Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Wamendagri Perintahkan Kepala Daerah Tertibkan Ormas Berseragam Loreng

    Wamendagri Perintahkan Kepala Daerah Tertibkan Ormas Berseragam Loreng

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri desak semua kepala daerah untuk menertibkan ormas yang masih memakai seragam “loreng” yang mirip TNI maupun Polri.

    Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto menjelaskan bahwa UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagaimana telah diperbaharui menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 menjelaskan bahwa masyarakat diperbolehkan membentuk ormas. 

    Kendati demikian, UU Ormas tersebut juga menegaskan tidak boleh ada ormas yang memakai seragam mirip seperti TNI, Polri atau lembaga lainnya

    “Itu kan ada aturannya di UU Ormas. Jadi tidak boleh pakai seragam yang menyerupai ya [TNI/Polri],” tuturnya di Kantor Kemendagri Jakarta, Senin (16/6).

    Menurut Bima, jika ada ormas yang masih protes karena dilarang memakai seragam loreng, maka kepala daerah harus memberi pendampingan dan penjelasan mengenai apa yang boleh dan dilarang di UU Ormas.

    “Kalau masih ada yang belum jelas juga, kami akan memberi pendampingan nanti untuk menjabarkan makna di dalam UU Ormas itu,” katanya.

    Jika masih ada ormas yang ngeyel ketika diberi penjelasan, Bima mengancam akan menertibkan ormas tersebut secara langsung.

    “Silahkan kepala daerah agar mendata dan menertibkan ormas-ormas yang terindikasi melanggar UU Ormas ini,” ujarnya.

  • Kemendagri buka opsi revisi keputusan soal kepemilikan empat pulau

    Kemendagri buka opsi revisi keputusan soal kepemilikan empat pulau

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan masih terbuka opsi untuk merevisi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 soal kepemilikan empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.

    “Seperti yang juga disampaikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) tidak ada keputusan yang tidak bisa dirubah atau diperbaiki begitu ya,” kata Bima Arya di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin.

    Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tersebut menetapkan bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.

    Kebijakan ini telah memicu perbedaan aspirasi dari kedua pemerintah daerah, yang masing-masing merasa memiliki keterikatan historis dan administratif terhadap pulau-pulau tersebut.

    Terkait hal tersebut Kemendagri telah menggelar rapat dengan berbagai pihak untuk mendengar pandangan dari berbagai pihak soal kepemilikan empat pulau tersebut.

    “Apa pun itu prosesnya tetapi kami tentu mendengar, menimbang, mempelajari semua masukan, semua data dan perspektif yang disampaikan untuk kemudian menjadi keputusan akhir tentang status kepemilikan empat pulau tadi,” ujar Bima.

    Hasil rapat tersebut juga telah disampaikan kepada Mendagri yang kemudian menyerahkan laporan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto segara mengambil keputusan terkait polemik batas administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, terutama menyangkut pengelolaan empat pulau di wilayah perbatasan kedua daerah.

    Hal ini disampaikan oleh Hasan Nasbi dalam keterangannya di Kantor PCO, Jakarta, Senin, menanggapi perbedaan aspirasi yang muncul di antara kedua provins tersebuti.

    “Presiden mengambil alih ini langsung dan dijanjikan secepatnya akan diselesaikan,” kata Hasan Nasbi.

    Hasan menjelaskan bahwa dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kedaulatan wilayah sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat.

    Sedangkan pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan administratif atas wilayah yang menjadi cakupan tugasnya, termasuk pengelolaan pulau-pulau yang berada dalam wilayah tersebut, kata Hasan menambahkan.

    “Kalau dalam konsep negara kita, yang punya kedaulatan atas wilayah itu adalah pemerintah pusat, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah itu punya wilayah administrasi,” ujarnya.

    Polemik batas wilayah administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang bergulir sejak 1928 itu kembali mencuat setelah muncul perbedaan klaim pengelolaan atas empat pulau di kawasan perbatasan kedua provinsi tersebut.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sengketa 4 Pulau Aceh vs Sumut, Kemendagri Serahkan Bukti Baru ke Prabowo

    Sengketa 4 Pulau Aceh vs Sumut, Kemendagri Serahkan Bukti Baru ke Prabowo

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menemukan bukti baru atau novum untuk menentukan nasib keempat pulau yang saat ini diperebutkan Gubernur Sumatra Utara dan Gubernur Aceh.

    Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto mengatakan Kemendagri telah melibatkan banyak pihak untuk menentukan nasib keempat pulau yang masih sengketa dari sisi wilayah.

    Keempat pulau yang menjadi sengketa provinsi Aceh dan Sumut adalah Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan. 

    Menurut Bima, Kemendagri tidak hanya melihat dari aspek batas teritorial keempat pulau tersebut. Tetapi, menurut Bima juga meninjau aspek fakta historis, kultural dan sosial-politis.

    “Tadi telah disampaikan data-data sebagai landasan untuk memutuskan secara final terkait dengan status 4 pulau tadi,” tutur Bima di Kantor Kemendagri, Senin (16/6).

    Pihaknya telah menemukan fakta baru atau novum untuk menuntaskan sengketa keempat pulau tersebut. Novum itu nantinya, kata Bima akan dibawa oleh Mendagri Tito Karnavian kepada Presiden Prabowo Subianto untuk diputuskan.

    Sayangnya, Bima masih merahasiakan apa novum tersebut dan keputusan Kemendagri dalam menentukan nasib keempat pulau itu. 

    “Nah, data yang baru ini, novum ini, tentu akan kami jadikan melalui satu kelengkapan berkas untuk kemudian kami sampaikan, kami laporkan ke Bapak Menteri Dalam Negeri untuk kemudian beliau sampaikan kepada Bapak Presiden,” katanya

    Bima juga meminta publik untuk bersabar karena keputusan keempat pulau itu masuk ke wilayah mana akan disampaikan oleh Kemendagri setelah Presiden Prabowo Subianto mengetahui lebih dulu. 

    “Sabar ya, Presiden Prabowo harus tahu lebih dulu soal ini,” ujarnya.

  • Aceh siapkan dokumen 1992 dalam rapat empat pulau di Kemendagri

    Aceh siapkan dokumen 1992 dalam rapat empat pulau di Kemendagri

    “Iya, Alhamdulillah itu dokumen yang kita punya,”

    Banda Aceh (ANTARA) – Pemerintah Aceh menyiapkan dokumen kesepakatan bersama 1992 antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara untuk dibawa dalam rapat dengan Kemendagri terkait kepemilikan empat pulau yang kini masih disengketakan.

    “Iya, Alhamdulillah itu dokumen yang kita punya,” kata Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, di Banda Aceh, Senin.

    Pernyataan itu disampaikan Syakir di sela-sela menerima aksi mahasiswa di kantor Gubernur Aceh yang menuntut pengembalian empat pulau yang diserahkan ke Sumatera Utara kembali menjadi milik Aceh.

    Sebagai informasi, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf dijadwalkan bakal melaksanakan rapat bersama Mendagri terkait polemik kepemilikan empat pulau dengan Sumatera Utara, di Jakarta, Selasa besok (17/6).

    Dirinya mengatakan, kesepakatan bersama kedua provinsi tahun 1992 tersebut menentukan status kepemilikan empat pulau yang kini kembali bersengketa.

    Kesepakatan bersama 1992 tersebut, ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dengan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar, dan disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini.

    “Kita paparkan kembali bahwa sudah ada kesepakatan 1992 yang menceritakan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh,” ujarnya.

    Syakir menyampaikan, kesepakatan para pihak tersebut bersifat mengikat bagi kedua provinsi. Apalagi, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah juga telah menegaskan terkait batas wilayah.

    “Pada Pasal 3 ayat 2 huruf F (PP 141 Tahun 2017) disebutkan, dokumen penjelasan batas daerah salah satunya adalah kesepakatan kedua daerah yang berbatasan. Karena itu, kita berharap Presiden dapat menyelesaikan masalah ini, dan pulau kembali untuk Aceh,” demikian Syakir.

    Permasalahan sengketa empat pulau di wilayah Aceh Singkil antara Aceh dan Sumatera Utara telah berlangsung lama. Keduanya saling klaim kepemilikan.

    Adapun empat pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

    Kemudian, Kemendagri mengeluarkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.

    Keputusan Kemendagri itu, menetapkan status administratif empat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

    Pemerintah Aceh, saat ini masih terus berupaya untuk mengadvokasi pengembalian empat pulau tersebut kembali masuk dalam wilayah Aceh.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemendagri: Faktor historis jadi pertimbangan penentuan batas wilayah

    Kemendagri: Faktor historis jadi pertimbangan penentuan batas wilayah

    “Kementerian Dalam Negeri dalam memutuskan batas wilayah dan alokasi teritori, ini tidak saja menimbang faktor geografis, misalnya kedekatan secara wilayah, tetapi juga ada data fakta historis, politis, dan kemudian juga data-data sosial dan kultural

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut mempertimbangkan faktor historis dan politis dalam penentuan batas wilayah, termasuk juga dalam penentuan kepemilikan empat pulau di perbatasan Aceh-Sumatera Utara (Sumut).

