Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Bobby Nasution Ajak Gubernur Aceh Bahas Ulang Polemik 4 Pulau di Kemendagri

    Bobby Nasution Ajak Gubernur Aceh Bahas Ulang Polemik 4 Pulau di Kemendagri

    Jakarta

    Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution mengaku siap jika ingin membahas kembali soal 4 pulau yang ditetapkan Kemendagri masuk Sumut. Bobby pun mengajak Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem untuk membahas itu bersama di Kemendagri.

    “Ini saya sampaikan berulang ini, jangan kemana-mana bahasannya ya, saya dari awal kemarin ke Aceh bertemu dengan Gubernur Aceh, kita ingin sampaikan kalau untuk masalah milik siapa itu pulau, mohon maaf ya mau kami bahas dari pagi sampai pagi pun sebenarnya nggak ada solusinya,” kata Bobby di Kantor DPRD Sumut, dilansir detikSumut, Kamis (12/6/2025).

    “Maka saya sampaikan di situ kalau kita mau bahas, ayo sama-sama, kami terbuka kalau memang hal itu mau diulang kembali pembahasan pemilikannya kami terbuka. Kita mau ke Jakarta sama-sama untuk membahas ke Kemendagri ya ayo silakan,” tambahnya.

    Jika hasil pembahasan ulang 4 pulau itu tetap menjadi milik Sumut, Bobby mengajak Pemprov Aceh untuk mengelola bersama-sama. Namun, Bobby mengaku tidak memiliki hak untuk serta merta menyerahkan itu ke Aceh, harus tetap melalui Kemendagri.

    “Kalau pun nanti, atau sekarang pun dimiliki Sumut atau tetap dijadikan milik Sumut, saya ngajak Aceh untuk sama-sama kelola,” katanya.

    Untuk diketahui, Kemendagri menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil itu masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Sementara, Pemerintah Aceh mengaku akan memperjuangkan perubahan status agar keempat pulau itu dikembalikan ke Tanah Rencong.

    Baca selengkapnya di sini.

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Skandal Guncang Malaysia-China, Lebih dari 2 Juta Orang Kena

    Skandal Guncang Malaysia-China, Lebih dari 2 Juta Orang Kena

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penyelidikan gabungan Malaysia dan China terhadap skema Ponzi raksasa yang dikendalikan oleh MBI International Group mengguncang kalangan bisnis dan politik di Penang. Otoritas menyita aset senilai RM3,8 miliar (sekitar Rp13,2 triliun) dan menangkap sejumlah tokoh penting, termasuk tiga taipan bergelar “Tan Sri”.

    Operasi penindakan bertajuk Op Northern Star diluncurkan setelah penyidik menerima informasi dari dalang utama skema, Tedy Teow Wooi Huat, yang saat ini ditahan di China. Teow diekstradisi dari Thailand pada Agustus 2024 dan tengah diinterogasi oleh otoritas China.

    “Teow telah memberikan informasi rinci tentang mekanisme penipuan MBI dan para pelaku pencucian uang di Malaysia. Kami sedang menindaklanjutinya,” ungkap Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail kepada CNA, dikutip Kamis (12/6/2025).

    Sebanyak 17 orang telah ditangkap, mayoritas adalah pengusaha properti ternama Penang. Penyidik menduga dana investor digunakan untuk mendanai proyek properti besar dan pembelian tanah milik pemerintah negara bagian.

    “Kami menemukan indikasi kuat bahwa dana MBI digunakan untuk membiayai proyek reklamasi seperti di Pulau Jerejak. Ini sedang kami dalami,” ujar salah satu pejabat senior Kementerian Dalam Negeri yang tidak disebutkan namanya.

    Pulau Jerejak sendiri dikenal sebagai kawasan strategis di lepas pantai Penang dan tengah dikembangkan untuk kawasan hunian dan komersial baru.

