Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Rakyat Aceh Melawan Keputusan Mendagri Tito

    Rakyat Aceh Melawan Keputusan Mendagri Tito

    GELORA.CO – Belum selesai soal tambang Raja Ampat yang merusak lingkungan, publik dihebohkan dengan kabar empat pulau di wilayah Provinsi Aceh yang dipindahkan ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    Peneliti media dan politik Buni Yani turut memberikan komentarnya terkait hal tersebut melalui akun Facebook pribadinya, Rabu 11 Juni 2025.

    Menurut Buni Yani, rakyat Aceh akan melawan penetapan empat pulau milik Aceh dimasukkan ke dalam wilayah Sumut berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian Nomor 300.2.2-2138/2025.

    Adapun, empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.

    “Mendagri Tito Karnavian yang dikenal sebagai kaki-tangan Jokowi ditengarai sengaja membuat kegaduhan dan perlawanan rakyat Aceh untuk mengganggu pemerintahan Prabowo,” kata Buni Yani.

    Buni Yani mengaku sudah berulang kali memperingatkan bahwa semakin lama Prabowo membiarkan anasir-anasir Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi melakukan konsolidasi, maka akan semakin membahayakan pemerintahannya. 

    “Geng Solo tidak mungkin berdiam diri. Mereka pasti akan melawan usaha Prabowo mengusut dugaan korupsi yang tersangkut dengan kelompok mereka,” pungkas Buni Yani.

  • Respons Gubernur Bobby Perkuat Menteri Tito Bikin Aceh-Sumut Musuhan

    Respons Gubernur Bobby Perkuat Menteri Tito Bikin Aceh-Sumut Musuhan

    GELORA.CO – Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution mengaku bersedia jika proses pemindahan empat pulau di Provinsi Aceh ke wilayah Provinsi Sumut dikaji ulang. 

    Hanya saja, kata Bobby, pengkajian ini lantas bukan menjadi sikap Pemprov Sumut melepaskan pulau-pulau tersebut kembali dalam wilayah administratif Provinsi Aceh. 

    “Kaji ulang tidak apa-apa, kami bersedia saja. Tapi bukan seolah-olah Sumut dengan leluasa melepaskan, tidak bisa seperti itu,” kata Bobby diberitakan RMOL, Rabu 11 Juni 2025.

    Meski keputusan sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, Bobby menyatakan pihaknya terbuka terhadap wacana kaji ulang. Hal ini semata-mata pentingnya menjaga harmonisasi antarwilayah.

    “Kami ingin menjalin keharmonisan. Ingat, banyak warga Aceh di Sumatera Utara. Ingat, banyak warga Sumut di Aceh. Kalau dipanas-panasin, nanti warga Sumut anti melihat plat BL, orang Aceh nanti anti melihat plat BK. Itu yang kita tidak mau,” kata Bobby.

    Di sisi lain, Bobby menyebut pengelolaan empat pulau tersebut bukan bermaksud mengambil alih, melainkan menciptakan ruang kerja sama demi keamanan dan kenyamanan masyarakat di kedua provinsi.

    “Kita kelola sama-sama, tapi bukan itu poin utamanya. Kita ajak agar seluruh masyarakat kami yang di Aceh merasa aman, nyaman melakukan aktivitasnya, begitu juga warga Aceh yang ada di Sumut,” pungkas Bobby.

    Seperti diketahui, empat pulau saat ini masuk dalam wilayah administratif Pemprov Sumut, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. 

    Keempat pulau tersebut secara administratif kini berada dalam wilayah Sumatera Utara sesuai Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138/2025, yang sebelumnya masih dalam wilayah admistratif Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Singkil. 

  • Wawali Semarang: Retret Pemprov Jateng perkuat kolaborasi

    Wawali Semarang: Retret Pemprov Jateng perkuat kolaborasi

    Retret ini menjadi ruang untuk memastikan bahwa arah pembangunan dari pusat hingga daerah selaras dalam satu garis lurus.

    Semarang (ANTARA) – Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin menilai kegiatan Manunggal Leadership Retreat: Ngopeni Nglakoni Jawa Tengah yang digelar Pemerintah Provinsi Jateng sebagai upaya memperkuat kolaborasi antarelemen.

