Kementrian Lembaga: Kemendagri

  • Cerita Sebenarnya tentang Gibran Akan Urus Papua

    Cerita Sebenarnya tentang Gibran Akan Urus Papua

    Jakarta

    Wapres Gibran Rakabuming Raka mendapat mandat untuk mengurusi percepatan pembangunan Papua. Mandat itu ternyata bukan tugas khusus dari Presiden Prabowo Subianto, melainkan berdasarkan Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus).

    Awalnya kabar Gibran mendapat tugas khusus dari Prabowo untuk mengurusi Papua itu diungkap Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. Ia menyebut pemerintah saat ini tengah mendiskusikan terkait percepatan pembangunan Papua dan Prabowo akan memberikan tugas itu ke Gibran.

    “Dan concern pemerintah dalam menangani papua ini dalam beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan suatu penugasan dari presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua,” kata Yusril dalam acara Launching Laporan Tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 2024, dilihat di YouTube Komnas HAM, Selasa (8/7/2025).

    “Saya kira ini pertama kali presiden akan memberikan penugasan kepada wapres untuk penanganan masalah Papua ini, karena memang sampai hari ini belum ada penugasan khusus dari presiden, dan biasanya itu dengan keppres,” lanjut Yusril.

    Yusril menyebut penugasan terhadap wapres ini hal yang wajar. Sama halnya seperti Wapres ke-13 Ma’ruf Amin yang diberikan tugas pengembangan ekonomi syariah oleh Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Sementara itu, Gibran akan diberikan tugas penanganan masalah pembangunan di Papua. Bahkan menurutnya, bisa saja Gibran bekerja dan berkantor di Papua.

    “Kalau Pak Kiai Ma’ruf diberi tugas untuk pengembangan ekonomi syariah oleh Pak Jokowi, dan sekarang ini akan diberikan penugasan bahkan mungkin ada juga mungkin kantornya wapres bekerja dari Papua menangani masalah ini,” ujarnya.

    Gibran Urus Papua Berdasarkan UU Otsus

    Foto: Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (Mulia/detikcom)

    Yusril menjelaskan Gibran mendapat tugas untuk mempercepat pembangunan di Papua bukan dari Presiden. Tugas itu berdasarkan pada ketentuan Pasal 68A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

    “Dalam Pasal 68A UU Otsus Papua tersebut, diatur tentang keberadaan Badan Khusus untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua,” kata Yusril kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).

    Adapun badan khusus itu dibentuk oleh Presiden ke-7 Joko Widodo dengan Perpres No 121 Tahun 2022. Namun, katanya, aturan-aturan terkait dengan pembentukan badan tersebut bisa saja direvisi sesuai kebutuhan untuk lebih mempercepat pembangunan Papua.

    Yusril mengungkapkan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otsus Papua itu diketuai oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan satu orang wakil dari tiap provinsi yang ada di Papua. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan ini akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    “Jadi yang berkantor di Papua adalah kesekretariatan dan personalia pelaksana dari Badan Khusus yang diketuai oleh Wakil Presiden itu. Sebagai Ketua Badan Khusus, apabila Wakil Presiden dan para Menteri anggota badan itu jika sedang berada di Papua, beliau-beliau tentu dapat berkantor di Kesekretariatan Badan Khusus tersebut. Jadi bukan Wakil Presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” jelas Yusril.

    Gibran, kata Yusril, mempunyai tugas-tugas konstitusional yang telah diatur oleh UUD 1945, sehingga tempat kedudukan wakil presiden adalah di Ibu Kota Negara mengikuti tempat kedudukan Presiden. Menurut Yusril, secara konstitusional, tempat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin terpisah.

    “Tidak mungkin wakil presiden akan pindah kantor ke Papua sebagaimana diberitakan oleh beberapa media,” katanya.

    Gibran Siap Ditugaskan di Mana Pun

    Wapres Gibran Rakabuming (Foto: dok. Puspen Kemendagri)

    Wapres Gibran Rakabuming menyatakan siap menjalankan tugas memimpin percepatan pembangunan di Papua. Dia siap melanjutkan hasil kerja eks Wapres Ma’ruf Amin tentang Papua.

    “Saya sebagai pembantu presiden siap ditugaskan ke mana pun, kapan pun, dan ini kan melanjutkan kerja keras dari Pak Wapres Maruf Amin untuk masalah Papua,” ujar Gibran di Klaten, Jawa Tengah, dilansir Antara, Rabu (9/7/2025).

    Sebagaimana rekaman video yang diterima di Jakarta, Rabu, Gibran mengatakan bahwa penugasan dirinya tersebut merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dilakukan Wakil Presiden RI ke-13 Ma’ruf Amin. Gibran menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam isu Papua bukanlah hal yang baru.

    Gibran menyampaikan bahwa jajaran di Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) yang berada di bawah koordinasinya sudah kerap menjalankan berbagai kegiatan di Papua. Di antaranya mengirimkan alat sekolah, laptop, dan mengecek kesiapan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah wilayah di Papua, seperti Sorong dan Merauke.

    Wapres juga menegaskan bahwa dirinya siap menjalankan tugas tersebut kapan pun dan di mana pun.

    “Kami sebagai pembantu presiden siap ditugaskan di mana pun, kapan pun. Dan saat ini kita menunggu perintah berikutnya. Kita siap, kita siap,” ucap Gibran.