    Lebih dari 2 Juta Korban

    Menurut catatan pihak berwenang, skema MBI diduga telah menipu lebih dari 2 juta warga negara Tiongkok, dengan total kerugian mencapai 55 miliar yuan (sekitar RM32,4 miliar atau Rp113 triliun).

    Skema ini menjanjikan keuntungan tinggi melalui investasi digital, real estate, dan platform e-commerce, namun ternyata beroperasi sebagai Ponzi, di mana ini menggunakan dana investor baru untuk membayar investor lama.

    Kepolisian Malaysia mengonfirmasi bahwa hingga saat ini telah membekukan 988 rekening bank dan menyita berbagai aset mewah termasuk properti, kendaraan, serta investasi di saham penny.

    “Total aset yang berhasil disita mencapai RM3,8 miliar dan masih berpotensi bertambah,” kata Mohammed Hasbullah Ali, pejabat Direktur Departemen Investigasi Kejahatan Komersial PDRM.

    Penyidik kini menelusuri aliran dana yang diduga juga masuk ke pasar modal lokal untuk manipulasi harga saham.

    Dukungan China dan Kecaman Publik

    Tindakan tegas Malaysia mendapat dukungan langsung dari Presiden China Xi Jinping, yang membahas kasus ini dengan Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam kunjungan kenegaraan pada April lalu.

    “China sangat menghargai tindakan tegas Malaysia dalam kasus ini. Ini menunjukkan komitmen bersama memberantas kejahatan lintas negara,” kata Saifuddin.

    Namun, di dalam negeri, tekanan terhadap elite politik dan dunia usaha kian meningkat. Sejumlah aktivis menyerukan audit menyeluruh terhadap proyek properti besar yang berpotensi terlibat pencucian uang.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kronologi Sengketa 4 Pulau Aceh yang Kini Masuk Wilayah Sumut – Page 3

    Kronologi Sengketa 4 Pulau Aceh yang Kini Masuk Wilayah Sumut – Page 3

    Mendagri juga menguatkan keputusan itu dengan menerbitkan Permendagri Nomor 58 Tahun 2021 tentang Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau sebagai revisi Permendagri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan.

    Setahun kemudian pada 2022, tim pusat Bersama Pemda Aceh dan Pemda Sumut rapat untuk membahas empat pulau tersebut dan masing-masing menyampaikan pandangannya. Sayang tidak ada kesepakatan saat itu.

    Kemudian, di tahun yang sama pada bulan Februari 2022 kembali terbit Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau Tahun 2021 yang memasukkan empat pulau sebagai cakupan wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah Prov. Sumut, sesuai Data Gazeter Indonesia.

    Setelah lima tahun ketetapan itu tak digubris, pada April 2022, Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Singkil menyampaikan somasi/keberatan terhadap Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 terkait penetapan status 4 pulau sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

    Singkat cerita, pada 31 Mei sampai dengan 4 Juni 2022, Tim Pusat bersama Pemerintah Aceh, Pemda Sumut, Pemda Kabupaten Aceh Singkil dan Pemda Kabupaten Tapanuli Tengah melakukan survey di empat pulau itu.

    Hingga akhirnya, 16 Juli 2022 Gubernur Sumut menyampaikan keberadaan 4 Pulau sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumut.

    “Ini upaya-upaya yang dilakukan updating, jadi persoalan ini terus ya dari tahun 2007 sampai sekarang sehingga akhir di tahun 2020-2021 tim pusat bersidang dan memutuskan dan kemudian dituangkan ke dalam Kepmendagri di tahun 2022 menjadi wilayah Sumata Utara,” kata Syafruddin.

    Dia memastikan, Kepmendagri yang terbit dpada 2022 kemudian diulang dengan Kepmendagri yang dikeluarkan pada April 2025, isinya sama.

    “Jadi isinya sama dengan Kepmendagri dari yang semula,” jelas Syafruddin.

     

    Reporter: Rahmat Baihaqi (Merdeka.com)

  • 6
                    
                        Soal 4 Pulau Masuk Sumut, Erni Ariyanti Minta Patuhi Mendagri
                        Medan

    6 Soal 4 Pulau Masuk Sumut, Erni Ariyanti Minta Patuhi Mendagri Medan

    Soal 4 Pulau Masuk Sumut, Erni Ariyanti Minta Patuhi Mendagri
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara,
    Erni Ariyanti
    , meminta semua pihak mematuhi keputusan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, terkait penetapan empat pulau yang kini menjadi bagian dari Sumatera Utara.
    Kementerian Dalam Negeri juga menyatakan, jika ada gugatan, dipersilakan untuk mengajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
    “Pak Mendagri sudah buka suara jika memang ada gugatan, ke PTUN mempersilahkan Provinsi Aceh,” ujar Erni Ariyanti di kantor
    DPRD Sumut
    , Kamis (12/6/2025).
    Erni menambahkan, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution telah berkunjung ke Aceh. Tindakan tersebut perlu diapresiasi sebagai upaya untuk meredakan ketegangan di masyarakat Aceh.
    Meskipun demikian, Erni menegaskan, Sumatera Utara harus mempertahankan keempat pulau tersebut agar tetap menjadi bagian dari provinsi ini.
    “Ya kita harus mempertahankan juga ya. Ya kita tunggulah hasil diskusi dari pemerintah,” tuturnya.
    Politisi Golkar ini juga menyampaikan, Bobby Nasution telah menawarkan pengelolaan bersama jika terdapat potensi di daerah tersebut.
    Pada kesempatan itu, Erni menekankan bahwa penetapan empat pulau tersebut didasarkan pada kajian yang mendalam dan bukan keputusan yang diambil secara sembarangan.
    “Ya tidak tiba-tiba, ini ada kajian ilmiahnya,” pungkas Erni.
    Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan empat pulau yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Aceh kini masuk ke dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
    Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
    Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi Sengketa 4 Pulau Aceh yang Kini Masuk Wilayah Sumut – Page 3

    Kronologi Sengketa 4 Pulau di Aceh: dari Verifikasi hingga Protes – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Sengketa empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara telah menjadi isu yang kompleks sejak tahun 2008. Keempat pulau yang disengketakan, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, tidak terdaftar dalam verifikasi yang dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi. Namun, verifikasi di Sumatera Utara mencatat keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah mereka.

    Pemerintah Aceh mengklaim bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah mereka berdasarkan bukti historis dan pelayanan publik yang telah dilakukan sejak tahun 1965. Namun, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berpegang pada hasil verifikasi yang menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

    Dalam perkembangan terbaru, Kemendagri berencana mempertemukan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut untuk membahas polemik ini. Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menyatakan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi atas sengketa yang telah berlangsung lama ini.

  • 2
                    
                        4 Pulau Dipindah ke Sumut, Muzakir Manaf: Sejak Dulu Itu Punya Aceh
                        Nasional

    2 4 Pulau Dipindah ke Sumut, Muzakir Manaf: Sejak Dulu Itu Punya Aceh Nasional

    4 Pulau Dipindah ke Sumut, Muzakir Manaf: Sejak Dulu Itu Punya Aceh
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gubernur Aceh
    Muzakir Manaf
    angkat bicara soal empat pulau di perairan Aceh yang dipindahkan ke Kawasan Sumatera Utara (Sumut).
    Muzakir Manaf menegaskan, empat pulau itu adalah
    kewenangan Aceh
    karena sudah sejak lama menjadi bagian Aceh.
    “Ya, empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh, jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu kala itu memang punya Aceh,” kata Manaf di JCC, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
    Menurutnya, empat pulau itu adalah hak Aceh lantaran dari segi sejarah hingga iklim mengikuti kawasan Aceh.
    “Itu memang hak Aceh. Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” tuturnya.
    Diketahui, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait.
    “Sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak,” kata Tito saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
    “Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” lanjutnya.
    Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
    Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.
    Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.
    “Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.
    Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.
    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Bupati Pinrang ke Thailand, Kemendagri: Sudah Izin untuk Cek Kesehatan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Juni 2025

    Viral Bupati Pinrang ke Thailand, Kemendagri: Sudah Izin untuk Cek Kesehatan Regional 12 Juni 2025

    Viral Bupati Pinrang ke Thailand, Kemendagri: Sudah Izin untuk Cek Kesehatan
    Editor
    PINRANG, KOMPAS.com –
    Jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video yang memperlihatkan Bupati
    Pinrang
    , Andi Irwan Hamid, tengah berada di Thailand.
    Video tersebut menunjukkan sang bupati berjalan santai di sekitar Pattaya Beach, Provinsi Chonburi, Thailand, didampingi sejumlah pejabat daerah.
    Terkait video ini,
    Kemendagri
    memastikan, keberangkatan Irwan Hamid sesuai prosedur.
    Terekam dalam video tersebut, Irwan tak sendiri. Ia tampak bersama beberapa kepala dinas seperti Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Syamsumarlin, Kepala Dinas Kominfo Andi Haswidi, Dirut RSUD Lasinrang dr Moh Inwan Ahsan, serta Kepala Bappeda Pinrang Fahruddin.
    Video tersebut pun langsung viral, memicu beragam komentar di tengah masyarakat yang mempertanyakan alasan pejabat daerah melakukan perjalanan ke luar negeri di tengah wacana efisiensi anggaran nasional.
    Namun, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan bahwa keberangkatan Irwan Hamid telah melalui prosedur yang sah.
    Plh Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Aang Witarsa Rofik, menyatakan bahwa pihaknya menerima pengajuan izin resmi dari Irwan untuk pergi ke Thailand dalam rangka pemeriksaan kesehatan (medical check-up).
    “Kami konfirmasi ke Pusat Fasilitasi Kerjasama Setjen Kemendagri, ada izin untuk
    Bupati Pinrang
    tanggal 27 Mei – 1 Juni ke Thailand dengan alasan penting, yaitu medical check-up,” ujar Aang Witarsa kepada
    Tribun-Timur.com
    , Rabu (11/6/2025).
    Hal senada disampaikan Plt Kadis Lingkungan Hidup Pinrang, Syamsumarlin, yang menyebut bahwa rombongan berangkat pada 29 Mei 2025 dan kembali pada malam 31 Mei 2025.
    “Itu kan masa libur panjang, tidak ada hari kerja. Pak Bupati juga sudah mendapatkan izin dari Kemendagri dan tidak menggunakan dana daerah,” tegas Marlin.
    Syamsumarlin juga menekankan bahwa perjalanan ke Thailand tersebut murni menggunakan uang pribadi, bukan dana APBD maupun biaya perjalanan dinas.
    “Uang pribadi semua. Bahkan tiket yang kami gunakan merupakan promo paket wisata ke Thailand,” tambahnya.
    Total ada 15 orang dalam rombongan, termasuk Bupati Irwan. Mereka semua disebut memanfaatkan paket hemat untuk berwisata sekaligus melakukan kegiatan pribadi, seperti cek kesehatan.
    Meski sudah diklarifikasi, publik tetap menyoroti timing perjalanan yang bersamaan dengan isu efisiensi dan keterbatasan anggaran yang sedang digaungkan oleh pemerintah pusat.
    Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Fakta Baru Bupati Pinrang Pelesiran ke Thailand Diungkap Kemendagri, Alasan Cek Kesehatan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kontroversi Kemendagri Nyatakan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut

    Kontroversi Kemendagri Nyatakan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil meyakini 4 pulau yang dinyatakan sebagai wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah tetap milik Provinsi Aceh.

    Dia mengatakan persoalan dokumentasi terhadap kepemilikan 4 pulau di Aceh yang disengketakan itu belum sepenuhnya selesai, meskipun Kemendagri telah menyatakan 4 pulau itu kini milik Sumatera Utara.

    “Soal dokumentasi itupun masih diperdebatkan. Tapi saya yakin bahwa empat pulau itu adalah bagian dari Provinsi Aceh,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (12/6/2025).

    Sebab itu, legislator asal Dapil Aceh II ini mendorong pemerintah daerah Aceh untuk segera melakukan tindakan strategis untuk mengambil alih kembali 4 pulau tersebut.

    Meski secara administratif 4 pulau itu dinyatakan milik Sumatera Utara, namun dalam berbagai catatan agraria, data kepemilikan lahan hingga peta batas wilayah menunjukkan keempat pulau itu merupakan bagian dari Aceh. 

    “Adanya peluang bagi Aceh untuk mengambil kembali keempat pulau yang diklaim Sumatera Utara secara administratif melalui Keputusan Mendagri,” jelas dia.

    Lebih lanjut, Nasir menyoroti masalah sengketa 4 pulau Aceh dengan Sumut merupakan satu dari sekian masalah batas wilayah. Menurutnya, persoalan tapal batas masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia yang tak kunjung terselesaikan.

    “Jangankan tapal batas laut, tapal batas darat saja masih banyak bermasalah,” sindirnya.

    Lebih jauh, legislator ini menilai seharusnya ada badan yang memiliki otoritas untuk mengukur batas wilayah atau mengundang ahli dan narasumber yang lihai di bidang tersebut untuk mencari solusi, agar masalah ini cepat selesai. 

    “Saya mengusulkan kepada DPR RI dan DPD RI untuk mendatangkan narasumber yang kredibel, sekaligus memiliki kompetensi saat membahas empat pulau bersama Gubernur Aceh,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, hubungan Provinsi Aceh dan Sumatra Utara tegang imbas keputusan Kemendsgri terkait sengketa 4 pulau. 

    Pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, memasukan empat pulau yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek ke Sumatera Utara.

    Wilayah ini juga diklaim oleh Kabupaten Singkil, Provinsi Aceh. Keputusan Mendagri Tito memicu kemarahan warga Aceh. Mereka, kalau melihat rekaman yang banyak beredar, berbondong-bondong menuju ke empat pulau tersebut. Para pejabat dan warga juga menghimbau kepada pemerintah pusat, supaya tidak mengusik wilayah Aceh, khususnya sengketa 4 wilayah. 

    Di sisi lain, upaya pembicaraan antara kedua pemerintah daerah juga tidak banyak menurunkan tensi ketegangan. Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem, bahkan hanya sebentar menemui Gubernur Sumut, Bobby Nasution. Dia meninggalkan Bobby karena akan menghadiri agenda lain.

  • Mendagri: Perbanyak Ruang Terbuka Biar Warga Sehat! Biaya Lebih Murah dari Berobat

    Mendagri: Perbanyak Ruang Terbuka Biar Warga Sehat! Biaya Lebih Murah dari Berobat

    Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendorong pemerintah daerah untuk memperbanyak pembangunan ruang publik terbuka untuk beraktivitas seperti berolahraga, sebagai langkah pencegahan penyakit dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

    Ruang terbuka, seperti taman, area olahraga, hingga kegiatan seperti car-free day dan car-free night dapat mendorong masyarakat untuk lebih aktif bergerak.

    “Berolahraga juga jadi salah satu upaya untuk pencegahan terkena penyakit ya. Studi di Singapura menunjukkan bahwa membangun banyak ruang olahraga, ruang terbuka membuat masyarakat yang bergerak, masyarakat jadi sehat,” ucapnya saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (12/6/2025).

    Ia menekankan biaya pembangunan ruang publik jauh lebih murah dibandingkan dengan menanggung beban subsidi kesehatan ketika masyarakat sudah jatuh sakit.

    “Itu lebih murah membuat tempat ruang terbuka, taman dan lain-lain dibanding masyarakat sudah sakit diberikan subsidi, itu lebih murah,” lanjutnya.

    “Saya sudah pernah menyampaikan dan nanti mungkin saya akan buat sebuah edaran, kepada setiap kepala daerah, untuk berbanyak ruang masyarakat untuk berolahraga,” lanjutnya lagi.

    Mendagri juga menyoroti pentingnya pembangunan jalur pejalan kaki (pedestrian) yang ramah bagi masyarakat. Menurutnya, jalur pedestrian perlu dilengkapi dengan pepohonan yang dapat memberikan kenyamanan dan perlindungan dari panas, agar masyarakat terdorong untuk berjalan kaki.

    “Makin banyak pohon juga makin baik, dan tadi, kalau ada ruang-ruang yang idle, punya masyarakat, punya apa pemerintah, buatlah, itu ruang untuk berolahraga yang menarik, sehingga anak-anak bisa berolahraga,” tuturnya lagi.

    (suc/suc)

  • Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa

    Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa

    Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa
    Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar
    SENGKETA
    wilayah maritim antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara bukanlah sekadar persoalan administrasi biasa.
    Polemik ini mengungkapkan kompleksitas yang melekat dalam pengelolaan batas wilayah di Indonesia, serta bagaimana sejarah, budaya, dan politik saling bertautan dalam setiap inci Tanah Air.
    Konflik atas Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang menjadi contoh nyata ketegangan yang lebih dalam dari sekedar garis batas di atas peta.
    Keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mengalihkan empat pulau ini ke wilayah administratif Sumatera Utara menuai kontroversi tajam, terutama di kalangan masyarakat Aceh yang melihatnya sebagai bentuk pengabaian atas klaim historis dan identitas budaya mereka.
    Di balik putusan administratif tersebut, terbentang narasi panjang yang mencerminkan dilema antara kepastian administratif dengan keadilan historis dan emosional.
    Bagi Aceh, empat pulau ini bukan sekadar wilayah geografis, tetapi simbol harga diri, identitas, dan warisan leluhur yang tidak bisa diukur semata dengan garis batas spasial atau analisis teknokratis semata.
    Kontroversi ini menghadirkan pertanyaan mendalam: sejauh mana keputusan administratif pemerintah pusat dapat menghargai aspek historis dan emosional yang begitu kuat melekat dalam sengketa kewilayahan?
    Sengketa ini berakar dari klaim historis Aceh yang mendasarkan kepemilikannya pada dokumen agraria tahun 1965 serta Peta Topografi TNI Angkatan Darat tahun 1978, yang jelas menunjukkan pulau-pulau tersebut sebagai wilayah Aceh.
    Dokumen-dokumen ini telah menjadi dasar bagi Aceh untuk membangun berbagai infrastruktur penting di pulau-pulau tersebut, seperti dermaga, musala, dan tugu batas.
    Infrastruktur ini bukan sekadar fasilitas fisik, tetapi juga simbol nyata penguasaan dan pengelolaan efektif Aceh atas wilayah tersebut selama bertahun-tahun.
    Langkah-langkah pembangunan ini mencerminkan komitmen kuat Aceh dalam mempertahankan integritas teritorialnya serta menunjukkan kehadiran administratif yang aktif dan konsisten di wilayah sengketa.
    Namun, meski berbagai upaya nyata dan bukti historis tersebut telah dikemukakan secara jelas, keputusan administratif pemerintah pusat tidak memberikan bobot yang memadai terhadap argumentasi Aceh.
    Sebaliknya, keputusan tersebut cenderung lebih memprioritaskan pendekatan geografis yang secara spasial menempatkan pulau-pulau ini lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
     
    Analisis geografis ini, meskipun valid dari sudut pandang administratif semata, tampaknya tidak sepenuhnya mempertimbangkan konteks historis, sosial, dan budaya yang melekat erat dalam klaim kewilayahan Aceh.
    Keputusan pemerintah pusat yang lebih mengutamakan pendekatan geografis ini bukan hanya sekadar menimbulkan kontroversi administratif, tetapi juga berdampak serius terhadap dimensi sosial-budaya dan emosional masyarakat Aceh.
    Pengabaian aspek historis ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan mendalam yang berpotensi menciptakan konflik berkepanjangan dan rasa ketidakadilan historis.
    Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah pusat untuk tidak sekadar berpijak pada analisis teknokratis semata tetapi juga mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh implikasi jangka panjang dari keputusan yang diambil, khususnya dalam hal menjaga keharmonisan sosial dan stabilitas regional.
    Di balik sengketa administratif ini, muncul spekulasi kuat tentang adanya potensi sumber daya alam strategis, terutama minyak dan gas bumi (migas), yang diduga melimpah di sekitar wilayah empat pulau tersebut.
    Isu ini bukan hanya menambah kompleksitas narasi sengketa, tetapi juga menjadikan keputusan administratif ini memiliki dimensi ekonomi-politik yang penting.
    Jika spekulasi mengenai keberadaan migas benar, maka keputusan pemerintah pusat dapat diinterpretasikan tidak semata tentang urusan administratif, tetapi juga tentang perebutan kontrol atas aset strategis yang memiliki nilai ekonomi signifikan.
    Meskipun pihak Kementerian Dalam Negeri secara resmi menyatakan bahwa keputusan mereka murni berdasarkan pertimbangan geografis dan administratif, tetap saja publik Aceh menyimpan kecurigaan mendalam.
    Hal ini diperparah adanya informasi bahwa rencana investasi besar, yang diduga terkait dengan eksplorasi migas, mungkin telah menjadi salah satu pertimbangan tersembunyi dalam sengketa ini.
    Situasi ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik Aceh terhadap netralitas dan objektivitas proses pengambilan keputusan pemerintah pusat.
    Transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik merupakan aspek penting yang perlu dijaga, terutama dalam keputusan-keputusan yang berdampak luas seperti ini.
    Klaim pemerintah pusat mengenai ketidakpahaman mereka terhadap potensi ekonomi wilayah tersebut terlihat problematis.
    Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai apakah proses pengambilan keputusan benar-benar transparan dan jujur.
    Publik Aceh menuntut agar proses pengambilan keputusan tidak hanya jelas secara administratif, tetapi juga secara moral dan etis mempertimbangkan seluruh implikasi jangka panjangnya.
    Keputusan administratif ini tidak hanya berdampak pada hubungan antar-provinsi, tetapi juga memengaruhi tata kelola pemerintahan daerah secara keseluruhan.
    Konflik ini menunjukkan pentingnya mekanisme yang lebih baik dalam penyelesaian sengketa batas wilayah yang tidak hanya mengandalkan intervensi pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan proses dialogis yang lebih inklusif dan partisipatif.
    Mekanisme dialog yang efektif antara Aceh dan Sumatera Utara menjadi sangat krusial agar konflik semacam ini tidak terus berulang.
    Di sisi lain, kasus ini menjadi preseden penting bagi sengketa wilayah lainnya di Indonesia. Penyelesaian yang tidak sensitif terhadap sejarah dan klaim emosional masyarakat lokal berpotensi memicu konflik yang lebih besar di masa depan.
    Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu mempertimbangkan ulang pendekatan yang digunakan, lebih mengakomodasi klaim historis, dan mengedepankan dialog antar-daerah yang lebih intensif.
    Pada akhirnya, drama empat pulau ini menegaskan bahwa sengketa wilayah bukan sekadar persoalan administratif yang bisa diselesaikan dengan garis batas di atas peta.
    Pemerintah pusat harus lebih jeli melihat aspek-aspek historis, emosional, dan ekonomi yang tersembunyi di balik sengketa administratif.
    Hanya dengan pendekatan yang lebih empatik dan inklusif, keadilan yang sejati bisa tercapai, dan integritas serta keutuhan wilayah Indonesia tetap terjaga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.