    “Dahulu, sebelum pemilu serentak, visi dan misi serta RPJMD pusat, provinsi, dan daerah bisa berjalan sendiri-sendiri. Retret ini menjadi ruang untuk memastikan bahwa arah pembangunan dari pusat hingga daerah selaras dalam satu garis lurus,” kata Iswar Aminuddin di Semarang, Rabu.

    Iswar merupakan salah satu peserta kegiatan retret yang berlangsung di Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Jateng.

    Kegiatan retret berlangsung selama sepekan ini diikuti oleh 438 peserta dari berbagai unsur kepemimpinan daerah seperti pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), termasuk 35 wakil bupati/wakil wali kota se-Jateng.

    Wawali Semarang ini menekankan pentingnya retret ini sebagai upaya menyatukan langkah antarjenjang pemerintahan, khususnya dalam menyelaraskan rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN, RPJMD provinsi, dan RPJMD kabupaten/kota).

    Menurut dia, sinergi bukan sekadar program, melainkan juga soal naluri kebersamaan yang harus tumbuh kuat dalam komunikasi antarjenjang pemerintahan.

    Ia mencontohkan di Kota Semarang terkait dengan semangat kolaborasi sudah digaungkan oleh Wali Kota Agustina dalam berbagai kesempatan, dan menjadi dasar dalam menggerakkan partisipasi semua elemen.

    Iswar juga menyinggung isu penanganan banjir sebagai contoh nyata pentingnya kolaborasi antarwilayah, mengingat Kota Semarang yang berbatasan langsung dengan kabupaten lain sehingga tak bisa bekerja sendiri.

    “Perlu kerja sama lintas daerah agar solusi yang dibangun bersifat menyeluruh dan saling memahami kekuatan serta tantangan masing-masing wilayah,” katanya.

    Sebelumnya, retret kepemimpinan tersebut dibuka oleh Gubernur Jateng Ahmad Luthfi, Selasa (10/6), dengan peserta dari unsur wakil kepala daerah, kepala OPD, direktur BUMD, pejabat administrator, hingga analis kebijakan.

    Mereka akan mendapatkan pembekalan intensif dari lembaga nasional seperti Bappenas, KemenPAN-RB, Kemendagri, KPK, hingga tokoh agama dan widyaiswara.

    Materi utama yang disampaikan, antara lain, geopolitik dan wawasan kebangsaan dengan tujuan membentuk karakter negarawan pada setiap birokrat.

    Selain itu, peserta juga akan mendalami Astacita sebagai arah pembangunan nasional yang perlu diinternalisasi hingga ke level pelaksana daerah.

    Retret kepemimpinan tersebut dirancang bersama Lembaga Ketahanan Nasional RI dan menjadi bagian dari upaya memperkuat harmoni kepemimpinan di Jateng.

    Pewarta: Zuhdiar Laeis
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 2
                    
                        Konflik Sudah Berlarut-larut, Kemendagri Dianggap Tepat Tetapkan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut
                        Nasional

    2 Konflik Sudah Berlarut-larut, Kemendagri Dianggap Tepat Tetapkan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut Nasional