    “Misalnya, keppres-nya (keputusan presiden) belum keluar pun saya juga siap kapan pun,” imbuhnya.

    Mengenai teknis pelaksanaan tugas, Gibran menyebutkan dia fleksibel dalam hal lokasi kerja.

    Wapres mengatakan dia dapat berkantor di mana saja, baik di Jakarta, Ibu Kota Nusantara (IKN), maupun di Papua.

    “Kalau saya bisa berkantor di mana saja. Bisa di Jakarta, di Kebon Sirih, bisa di IKN kalau Desember nanti sudah jadi, bisa di Papua, bisa juga di Klaten di Jawa Tengah. Ini kita di mana pun kita jadikan kantor,” ucap Gibran.

    Menurut dia, hal tersebut sejalan dengan komitmen sebagai pembantu presiden yang harus sering turun ke daerah, berdialog dengan berbagai pihak, serta membuka ruang untuk masukan dan evaluasi.

    “Karena bagi saya, sekali lagi sebagai pembantu presiden, harus sering ke daerah, harus sering berdialog dengan pelaku-pelaku usaha seperti tadi, menerima masukan, menerima kritikan, evaluasi apa pun itu. Jadi, bisa berkantor di mana saja, bisa bertemu dengan warga, itu yang paling penting,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 3

    (eva/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menyusuri Jejak Raibnya Wanita Alawit Suriah: Penculikan atau Kebencian Agama?

    Menyusuri Jejak Raibnya Wanita Alawit Suriah: Penculikan atau Kebencian Agama?

    Damaskus

    Raga kurus kering, wajah penuh bekas luka, rambut dicukur, alis pun hilang, Nora* menatap lelah ke arah kamera. Di pangkuannya, ia menggendong seorang bayi yang sempat dipisahkan secara paksa darinya.

    Foto pertama setelah pembebasannya cepat menyebar di media sosial—lambang trauma yang mengguncang banyak warga Suriah saat ini: Perempuan dari komunitas Alawit–atau yang disebut juga Alawi- menjadi incaran penculik brutal. Nora kini berusaha menghapus jejaknya sebaik mungkin dan meninggalkan negeri.

    (Ed.; Alawi — bentuk kata sifat atau dipakai untuk menyebut keyakinan, ajaran atau mazhabnya. Sementara Alawit — bentuk kata benda jamak yang lebih sering dipakai untuk menyebut orang-orang dari komunitas tersebut, misalnya “perempuan Alawit” atau “orang Alawit”)

    Tiada hari tanpa dihina dan digebuki

    Selama hampir sebulan Nora terkurung di sebuah ruang bawah tanah, di mana menurut pengakuannya, ia mengalami penyiksaan psikologis dan fisik.

    Sang ibu muda bersama bayi berusia sebelas bulan itu sedang dalam perjalanan menuju pusat bantuan dekat kota pesisir Jablah ketika dihentikan oleh para pria bertopeng dengan kendaraan berplat Idlib.

    Mereka bertanya dari mana asalnya. Saat Nora menyebut dirinya beretnis Alawit, perempuan itu langsung diseret dengan kasar ke dalam mobil. Bahkan mata Nora diikat agar tak bisa melihat saat penculikan terjadi, tuturnya.

    “Aku dihina setiap hari dan dipukuli begitu keras hingga beberapa kali kehilangan kesadaran,” katanya dalam wawancara dengan DW. Selama masa tahanan, bayinya direnggut paksa, dan ia dipaksa menandatangani dokumen—sebuah surat nikah. “Aku menolak. Aku sudah menikah. Setelah itu, penyiksaan menjadi semakin brutal,” ujar Nora.

    Kini Nora hidup di luar negeri, dalam perlindungan, dan sedang menjalani pengobatan karena masalah kesehatan organ kandungan yang serius.

    Penghinaan yang sistematis

    Kisah Nora bukanlah kasus tunggal. Kantor berita Reuters dan sejumlah media Arab maupun internasional melaporkan penculikan dan pemerasan perempuan Alawit.

    Sejak awal tahun, lebih dari 40 perempuan dilaporkan hilang di Suriah, ujar aktivis HAM Bassel Younus kepada DW. Dari Swedia, ia mendokumentasikan pelanggaran HAM secara sistematis melalui jaringan di Suriah.

    “Kebanyakan besar korban penculikan—seperti Nora—adalah dari komunitas Alawit,” ujar Younus.

    Maka target utama adalah perempuan dari minoritas agama yang sama dengan diktator terguling Bashar al Assad, yang dianggap “murtad” oleh kaum Islam radikal.

    Laporan serangan brutal terhadap Alawit yang diduga mendukung Assad oleh kelompok radikal Sunni meningkat drastis pasca kejatuhan Assad. Terutama dalam beberapa bulan terakhir, kaum Alawit di Suriah berada di bawah tekanan berat, bahkan ancaman nyawa.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Pada Maret terjadi serangan berdarah terhadap komunitas Alawit dengan korban ratusan jiwa. Berbagai media melaporkan, sebagian pasukan perampok itu memiliki hubungan dengan kementerian dalam negeri Suriah.

