Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Kemendagri Dorong Pemda Realisasikan Program Cek Kesehatan Gratis

    Kemendagri Dorong Pemda Realisasikan Program Cek Kesehatan Gratis

    Bisnis.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri mendorong pemerintah daerah untuk memberikan dukungan aktif pada program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) dan penyediaan tiga juta rumah rakyat.

    Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengawasi pemerintah daerah yang tidak patuh terhadap arahan dari pemerintah pusat dan mendukung semua programnya.

    Dia menjelaskan bahwa pemerintah daerah juga harus menjadikan program pemerintah pusat menjadi target yang harus segera direalisasikan.

    “Mohon dipercepat, kami akan mengecek terus,” tuturnya di Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Selain itu, Ribka mengimbau pemerintah daerah agar segera menerbitkan Peraturan Kepala Daerah tentang pembebasan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    “Kami sangat mengharapkan kerja sama baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” katanya.

    Sementara itu, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah saat ini tengah berupaya menyasar para siswa di sekolah agar mengikuti program PKG.

    Dia menjelaskan bahwa keterlibatan satuan pendidikan dalam pelaksanaan PKG juga dimaksudkan agar pelayanannya tidak menumpuk di fasilitas kesehatan (faskes) tertentu seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

    “Di bulan Juli 2025, 53 juta anak usia sekolah di 282.000 sekolah akan menjadi sasaran kita,” ujarnya.

  • Harga Bawang Putih Berpotensi Naik, Impor Baru 38,6% per 27 Juni 2025

    Harga Bawang Putih Berpotensi Naik, Impor Baru 38,6% per 27 Juni 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan bahwa harga bawang putih berpotensi melonjak imbas minimnya realisasi impor komoditas ini oleh para importir.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan, realisasi impor bawang putih per 27 Juni 2025 masih sangat rendah yakni 176.312 ton atau 38,6% dari Persetujuan Impor (PI) 456.272 ton.

    “Ini relatif sedikit, setengahnya tidak sampai dan ini memang akan menyebabkan harga [bawang putih] melonjak tinggi,” kata Ketut dalam dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, mengutip Youtube Kemendagri, Senin (30/6/2025).

    Ketut menyebut, pihaknya sendiri telah melakukan beberapa langkah untuk mengendalikan harga bawang putih di tingkat konsumen. Menurutnya, ada anomali terhadap stok bawang putih nasional. 

    Dia menuturkan, kebutuhan bawang putih per bulan sekitar 50.000 ton. Mengingat sudah memasuki bulan keenam, maka kebutuhan bawang putih diperkirakan sekitar 300.000 ton.

    Apabila realisasi impor ditambah stok awal tahun, kata dia, maka stok bawang putih yang ada saat ini sebanyak 250.000-an ton. Kondisi yang janggal ini, ujar Ketut, perlu dikomunikasikan kembali bersama Kemendag dan Satgas Pangan.

    “Kami perlu komunikasikan, kenapa kondisi stok masih lumayan ada kemudian harga relatif tinggi tapi realisasinya masih tercatat kecil,” ujarnya.

    Dalam hal ini, Bapanas mengharapkan bantuan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) guna mendorong para importir agar segera merealisasikan impor bawang putih. Dengan begitu, stok bawang putih nasional dapat bertambah sehingga harga di tingkat konsumen dapat dikendalikan.

    “Ini akan kami rapatkan kembali untuk memastikan posisi dan dorongan kepada importir untuk segera merealisasikan PI-nya untuk menambah stok nasional,” pungkasnya. 

    Merujuk Panel Harga Bapanas, rerata harga bawang putih bonggol di tingkat konsumen di Indonesia Timur dan 3TP per 30 Juni 2025 sudah berada pada angka Rp54.309 per kg. Angka tersebut 35,77% di atas harga acuan penjualan (HAP) untuk wilayah Indonesia Timur dan 3TP Rp40.000 per kg. 

    Secara nasional, rerata harga bawang putih bonggol tercatat sebesar Rp39.733 per kg atau 0,67% terhadap HAP nasional di kisaran Rp38.000 per kg – Rp40.000 per kg.

    Berdasarkan paparan yang disampaikan Ketut, Papua Tengah, Papua Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Sulawesi Tengah menjadi wilayah dengan harga bawang putih tertinggi. Sementara, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra Utara menjadi wilayah dengan harga bawang putih terendah.

  • Usai Harga Pokok Produksi, Bapanas Bakal Revisi Harga Acuan Ayam Hidup

    Usai Harga Pokok Produksi, Bapanas Bakal Revisi Harga Acuan Ayam Hidup

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan mengkaji ulang harga acuan pembelian (HAP) ayam hidup atau livebird di tingkat produsen. Saat ini, HAP komoditas ini dipatok sebesar Rp25.000 per kilogram (kg) sebagaimana diatur dalam Perbadan No.6/2024.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan, pemerintah sebelumnya telah memberlakukan harga pokok produksi (HPP) livebird di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kg. 