    Konflik Sudah Berlarut-larut, Kemendagri Dianggap Tepat Tetapkan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menilai keputusan Kementerian Dalam Negeri (
    Kemendagri
    ) menetapkan empat pulau, yakni Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang, ke wilayah
    Sumatera Utara
    sebagai langkah yang tepat.
    Sebab
    konflik wilayah
    administrasi keempat pulau tersebut selama ini sudah bergulir hingga puluhan tahun antara klaim dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
    “Keputusan Kemendagri terkait dengan keempat pulau ini memang dibutuhkan di tengah berlarut-larutnya persoalan sengketa,” kata pria yang akrab disapa Arman ini kepada Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
    Arman mengatakan, Kemendagri harus mengambil langkah untuk memastikan tata kelola dan pembangunan keempat pulau tersebut.
    Menurut Arman, jika pemerintah pusat tidak mengambil langkah, pembangunan keempat pulau ini akan terombang-ambing dan tata kelola menjadi tidak jelas.
    “Sehingga keputusan ini menurut kami memberikan kepastian terkait dengan seperti apa tata kelola pembangunan yang menyentuh keempat pulau itu,” tuturnya.
    Selain itu, Arman juga menilai langkah Kemendagri dalam 10 tahun terakhir untuk menangani konflik wilayah administrasi empat pulau itu sudah cukup baik.
    Salah satu pendekatannya adalah survei langsung ke lapangan dan melakukan kajian sehingga diputuskan setelah kajian telah dilakukan.
    “Sehingga keputusan yang diambil berdasarkan penilaian yang ada, keempat wilayah itu masuk ke wilayah administratif atau yang berada di kewenangan atau menjadi wilayah dari Provinsi Sumatera Utara,” tandasnya.
    Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
    Keputusan ini direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lahir dan Besar di Sumut, Nicho Silalahi Keras Menolak Peralihan 4 Pulau Aceh

    Lahir dan Besar di Sumut, Nicho Silalahi Keras Menolak Peralihan 4 Pulau Aceh

    “Kami hadir di sini untuk bisa sama-sama meredam, ataupun bisa sama-sama menyepakati apa yang harus kita sepakati bersama dengan pak gubernur Aceh,” kata Bobby saat ditemui di Pendopo Gubernur Aceh, Rabu (4/6/2026).

    Bobby menjelaskan jika penetapan keempat pulau itu ke Sumatera Utara yang dilakukan Kemendagri bukan intervensi pihaknya. Dirinya mengaku terbuka untuk melakukan pembahasan dengan Pemerintah Aceh.

    Sementara, baru-baru ini Mendagri Tito Karnavian buka suara soal empat pulau yang disengketakan Pemda Aceh dan Pemda Sumatera Utara (Sumut).

    Tito mendukung keempat pulau itu dikelola secara kolaboratif oleh dua pihak.
    “Kita doakan antara kedua gubernur bisa mendapatkan solusi yang terbaik. Kalau bisa kelola bersama, why not?” kata Tito di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6/2025).

    Tito menuturkan pemerintah pusat telah menetapkan empat pulau itu masuk wilayah Sumut berdasarkan batas daratnya. Hal ini juga telah disepakati pemda-pemda di wilayah yang bersangkutan.

    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh 4 Pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” kata Tito.

    Tito menjelaskan pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Mendagri yang menetapkan status wilayah pulau itu pada 2022. Ketetapan terbaru, kata dia, hanya mengulang keputusan tersebut.

    “Nah kemudian, itu tahun 2022 sudah diputuskan waktu itu, Kep-nya, keputusan Mendagri, tentang nama wilayah itu dan letaknya. Nah tahun 2025 yang April kemarin itu, karena hanya pengulangan, namun kemudian mungkin ada pihak yang menerima, ada yang tidak menerima, kita pahamlah,” ujarnya.

  • Ketua MKD DPR minta Mendagri segera kembalikan empat pulau milik Aceh

    Ketua MKD DPR minta Mendagri segera kembalikan empat pulau milik Aceh

    Banda Aceh (ANTARA) – Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam meminta Mendagri Tito Karnavian segera mengembalikan empat pulau milik Aceh yang sudah diberikan untuk Sumatera Utara.

    “Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh,” kata Nazaruddin Dek Gam, di Banda Aceh, Rabu.

    Seperti diketahui, permasalahan sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.

    Adapun empat pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

    Kemudian, Kemendagri mengeluarkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

    Keputusan Kemendagri itu, menetapkan status administratif empat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

    Namun, Pemerintah Aceh saat ini masih terus berupaya untuk mengadvokasi pengembalian empat pulau tersebut kembali masuk dalam wilayah Aceh.

    Nazaruddin Dek Gam mengkritik keputusan Kemendagri yang sudah memasukkan empat pulau milik Aceh ke wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara tersebut, dan harus segera di kembalikan ke Aceh.

    Dirinya juga memastikan bahwa masyarakat yang menetap di empat pulau tersebut sejak dulu beridentitas kependudukan Aceh. “Saya pastikan dari dulu masyarakat di sana itu sudah ber-KTP Aceh,” ujarnya.