    Presiden interim Suriah Ahmed al-Sharaa membentuk komisi penyelidikan, tetapi hasilnya belum dirilis. Namun ketakutan akan kekerasan merambah ke minoritas lain, termasuk umat Kristiani, yang sudah merasakan derita serupa.

    Perempuan Alawit bukan korban penculikan acak, tegas aktivis Younus. “Mereka dijadikan simbol penaklukan satu komunitas utuh.” Dalam penjara, Nora menceritakan kerap dihina dengan panggilan “babi” dan “kafir”.

    PBB pun sudah menangani laporan penculikan ini. Komisi investigasi independen PBB untuk Suriah mengatakan kepada DW bahwa laporan kasus yang didokumentasikan akan segera dirilis.

    Pada akhir Juni, komisi itu mengonfirmasi minimal enam penculikan perempuan Alawit di Suriah. Ketua komisi tersebut Paulo Sergio Pinheiro juga menyebut adanya “indikasi kredibel” kasus lainnya. Pemerintah transisi Suriah telah memulai penyelidikan beberapa kasus tersebut. Namun kementerian dalam negeri Suriah enggan memberikan jawaban kepada DW.

    Tuntutan uang dari luar negeri

    DW selama beberapa minggu melakukan investigasi dan berbicara dengan lebih dari selusin keluarga dan perempuan yang terdampak. Aktivis HAM dan lembaga pengawas memberikan data tambahan. Namun banyak keluarga enggan muncul ke publik karena takut, malu, atau tidak pasti.

    Sami*, pemuda desa dekat Kota Tartus di barat Suriah, adalah salah satu yang berani bicara ke media. Ia bercerita bahwa saudara perempuannya yang berusia 28 tahun, Iman*, menghilang tanpa jejak setelah pergi ke kota. Tidak lama kemudian, keluarga menerima telepon dari nomor asing. Suara anonim mengancam: “Lupakan Iman. Dia tidak akan pernah kembali.”

    Sami melaporkan ke polisi, tapi awalnya mereka menyepelekan dan mengatakan sebagian besar perempuan yang hilang sebenarnya kabur dengan kekasih rahasia. Namun beberapa hari kemudian penculik menghubungi kembali, kali ini menuntut tebusan dengan jumlah lima digit. Keluarga meminjam uang dan mengirimnya lewat sistem Hawala, yang menyulitkan pelacakan, ke Turki.

    Dokumen yang dimiliki DW menunjukkan penerima adalah pengungsi Suriah di Turki. Kasus lain juga terverifikasi dengan pola pembayaran serupa. Namun bagi Sami, tebusan itu sia-sia. Setelah uang ditransfer, kontak terputus dan hingga kini jejak Iman tak berbekas.

    Setali tiga uang dengan nasib Yazidi?

    Maya*, 21 tahun, juga dari dekat Tartus, diculik bersama adik di bawah umur. Saat mereka hendak berbelanja pada Maret, mereka dihentikan pria bersenjata bertopeng. “Mereka tanya kami Alawit atau Sunni. Saat jawab ‘Alawit’, kami diseret ke bus tanpa plat nomor,” ceritanya ke DW.

    Dengan mata tertutup, mereka diangkut berjam-jam melewati wilayah tak dikenal, dihina sebagai “orang kafir” dan “sisa-sisa rezim Assad.”

    Penculik menuduh mereka ikut bertanggung jawab atas kematian ratusan milisi kelompok pemerintahan transisi Islam. Maya dan adiknya akhirnya ditahan di sebuah ruang bawah tanah. “Kami takut dijual,” katanya.

    Di media sosial dan beberapa laporan sudah muncul spekulasi bahwa nasib perempuan Alawit mungkin serupa dengan Yazidi yang pada 2014 diperbudak kelompok teroris “Negara Islam” (ISIS).

    Pemerintah transisi Suriah memang mengintegrasikan kelompok radikal Islam yang komandan-komandannya pernah dituduh terlibat perdagangan manusia, seperti Jenderal Ahmad Ihsan Fayyad al-Hayes yang dituding AS terlibat perdagangan perempuan Yazidi.

    Ketua organisasi HAM “Syrians for Truth & Justice”, Bassam Alahmad, mengatakan dalam wawancara dengan DW: “Hingga kini belum ada bukti perempuan Alawit secara sistematis diperbudak seperti Yazidi dulu.”

    Namun mengkhawatirkan bahwa agama jadi alasan utama dalam penculikan dan pembunuhan. “Perempuan Alawit diserang karena agama mereka—itu alasan serupa yang menimpa perempuan Yazidi,” ungkapnya lebih lanjut.

    Selain itu, menurut Alahmad, komunitas Alawit dianggap bertanggung jawab atas kejahatan rezim Assad. “Itulah inti masalahnya.”

    Maya dan adiknya akhirnya dibebaskan. Kenapa, tak jelas. Setelah dua bulan, mereka diserahkan kembali ke keluarga dalam keadaan tertutup, ketakutan, dan trauma. Mereka selamat. Namun perempuan lain tetap hilang.

    *Nama diganti demi melindungi narasumber.

    Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa iJerman
    Diadaptasi oleh: Ayu Purwaningsih
    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video ‘Bom Bunuh Diri ISIS Meledak di Gereja Suriah, 20 Orang Tewas’:

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kemendagri Punya Mesin ‘ATM’ Dukcapil yang Bisca Cetak e-KTP Secara Mandiri

    Kemendagri Punya Mesin ‘ATM’ Dukcapil yang Bisca Cetak e-KTP Secara Mandiri

    JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meluncurkan sebuah alat berupa Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) untuk mencetak dokumen kependudukan. Layaknya sebuah mesin ATM, mesin ini diharapkan bisa mempermudah urusan masyarakat yang kerap bermasalah dengan perkara kekosongan blangko.

    Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Zudan Arid Fakrulloh menyampaikan, ADM merupakan tempat layanan bagi masyarakat untuk mencetak berbagai dokumen dukcapil, mulai dari KTP elektronik, akta lahir, kartu keluarga, kartu identitas anak (KIA), hingga akta kematian. 

    “Inovasi ini dirancang khusus agar masyarakat bisa mencetak dokumen dengan cepat, mudah, gratis dan berstandar sama tanpa diskriminasi,” ujar Zudan dikutip dari keterangan pers-nya, Senin, 18 November.

    Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif mencoba mesin ADM (Dok. Kemendagri)

    Ada 3 model mesin yang disiapkan Dukcapil Kemendagri, namun fungsinya sama. Caranya, masyarakat yang ingin mencetak dokumen kependudukan datang ke Disdukcapil dulu untuk mendaftar atau meminta akses ADM.

    Setelah persyaratan yang dibutuhkan dipenuhi, masyarakat akan mendapatkan PIN melalui SMS dan QR (quick response) Code melalui email. Kemudian dengan PIN dan QR Code itulah dia bisa mencetak sendiri dokumen kependudukan yang dibutuhkan.

    “Kalau sudah teregistrasi, itu PIN atau QR code akan berlaku dua tahun. Karena takut disalahgunakan. Selain itu, untuk memastikan orangnya masih ada apa nggak,” kata Zudan.

    Zudan mengatakan, meski alat ini sangat dibutuhkan dan memudahkan masyarakat, namun Kemendagri tidak mewajibkan tiap daerah punya alat ini. Hanya saja, pengadaan mesin ini akan dimasukkan dalam e-catalog pada tahun depan. 

    “Banyak yang sudah mau beli. Saya yakin kepala daerah yang ingin memberikan layanan terbaik bagi masyarakatnya pasti butuh alat ini. Tidak ada arahan untuk mewajibkan,” terang Zudan.

    Selain sedang dimatangkan prosedurnya, Kemendagri sedang menyiapkan aplikasi agar masyarakat bahkan tidak perlu ke Dukcapil untuk meminta akses menggunakan mesin ADM. Harapannya, cukup daftar via aplikasi lalu cetak di mesin ADM terdekat.

    “Ditjen Dukcapil sedang siapkan aplikasi. Ke depan tinggal pakai aplikasi. Kalau e-KTP hilang, upload surat kehilangan dan dokumen lain, datang ke ADM, cetak deh,” pungkasnya. 

  • Kemendagri dorong pemda di Aceh lakukan terobosan perkuat PAD

    Kemendagri dorong pemda di Aceh lakukan terobosan perkuat PAD

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir menekankan pentingnya pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Aceh melakukan berbagai terobosan kreatif untuk memperkuat pendapatan asli daerah (PAD) dalam rangka membangun kemandirian fiskal, sehingga Pemda tidak terlalu mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat.

    Hal itu disampaikan Tomsi pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) Tahun 2025–2029 di Banda Aceh, Rabu.

    “Dengan demikian kita [perlu] berupaya terus mencari terobosan-terobosan kreatif untuk bisa menaikkan pendapatan asli daerah,” kata Tomsi.

    Kemendagri membagi kapasitas fiskal daerah dalam tiga kategori, yakni kuat, sedang, dan rendah. Daerah dengan kapasitas fiskal kuat ditandai oleh besarnya PAD yang melebihi jumlah dana transfer pemerintah pusat. Sementara kapasitas fiskal sedang dicirikan oleh PAD yang seimbang dengan dana transfer. Adapun kapasitas fiskal rendah ditunjukkan dengan PAD yang lebih kecil dibandingkan dana transfer dari pemerintah pusat.

    Berdasarkan data yang dikantongi Kemendagri, sejumlah pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Aceh masih mengandalkan dana transfer pemerintah pusat, sehingga PAD perlu ditingkatkan. Ketergantungan ini membuat Pemda di Aceh turut terdampak ketika terjadi guncangan ekonomi di tingkat pusat.

    Lebih lanjut, ia menekankan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan PAD adalah dengan mempercepat proses perizinan usaha.

    Tomsi mengimbau seluruh Pemda, termasuk di Provinsi Aceh, agar tidak menghambat proses perizinan dengan alur atau persyaratan pengajuan yang terlalu panjang.

    Di sisi lain, Tomsi juga mengingatkan Pemda di Provinsi Aceh agar mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    Ia menegaskan bahwa belanja pemerintah dapat meningkatkan jumlah peredaran uang di masyarakat yang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

    “Kalau uang tidak beredar maka ekonomi lesu, pasar juga lesu. Perputaran uang ini berdampak multiefek yang sangat besar,” jelasnya.

