasama untuk pengelolaan,” tegasnya.

    Ashari juga menegaskan agar Menteri Dalam Negeri segera mencabut putusan yang menyatakan 4 pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara dan mengembalikan ke masyarakat Aceh berdasarkan bukti dan sejarah yang ada.

    Sebelumnya Safriadi Oyon yang merupakan Bupati Aceh Singkil bacakan deklarasi bersama masyarakat Aceh.

    Adapun pernyataan tersebut antara lain: 

    1. Bahwa 4 pulau yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang adalah milik Aceh.

    2. Kami akan melindungi segala bentuk eksploitasi yang merugikan Aceh sampai titik darah penghabisan.

    3. Kami masyarakat Aceh menolak keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 300:_2138 tahun 2025 yang tidak mempunyai dasar

    4. Kami masyarakat Aceh meminta Mendagri untuk mematuhi kesepakatan bersama antara pemerintah daerah tingkat I Sumatera Utara dan pemerintah daerah tingkat I Daerah Istimewa Aceh tahun 1992 yang ditandatangani Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan.

  • 79 Kepala Desa di Sidoarjo Akan Habis Masa Jabatan di 2026, Bupati Subandi Desak Pemerintah Pusat Terbitkan Regulasi Pilkades

    79 Kepala Desa di Sidoarjo Akan Habis Masa Jabatan di 2026, Bupati Subandi Desak Pemerintah Pusat Terbitkan Regulasi Pilkades

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Tahun 2026, sebanyak 79 kepala desa di Kabupaten Sidoarjo masa jabatannya akan berakhir. Sedangkan sampai saat ini belum ada turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) dan juga peraturan menterinya terkait Pilkades.

    Menyikapi hal demikian, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo pun mulai mempersiapkan beberapa hal terkait pelaksanaan Pilkades serentak. Mulai menggelar Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

    “Saya instruksikan kepada Asisten dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) untuk segera konsultasi ke provinsi dan bersurat ke pusat, langsung ke Mendagri agar proses pengawalan PP dan Permennya dipercepat,” ucap Bupati Sidoarjo, Subandi Rabu (11/6/2025).

    Bupati berencana jika sampai tiga bulan kedepan belum ada kejelasan, dirinya akan menghadap ke Mendagri untuk meminta waktu audensi. Setelah PP dan Permen selesai, kita tinggal susun Peraturan Daerah (Perda). Target saya, Perda bisa selesai dalam dua bulan.

    “Apabila seluruh proses regulasi selesai tepat waktu, pelaksanaan rangkaian tahapan Pilkades tepat waktu juga. Dimana rangkaian pilkades dalam kurun waktu enam bulan harus running,” harapnya.

    Subandi menjelaskan bahwa presiden juga menginstruksikan visi dan misi pemerintah yang dijalankan oleh kepala desa dan mengingatkan pentingnya peran kepala desa dalam menjalankan visi dan misi Presiden, termasuk program-program strategis seperti peluncuran Koperasi Merah Putih beberapa waktu lalu. “Jika kepala desa tidak dilantik di tahun 2026, maka tidak akan bisa melaksanakan visi dan misi presiden,” paparnya. (isa/kun)

  • Dirjen Adwil Kemendagri jelaskan kronologi empat pulau Aceh-Sumut

    Dirjen Adwil Kemendagri jelaskan kronologi empat pulau Aceh-Sumut

    “Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,”

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali buka suara soal kronologi kepemilikan empat pulau yang sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

    Safrizal mengatakan hal tersebut berawal pada 2008 saat Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.

    “Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal di kantor Kemendagri, Rabu.

    Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri di 260 pulau.

    Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Pergantian nama tersebut juga dilakukan dengan menyertakan pergantian koordinat pulau.

    “Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya.

    Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.

    “Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Syafrizal.

    Kemudian, pada 2009 hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau tersebut di atas.

    Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.

    Kemudian hasil konfirmasi kepada Gubernur Aceh beserta hasil konfirmasi Gubernur Sumatera Utara saat itu beserta hasil pelaporan pada PBB tahun 2012 dan menetapkan status empat pulau menjadi wilayah Sumatera Utara.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan keempat pulau yang dimaksud, yakni Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek yang tidak lagi bagian dari Provinsi Aceh. Pulau itu, kini masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

    Dikatakan Tito, persoalan ini memiliki sejarah panjang dan melibatkan banyak pihak serta instansi sejak awal konflik itu muncul pada 1928.

    “Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga,” ujarnya.

    Tito menegaskan bahwa persoalan batas wilayah bukan hanya terjadi antara Aceh dan Sumut. Saat ini terdapat ratusan kasus serupa di seluruh Indonesia.

    Dari sekitar 70 ribu desa di Indonesia, baru sekitar seribu desa yang batas wilayahnya benar-benar telah selesai secara hukum, kata Tito.

    Ia menjelaskan bahwa penyelesaian batas wilayah sangat penting karena menyangkut kepastian hukum, penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), tata ruang, dan perencanaan pembangunan.

    Jika batas tidak jelas, kata Tito, pembangunan di wilayah sengketa bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Kalau satu wilayah membangun, padahal status lahannya masuk dalam sengketa, itu bisa jadi masalah hukum. Batas wilayah harus ada kejelasan agar tidak menimbulkan persoalan administrasi ke depannya,” katanya.

    Terkait dengan empat pulau yang disengketakan, Tito menjelaskan bahwa batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah sudah diteliti oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi Angkatan Darat, sehingga pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara.

    Dikatakan Tito, Keputusan itu yang kemudian dituangkan dalam Kepmendagri tahun 2022 dan ditegaskan kembali pada April 2025.

    “Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak,” katanya.

    Namun, batas lautnya masih belum menemui titik temu. Karena tidak ada kesepakatan, kewenangan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat, kata Tito.

    Ia juga menambahkan bahwa penegasan nama wilayah sudah dilakukan, namun proses penyelesaian batas wilayah secara keseluruhan masih berjalan.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri Panggil Bobby Nasution dan Muzakir Manaf Soal Polemik Pemindahan Wilayah 4 Pulau

    Kemendagri Panggil Bobby Nasution dan Muzakir Manaf Soal Polemik Pemindahan Wilayah 4 Pulau

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memanggil Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dalam waktu dekat.

    Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah pada Kementerian Dalam Negeri, Safrizal Zakaria Ali mengatakan upaya pertemuan kedua gubernur itu dilakukan dalam rangka mendiskusikan tentang batas administratif empat pulau yang sebelumnya diakui oleh Kabupaten Aceh Singkil, kini masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatra Utara sesuai dengan Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025 kemarin.

    “Jadi nanti akan kita pertemukan keduanya seperti tahun 1992 dulu Pak Ibrahim Hasan dan Pak Raja Inal Siregar,” tutur Safrizal di Kantor Kemendagri Jakarta, Rabu (11/6/2025).

    Safrizal sendiri mengaku tidak keberatan jika pemerintah daerah Aceh melayangkan gugatan atas Keputusan Mendagri tersebut ke PTUN karena keempat pulaunya telah diberikan ke pemerintah Sumatra Utara, meskipun pemerintah Aceh memiliki Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 1992 yang menyatakan keempat pulau itu masuk ke wilayah Aceh.

    Keempat pulau di Aceh yang kini masuk ke wilayah Sumatera Utara yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil yang sebelumnya terletak di Kabupaten Aceh Singkil.

    “Jadi bisa diajukan lewat pengadilan PTUN daerah setempat atau PTUN Jakarta sesuai domisili Kemendagri,” katanya.

    Safrizal menjelaskan bahwa masalah soal batas wilayah keempat pulau tersebut juga sempat digugat ke Mahkamah Konstitusi. Namun, dari beberapa gugatan yang telah diajukan, kata Safrizal sebagian ada yang ditolak.

    “Beberapa masalah soal batas daerah ini juga ada tang mengajukan ke MK. Ada yang ditolak karena di luar kewenangan dan ada yang dibahas MK. Intinya, kami patuh dan taat, apabila masuk jalur hukum kita akan ikuti,” ujarnya.

  • Tatak Ujiyati Sentil Pemerintah: Ekonomi Sulit, Malah Pindahkan Pulau

    Tatak Ujiyati Sentil Pemerintah: Ekonomi Sulit, Malah Pindahkan Pulau

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tatak Ujiyati, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memindahkan empat pulau dari wilayah Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    Kebijakan ini dianggap Tatak menambah masalah baru di tengah situasi nasional yang sedang penuh tekanan.

    “Ekonomi lagi sulit, banyak PHK, lingkungan rusak, korupsi di mana-mana,” ujar Tatak di X @tatakujiyati (11/6/2025).

    Dikatakan Tatak, pemerintah seharusnya fokus menyelesaikan persoalan mendesak yang sedang dihadapi masyarakat, seperti krisis ekonomi, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), kerusakan lingkungan, hingga maraknya praktik korupsi.

    “Bukannya fokus selesaikan masalah yang ada, malah bikin masalah baru dengan memindahkan sebagian wilayah Aceh ke Sumut,” sebutnya.

    Ia juga mempertanyakan urgensi dari kebijakan tersebut yang dinilai justru berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarwarga di dua provinsi.

    “Apa mau bikin konflik horizontal lagi nih? Heran deh sama maunya pemerintah sekarang,” tambahnya.

    Pemindahan empat pulau ini dilakukan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang ditandatangani oleh Tito Karnavian.

    Keputusan itu menjadi sorotan karena Sumut saat ini dipimpin oleh menantu mantan Presiden Jokowi, Bobby Nasution.

