Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • 5
                    
                        Bobby Ingatkan Warga Sumut Terima Keputusan 4 Pulau: Aceh Tetangga Kita, Jangan Mau Terhasut
                        Nasional

    5 Bobby Ingatkan Warga Sumut Terima Keputusan 4 Pulau: Aceh Tetangga Kita, Jangan Mau Terhasut Nasional

    Bobby Ingatkan Warga Sumut Terima Keputusan 4 Pulau: Aceh Tetangga Kita, Jangan Mau Terhasut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menerima keputusan pemerintah pusat yang menetapkan Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang masuk ke wilayah Aceh. 
    Dia pun berpesan kepada warga Sumatera Utara untuk menerima keputusan itu dan menghindari hasutan yang membawa pada perseteruan antarwilayah. 
    “Saya minta seluruh masyarakat Sumut, Aceh adalah wilayah yang bertetangga dengan kita. Jangan mau terhasut, jangan mau terbawa gorengan, apa pun kondisinya hari ini untuk seluruh masyarakat Sumut kalau ada laporan ke masyarakat Aceh dan sejenisnya, saya sebagai Gubernur Sumut itu dihentikan,” ujar Bobby dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Selasa (17/6/2025).
    Bobby mengaku sudah menandatangani surat tentang batas wilayah Aceh dan Sumatera Utara bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
    Dia sempat berkelakar, pembahasan tentang batas wilayah sudah dimulai sejak tahun 1992 ketika dia masih berusia satu tahun. 
    Namun, kini dia yang menandatangani keputusan soal batas wilayah sekaligus ikut menetapkan empat pulau itu masuk ke wilayah Aceh. 
    “Batas wilayah sudah dimulai 1992, itu umur saya baru satu tahun. (Pada) 2008 saya masih SMA, dan 2017 saya belum menjadi pejabat publik, 2020 saya Wali Kota Medan dan baru ini 2025 tanda tangan saya sebagai gubernur menyatakan bahwa 4 pulau ini masuk ke Aceh,” ujar Bobby. 
    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memutuskan empat pulau yang kini disengketakan oleh Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) masuk wilayah Aceh.
    “Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yaitu, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasrakan dokumen yangg dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Keputusan itu diambil usai Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, melangsungkan pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, ketika Presiden Prabowo dalam perjalanan menuju Rusia.
     
    Polemik empat pulau dipicu oleh Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) soal status empat pulau yang sebelumnya milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara.
    Aturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
    Keputusan ini dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak, menyusul konflik perebutan wilayah yang sudah berlangsung puluhan tahun.
    Pemprov Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Setelah berlarut-larut, Prabowo memutuskan untuk mengambil alih polemik tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri

    Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri

    Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III DPR
    Nasir Djamil
    menyatakan bahwa langkah Presiden
    Prabowo Subianto
    yang mengambil alih polemik penetapan empat pulau yang diklaim masuk ke wilayah Sumatera Utara merupakan bentuk koreksi terhadap keputusan
    Kementerian Dalam Negeri
    (Kemendagri).
    Adapun
    polemik empat pulau
    santer terdengar setelah pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
    “Pengambil alihan ini juga dalam pandangan kami sebagai bentuk koreksi terhadap keputusan Mendagri tersebut,” kata Nasir yang ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    “Jadi koreksi Presiden sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan terhadap Menterinya yang barangkali dalam keputusan itu belum sempurna. Tidak bijak menyikapi daerah-daerah yang dulu pernah mengalami konflik bersenjata seperti Aceh-Indonesia,” tambah dia.
    Menurut Nasir, intervensi Presiden juga bertujuan meredam ketegangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, khususnya
    Aceh dan Sumatera Utara
    , terkait status administratif empat pulau tersebut.
    “Sepengetahuan saya, mengambil alih isu ini oleh Presiden kan dimaksud untuk meredakan ketegangan antara pusat dan daerah dan juga antara Aceh dan Sumatera Utara. Kami percaya bahwa tidak ada kepentingan apapun dari Presiden Prabowo Subianto terkait mengambil alih isu ini atau kasus ini,” terangnya.
    Ia mengingatkan bahwa Aceh adalah wilayah yang memiliki sensitivitas historis dan politis karena pernah mengalami konflik bersenjata.
    Karena itu, menurutnya, penyikapan terhadap Aceh harus mengedepankan sensitivitas, bukan hanya otoritas formal.
    “Jadi itu sensitivitas itu dibutuhkan, bukan hanya sekadar otoritas. Jadi otoritas minus sensitivitas ya akibatnya seperti ini,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
    Lebih lanjut, Nasir membeberkan bahwa dari sisi sejarah, administrasi, hingga penamaan pulau, empat pulau tersebut sebenarnya berada di bawah kewenangan Aceh.
    Namun, pada 2009, Pemerintah Aceh sempat melakukan kekeliruan dalam pengajuan data pulau.
    “Cuma memang di tahun 2009, waktu itu Aceh keliru dalam memberikan koordinat. Dan menyampaikan ada 260 pulau, tidak termasuk 4 pulau ini. Tapi itu kemudian dikoreksi, kemudian diperbaiki, kemudian diajukan tapi tidak pernah disahuti, tidak pernah diterima, tidak pernah dijawab oleh pemerintah pusat,” jelas legislator asal Aceh ini.