    Kendati begitu, dia menyebut bahwa HAP saat ini terlalu tinggi jika HPP berada di level Rp18.000 per kg. Untuk itu, pemerintah berencana untuk mengkaji ulang HAP livebird di tingkat produsen agar harga komoditas ini tidak terus menurun.

    “Kami pun akan melakukan reviu kembali terkait dengan harga acuan [livebird]. Kelihatannya terlalu tinggi harga acuan nya pada posisi HPP Rp18.000,” kata Ketut dalam dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, mengutip Youtube Kemendagri, Senin (30/6/2025).

    Ketut mengungkap bahwa harga livebird di tingkat produsen masih relatif rendah. Tercatat, harga livebird di tingkat produsen secara nasional yakni Rp20.260 per kg atau 18,96% di bawah HAP yang sebesar Rp25.000 per kg.

    Pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait sudah melakukan serangkaian diskusi guna membahas upaya mengangkat harga livebird di tingkat produsen. Langkah ini dilakukan untuk menjaga agar harga livebird wajar di tingkat produsen yang juga turut berdampak pada harga di tingkat konsumen.

    “Tatkala harga telur di tingkat produsen juga harus kita antisipasi, jangan sampai para peternak kita malas berproduksi,” ujarnya. 

    Merujuk Panel Harga Bapanas, rerata harga ayam ras pedaging (hidup) per 30 Juni 2025, dari sampel 13 provinsi, tercatat sebesar Rp20.220 per kg atau 19,12% di bawah HAP tingkat produsen.

    Beberapa provinsi dengan harga terendah antara lain Banten Rp19.500 per kg, Sumatera Selatan Rp19.000 per kg, Jawa Tengah Rp18.662 per kg, dan Jawa Timur Rp19.010 per kg.

    Untuk diketahui, per 19 Juni 2025 pemerintah telah memberlakukan HPP livebird di peternak sebesar Rp18.000 per kg untuk semua ukuran. Keputusan ini diambil dalam rapat bersama Kementerian Pertanian (Kementan), Bapanas, dan Satgas Pangan.

    Kebijakan ini diharapkan dapat mengerek harga livebird mendekati HAP di tingkat produsen sebagaimana diatur dalam Perbadan No.6/2024 sebesar Rp25.000 per kg.

    “Jadi pemerintah telah sepakat bersama stakeholder perunggasan untuk meningkatkan HPP livebird agar harga berangsur-angsur mengarah ke HAP tingkat produsen sesuai yang telah ditetapkan dalam Perbadan Pangan No.6/2024 dengan Rp25.000 per kg,” tutur Ketut beberapa waktu lalu. 

  • Harga Beras di Maluku-Papua Lampaui HET, Rata-rata Rp19.798/Kg

    Harga Beras di Maluku-Papua Lampaui HET, Rata-rata Rp19.798/Kg

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, rata-rata harga beras dari seluruh kualitas mengalami peningkatan pada pekan keempat Juni 2025. 

    Rata-rata harga di wilayah Maluku dan Papua yang masuk dalam Zona 3 bahkan melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, harga beras di Zona 3 sudah berada di atas rentang HET. Untuk diketahui, HET untuk wilayah Maluku dan Papua dipatok sebesar Rp15.800 per kilogram (kg) untuk beras premium dan beras medium Rp13.500 per kg.

    “Untuk harga beras di Zona 3 perlu menjadi perhatian karena harga beras di Zona 3 sudah berada di atas rentang harga eceran tertinggi,” kata Amalia dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, mengutip Youtube Kemendagri, Senin (30/6/2025).

    Merujuk data yang diolah BPS dari SP2KP Kemendag, rata-rata harga beras, baik medium maupun premium, hingga 26 Juni 2025 berada di level Rp19.798 per kg. 

    Nominal tersebut jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah untuk Zona 3, yakni Rp15.800 per kg untuk beras premium dan Rp13.500 per kg untuk beras medium.

    “Kalau dibanding secara umum, di minggu keempat Juni 2025 harga beras di Zona 3 ini naik 0,82% dibanding sebulan yang lalu,” ungkapnya.

    Secara terperinci, Amalia menyebut bahwa rata-rata harga beras tertinggi di Zona 3 terjadi di Kabupaten Intan Jaya, dengan rata-rata harga beras mencapai Rp54.772 per kg, diikuti Kabupaten Puncak Rp45.000 per kg, dan Kabupaten Pegunungan Bintang Rp40.000 per kg. 