    Berdasarkan data Kemendagri, saat ini rata-rata realisasi pendapatan provinsi secara nasional sebesar 37,59 persen. Sementara itu, realisasi pendapatan Provinsi Aceh masih berada di angka 33,86 persen. Adapun realisasi belanja Provinsi Aceh tercatat sebesar 25,45 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata provinsi secara nasional sebesar 27,04 persen.

    “Ini yang kami harapkan dapat dilakukan percepatan untuk belanjanya,” tuturnya.

    Turut hadir dalam Musrenbang tersebut, antara lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh, para bupati dan wali kota se-Provinsi Aceh, serta pejabat terkait lainnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mensesneg: Prabowo Tidak Ada Perintah Wapres Gibran Berkantor di Papua

    Mensesneg: Prabowo Tidak Ada Perintah Wapres Gibran Berkantor di Papua

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi meluruskan informasi Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang disebut bakal berkantor di Papua setelah diberi mandat oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Semula, Pras menjelaskan ada Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang di dalamnya secara eksplisit menyebutkan bahwa percepatan pembangunan Papua itu dikoordinatori alias diketuai oleh Wakil Presiden.

    “Jadi kami mau meluruskan bahwa tidak benar yang disampaikan atau yang berkembang di publik bahwa Bapak Presiden menugaskan. Memang undang-undangnya mengatur mengenai percepatan pembangunan Papua itu dikoordinatori atau diketuai oleh Wakil Presiden,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

    Lebih lanjut, politikus Gerindra ini turut menjelaskan soal kantor nantinya difasilitasi oleh negara yang dalam hal ini tugasnya Kementerian Keuangan. Dia menyebut di Jayapura ada kantor KPKN yang memang akan dipakai untuk operasional tim perencanaan pembangunan Papua.

    “Jadi bukan berarti Bapak Wakil Presiden akan berkantor di Papua. Tapi kalau dalam konteks mungkin ya sesekali melakukan rapat koordinasi beliau akan berkunjung ke sana atau bahkan mungkin sempat berkantor di sana, ya tidak ada masalah juga,” jelasnya.

    Dengan demikian, Pras menegaskan bahwa yang akan berkantor atau beraktivitas langsung lebih banyak di Papua adalah tim satgas atau tim badan percepatan pembangunan Papua, bukan Wapres. 

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan tugas wapres yang dimaksud itu adalah menangani berbagai masalah di Papua, seperti di antaranya mempercepat pembangunan Papua secara fisik sekaligus menangani masalah HAM di Papua. 

    “Konsen pemerintah dalam menangani Papua beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan penugasan khusus presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua,” tutur Yusril di Youtube Komnas HAM bertema Laporan Tahunan Komnas HAM 2025 yang diakses pada Selasa (8/7/2025).

    Namun demikian, dia meluruskan kembali pernyataannya terkait dengan penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam percepatan pembangunan Papua, sekaligus penempatannya untuk berkantor di sana.

    Melalui keterangan tertulis, Yusril meluruskan bahwa yang dimaksud olehnya berkantor di Papua adalah Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otsus Papua. Badan itu dibentuk oleh Presiden berdasarkan amanat undang-undang, sehingga bukan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

    Meski demikian, Yusril menyebut pernyataannya mengenai penugasan Gibran untuk mempercepat pembangunan di Papua tertuang pada ketentuan Pasal 68A Undang-Undang (UU) No.2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

    Sebagai informasi, Pasal 68A UU No.2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otsus Papua.

    Badan ini diketuai oleh Wakil Presiden, dengan anggota Mendagri, Menteri PPN Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, serta satu wakil dari setiap provinsi di Papua, dan bertugas memastikan percepatan pembangunan berjalan optimal. 

    Untuk mendukung kerja Badan Khusus itu, terdapat lembaga kesekretariatan Badan Khusus yang berkantor di Jayapura, Papua. 

    Keberadaan kantor di Jayapura ini berfungsi sebagai titik koordinasi dan pusat administrasi untuk memudahkan komunikasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Papua dalam pelaksanaan program percepatanpembangunan. 

  • Yusril Klarifikasi Wapres Gibran Tidak akan Berkantor di Papua

    Yusril Klarifikasi Wapres Gibran Tidak akan Berkantor di Papua

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra meluruskan kembali pernyataannya terkait dengan penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam percepatan pembangunan Papua, sekaligus penempatannya untuk berkantor di sana.

    Hal itu sebelumnya disampaikan oleh Yusril pada acara penyampaian Laporan Tahunan Komnas HAM, Rabu (2/7/2025). 

    Melalui keterangan tertulis, Yusril meluruskan bahwa yang dimaksud olehnya berkantor di Papua adalah Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otsus Papua. Badan itu dibentuk oleh Presiden berdasarkan amanat undang-undang, sehingga bukan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Meski demikian, Yusril menyebut pernyataannya mengenai penugasan Gibran untuk mempercepat pembangunan di Papua tertuang pada ketentuan Pasal 68A Undang-Undang (UU) No.2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

    “Dalam Pasal 68A UU Otsus Papua tersebut, diatur tentang keberadaan Badan Khusus untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua. Badan Khusus itu telah dibentuk oleh Presiden Joko Widodo dengan Perpres No. 121 Tahun 2022. Namun aturan-aturan terkait dengan pembentukan badan tersebut bisa saja direvisi sesuai kebutuhan untuk lebih mempercepat pembangunan Papua,” jelas Yusril dikutip dari siaran pers, Rabu (9/7/2025). 