    Sebagai informasi, polemik empat pulau ini mencuat usai adanya keputusan Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumut masuk ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara.
    Keputusan ini menuai keberatan dari Pemerintah Aceh dan sejumlah elemen masyarakat di daerah tersebut.
    Presiden Prabowo Subianto, menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, turun tangan langsung terkait polemik ini.
    Dasco menyatakan, Prabowo sebagai Kepala Negara memutuskan bakal mengambil alih penuh persoalan tersebut.
    Menurutnya, Prabowo segera memutuskan langkah terbaik untuk menyelesaikan hal tersebut. “Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025) malam.
    Dasco mengatakan, Prabowo menargetkan keputusan terkait pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut sudah bisa rampung pekan depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mensesneg Tegaskan 4 Pulau Sengketa Masuk Wilayah Aceh!

    Mensesneg Tegaskan 4 Pulau Sengketa Masuk Wilayah Aceh!

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa secara administratif empat pulau yang belakangan menjadi sumber polemik antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara masuk dalam wilayah administratif Aceh. 

    Hal ini disampaikan berdasarkan dokumen resmi milik pemerintah pusat yang disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

    “Secara administratif, berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh pemerintah, adalah masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh,” ujar Prasetyo dalam forum itu.

    Lebih lanjut, dia menyebut bahwa kesimpulan tersebut merujuk pada temuan dari Pemerintah Provinsi Aceh, dokumen dari Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), serta dokumen dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Pemerintah, kata Prasetyo, berharap keputusan ini menjadi jalan tengah yang dapat menyudahi polemik di masyarakat.

    “Kami mewakili pemerintah berharap keputusan ini menjadi jalan keluar yang baik untuk kita semuanya, bagi pemerintah Aceh, pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Ini menjadi solusi yang kita harapkan dapat mengakhiri semua dinamika yang berkembang di masyarakat,” ucapnya.

    Prasetyo juga menyampaikan bahwa Presiden RI meminta pihaknya bersama Kemendagri untuk meluruskan informasi yang berkembang, termasuk isu yang menyebut adanya upaya sepihak dari salah satu provinsi untuk mengklaim empat pulau tersebut.

    “Kami juga diminta Bapak Presiden untuk meluruskan isu-isu yang berkembang bahwa berkenaan dengan dinamika empat pulau ini, tidak benar ketika ada satu pemerintah provinsi yang ingin, dalam tanda kutip, memasukkan keempat pulau ini ke dalam wilayah administratifnya,” tegasnya.

    Mensesneg mengimbau masyarakat di kedua provinsi untuk menahan diri dan tidak terprovokasi oleh informasi yang belum jelas. Dia menekankan bahwa Mendagri akan memberikan penjelasan lengkap mengenai duduk persoalan agar semua pihak memahami konteksnya.

    “Kami mohon kepada seluruh masyarakat Sumatra Utara maupun juga masyarakat Aceh untuk memahami bahwa proses yang terjadi, dinamika yang terjadi, nanti akan diberikan penjelasan Bapak Mendagri supaya kita paham duduk persoalannya,” kata Prasetyo.