    Peningkatan harga juga terjadi di Zona 1 yang mencakup Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi. Amalia menyebut, terjadi peningkatan harga beras di seluruh kabupaten/kota yang ada di Zona 1.

    Dalam paparan yang disampaikan Amalia, rata-rata harga beras di Zona 1 pada pekan keempat Juni 2025 sebesar Rp14.211 per kg atau berada di antara rentang HET yang dipatok pemerintah.

    Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) No.5/2024 tentang HET Beras menetapkan HET beras premium untuk Zona 1 sebesar Rp14.900 per kg dan beras medium sebesar Rp12.500 per kg.

    Rata-rata harga beras tertinggi untuk Zona 1 terjadi di Kabupaten Wakatobi Rp17.549 per kg, diikuti Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Rp17.022 per kg, dan Kabupaten Buton Utara Rp16.863 per kg.

    Kondisi serupa juga terjadi pada harga beras di Zona 2 yang mencakup Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan.

    “Untuk beras di Zona 2 secara nasional harga rata-rata beras di Zona 2 berada sedikit tipis di bawah harga eceran tertinggi beras premium,” ujarnya.

    Masih dalam paparannya, rata-rata harga beras dari seluruh kualitas di Zona 2 mencapai Rp15.293 per kg, atau hampir mendekati HET beras premium sebesar Rp15.400 per kg.

    Amalia mengatakan, harga beras tertinggi di Zona 2 ini terjadi di Kabupaten Mahakam Ulu yakni sebesar Rp18.162 per kg, Kabupaten Kutai Barat Rp18.035 per kg, dan Kabupaten Kepulauan Meranti Rp18.000 per kg. 

  • Komisi II rapat dengan pimpinan DPR bahas putusan MK terkait pemilu

    Komisi II rapat dengan pimpinan DPR bahas putusan MK terkait pemilu

    Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI menggelar rapat bersama pimpinan DPR RI yang membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    “Komisi II ini adalah komisi yang memang mengurusi permasalahan-permasalahan KPU ya, termasuk juga pemilu. Tetapi karena keputusan MK ini bersifat final and binding, tadi kami sudah diundang rapat konsultasi dengan pimpinan DPR,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

    Dede menuturkan rapat tersebut turut dihadiri pula oleh pimpinan Komisi III DPR RI, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, hingga Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI Prasetyo Hadi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian, hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

    Dia menyebut rapat tersebut bahkan turut dihadiri oleh perwakilan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang mengajukan gugatan uji materi terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah ke MK.

    Legislator itu menjelaskan bahwa rapat itu membahas putusan MK tersebut dari berbagai peninjauan, termasuk sumber-sumber gugatan yang diajukan oleh Perludem selaku koalisi masyarakat sipil.

    Dia mengaku rapat tersebut di dalamnya berlangsung perdebatan yang cukup panjang, misalnya terkait konsekuensi pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah yang dipisah dengan pemilu nasional.

    Hal tersebut, lanjut dia, akan berdampak pada harus dilakukannya perpanjangan masa jabatan hingga perombakan sejumlah undang-undang terkait, seperti Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Otonomi Khusus, hingga Undang-Undang Partai Politik.

    “Kalau DPRD-nya dipisah berarti ada masa perpanjangan, baik kepala daerah maupun juga DPRD dalam jangka waktu dua tahun atau bahkan lebih 2,5 tahun. Nah, ini nanti korelasinya harus merubah berbagai undang-undang lainnya,” tuturnya.

    Dia lantas berkata, “Tidak semudah itu. Artinya mungkin ada empat atau lima undang-undang lain yang akan terevisi dengan hal seperti ini. Ini pasti akan jadi satu concern yang amat besar terutama juga bagi para partai politik, bagi DPR, lembaga-lembaga lain, termasuk juga kementerian lainnya.”

    Untuk itu, dia mengatakan rapat itu menghasilkan kesepakatan bahwa masing-masing komisi terkait di DPR RI akan melakukan kajian akademik terlebih dahulu guna menindaklanjuti putusan MK yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah untuk diteruskan pada rapat selanjutnya dengan berbagai lembaga dan komisi di DPR RI.

    “Kami pada prinsipnya siap-siap saja ya (menindaklanjuti putusan MK), tetapi kita juga harus melihat dari berbagai undang-undang lain yang harus terevisi karena konteks keputusan yang terkait ini,” kata dia.

    Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengkonfirmasi bahwa rapat tersebut dilangsungkan secara mendadak pada Senin pagi, sesaat sebelum Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan sejumlah mitra kerja.

    Rapat tersebut dilangsungkan antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini; Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh; Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik; hingga para kepala daerah yang mengikuti rapat secara daring.

    “Kami tadi mendadak harus menghadiri rapat pimpinan DPR terkait dengan beberapa isu strategis yang menjadi tugas konstitusional Komisi II DPR RI,” kata Rifqi saat membuka jalannya rapat.

    Sebelumnya, Kamis (26/6), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

    Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Apa Langkah yang Diambil DPR Setelah MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah?

    Apa Langkah yang Diambil DPR Setelah MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah?

    Apa Langkah yang Diambil DPR Setelah MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dewan Perwakilan Rakyat (
    DPR
    ) RI maupun pemerintah masih terus mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029.
    Sejumlah langkah pun mulai dikaji oleh pihak legislatif, mulai dari usul pembentukan panitia khusus (pansus) hingga revisi undang-undang terkait pemilu secara menyeluruh dengan metode
    omnibus law
    .
    Lalu, apa langkah yang akan diambil DPR?
    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa pimpinan DPR belum dapat memberikan sikap resmi karena kajian terhadap substansi putusan masih berlangsung.
    “Kita akan mengkaji dahulu putusan itu,” ujar Dasco saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (27/6/2025).
    Menurut Dasco, pimpinan DPR baru akan memberikan tanggapan perinci terkait kepastian langkah yang akan diambil setelah kajian dilakukan secara komprehensif.
    “Saya belum bisa jawab karena kita kan belum mengkaji. Kalau sudah kajiannya komprehensif, ya mungkin semua pertanyaan kita bisa jawab. Ini keputusannya baru kemarin, jadi ya kita belum bisa jawab,” kata Dasco.
    Dari pihak pemerintah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga menyatakan tengah mempelajari implikasi
    putusan MK
    Nomor 135/PUU-XXII/2024 terhadap sejumlah aspek teknis dan regulasi.
    “Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” ujar Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, Sabtu (28/6/2025).
    Dia menjelaskan, Kemendagri akan menelaah dampak putusan tersebut terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, termasuk skema pembiayaan dan penyesuaian jadwal penyelenggaraan.
    “Komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” ujar Bahtiar.
    Wacana revisi UU Pemilu pun kembali menguak seiring dengan putusan MK yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.
    Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI-P Aria Bima mengusulkan agar pembahasan revisi UU Pemilu dilakukan melalui panitia khusus (pansus) lintas komisi di parlemen.
    Sebab, pembahasan melalui panitia kerja (panja) di satu komisi atau alat kelengkapan dewan (AKD) saja tidak cukup mengingat kompleksitas dampak putusan MK ke depan.
    “Pembahasan RUU tersebut idealnya tidak cukup hanya melalui panitia kerja (panja), tetapi bisa dipertimbangkan melalui panitia khusus (pansus) lintas komisi mengingat kompleksitas persoalan yang akan timbul ke depan,” ujar Aria Bima dalam siaran pers, Minggu (29/6/2025).
    Bima mengingatkan, salah satu konsekuensi penting dari pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah adalah potensi kekosongan jabatan kepala daerah maupun anggota DPRD.
    Hal ini disebabkan oleh pemilu di tingkat daerah yang baru bisa digelar paling cepat dua tahun atau lebih setelah pemilu nasional.
    “Perpanjangan masa jabatan DPRD, misalnya, bukan perkara mudah. Kita perlu duduk bersama antara DPR, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyepakati langkah-langkah strategis guna mengantisipasi konsekuensi dari putusan MK tersebut,” kata Aria.
    Oleh karena itu, revisi UU Pemilu untuk meningkatkan putusan MK terbaru harus dilakukan secara menyeluruh agar tidak menimbulkan persoalan lanjutan.
    “Apakah nantinya kita akan menambahkan pasal peralihan atau menyisipkan norma baru dalam UU Pemilu, itu harus dipikirkan secara integral, tidak bisa sepotong-sepotong. Ini soal desain besar penyelenggaraan pemilu yang akan memengaruhi ekosistem demokrasi nasional,” kata dia.
    Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia menilai bahwa putusan MK ini berpotensi mendorong dilakukannya revisi UU Pemilu dengan skema omnibus law.
    Menurut dia, cakupan revisi sangat luas dan menyentuh sejumlah undang-undang sekaligus. “Putusan ini secara tidak langsung meminta kita semua untuk mengubah merevisi UU ini secara omnibus law,” ujar Doli dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
    Doli menjelaskan, putusan MK tersebut menambah panjang daftar putusan terkait desain keserentakan pemilu.
    Karena itu, penyusunan ulang sistem pemilu perlu menyentuh lebih dari satu regulasi.
    Politikus Golkar itu berpandangan, setidaknya ada empat undang-undang yang perlu direvisi, yakni UU Pemilu, UU Pilkada, UU MD3, dan UU Pemerintahan Daerah.
    “Setidaknya paling enggak nanti akan berkosekuensi dengan tentu pasti UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yang kedua, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Yang ketiga, UU tentang MD3. Yang keempat UU tentang Pemerintahan Daerah,” kata Doli.
    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
    Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden.
    Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
    Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
    Selanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
     