    Sejumlah pihak menilai kebijakan ini tidak hanya menabrak sensitivitas wilayah adat dan identitas masyarakat Aceh, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketegangan sosial dan politik di tingkat lokal.

    (Muhsin/fajar)

  • Empat Pulau Aceh Berpotensi Migas Ingin Dikelola Sumur, Aktivis: Itu Bukan Punya Kalian

    Empat Pulau Aceh Berpotensi Migas Ingin Dikelola Sumur, Aktivis: Itu Bukan Punya Kalian

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aktivis Kolaborasi Rakyat Jakarta, Andi Sinulingga menyoroti perebutan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

    Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

    Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution datang ke Aceh membahas polemik empat pulau dengan Gubernur Muzakir Manaf alias Mualem. Bobby mengusulkan pengelolaan keempat pulau itu dilakukan secara kolaboratif.

    “Kami hadir di sini untuk bisa sama-sama meredam, ataupun bisa sama-sama menyepakati apa yang harus kita sepakati bersama dengan pak gubernur Aceh,” kata Bobby

    Ada juga usulan dari Bobby terkait pengelolaan potensi pulau itu dilakukan secara bersama-sama. Dia mengaku akan melanjutkan pembahasan dengan Mualem.

    “Jadi tadi kita sampaikan, kita kolaboratif, kita kolaborasi. Kalau bicara soal potensinya, tadi tidak bicara ini akan dikembalikan atau tidak, atau akan punya siapa. Tapi kita bicarakan kalau ke depannya kalau ada pembahasan, kami terbuka saja,” ungkapnya.

    Hal inilah yang kemudian disoroti tajam Andi Sinulingga melalui salah satu cuitan di akun media sosial X pribadinya.

    Ia memberikan sindiran dengan menyebut mengambil barang orang kemudian meminta untuk mengelola bersama.

    “Ambil pulau orang, lalu yg punya minta di kembalikan, eeh yg ngambil barang malah bilang “yuk kita kelola sama2”, penalaran apa itu? 😡,” tulisnya dikutip Rabu (11/6/2025).

    Andi Sinulingga pun dengan mengatakan Sumut tahu bahwa empat pulan yang diperebutkan ini sebenarnya memang bukan punya mereka.

  • Menteri Tito Dipanggil Prabowo Subianto, Bicara Masalah Sampah dan Giant Sea Wall

    Menteri Tito Dipanggil Prabowo Subianto, Bicara Masalah Sampah dan Giant Sea Wall

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terlihat hadir di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 10 Juni. Dijadwalkan bertemu Presiden Prabowo Subianto. Saat ditemui wartawan, Tito ungkapkan agenda pertemuannya dengan Presiden Prabowo yakni membicarakan masalah sampah dan giant sea wall.

    Terkait masalah sampah, Tito Karnavian menjelaskan rencana pengelolaan sampah nasional. Sementara terkait rencana pembangunan proyek tanggul laut raksasa atau giant sea wall, Mendagri Tito akan melaporkan sejumlah hal.

    Pembangunan giant sea wall dimaksudkan untuk menganitisipasi ancaman rob dan kenaikan muka air laut, khususnya di wilayah pantai utara Jawa. Proyek giant sea wall dirancang pemerintah Indonesia untuk menghadapi krisis lingkungan di wilayah pesisir utara Pulau Jawa.

  • Prabowo Hadiri Indo Defence 2025 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran

    Prabowo Hadiri Indo Defence 2025 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menghadiri Indonesia Defence 2025 Expo and Forum di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Prabowo akan membuka secara resmi pameran tersebut.

    Pantauan detikcom Rabu (12/6/2025), Prabowo tiba di lokasi pukul 10.00 WIB. Prabowo tiba di lokasi didampingi Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Menko Polkam Budi Gunawan, hingga Seskab Teddy Indra Wijaya.

    Turut hadir juga jajaran anggota Kabinet Merah Putih lain yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menlu Sugiono, Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Selain itu terlihat juga Wapres ke-6 RI Try Sutrisno.

    Indonesia Defence 2025 ini merupakan pameran alutsista dalam dan luar negeri. Acara ini digelar selama empat hari, pada 11-14 Juni 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Pameran ini dihadiri 55 negara dan diikuti 32 paviliun Countries.

    “Beliau akan membuka Indo Defence ini. Mudah-mudahan tidak ada perubahan. Tidak ada jadwal dari beliau yang mendadak sehingga beliau bisa hadir,” kata Wamenhan Marsdya Donny Ermawan saat acaramedia gatheringdi Kemhan, Rabu (5/5/2025).

    Donny menuturkan Prabowo juga akan berkeliling melihat berbagai pameran di sana. Prabowo dijadwalkan bertemu dengan kepala delegasi dari berbagai negara yang turut serta dalam pameran tersebut.

    (eva/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kritik Pemerintah Soal Pulau Aceh Diambil Sumut, Tatak Ujiyati: Apa Mau Bikin Konflik Horizontal?

    Kritik Pemerintah Soal Pulau Aceh Diambil Sumut, Tatak Ujiyati: Apa Mau Bikin Konflik Horizontal?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tatak Ujiyati, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memindahkan empat pulau dari wilayah Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    Kebijakan ini dianggap Tatak menambah masalah baru di tengah situasi nasional yang sedang penuh tekanan.

    “Ekonomi lagi sulit, banyak PHK, lingkungan rusak, korupsi di mana-mana,” ujar Tatak di X @tatakujiyati (11/6/2025).

    Dikatakan Tatak, pemerintah seharusnya fokus menyelesaikan persoalan mendesak yang sedang dihadapi masyarakat, seperti krisis ekonomi, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), kerusakan lingkungan, hingga maraknya praktik korupsi.

    “Bukannya fokus selesaikan masalah yang ada, malah bikin masalah baru dengan memindahkan sebagian wilayah Aceh ke Sumut,” sebutnya.

    Ia juga mempertanyakan urgensi dari kebijakan tersebut yang dinilai justru berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarwarga di dua provinsi.

    “Apa mau bikin konflik horizontal lagi nih? Heran deh sama maunya pemerintah sekarang,” tambahnya.

    Pemindahan empat pulau ini dilakukan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang ditandatangani oleh Tito Karnavian.

    Keputusan itu menjadi sorotan karena Sumut saat ini dipimpin oleh menantu mantan Presiden Jokowi, Bobby Nasution.

    Sejumlah pihak menilai kebijakan ini tidak hanya menabrak sensitivitas wilayah adat dan identitas masyarakat Aceh, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketegangan sosial dan politik di tingkat lokal.

    (Muhsin/fajar)

  • Kemendagri sederhanakan proses izin usaha dan kelola SDA di daerah

    Kemendagri sederhanakan proses izin usaha dan kelola SDA di daerah

    Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir menerima audiensi peserta P3N XXV Tahun 2025 Lemhannas RI di Ruang Rapat Pimpinan Gedung A Lantai 1 Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (10/6/2025). ANTARA/HO-Puspen Kementerian Dalam Negeri

    Kemendagri sederhanakan proses izin usaha dan kelola SDA di daerah
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 11 Juni 2025 – 06:42 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus berupaya menyederhanakan proses perizinan berusaha di daerah, termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA).

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir dalam keterangan di Jakarta, Rabu, mengatakan salah satu langkah yang ditempuh terkait dengan hal tersebut, yakni menyusun timeline percepatan perizinan yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah daerah (pemda).

    Ia mengatakan lambatnya proses perizinan berusaha kerap menjadi persoalan dalam pembangunan daerah.

    “Kemudian membuat koordinasi penyelenggaraan [pelayanan] di daerah dan di pusat,” kata dia saat menerima audiensi peserta Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P3N) XXV Tahun 2025 Lemhannas RI di Ruang Rapat Pimpinan Gedung A Lantai 1 Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (10/6).

    Kemendagri juga menyusun standar operasional prosedur (SOP) pelayanan perizinan agar berlangsung cepat, murah, dan transparan.

    Selain itu, turut memperhatikan laporan masyarakat terkait pelayanan perizinan serta mendorong pemda untuk mengoptimalkan fungsi mal pelayanan publik (MPP) dalam memberikan layanan perizinan berusaha.

    Ia menyebut sejumlah daerah yang dinilai berhasil memberikan pelayanan melalui MPP, termasuk dalam aspek perizinan.

    “Mal pelayanan publik ini dibuat bahwa perizinan (dilayani) dalam satu atap. Terus kita upayakan, kita pastikan, bahkan kita lombakan (kinerja MPP),” ujarnya.

    Dengan sistem yang dibangun, dia mengharapkan, pemda tidak lagi lambat dalam mengurus perizinan.

    Ia juga mendorong berbagai kementerian dan lembaga terkait yang menangani perizinan agar mendukung upaya percepatan tersebut.

    “Karena perizinan ini persyaratannya bukan hanya ditentukan oleh daerah, tapi (juga) oleh kementerian (terkait),” katanya.

    Ia menekankan pentingnya dukungan teknologi dalam proses perizinan. Jangan sampai layanan yang diklaim dapat dilakukan secara daring justru tidak berjalan optimal.

    “Melalui online, tapi online-nya muter melulu (prosesnya), ujung-ujungnya harus didatengin juga,” katanya.

    Dalam pertemuan tersebut, antara lain hadir ketua kelompok peserta, Simon Saimima, bersama para anggota kelompok P3N XXV Lemhannas RI.

    Sumber : Antara