    Dia berharap polemik soal empat pulau ini tidak memecah hubungan baik antarwarga Aceh dan Sumatra Utara yang selama ini saling menopang secara sosial dan ekonomi.

    “Jadi kami harapkan dinamika ini bisa segera kita akhiri supaya kita kembali bersatu baik masyarakat Sumatra Utara maupun masyarakat Aceh yang kita semua tahu kedua provinsi ini berdekatan, saling bersaudara, dan saling menopang satu sama lain. Jangan karena adanya dinamika terhadap empat pulau ini, berkembang isunya ke mana-mana yang kontraproduktif,” pungkas Prasetyo.

  • Stok Blanko e-KTP Menipis, Dispendukcapil Sampang Prioritaskan Pemohon Baru dan Kasus Darurat

    Stok Blanko e-KTP Menipis, Dispendukcapil Sampang Prioritaskan Pemohon Baru dan Kasus Darurat

    Sampang (beritajatim.com) – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Sampang saat ini mengalami keterbatasan stok blanko e-KTP. Kondisi ini membuat layanan pencetakan e-KTP diprioritaskan untuk pemohon baru serta keperluan yang bersifat darurat.

    Kepala Dispendukcapil Sampang, Nor Alam, mengungkapkan bahwa keterbatasan tersebut disebabkan oleh alokasi blanko dari Kementerian Dalam Negeri yang belum mencukupi kebutuhan masyarakat di wilayahnya.

    “Untuk saat ini kami telah mengajukan permohonan tambahan blanko e-KTP ke provinsi dan pusat, dan berharap stok blanko segera terpenuhi,” ujarnya, Selasa (17/6/2025).

    Meski stok terbatas, Dispendukcapil tetap membuka pelayanan cetak e-KTP seperti biasa. Hanya saja, pemohon baru dan kebutuhan mendesak seperti untuk keperluan rumah sakit, pendidikan, dan pelamaran kerja mendapat prioritas utama.

    “Kami berharap proses pencetakan e-KTP dapat berjalan lancar meskipun dengan keterbatasan stok blanko,” tegas Nor Alam.

    Ia juga mengimbau masyarakat untuk bersabar dan mengikuti alur pelayanan sesuai ketentuan yang berlaku, sembari menunggu tambahan pasokan dari pemerintah pusat. [sar/beq]

  • 1
                    
                        Prabowo Putuskan 4 Pulau yang Disengketakan Masuk Wilayah Aceh
                        Nasional

    1 Prabowo Putuskan 4 Pulau yang Disengketakan Masuk Wilayah Aceh Nasional

    Prabowo Putuskan 4 Pulau yang Disengketakan Masuk Wilayah Aceh
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    memutuskan empat pulau yang kini disengketakan oleh Provinsi
    Aceh
    dan Provinsi
    Sumatera Utara
    (Sumut) masuk wilayah Aceh.
    Adapun keempat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
    “Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Keputusan itu diambil usai Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, melangsungkan pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, ketika Presiden Prabowo dalam perjalanan menuju Rusia.
    Sebelumnya diberitakan, polemik empat pulau dipicu oleh Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) soal status empat pulau yang sebelumnya milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara.
    Aturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
    Keputusan ini dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak, menyusul konflik perebutan wilayah yang sudah berlangsung puluhan tahun.
    Pemprov Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Setelah berlarut-larut, Prabowo memutuskan untuk mengambil alih polemik tersebut.
    Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad setelah DPR RI berkomunikasi dengan Presiden.
    “Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025) malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut, Yusril: Perjanjian Helsinki Tak Berlaku

    Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut, Yusril: Perjanjian Helsinki Tak Berlaku

    Depok, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan, Perjanjian Helsinki tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam penentuan status empat pulau yang saat ini dipersengketakan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

    Pernyataan itu disampaikan Yusril saat menghadiri kegiatan di Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Minggu (15/6/2025). “Perjanjian Helsinki bukan dasar penetapan tapal batas wilayah. Hal itu adalah kewenangan menteri dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah,” tegas Yusril.

    Sebanyak empat pulau yang menjadi polemik adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang. Sebelumnya, pulau-pulau tersebut dianggap bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, tetapi kini dimasukkan ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut berdasarkan keputusan Kemendagri.