    “Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Di samping itu, Saldi menjelaskan bahwa MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
    Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
    “Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BKN Buka Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2025, Peluang Jadi ASN! – Page 3

    BKN Buka Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2025, Peluang Jadi ASN! – Page 3

    Tujuh instansi pemerintah membuka pendaftaran Sekolah Kedinasan dengan rincian formasi yang berbeda-beda. Setiap instansi menawarkan program studi yang spesifik sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Berikut adalah rincian formasi yang tersedia:

    Kementerian Perhubungan (Kemenhub): SIPENCATAR (791 formasi)
    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri): Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) (1.061 formasi)
    Kementerian Keuangan (Kemenkeu): Politeknik Keuangan Negara (PKN STAN) (500 formasi)
    Badan Intelijen Negara (BIN): Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) (100 formasi)
    Badan Pusat Statistik (BPS): Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) (400 formasi)
    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG): Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (STMKG) (350 formasi)
    Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN): Politeknik Siber dan Sandi Negara (PSSN) (50 formasi)

    Calon pelamar hanya diperbolehkan memilih satu sekolah kedinasan saat mendaftar. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan minat, bakat, dan prospek karir sebelum menentukan pilihan.

    Informasi detail mengenai program studi dan persyaratan masing-masing sekolah kedinasan dapat diakses melalui situs resmi BKN dan instansi terkait.

    Pastikan untuk membaca pengumuman resmi dari instansi sekolah kedinasan yang diminati. Pengumuman tersebut akan memberikan informasi lengkap mengenai rincian formasi, mekanisme seleksi, dan persyaratan khusus yang diberlakukan oleh masing-masing instansi.

  • Cek fakta, Jawa Barat akan dipecah jadi lima provinsi baru

    Cek fakta, Jawa Barat akan dipecah jadi lima provinsi baru

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Informasi soal wacana pemekaran Jawa Barat (Jabar) menjadi lima provinsi baru mendapatkan banyak perhatian dari warganet pada akhir Juni.

    Rencana pemecahan Jabar menjadi lima wilayah disebut digulirkan oleh DPRD Jabar, sebagaimana dijelaskan unggahan pengguna media sosial ini.
    Tangkapan layar narasi yang menyebutkan Jawa Barat akan dipecah jadi lima provinsi baru (X)

    Berdasarkan sejumlah keterangan yang beredar, berikut adalah daftar lima provinsi baru yang diklaim akan menggantikan Jabar:

    1. Provinsi Sunda Pakuan terdiri dari:
    Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Depok.

    2. Provinsi Sunda Priangan terdiri dari:
    Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang.

    3. Provinsi Sunda Taruma/Bagasasi terdiri dari:
    Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi.

    4. Provinsi Sunda Caruban terdiri dari:
    Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Majalengka.

    5. Provinsi Sunda Galuh terdiri dari:
    Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran.

    Lalu, benarkah Jawa Barat akan dipecah jadi lima provinsi baru:

    Penjelasan:
    Berdasarkan informasi yang dihimpun, isu soal pemekaran Jawa Barat menjadi lima provinsi baru bersifat usulan, dan memang dibenarkan oleh Ketua Komisi I DPRD Jabar Rahmat Hidayat Djati.

    Rahmat Hidayat, pada Sabtu (21/6), mengatakan bahwa pemisahan Jabar akan dibahas dengan para tokoh dan para ahli di tingkat legislatif, sebagaimana dimuat dalam artikel daring ini.

    Namun, narasi itu justru dibantah oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar Dedi Mulyadi.

    Bappeda sendiri memiliki tugas menyusun perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring, hingga mengevaluasi pembangunan daerah, sebagaimana termuat dalam berbagai peraturan daerah di Indonesia.

    Menurut Kepala Bappeda Jabar Dedi Mulyadi, pihaknya dan DPRD Jabar telah menggelar rapat bersama terkait Rancangan Akhir dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2025-2029 pada 26 Juni 2025. Kendati demikian, tidak ada pembahasan soal pemecahan Jabar jadi lima provinsi.

    “Bisa diabaikan, hoaks. Di antara pembahasan itu tidak ada satu pun membahas pemekaran provinsi jadi 5 provinsi,” kata Dedi Mulyadi, sebagaimana dilaporkan media nasional ini.

    Klaim: Jawa Barat akan dipecah jadi lima provinsi baru
    Rating: Misinformasi

    Cek fakta: Hoaks! Foto pembangunan patung Dedi Mulyadi

    Cek fakta: Hoaks! Jokowi dan Kapolri copot jabatan Kapolda Jabar karena batalkan sidang Pegi Setiawan

    Baca juga: Kemendagri catat ada 341 usulan daerah pemekaran per April 2025

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: Indriani
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gubernur usulkan nama Pj Sekda NTB ke Mendagri

    Gubernur usulkan nama Pj Sekda NTB ke Mendagri

    Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTN), Lalu Muhamad Iqbal. ANTARA/Nur Imansyah.

    Gubernur usulkan nama Pj Sekda NTB ke Mendagri
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 30 Juni 2025 – 06:31 WIB

    Elshinta.com – Gubernur, Lalu Muhamad Iqbal telah mengusulkan nama Penjabat Sekda Nusa Tenggara Barat ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sebagai pengganti Lalu Gita Ariadi yang beralih tugas menjadi dosen di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) NTB.

    “Sudah kita ajukan di Mendagri,” ujar Lalu Muhamad Iqbal di Mataram, Minggu.

    Meski telah mengajukan nama Penjabat (Pj) Sekda NTB ke Mendagri, namun Lalu Muhamad Iqbal masih enggan menyebut siapa nama yang nantinya mengisi posisi sebagai Pj Sekda NTB tersebut.

    “Penjabat-nya siapa nanti kita lanjutkan pembicaraan lagi,” ujarnya sembari tersenyum pada wartawan.

    Menurutnya, untuk sementara posisi Sekda NTB diisi oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekda NTB yang kini dijabat oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Pemprov NTB, Lalu Moh Faozal.

    “Sekarang kita masih taraf Plh, Asisten 2 Pak Faozal. Namun, pada prinsipnya Asisten 1, 2, 3 itu asisten Sekda. Jadi salah satu dari asisten ini lah yang menjadi Plh Sekda,” tegas Miq Iqbal sapaan karib Gubernur NTB.

    “Karena banyak program yang berkaitan dengan ekonomi dan pembangunan, sehingga Asisten 2 jadi Plh,” sambungnya.

    Namun sampai kapan jabatan Plh Sekda ini berakhir, Miq Iqbal menegaskan bahwa posisi Plh ini akan berakhir sampai ada Pj Sekda NTB yang baru. Sementara Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budiprayitno mengatakan posisi Plh Sekda NTB ini berakhir pada 4 Juli 2025. Namun, Plh ini dapat diperpanjang kembali.

    “Dalam aturan Plh Sekda bisa diperpanjang,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa Pemprov NTB telah mengajukan nama Pj Sekda NTB ke Mendagri, namun siapa orangnya dirinya mengaku tidak tahu. Namun, kata Tri, dalam aturan Gubernur NTB boleh mengusulkan satu nama atau tiga nama ke Mendagri.

    “Untuk Pj harus dari pejabat Pemprov. Kecuali kalau Sekda devinitif boleh siapa saja baik dari luar PNS pemda bisa mengajukan diri,” tandas-nya.

    Setelah ada Pj Sekda, lanjut Tri, nantinya akan digelar mutasi terhadap pejabat eselon 2, termasuk eselon 3. Hal ini diperlukan untuk mengisi sejumlah pimpinan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang kini banyak kosong.

    Sumber : Antara

  • 10
                    
                        MK ala Chef: Bongkar Pasang Pemilu
                        Nasional

    10 MK ala Chef: Bongkar Pasang Pemilu Nasional

    MK ala Chef: Bongkar Pasang Pemilu
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    DEMOKRASI
    Indonesia seperti masakan tanpa juru masak atau “chef”. Untuk pertama kali negeri kita menggelar pemilu nasional dan pemilu lokal (pemilihan kepala daerah) secara serentak pada 2024.
    Serentak di sini tidak menunjuk pada hari yang sama, melainkan tahun yang sama–berjarak 9,5 bulanan.
    Ini adalah kelanjutan dari sifat serentak di Pemilu 2019 saat pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota (Pileg) dilaksanakan berbarengan atau di hari yang sama dengan pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres). Sebut saja “Pemilu 5 Kotak”.
    Pemilu serentak tahun 2019 itu menerjemahkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 14/PUU-XI/2013.
    Sebelumnya, mulai dari 2004 hingga 2014, seluruh pemilu dilakukan terpisah dengan pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota mendahului pemilihan presiden dan wakil presiden.
    Sekarang, dua pilar dalam “Pemilu 5 Kotak” itu dicopot oleh MK lewat putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
    Mulai 2029 mendatang, pemilihan anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota akan masuk satu rumpun dengan pemilihan kepala daerah (gubernur dan bupati/wali kota).
    Untuk gampangnya ini disebut pemilu lokal atau daerah. Putusan MK ini dibacakan pada Kamis, 26 Juni 2025.
    Yang lebih drastis dan dramatis, MK memutuskan pemilu nasional dan pemilu lokal atau daerah tidak lagi digelar pada yang sama seperti 2024, tapi terpisah.
    MK menetapkan waktu pemungutan suara pemilu lokal paling singkat dua tahun atau paling lama 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR atau DPD atau pelantikan presiden dan wakil presiden.
    Mulai 2029, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, anggota DPD serta presiden dan wakil presiden. Pendek kata susut menjadi “Pemilu 3 Kotak”.
    Kali ini MK menggantikan peran
    chef
    bagi demokrasi Indonesia, setidaknya dalam “masakan” yang bernama pemilihan umum dan bagaimana pemilu nasional dan pemilu lokal harus dilaksanakan.
    Keputusan MK tak pelak mengganti model penyelenggaraan pemilu di level nasional dan lokal, dari serentak dalam tahun yang sama menjadi terpisah dengan jarak waktu paling singkat dua tahun.
    Putusan MK dapat dibilang maju, revolusioner dan agak keluar dari fungsi MK sebagai “negative legislator”.
    I Dewa Gede Palguna saat masih menjadi Hakim Konstitusi (2008) menyatakan, meskipun MK dapat membatalkan undang-undang, tapi MK tidak dapat membuat putusan untuk melakukan perubahan terhadap UU. Itulah “negative legislator” yang melekat pada MK.
    Menurut MK, putusan itu untuk menjaga kualitas pemilu, meningkatkan efisiensi penyelenggaraan, serta memberi ruang yang lebih baik bagi pemilih untuk menggunakan hak pemilih secara cermat dan tidak terburu-buru.
    Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan, partisipasi pemilih di
    Pilkada
    2024 sebesar 68,2 persen. Itu lebih rendah dibandingkan Pemilu 2024 di mana partisipasi pemilih mencapai 81,78 persen.
    Apakah ini menjelaskan jarak waktu antara gelaran pemilu nasional dengan Pilkada (pemilu lokal) yang cuma 9,5 bulan bikin rakyat jenuh?
    Bisa iya, bisa tidak. Dulu, sebelum ada rekayasa sistemik untuk menyelenggarakan Pilkada secara serentak, Pilkada bisa digelar setiap tiga hari sekali.
    Pilkada dimaksud berlangsung di tiga daerah berbeda, bisa tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Hal ini bikin jenuh dan bosan rakyat di lapis bawah. Seolah-olah tiada hari tanpa Pilkada.
    Saban tahun ada saja daerah yang menghelat Pilkada. Begitu jika kita menengok sejak Pilkada langsung pertama kali diadaptasi di Pilkada tahun 2005.
    Pemilu serentak rangkap dua, yakni pemilu nasional dan pemilu lokal di tahun yang sama sesungguhnya adalah ikhtiar untuk memotong “persaingan politik” yang berlangsung maraton dan menyebabkan rakyat bosan dan jenuh dengan politik.
    Pilkada serentak pada 27 November 2024 itu, juga dilatarbelakangi keperluan sinkronisasi antara pusat dan daerah.
    Di masa Presiden Joko Widodo, mencuat isu sinergitas dan koordinasi sehingga mendorong ide pemilu serentak di tahun yang sama untuk mengisi pemimpin di pusat dan daerah.
    Pemilu nasional dan pemilu lokal serentak di tahun yang sama baru dipraktikkan di tahun 2024. Rasanya terlampau tergesa-gesa jika harus dirombak, diubah dan dibangun ulang.
    Ibarat kata “masakan” DPR, lewat UU 7/2017 tentang Pemilu dan UU 10/2016 tentang Pilkada, baru saja disajikan kepada rakyat Indonesia, kok cepat-cepat dicap agar disingkirkan dari daftar menu.
    Sembilan hari sebelum MK menerbitkan putusan yang mengubah keserentakan pemilu, Ketua Komisi Hukum DPR Habiburokhman mengeluh soal MK.
    “Di DPR ini kadang-kadang kami capek bikin Undang-undang, dengan gampangnya dipatahkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi),
    Tempo.co
    , 18 Juni 2025.
    Keluhan ini dapat dibaca bermacam-macam. MK dianggap menjadi institusi yang “mentorpedo” produk legislasi DPR atau ia sedang frustrasi dengan putusan-putusan MK?
    Selama MK konsisten dengan fungsi dan peran yang diamanatkan konstitusi, publik pasti akan berada di belakangnya.
    Namun, sebagai institusi, MK pernah tergelincir tatkala memutuskan alias mengubah syarat usia minimal untuk calon presiden dan wakil presiden, tahun 2023 lalu.
    Putusan itu memberi karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka, putra sulung presiden saat itu Joko Widodo, untuk berlaga di pemilu 2024.
    Jadi, putusan nomor 135 ini pun harus ditakar untung dan ruginya, manfaat dan mudharatnya bagi gelaran pemilihan umum serta demokrasi Indonesia.
    Konsekuensi pertama, jika pemilu lokal digelar dua tahun atau 2,5 tahun setelah pelantikan anggota DPR, DPD atau presiden dan wakil presiden, berarti seluruh provinsi, kabupaten dan kota akan mengalami kekosongan pemimpin dari 2029-2031.
    Dan itu kolosal, meliputi 545 daerah, yakni 37 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. Saat masa jabatan kepala daerah usai, maka pemerintah pusat harus mengisi atau menempatkan orang sebagai penjabat gubernur/bupati/wali kota.
    Selama ini penjabat kepala daerah adalah orang pilihan presiden atau menteri dalam negeri atau kementerian dalam negeri. Keberadaan mereka ditunjuk, ditugaskan, dan bukan dipilih sebagaimana seorang kepala daerah.
    Sudah pasti legitimasi penjabat kepala daerah itu rendah, tapi mengambil keputusan penting, bahkan strategis di daerah mereka bertugas. Ini dilema penjabat yang terbaca di masa Jokowi.
    Konsekuensi kedua, bagaimana dengan kursi anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan DPRD kota selama masa transisi menuju pemilu lokal serentak 2031 (jeda dua tahun atau 2,5 tahun dari pelantikan anggota DPR, DPD serta presiden dan wakil presiden)? Siapa yang akan dan bagaimana mengisinya?
    Total kursi DPRD kabupaten/kota saja menembus 17.510. Belum lagi anggota DPRD tingkat provinsi. Haruskah anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota periode 2024-2029 diperpanjang masa jabatannya hingga pemilu lokal atau Pilkada serentak 2031?
    Apakah model transisi begini sehat untuk menjalankan fungsi
    checks and balances
    ? Tidakkah ini mengurangi kesempatan politikus lain di tingkat lokal atau kader partai di provinsi/kabupaten/kota yang mengincar kursi legislator tadi?
    Konsekuensi terakhir, berkaitan dengan aspek pendanaan. Biaya Pilkada serentak 2024 sekitar Rp 41 triliun. Adapun anggaran pemilu nasional sebesar Rp 71,3 triliun. Total biaya pemilu nasional dan pemilu lokal di tahun 2024 menembus Rp 112,3 triliun.
    Dengan memasukkan pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota ke rumpun pemilu lokal, apakah biaya total pemilu yang digelar terpisah bakal tetap? Atau sebaliknya kian besar karena faktor inflasi?
    Kini, kerumitan, keruwetan, hingga dilema yang muncul menyusul keputusan MK ini perlu dikaji oleh pemerintah, DPR, KPU, organisasi sipil, peneliti hingga akademisi yang
    concern
    terhadap pemilu dan demokrasi di Tanah Air.
    Momentum merevisi atau mengubah UU Pemilu dan UU Pilkada seyogyanya menjadi “moment of the truth” untuk memasak (baca: melahirkan) penyelenggaraan pemilihan umum yang meningkatkan kualitas demokrasi di negeri kita.
    Bongkar pasang desain atau rancangan gelaran pemilu yang terlalu sering, bukan zamannya lagi. Itu bisa menerbitkan apatisme publik. Percaya dengan proses, jangan reaksioner.
    Dan agar produk legislasi DPR dan pemerintah, tidak kelewat sering diuji-materi (
    judicial review
    ) ke MK, maka dua cabang kekuasaan yang berperan sebagai “positive legislator” itu wajib mengubah pendekatan.
    Belakangan tuntutan “partisipasi yang bermakna” kian nyaring disuarakan masyarakat sipil, terutama setelah revisi Undang-Undang Tentara NasionaI Indonesia (UU TNI) dianggap kurang memperhatikannya.
    Kritik serupa dialamatkan ke DPR dan pemerintah menyangkut revisi UU BUMN serta revisi UU Mineral dan Batu Bara.
    MK lewat putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 mengartikan
    meaningful participation
    sebagai: hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak masyarakat untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (
    hukumonline.com
    , 13 Juli 2022).
    Saya kira panduan MK tadi teramat jelas. Jangan sampai DPR dan pemerintah jatuh di lubang yang sama gara-gara mengangkangi soal partisipasi publik yang bermakna.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.