    “Kementerian Dalam Negeri dalam memutuskan batas wilayah dan alokasi teritori, ini tidak saja menimbang faktor geografis, misalnya kedekatan secara wilayah, tetapi juga ada data fakta historis, politis, dan kemudian juga data-data sosial dan kultural,” kata Bima Arya di kantor Kemendagri di Jakarta, Senin.

    Bima mengatakan hal-hal tersebut juga turut dibahas dalam rapat lintas instansi terkait penentuan batas wilayah, instansi tersebut antara lain Kementerian Pertahanan, Badan Informasi dan Geospasial, TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, pelaku sejarah dan pemangku kepentingan lainnya.

    Ia mengatakan rapat tersebut dihadiri oleh seluruh pihak yang terkait langsung dalam proses-proses penentuan batas wilayah, penamaan kode, dan kegiatan yang terkait dengan identifikasi rupa bumi secara nasional.

    “Pada rapat hari ini telah disampaikan data-data sebagai landasan untuk memutuskan secara final terkait dengan status empat pulau tadi dan perlu kami sampaikan bahwa selain data-data yang memang sudah ada, yang kami pelajari lebih dalam lagi, ada novum, atau data baru yang kami peroleh berdasarkan penelusuran Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.

    Data baru tersebut juga telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Meski demikian Bima belum memberikan komentar lebih lanjut soal data baru apa yang disampaikan kepada Presiden, namun menurutnya data tersebut sangat penting dalam pengambilan keputusan soal sengketa wilayah tersebut. Ia mengatakan data-data baru tersebut diperoleh berdasarkan penelusuran oleh tim dari Kemendagri.

    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto segara mengambil keputusan terkait polemik batas administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, terutama menyangkut pengelolaan empat pulau di wilayah perbatasan kedua daerah.

    Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, dalam keterangannya di Kantor PCO, Jakarta, Senin, menanggapi perbedaan aspirasi yang muncul di antara kedua provinsi.

    “Presiden mengambil alih ini langsung dan dijanjikan secepatnya akan diselesaikan,” kata Hasan Nasbi.

    Hasan menjelaskan, bahwa dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kedaulatan wilayah sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat.

    Sedangkan pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan administratif atas wilayah yang menjadi cakupan tugasnya, termasuk pengelolaan pulau-pulau yang berada dalam wilayah tersebut, kata Hasan menambahkan.

    “Kalau dalam konsep negara kita, yang punya kedaulatan atas wilayah itu adalah pemerintah pusat, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah itu punya wilayah administrasi,” ujarnya.

    Polemik batas wilayah administrasi antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang bergulir sejak 1928 itu kembali mencuat setelah muncul perbedaan klaim pengelolaan atas empat pulau di kawasan perbatasan kedua provinsi tersebut.

    Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 telah menetapkan bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.

    Kebijakan ini telah memicu perbedaan aspirasi dari kedua pemerintah daerah, yang masing-masing merasa memiliki keterikatan historis dan administratif terhadap pulau-pulau tersebut.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendagri Bantah Empat Pulau sebagai Hadiah ke Jokowi dan Bobby, Said Didu: Terus Apa?

    Mendagri Bantah Empat Pulau sebagai Hadiah ke Jokowi dan Bobby, Said Didu: Terus Apa?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Sekertaris BUMN, Said Didu terus mempertanyakan terkait polemik empat pulau yang melibatkan Aceh dan Sumatera Utara.

    Terbaru, ada bantahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemedgari) yang disebut memberikan empat pulau ini ke Sumut.

    Lewat cuitan di media sosial X pribadinya, Said Didu mempertanyakan maksud ada bantahan ini.

    Dia memberikan komentar singkat terkait kabar dan bantahan dari Kemendagri terkait hal ini.

    “Terus apa?,” tulisnya dikutip Senin (16/6/2025).

    Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya juga menegaskan peralihan itu juga bukan ‘hadiah’ bagi Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ataupun menantunya Gubernur Sumut, Bobby Nasution.

    “Sangat tidak benar. Tidak ada kepentingan apapun selain menjalankan tugas negara,” katanya.

    Bima memastikan tidak ada kepentingan politis apapun terkait polemik perpindahan administrasi keempat pulau itu.

    Ia mengklaim perpindahan dilakukan hanya untuk menentukan batas wilayah masing-masing provinsi.

    “Ini proses administratif menentukan batas wilayah sebagaimana amanat Undang-Undang,” jelasnya.

    “Kami akan lakukan kajian ulang secara menyeluruh, mempelajari, tidak saja data geografis tapi juga historis dan kultural,” ungkapnya. (Erfyansyah/fajar)

  • Aktivis Aceh Sentil Bobby Nasution Soal Kelola 4 Pulau: Gubernur Mirip Pelaku Curanmor

    Aktivis Aceh Sentil Bobby Nasution Soal Kelola 4 Pulau: Gubernur Mirip Pelaku Curanmor

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pegiat media sosial sekaligus aktivis asal Aceh, Zulfikar Akbar memberikan kritikan tajam ke Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.

    Tak tanggung-tanggung kritikan tajam yang diberikan Zulfikar Akbar ke Gubernur Sumut itu berupa sindiran.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Zulfikar Akbar menyebut Bobby Nasution layaknya pelaku curanmor.

    “Kelasnya gubernur satu ini jadi mirip pelaku curanmor,” tulisnya dikutip Senin (16/6/2925).

    “Yang mendikte pemilik motor sah untuk ikuti maunya,” tuturnya.

    Ia menyindir Bobby yang kemungkinan bisa berada di posisinya saat ini sebagai Gubernur karena adanya peran dari sang Mertua, Jokowi Widodo.

    “Agaknya benar kata orang-orang, kalau bukan karena mertua,” ungkapnya.

    “tak yakin orang ini bisa jadi gubernur,” terangnya.

    Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution mengaku siap jika ingin membahas kembali soal 4 pulau yang ditetapkan Kemendagri masuk Sumut.

    Bobby pun mengajak Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem untuk membahas itu bersama di Kemendagri.

    “Ini saya sampaikan berulang ini, jangan kemana-mana bahasannya ya, saya dari awal kemarin ke Aceh bertemu dengan Gubernur Aceh, kita ingin sampaikan kalau untuk masalah milik siapa itu pulau, mohon maaf ya mau kami bahas dari pagi sampai pagi pun sebenarnya nggak ada solusinya,” kata Bobby.

    “Maka saya sampaikan di situ kalau kita mau bahas, ayo sama-sama, kami terbuka kalau memang hal itu mau diulang kembali pembahasan pemilikannya kami terbuka. Kita mau ke Jakarta sama-sama untuk membahas ke Kemendagri ya ayo silakan,” tambahnya.

  • 8
                    
                        Mendagri Tito Absen dalam Rapat Bahas Sengketa Pulau Aceh Masuk Sumut
                        Nasional

    8 Mendagri Tito Absen dalam Rapat Bahas Sengketa Pulau Aceh Masuk Sumut Nasional

    Dampingi Prabowo, Mendagri Tito Absen dalam Rapat Bahas Sengketa Pulau Aceh Masuk Sumut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Dalam Negeri
    Tito Karnavian
    tidak hadir dalam rapat pembahasan sengketa empat pulau Aceh yang masuk Sumatera Utara di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).
    Wakil Menteri Dalam Negeri
    Bima Arya Sugiarto
    mengatakan, Tito absen dalam rapat tersebut karena bertugas mendampingi Presiden
    Prabowo Subianto
    dalam kunjungan kenegaraan di Singapura.
    “Bapak Menteri Dalam Negeri akan memimpin langsung rapat koordinasi pada siang hari ini. Tapi karena beliau bertugas mendampingi Bapak Presiden dalam kegiatan kenegaraan di Singapura, maka beliau meminta kami untuk mengadakan rapat yang sangat penting ini,” ucap Bima di Kantor Kemendagri.
    Bima menjelaskan, rapat pembahasan ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan Tim Nasional Pembakuan Rupabumi dan menemukan novum atau bukti baru terkait polemik tersebut.
    Namun, bukti baru tersebut tidak bisa diumumkan ke publik dan harus dilaporkan langsung kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian serta disampaikan secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
    “Bukti baru tadi penting, karena bisa menjadi landasan yang sangat kuat yang bisa menentukan keputusan kepemilikan pulau tadi. Mari kita tunggu saja teman-teman sekalian, ke arah mana tentu nanti akan melalui kajian, pembicaraan dari Pak Menteri Dalam Negeri yang dilaporkan kepada Bapak Presiden,” katanya.
    Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
    Pemerintah Provinsi Aceh memprotes keputusan itu karena merasa sejarah menunjukkan bahwa keempat pulau itu milik Aceh.
    Sementara, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merasa keempat pulau itu semestinya masuk Sumatera Utara karena letak geografisnya lebih dekat ke provinsi tersebut.
    Belakangan, Presiden Prabowo Subianto disebut akan turun tangan dan segera mengambil keputusan untuk mengakhiri masalah sengketa
    4 pulau Aceh masuk Sumut
    tersebut.
    “Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Sabtu (14/6/2025).
    “Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” ujar Dasco melanjutkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Massa di Aceh Demo Bawa Bendera Bulan Bintang, Tolak 4 Pulau Masuk Sumut

    Massa di Aceh Demo Bawa Bendera Bulan Bintang, Tolak 4 Pulau Masuk Sumut

    Banda Aceh

    Massa di Banda Aceh menggelar aksi dengan membawa bendera bulan bintang di kantor Gubernur Aceh. Mereka menolak penetapan empat pulau menjadi wilayah Sumatera Utara (Sumut).

    Massa awalnya berkumpul di Taman Ratu Safiatuddin, tidak jauh dari kantor gubernur Aceh. Mereka berjalan kaki menuju tempat aksi dengan berjalan kaki serta truk.

    Sebagian massa tampak membawa bendera bintang bulan dan replika senjata dari kayu. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan ‘merdeka’ serta ‘referendum’.

    Setelah sempat berorasi di depan gerbang, massa yang tiba sekitar pukul 12.30 WIB kemudian masuk ke pekarangan kantor gubernur. Aksi itu mendapatkan pengawalan dari pihak Satpol PP serta polisi.

    “Kami menolak keputusan Mendagri menetapkan empat pulau ke wilayah Sumatera Utara (Sumut),” teriak seorang orator, Rizki dari atas truk komando, dilansir detikSumut.

    Dia juga meminta Presiden Prabowo Subianto memecat Mendagri Tito Karnavian serta memeriksanya. Massa juga menyinggung rencana pembentukan empat batalion pembangun di Aceh.

    (idh/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bawa Bendera GAM, Mahasiswa Demo Minta 4 Pulau Dikembalikan ke Aceh

    Bawa Bendera GAM, Mahasiswa Demo Minta 4 Pulau Dikembalikan ke Aceh

    Banda Aceh, Beritasatu.com – Ratusan mahasiswa berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Aceh di Kota Banda Aceh, Senin (16/6/2025). Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto mengembalikan empat pulau milik Aceh yang bersengketa dengan Sumatera Utara.

    Massa dari beberapa kampus di Banda Aceh memulai aksinya dengan berkumpul di Taman Ratu Safiatuddin lalu bergerak menuju Kantor Gubernur Aceh dengan berjalan kaki dan Sebagian naik truk bak terbuka.

    Dalam aksinya, mahasiswa turut membawa dan mengibarkan bendera bulan bintang yang merupakan simbol perjuangan Gerakan Aceh Merdeka. Massa sempat berorasi di depan gerbang kantor gubernur sebelum masuk ke pekarangan.

    Koordinator aksi Rizky menegaskan mereka menolak Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil yang sebelumnya menjadi milik Aceh dialihkan masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.

    “Kami menolak keputusan mendagri menetapkan empat pulau itu ke wilayah Sumut. Pulau-pulau ini harus dikembalikan kepada rakyat Aceh,” tegasnya dalam orasi.

    Massa mendesak Presiden Prabowo turun tangan segera menyelesaikan sengketa empat pulau yang memicu ketegangan antara Aceh dan Sumut. Jika masalah ini terus dibiarkan, dikhawatirkan bisa menimbulkan konflik serius.

    Para pengunjuk rasa menegaskan bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian sah wilayah Aceh dan menolak kebijakan Kemendagri yang memasukkan pulau itu ke dalam administrasi Sumut.

    Dalam aksi yang dikawal ketat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan kepolisian, massa menilai Kemendagri tidak mempertimbangkan aspirasi masyarakat Aceh dalam memutuskan empat pulau tersebut masuk wilayah Sumut, sehingga berpotensi memicu konflik.