    Yusril menjelaskan, belum ada peraturan menteri yang secara spesifik menetapkan batas wilayah antara Kabupaten Singkil dan Tapanuli Tengah. Yang ada saat ini hanya berupa keputusan pengkodean wilayah.

    “Masalah empat pulau itu belum ada peraturan mendagri yang mengatur batas wilayah. Yang ada baru keputusan mendagri soal pengkodean pulau-pulau itu,” ujarnya.

    Yusril menegaskan, pemerintah tengah berupaya menuntaskan persoalan ini dengan cara terbaik. Ia juga menyebut tengah berkomunikasi intens dengan Mendagri Tito Karnavian serta akan segera bertemu Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumut Bobby Nasution.

    “Kami berupaya mencari solusi terbaik dan meminta semua pihak bersabar karena keputusan batas wilayah belum bersifat final,” imbuh Yusril.

    Yusril juga menekankan, penentuan batas wilayah tidak hanya berdasarkan aspek geografis semata. Menurutnya, perlu mempertimbangkan juga aspek sejarah, budaya, dan kepentingan masyarakat lokal. 

    “Penetapan wilayah harus mempertimbangkan berbagai dimensi demi kepentingan bangsa dan masyarakat setempat,” katanya.

    Sengketa muncul setelah Kementerian Dalam Negeri menetapkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administratif Sumatera Utara. Keputusan ini memicu protes dari pihak Aceh, yang mengeklaim pulau-pulau itu secara historis masuk ke dalam wilayah Aceh Singkil.

  • Tito Karnavian Jangan Main Api dengan Aceh!

    Tito Karnavian Jangan Main Api dengan Aceh!

    GELORA.CO -Ketegasan Presiden Prabowo Subianto kembali diuji dalam merespons pemindahan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    Adapun empat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.

    Panglima Generasi Cinta Negeri (Gentari), Habib Umar Alhamid meminta Presiden Prabowo untuk memecat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian karena telah lancang menerbitkan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 yang menetapkan empat pulau di Aceh masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara. 

    Habib Umar menilai Tito Karnavian telah memainkan politik dua kaki yang membahayakan keutuhan negara, khususnya terkait penyerahan empat pulau milik Provinsi Aceh yang diduga diberikan sebagai “upeti” terhadap dinasti Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.

    “Ini bukan soal politik semata, ini menyangkut harga diri rakyat Aceh dan kedaulatan negara,” kata Habib Umar dikutip Selasa 17 Juni 2025.

    Habib Umar melihat manuver Tito Karnavian telah memanaskan situasi di Aceh dan membuka potensi disintegrasi nasional. 

    “Jangan main api dengan Aceh. Rakyat Aceh itu sabar, tapi jika disulut dengan kelicikan, mereka bisa bergerak,” kata Habib Umar.

    Habib Umar menduga adanya barter politik Tito Karnavian dengan kepentingan Pilpres 2029. 

    “Apakah pulau-pulau itu dijadikan imbalan agar bisa disandingkan dengan Gibran Rakabuming Raka pada 2029? Ini skenario licik,” kata Habib Umar.

    Tak hanya itu, Habib Umar menyebut bahwa melemahnya dukungan publik terhadap Presiden Prabowo disebabkan karena masih bercokolnya tokoh-tokoh loyalis Jokowi dalam kabinet. 

    “Jangan sampai Prabowo hanya menjadi presiden formal, tapi sistem tetap dikendalikan oleh dinasti sebelumnya (Jokowi),”   pungkas Habib Umar.

  • Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau

    Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau

    Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril Ihza Mahendra
    menyebut
    Perjanjian Helsinki
    dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan status kepemilikan
    empat pulau
    di Aceh dan Sumatera Utara.
    Keempat pulau itu adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
    “Sederhana saja. Perjanjian Helsinki menyebutkan bahwa wilayah Aceh adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara,” kata Yusril, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (17/6/2025).
    Yusril menjelaskan bahwa
    UU Nomor 24 Tahun 1956
    hanya menyebutkan bahwa Provinsi Aceh terdiri atas beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas, baik antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, maupun batas antar kabupaten di Provinsi Aceh sendiri.
    Dia mengatakan, Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada pada tahun 1956.
    Keempat pulau itu juga tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 tersebut maupun dalam Perjanjian Helsinki.
    Oleh karena itu, Yusril menilai, kedua instrumen hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau yang dipermasalahkan.
    Sementara itu, menurut Yusril, UU Nomor 24 Tahun 1956 itu bisa dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999.
    “Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara sekarang ini tidak sepatah katapun disebutkan, baik dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 maupun dalam MoU Helsinki. Karena itu, saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan,” ujar dia.
    Menurut Yusril, penyelesaian batas wilayah, baik darat maupun laut antar daerah, kini harus merujuk pada Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 9 Tahun 2015.
    Dalam praktiknya, beberapa undang-undang pemekaran daerah telah mencantumkan titik koordinat yang jelas, namun ada pula yang belum.
    “Pemekaran provinsi hanya menyebutkan terdiri atas kabupaten dan kota, sedangkan pemekaran kabupaten/kota hanya menyebutkan kecamatannya saja. Selanjutnya, UU memberikan delegasi kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur tapal batas wilayah dengan Peraturan Mendagri,” tutur dia.
    Namun, hingga saat ini, belum ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
    Dia mengatakan, saat ini hanya diatur dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) terkait kode wilayah administrasi yang mencantumkan keempat pulau tersebut dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.
    “Keputusan Mendagri (Kepmendagri) inilah yang memicu kehebohan beberapa hari terakhir ini. Saya berpendapat bahwa Kepmendagri ini nanti harus direvisi segera setelah terbitnya Permendagri yang mengatur tapal batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah,” ucap dia.
    Diberitakan sebelumnya, empat pulau yang berada di dekat pesisir pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, menjadi sorotan karena diperebutkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
    Hal itu dipicu oleh Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menegaskan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara.
    Pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Keputusan tersebut direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Empat pulau sengketa harus dikembalikan ke Pangkuan Tanah Rencong

    Empat pulau sengketa harus dikembalikan ke Pangkuan Tanah Rencong

    Ketua Umum LSM PENJARA 1, Teuku Z. Arifin. (foto: ist)

    LSM PENJARA 1 bela kedaulatan wilayah Aceh

    Empat pulau sengketa harus dikembalikan ke Pangkuan Tanah Rencong
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Selasa, 17 Juni 2025 – 11:43 WIB

    Elshinta.com – Jakarta – Polemik seputar status kepemilikan empat pulau di perairan barat Sumatera, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang, yang kini dicantumkan secara administratif ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara, menuai kecaman keras dari berbagai elemen masyarakat Aceh.

    Sorotan juga datang dari Ketua Umum LSM PENJARA 1, Teuku Z. Arifin, yang menyatakan bahwa keputusan Kemendagri melalui Kepmendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 sebagai bentuk kekeliruan administratif dan pengabaian terhadap sejarah serta konstitusi.

    “Kami menyatakan dengan tegas bahwa empat pulau tersebut adalah bagian sah dari wilayah Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang diperkuat kembali dalam MoU Helsinki tahun 2005. Keputusan sepihak Kemendagri sangat berbahaya, karena mengoyak legitimasi otonomi khusus Aceh yang dijamin oleh konstitusi dan perjanjian damai nasional,” ujar Arifin dalam pernyataan resmi di Jakarta.

    LSM PENJARA 1: Langkah Pemerintah Pusat Cacat Historis dan Formil
    Mengacu pada penjelasan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, bahwa batas wilayah Aceh mengacu pada peta 1 Juli 1956 sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki Pasal 1.1.4, LSM PENJARA 1 memandang bahwa keputusan pemerintah pusat telah menyalahi acuan hukum yang sah. Terlebih lagi, ketetapan tersebut diambil tanpa pelibatan pemangku kepentingan dari Aceh, sehingga mencerminkan pengambilan keputusan yang elitis dan tidak demokratis.

    “Alasan geografis seperti kedekatan lokasi dengan Sumut bukanlah dasar hukum yang sah untuk pengalihan wilayah. Jika itu dijadikan tolok ukur, maka banyak wilayah Indonesia bisa digugat. Prinsip teritorial tak boleh disederhanakan menjadi sekadar jarak,” tegas Arifin.