    Menurutnya, keputusan Kemendagri itu bisa menimbulkan keributan antara kedua provinsi tetangga tersebut. Apalagi, Aceh memiliki bukti yang cukup kuat atas kepemilikan empat pulau itu.

    “Bukti-bukti ada semua, jadi memang pulau itu masuk wilayah Aceh, ada dasarnya, bukan asal klaim saja, jadi tidak ada dasar pulau itu masuk Sumatera Utara,” kata Nazaruddin Dek Gam.

    Sebagai informasi, berdasarkan laporan Pemerintah Aceh, proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2022, dan sudah beberapa kali mendapatkan fasilitasi rapat koordinasi serta survei lapangan oleh Kemendagri.

    Saat proses verifikasi dulu, Pemerintah Aceh bersama tim dari Kemendagri telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan peninjauan keempat pulau tersebut. Serta ikut melibatkan Pemerintah Sumatera Utara, Tapanuli Tengah, dan Pemerintah Aceh Singkil.

    Dalam verifikasi itu, Pemerintah Aceh menunjukkan berbagai bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, serta foto-foto pendukung lainnya.

    Termasuk bukti peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992 silam. Peta tersebut, menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau itu masuk dalam wilayah Aceh.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri: Status kepemilikan empat pulau diputuskan tim pusat

    Kemendagri: Status kepemilikan empat pulau diputuskan tim pusat

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali mengatakan status administrasi empat pulau yang menjadi diskursus antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut), diputuskan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.

    Safrizal menjelaskan, penetapan status administrasi Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai wilayah Sumut telah melalui proses panjang.

    Dia menyebut kedua wilayah tersebut bersepakat untuk menyerahkan keputusan kepada Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Hal ini lantaran kedua daerah belum menemukan titik terang atas polemik yang terjadi selama kurang lebih 20 tahun.

    “Setelah (polemik) berulang-ulang, diajukan dan ada kesepakatannya bahwa (keputusan mengenai wilayah administrasi empat pulau) diserahkan kepada tim pusat pembakuan dengan satu klausa patuh terhadap keputusan Tim Pembakuan Nama Rupabumi, maka diputuskan,” kata Safrizal di Gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Adwil Kemendagri, Jakarta, Rabu.

    Ia menyambut baik apabila Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara dapat bertemu untuk membahas solusi terbaik atas polemik empat pulau tersebut.

    Menurutnya, tim dari pemerintah pusat akan terus berupaya mendorong penyelesaian polemik itu dengan mempertemukan pihak terkait. Harapannya, keputusan terbaik dapat dihasilkan dan diterima oleh para pihak.

    “Kalau ketemu, oh sepakat berdua gubernur, sudah kita tinggal administratif mengesahkan,” ujar Safrizal.

    Safrizal mengatakan peralihan status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada 2008 saat Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.

    “Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal .

    Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri di 260 pulau.

    Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Pergantian nama tersebut juga dilakukan dengan menyertakan pergantian koordinat pulau.

    “Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya.

    Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.

    “Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Syafrizal.

    Kemudian, pada 2009 hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau tersebut di atas.

    Berdasarkan proses di atas Kemendagri menerbitkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 telah menetapkan bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.

    Namun ketetapan tersebut menuai reaksi dari masyarakat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang meminta keempat pulau tersebut dikembalikan menjadi bagian dari Provinsi Aceh.

    Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota DPR Minta Mendagri Tak Buat Gaduh, Kembalikan 4 Pulau Aceh dari Sumut
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Juni 2025

    Anggota DPR Minta Mendagri Tak Buat Gaduh, Kembalikan 4 Pulau Aceh dari Sumut Regional 11 Juni 2025

    Anggota DPR Minta Mendagri Tak Buat Gaduh, Kembalikan 4 Pulau Aceh dari Sumut
    Tim Redaksi
    BANDA ACEH, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III DPR RI,
    Nazaruddin Dek Gam
    , mengkritik keputusan
    Kementerian Dalam Negeri
    (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau milik Aceh kini masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
    Dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (11/6/2025), Dek Gam meminta Mendagri Tito Karnavian segera mengembalikan keempat pulau tersebut ke Aceh.
    “Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh,” kata Dek Gam.
    Ia menegaskan, keputusan Mendagri dapat memicu keributan antara Provinsi Aceh dan Sumut.
    “Saya menyarankan agar Mendagri Tito Karnavian lebih baik mengurusi persoalan lain daripada membuat ribut masyarakat,” tambahnya.
    Dek Gam menjelaskan, secara bukti, keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek, masuk dalam wilayah Aceh.
    “Bukti-bukti ada semua, jadi memang pulau itu masuk wilayah Aceh. Ada dasarnya, bukan asal klaim saja, jadi tidak ada dasar pulau itu masuk ke Sumatera Utara,” tegasnya.
    Sikap serupa juga diungkapkan oleh Anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman (Haji Uma).
    Ia mendesak Kemendagri untuk mengembalikan keempat pulau tersebut ke Aceh.
    Haji Uma menilai wacana Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, terkait tawaran kerja sama pengelolaan empat pulau itu menyimpang dari aspirasi masyarakat Aceh.
    Ia menegaskan pentingnya semua pihak merujuk pada perjanjian tahun 1992 yang menjadi acuan resmi penyelesaian batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara.
    “Kami menuntut Kemendagri untuk bertindak tegas mengembalikan pulau-pulau itu kepada Aceh. Kami juga berharap Sumut menghargai marwah
    pulau Aceh
    , taat pada kesepakatan 1992, dan menjaga keharmonisan antar provinsi bertetangga,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri dorong keselarasan aturan Pusat-Daerah soal infrastruktur

    Mendagri dorong keselarasan aturan Pusat-Daerah soal infrastruktur

    ANTARA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pemerintah daerah perlu terus melakukan harmonisasi peraturan dengan pemerintah pusat untuk membangun infrastruktur. Dalam International Conference On Infrastructure di JCC, Jakarta, Rabu (11/6), Tito mengakui hal itu tidak mudah, namun tugasnya sebagai Mendagri adalah memeriksa semua usulan pemerintah daerah apakah sesuai dengan daerah lain atau tidak. (Sanya Dinda Susanti/Irfan Hardiansyah/Andi Bagasela/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri akan pertemukan Gubernur Aceh-Sumut selesaikan status pulau

    Kemendagri akan pertemukan Gubernur Aceh-Sumut selesaikan status pulau

    kemarin pihak Kemenko Polkam sudah melaporkan kepada Pak Menko, saya melaporkan kepada Pak Mendagri, kita tunggu nanti waktunya

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali mengatakan Kemendagri akan membuka opsi untuk mempertemukan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk menyelesaikan persoalan status kewilayahan empat pulau di wilayah Tapanuli Tengah.

    “Terbuka sekali kemungkinan gubernur difasilitasi oleh Kemenko (Polkam) dan Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) untuk bertemu dengan kedua gubernur dan Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi untuk memperoleh penjelasan,” kata Safrizal di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu.

    Safrizal belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut soal kapan pertemuan tersebut akan dilaksanakan. Dirinya mengaku telah memberikan kronologi lengkap soal kepemilikan pulau tersebut pada Mendagri.

    “Jadi, kapan? Tunggu kami laporkan, kemarin pihak Kemenko Polkam sudah melaporkan kepada Pak Menko, saya melaporkan kepada Pak Mendagri, kita tunggu nanti waktunya,” ujarnya.

    Safrizal mengatakan polemik status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada 2008, saat itu Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.

    “Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal

    Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 pulau.

    Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Lampiran tersebut juga menyertakan perubahan koordinat untuk keempat pulau tersebut.

    “Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya.

    Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.

    “Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Syafrizal.

    Pada 2009, hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau tersebut di atas.

    Dari hasil konfirmasi kepada Gubernur Aceh beserta hasil konfirmasi Gubernur Sumatera Utara saat itu beserta hasil pelaporan pada PBB tahun 2012 dan pemerintah pusat kemudian menetapkan status empat pulau menjadi wilayah Sumatera Utara.

    Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang saat ini menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.