    Adapun Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otsus Papua itu diketuai oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan satu orang wakil dari tiap provinsi yang ada di Papua. 

    Ketentuan lebih lanjut terkait dengan badan tersebut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Yusril mengingatkan, bisa saja struktur sekretariat dan personalia pelaksana badan yang sudah ada itu ditata ulang dengan Peraturan Pemerintah sesuai kebutuhan dan perkembangan.

    Oleh sebab itu, Yusril menegaskan bahwa pihak yang akan berkantor di Papua adalah kesekretariatan dan personalia pelaksana dari Badan Khusus yang diketuai oleh Wakil Presiden. Bukan Wapres Gibran.

    “Sebagai Ketua Badan Khusus, apabila Wakil Presiden dan para Menteri anggota badan itu jika sedang berada di Papua, beliau-beliau tentu dapat berkantor di Kesekretariatan Badan Khusus tersebut. Jadi bukan Wakil Presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” kata Yusril.

    Adapun Wakil Presiden mempunyai tugas tugas konstitusional yang telah diatur oleh UUD 1945, sehingga tempat kedudukannya berada di Ibu Kota Negara. Kedudukan Wakil Presiden berada di tempat kedudukan Presiden. 

    Secara konstitusional, tambah Yusril, tempat kedudukan Presiden dan Wakil Presiden tidak mungkin terpisah. Untuk itu, dia membantah sendiri pernyataannya sebagaimana yang diberitakan oleh sejumlah media massa. 

    “Tidak mungkin wakil presiden akan pindah kantor ke Papua sebagaimana diberitakan oleh beberapa media,” jelasnya.

    Sebagai informasi, Pasal 68A UU No.2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otsus Papua.

    Badan ini diketuai oleh Wakil Presiden, dengan anggota Mendagri, Menteri PPN Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, serta satu wakil dari setiap provinsi di Papua, dan bertugas memastikan percepatan pembangunan berjalan optimal.

    Untuk mendukung kerja Badan Khusus itu, terdapat lembaga kesekretariatan Badan Khusus yang berkantor di Jayapura, Papua. Keberadaan kantor di Jayapura ini berfungsi sebagai titik koordinasi dan pusat administrasi untuk memudahkan komunikasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Papua dalam pelaksanaan program percepatanpembangunan.

    Namun, seperti dijelaskan Mendagri Tito Karnavian, kantor tersebut bukan merupakan kantor Wakil Presiden secara permanen, melainkan kantor kesekretariatan badan khusus yang dapat digunakan Wapres saat berada di Papua untuk memimpin rapat atau koordinasi lapangan terkait tugas percepatan pembangunan Papua.

    Pada pemberitaan sebelumnya, Yusril sempat menyebut Gibran mendapatkan tugas khusus dari Prabowo terkait dengan pembangunan sekaligus permasalahan HAM di Papua. Ada kemungkinan anak dari Presiden ke-7 Joko Widodo itu bakal berkantor di Papua. 

    Ahli hukum tata negara itu menyebut tugas khusus ini akan tertuang dalam bentuk Keputusan Presiden (Kepres). Oleh sebab itu, Yusril mengatakan tidak menutup kemungkinan Gibran akan membuka kantor dan bekerja di Papua.

    “Bahkan mungkin ada juga kantornya Wakil Presiden untuk bekerja dari Papua menangani masalah ini,” ujarnya dalam Launching Laporan Tahunan Komnas HAM 2024, dikutip dari YouTube Komnas HAM. 

  • Gibran Ditugaskan Prabowo Percepat Pembangunan Papua, Mendagri: Tak Harus Berkantor Langsung – Page 3

    Gibran Ditugaskan Prabowo Percepat Pembangunan Papua, Mendagri: Tak Harus Berkantor Langsung – Page 3

    Sementara untuk pengawasan atau eksekusi di lapangan, menurut Tito akan ada Badan Eksekutif Percepatan Pembangunan Papua yang akan ditunjuk oleh Presiden.

    “Badan Eksekutif nanti, ini yang mungkin akan ditentukan oleh Bapak Presiden. Ditunjuk oleh Bapak Presiden, Badan itu, Kepala Badan. Badan Eksekutif itu. Dan nanti dia akan membentuk ada semacam deputi-Deputinya juga. Tujuannya evaluasi untuk mempercepat pembangunan Papua,” pungkasnya.

  • Titah Prabowo ke Gibran, Beres-beres Masalah Papua

    Titah Prabowo ke Gibran, Beres-beres Masalah Papua

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memberikan penugasan khusus pertamanya kepada Wapres Gibran Rakabuming Raka.

    Prabowo menugasi mantan Walikota Solo itu untuk menuntaskan sejumlah masalah di Papua yang masih belum dapat diselesaikan.

    Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan tugas khusus itu adalah menangani berbagai masalah di Papua, seperti di antaranya mempercepat pembangunan Papua secara fisik sekaligus menangani masalah HAM di Papua.

    “Konsen pemerintah dalam menangani Papua beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan penugasan khusus presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua,” tutur Yusril dikutip dari Youtube Komnas HAM bertema Laporan Tahunan Komnas HAM 2025 pada Selasa (8/7/2025).

    Yusril mengakui bahwa selama ini Presiden Prabowo Subianto belum pernah memberi tugas khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, seperti yang dulu pernah dilakukan Presiden Jokowi kepada Wapres Ma’ruf Amin untuk mendorong ekonomi syariah.

    Yusril menegaskan Presiden Prabowo bakal menelurkan keputusan presiden (keppres) untuk memperkuat penugasannya kepada Wapres Gibran di Papua nanti.

    “Saya kira kan ini juga pertama kali presiden memberi penugasan kepada wakil presiden untuk menangani masalah Papua karena kan sampai hari ini belum ada penugasan khusus dari presiden dan biasanya itu kan dengan Keppres,” ujarnya.

    Wapres Bakal Berkantor di Papua

    Menyusul penugasan tersebut, kata Yusril, Wapres Gibran bakal berkantor di Papua untuk mempercepat koordinasi dan eksekusi kebijakan.

    Yusril mengemukakan tujuan tersebut mengingat tugas yang diberikan Presiden Prabowo kepada Wapres Gibran tidak hanya mempercepat pembangunan Papua, tetapi juga menangani permasalahan HAM Papua yang tidak pernah tuntas.

    “Sekarang ini wakil presiden akan diberikan penugasan bahkan mungkin ada kantornya di sana untuk bekerja langsung dari Papua untuk menangani masalah ini,” tutur Yusril.

    Yusril mengemukakan Presiden Prabowo Subianto sangat memberikan perhatian penuh kepada HAM, terutama di wilayah Papua. 

    Untuk itu, kata Yusril, Presiden Prabowo juga akan meminta Wapres Gibran agar mengawasi kinerja aparat keamanan yang bertugas di Papua agar tidak melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat di Papua.

    “Saya pikir ini konsen yang urgent tentu tidak hanya pembangunan fisik termasuk juga penanganan masalah HAM bagaimana aparat keamanan kita menangani masalah Papua dan saya kira HAM itu harus kita tegakkan,” katanya.

    Pembangunan DOB Perlu Dikawal

    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan belanja APBD di empat Daerah Otonom Baru (DOB) Papua masih rendah.

    Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian minta gubernur setempat untuk merealisasikan belanja APBD, sehingga bisa mendorong pertumbuhan perekonomian di empat DOB Papua tersebut.

    Tito mencatat hingga 27 Juni 2025 kemarin, realisasi belanja APBD dari Provinsi Papua Pegunungan hanya sekitar 20,25%, sementara Provinsi Papua Selatan sebesar 18,09%, Papua Tengah 15,98%, dan Papua Barat Daya 11,51%.

    “Padahal mereka dananya dari pusat. Nah kenapa bisa begini? Karena syarat salurnya yang dipersyaratkan Kementerian Keuangan belum dipenuhi mereka. Nah ini menyangkut masalah teknis,” tuturnya di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

    Tito mengatakan Kementerian Dalam Negeri bakal terus mengawal, mengevaluasi dan mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan di empat Daerah Otonom Baru (DOB) Papua. Daerah tersebut meliputi Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, serta Papua Barat Daya.

    Selain itu, Tito mencatat berdasarkan data Kemendagri per 27 Juni 2025, dari keempat DOB Papua, realisasi pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2025 tertinggi dicapai Provinsi Papua Tengah yaitu sebesar 48,75%.

    Sementara itu, realisasi terendah dicatat oleh Provinsi Papua Pegunungan dengan angka 14,76%. Adapun Provinsi Papua Selatan mencatat realisasi 23,17 persen dan Papua Barat Daya sebesar 17,47%.

    “Hampir seluruh pendapatan empat DOB itu bergantung pada dana transfer pusat,” kata Tito.

    Kasus HAM di Papua

    Komnas HAM mencatat 113 peristiwa terkait hak asasi manusia terjadi di Papua sepanjang 2024, di mana 85 kasus di antaranya berdimensi konflik bersenjata dan kekerasan. Konflik ini menimbulkan dampak besar terhadap warga sipil, termasuk korban jiwa, luka-luka, dan pengungsi internal.

    Komnas HAM mengungkapkan bahwa konflik bersenjata dan kekerasan masih kerap terjadi di Papua. Dari 61 korban jiwa yang tercatat sepanjang 2024, 32 di antaranya adalah warga sipil, termasuk dua anak-anak dan satu warga negara asing.

    Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan konflik ini memicu pengungsi internal yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.

    Berdasarkan data Komnas HAM, wilayah dengan tingkat kekerasan tertinggi adalah Papua Tengah, khususnya Kabupaten Puncak Jaya (13 kasus) dan Paniai (12 kasus).

    Komnas HAM juga menyoroti pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) misalnya Di Papua Selatan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke yang mendapat penolakan dari masyarakat adat.

    Proyek-proyek ini sering kali direncanakan tanpa melibatkan masyarakat lokal secara langsung, sehingga berpotensi melanggar hak atas tanah masayarakat adat. 

    Selain itu, sengketa lahan untuk pembangunan kantor pemerintah provinsi di Papua Pegunungan juga masih belum terselesaikan hingga saat ini. 

  • Sri Mulyani hingga Tito Karnavian Bakal Dampingi Wapres Gibran Berkantor di Papua

    Sri Mulyani hingga Tito Karnavian Bakal Dampingi Wapres Gibran Berkantor di Papua

    Bisnis.com, Jakarta — Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bakal didampingi Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Menteri PPN/Kepala Bappenas saat berkantor di Papua.

    Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengemukakan Kementerian Keuangan sudah menyiapkan kantor wakil presiden di wilayah Papua, hal tersebut sudah ada sejak posisi wakil presiden masih dijabat oleh Ma’ruf Amin.

    “Setahu saya itu juga sudah ada di dalam Undang-Undang Papua itu di Otsus Papua. Dulu itu ada namanya badan percepatan pembangunan Papua. Di situ disebut soal wapres. Itu waktu wapresnya masih Pak Ma’ruf Amin,” tuturnya di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

    Tito mengemukakan bahwa Wapres Gibran Rakabuming Raka tidak akan sendiri dalam menjalankan tugasnya di Papua, tetapi ada beberapa menteri yang akan mendampingi, ditambah juga kepala badan percepatan pembangunan Papua.

    “Jadi ada 3-4 menteri nanti di sana, tetapi ada menteri keuangan, bappenas, menteri dalam negeri. Kemudian nanti ada namanya di situ badan eksekutif,” katanya.

    Selain itu, Tito mengemukakan bahwa ada 6 perwakilan tokoh dari setiap provinsi Papua yang bakal mendampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka selama menjalankan tugas di Papua.

    “Jadi mereka ini bukan birokrat dan bukan dari partai politik. Mereka ini tokoh agama dan tokoh masyarakat,” ujarnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan tugas khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan tugas khusus itu adalah menangani berbagai masalah di Papua, seperti di antaranya mempercepat pembangunan Papua secara fisik sekaligus menangani masalah HAM di Papua.

    “Konsen pemerintah dalam menangani papua beberapa hari terakhir ini sedang mendiskusikan untuk memberikan penugasan khusus presiden kepada wakil presiden untuk percepatan pembangunan Papua,” tutur Yusril di Youtube Komnas HAM bertema Laporan Tahunan Komnas HAM 2025 yang diakses pada Selasa (8/7/2025).

    Yusril mengakui bahwa selama ini Presiden Prabowo Subianto belum pernah memberi tugas khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, seperti yang dulu pernah dilakukan Presiden Jokowi kepada Wapres Kiai H. Ma’ruf Amin untuk mendorong ekonomi syariah.

    “Kalau Pak Kiai Maruf Amin dulu diberikan tugas pengembangan ekonomi syariah oleh Pak Jokowi dan sekarang ini akan diberikan penuhasan ke wapres,” katanya.

  • Kemendagri usulkan tambah anggaran program prioritas Rp3,14 triliun

    Kemendagri usulkan tambah anggaran program prioritas Rp3,14 triliun

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian (tengah) (ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

    Kemendagri usulkan tambah anggaran program prioritas Rp3,14 triliun
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 08 Juli 2025 – 22:22 WIB

    Elshinta.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp3,14 triliun untuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2026 dalam rangka mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

    “Total yang kami usulkan untuk tambahan adalah sebesar Rp3,14 triliun, sehingga diharapkan tahun anggaran 2026 itu adalah 6,39 triliun
    triliun,” kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7).

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya menyampaikan pagu indikatif Kemendagri sebesar Rp 3,24 triliun. Tito menyebut pagu indikatif tersebut turun 32,30 persen atau sekitar Rp 1,54 triliun dari pagu alokasi anggaran tahun 2025, yakni sebesar Rp4,79 triliun

    Tito menerangkan bahwa tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk tiga poin.

    Pertama untuk mendukung pelaksanaan Direktif Presiden di daerah sebesar Rp.1.853.507.546.000. Anggaran tersebut diantaranya untuk dukungan pertumbuhan konomi, pengendalian inflasi, Koperasi Merah Putih, Pembangunan 3 Juta Rumah, penurunan stunting, Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, swasembada pangan, Cek Kesehatan Gratis (CKG), Sekolah Garuda, dan penghapusan kemiskinan ekstrem.

    Yang kedua adalah pelaksanaan kegiatan Prioritas Nasional penugasan Kemendagri yang tercantum dalam RPJMN 2025-2029 sebesar Rp.786.984.014.000, diantaranya untuk Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), penguatan tata kelola partai politik, penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) urusan wajib pelayanan dasar Trantibumlinmas, pembinaan APBD dan BUMD, serta penataan kelembagaan PKK dan Posyandu.

    Yang ketiga adalah belanja yang bersifat wajib dan tidak dapat ditunda sebesar Rp.505.440.119.000, diantaranya untuk pengadaan bahan makan praja, Seleksi Penerimaan Calon Praja (SPCP), seleksi anggota penyelenggara pemilu, dan pemenuhan kekurangan belanja operasional (Belanja Pegawai dan Belanja Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran).

    Tito berharap DPR dan Kementerian Keuangan dapat menyetujui usulan penambahan anggaran tersebut.

    “Oleh karena itu kami dengan segala kerendahan hati memohon dan menyampaikan usulan tambahan anggaran baik kepada Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan juga kami sampaikan dalam rapat kerja kali ini untuk mendapatkan dukungan dari bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian dari Komisi II DPR RI,” tuturnya.

    Sumber : Antara