    Empat Pulau: Simbol Harga Diri dan Marwah Aceh
    Menurut LSM PENJARA 1, keempat pulau ini bukan sekadar entitas geografis, melainkan juga menyangkut nilai-nilai identitas, budaya, serta kontrol sumber daya pesisir yang telah sejak lama dikelola oleh masyarakat Aceh, khususnya Aceh Singkil.

    “Ini bukan hanya tentang tanah dan air, tapi tentang martabat. Kalau hari ini Aceh didiamkan kehilangan empat pulau, besok bukan mustahil wilayah laut, hutan, bahkan adat akan dirampas dengan dalih administratif,” tambah Arifin.

    Tuntutan LSM PENJARA 1
    Mendesak Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri mencabut atau menangguhkan Kepmendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 dan melakukan kaji ulang bersama Pemerintah Aceh, para ahli hukum tata negara, dan lembaga adat.
    Mendorong DPR Aceh dan Gubernur Aceh untuk segera menempuh jalur konstitusional, termasuk pengajuan judicial review atau sengketa kewenangan antar lembaga ke Mahkamah Konstitusi.
    Mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh di perantauan maupun di tanah kelahiran untuk menyuarakan penolakan terhadap keputusan yang melecehkan kehormatan Aceh.
    Meminta Presiden Republik Indonesia bertindak sebagai penengah yang adil demi menjaga semangat rekonsiliasi dan penghormatan terhadap semangat Helsinki.

    Klaim sepihak yang mendalilkan “jarak lebih dekat” sebagai justifikasi administratif bukan hanya melanggar logika hukum, tetapi juga melecehkan integritas sejarah bangsa. LSM PENJARA 1 akan terus mengawal persoalan ini dengan pendekatan konstitusional, moral, dan legal untuk memastikan bahwa hak Aceh tidak dikaburkan oleh kepentingan sesaat.

    “Aceh bukan tanah pemberian. Ia adalah warisan sejarah yang dijaga dengan darah dan damai. Keputusan yang menindas martabat Aceh adalah keputusan yang melukai keutuhan NKRI itu sendiri,” tutup Teuku Z. Arifin. (Dd)

    Sumber : Sumber Lain

  • Infografis Kronologi 4 Pulau Aceh Masuk Sumut hingga Polemiknya – Page 3

    Infografis Kronologi 4 Pulau Aceh Masuk Sumut hingga Polemiknya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) terkait 4 pulau belakangan ini menjadi sorotan publik.

    Sorotan itu usai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

    Dengan keluarnya Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138/2025 pada 25 April 2025, empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil resmi melepaskan diri dari Provinsi Aceh. Kini 4 pulau kebanggaan rakyat Aceh itu menjadi milik Provinsi Sumut.

    4 Pulau Aceh itu yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek atau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Gadang atau Mangkir Besar yang dulunya terletak di antara Kabupaten Tapanuli Tengah dan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil.

    Bagaimanakah kronologi sengketa 4 pulau Aceh kini masuk Sumut? Rupanya, polemik siapa yang paling berhak atas wilayah itu, Aceh atau Sumut ternyata sudah cukup panjang. Bahkan, pembahasannya mencapai belasan tahun silam. Atau sejak tahun 2008.

    Menurut Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan atau Dirjen Adwil Kemendagri Safrizal Zakaria Ali, mulanya tim pembaruan rupa bumi baik dari Sumut maupun Aceh sama-sama melakukan verifikasi atau identifikasi terhadap pulau-pulau yang masuk dua wilayah.

    “Hasil verifikasi tim rupabumi Sumut, ada 213 Pulau yang masuk wilayah mereka termasuk empat pulau tersebut. Hasil itu kemudian dikonfirmasi oleh Gubernur Sumatera Utara yang dikuatkan lewat surat nomor 125 tahun 2009 yang menyatakan bahwa Provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau,” ujar Safrizal, Rabu 11 Juni 2025.

    Namun polemik itu terus berlangsung. Presiden Prabowo Subianto pun kini turun tangan. Wakil Ketua DPR RI Dasco mengungkapkan DPR RI telah melakukan komunikasi dengan Presiden RI Prabowo Subianto terkait polemik pemindahan kepemilikan pulau Aceh ke Sumut.

    Lantas, bagaimana kronologi 4 pulau Aceh yang kini masuk wilayah Sumut? Seperti apa polemik dan penyelesaiannya? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini: