Kementrian Lembaga: Kemendag

  • Seperti RI, Bangladesh Borong Boeing demi Pangkas Tarif Trump

    Seperti RI, Bangladesh Borong Boeing demi Pangkas Tarif Trump

    Jakarta

    Bangladesh memesan 25 pesawat Boeing dan meningkatkan impor dari Amerika Serikat (AS). Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan tarif tinggi yang diterapkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    Hal itu diungkap seorang pejabat senior sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (28/7/2025). Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi untuk mempersempit defisit perdagangan dengan AS sebesar US$ 6 miliar dengan Bangladesh, dan menghindari tarif sebesar 35% yang dapat mengguncang ekspor Bangladesh. Terutama, pada industri garmen yang berisiko karena kehilangan daya saing.

    “Kami sangat membutuhkan pesawat baru, mungkin dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Menteri Perdagangan Mahbubur Rahman.

    “Awalnya, hanya 14 pesawat – sekarang menjadi 25,” tambahnya.

    Bersamaan dengan itu, Bangladesh juga meningkatkan impor gandum, minyak kedelai dan kapas dari Amerika Serikat. Sebuah perjanjian baru yang ditandatangani awal bulan ini akan memungkinkan negara tersebut mengimpor 700.000 ton gandum AS setiap tahun selama lima tahun ke depan.

    Para pejabat berharap langkah-langkah ini akan membantu meningkatkan hubungan perdagangan dengan Washington dan mengurangi dampak kebijakan tarif pemerintahan Trump.

    Langkah yang diambil Bangladesh seperti yang dilakukan Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indonesia akan membeli 50 pesawat Boeing sebagai bagian kesepakatan antara Indonesia dan AS terkait pemangkasan tarif dari 32% menjadi 19%.

    Tonton juga video “Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Segini Harganya” di sini:

    (acd/acd)

  • Indonesia Perlu Kembangkan Sistem Pelacakan Beras Berbasis Teknologi

    Indonesia Perlu Kembangkan Sistem Pelacakan Beras Berbasis Teknologi

    Jakarta, Beritasatu.com – Masalah beras memang sudah terjadi sejak lama. Terbaru, masalah beras bukan lagi sekadar impor saja, tapi juga beras kualitas rendah yang dioplos.

    Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian merekomendasikan untuk mengoptimalkan teknologi digital sebagai upaya memberantas peredaran beras oplosan di dalam negeri.

    “Bisa kembangkan sistem pelacakan beras berbasis teknologi untuk memantau rantai pasok dari petani hingga konsumen, memastikan transparansi dan mencegah manipulasi, serta memudahkan pengawasan,” kata Eliza seperti dilansir dari Antara, Minggu (27/7/2025).

    Seiring dengan itu, perlu diperkuat pengawasan dan melakukan koordinasi lintas kementerian/lembaga (K/L) guna menangani peredaran beras oplosan. “Ini tidak hanya melibatkan Kementerian Pertanian, tapi juga Kementerian Perdagangan. Jadi, perlunya harmonisasi antarinstansi agar efektif menangani kasus ini,” ujar Eliza.

    Selain itu, dia mengatakan diperlukan sanksi tegas untuk menimbulkan efek jera, yang meliputi pemberian denda hingga pencabutan izin usaha atau pelarangan distribusi bagi produsen yang terbukti melakukan pelanggaran.

    Dia pun merekomendasikan untuk menetapkan regulasi ketat terkait standarisasi kualitas beras premium, yang mencakup pengujian rutin terhadap kadar air, butir kepala, serta kepatuhan takaran. Dia melanjutkan, sertifikasi untuk produsen beras premium juga diperlukan yang bisa melibatkan jasa pemastian demi memastikan mutu beras agar konsumen beras premium tidak dirugikan.

    “Perlu perkuat regulasi pelabelan buat memastikan ada informasi yang lengkap di kemasan misalnya, kelas mutu, berat bersih, komposisi dan kalau bisa bisa menelusuri asalnya atau ‘traceability’ yang mudah dipahami oleh konsumen. Sehingga, konsumen akan tahu apa yang mereka beli,” ujar Eliza.

  • Kasus Hasto dan Tom Lembong Disorot, Korupsi di Sumut Lolos Begitu saja

    Kasus Hasto dan Tom Lembong Disorot, Korupsi di Sumut Lolos Begitu saja

    GELORA.CO –  Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, melontarkan kritik tajam terhadap praktik penegakan hukum di Indonesia, khususnya terkait penanganan kasus korupsi yang dinilainya tidak adil dan sarat muatan politik.

    Dalam pidatonya di Kantor DPP PDIP, Jakarta, pada Minggu, 27 Juli 2025, Djarot menyinggung soal dugaan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh politik tertentu, termasuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

    Djarot menduga, penegakan hukum kini digunakan sebagai alat untuk menekan pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengan penguasa.

    “Siapa yang berbeda pendapat, dikriminalisasi. Dicari-cari kesalahannya, lalu dimasukkan ke penjara,” ucap Djarot di hadapan kader partai.

    Ia menyebut bahwa proses hukum terhadap Hasto dan Tom Lembong diduga kuat bermuatan politis.

    Sementara itu, lanjutnya, berbagai dugaan korupsi besar lainnya justru seolah tak tersentuh oleh hukum.

    Djarot secara gamblang menyebut sejumlah kasus besar yang dinilainya luput dari sorotan penegak hukum.

    Di antaranya adalah skandal korupsi minyak goreng, dugaan kasus dalam pengadaan pesawat jet, hingga korupsi infrastruktur di Sumatera Utara serta perkara Blok Medan.

    “Kasus-kasus besar seperti minyak goreng, pengadaan jet, korupsi di Sumut, semuanya seperti lolos begitu saja. Gajah di pelupuk mata tak kelihatan, kutu di seberang pulau malah dicari-cari,” sindirnya.

    Pernyataan Djarot menjadi sorotan publik karena menyentil keras dugaan ketimpangan dalam penanganan hukum di Indonesia.

    Meski tak menyebut pihak tertentu secara eksplisit, sindiran tersebut memantik spekulasi mengenai adanya tekanan politik terhadap oposisi jelang Pemilu 2024.

    Hingga kini, Djarot belum memberikan penjelasan lebih lanjut apakah istilah “gajah” yang ia gunakan mengandung makna tersirat yang berkaitan dengan tokoh atau kekuatan politik tertentu.

    Pernyataan ini mempertegas posisi PDIP yang tengah mengkritisi keras proses hukum dan dinamika politik nasional, terutama pasca-pemilu yang dinilai penuh polemik konstitusional.***

  • Kasus Segede Gajah Seperti Itu Lewat

    Kasus Segede Gajah Seperti Itu Lewat

    GELORA.CO –  Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat menyinggung kasus yang menimpa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong dan Kasus Sekretaris Jendral (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.

    Menurut Djarot kasus yang menjerat kedua orang tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap orang-orang yang mengkritik dan berbeda pandang politik. 

    Hal ini disampaikan Djarot saat memberikan sambutannya di acara peringatan peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Minggu (27/7/2025) hari ini. 

    “Kemarin terjadi kasusnya Tom Lembong dan Mas Hasto Kristiyanto, cari sampai ketemu (kesalahan) masukan penjara,” kata Djarot.

    Menurut Djarot, sedangkan kasus-kasus besar seperti kasus minyak goreng hingga blok Medan luput dari pandangan aparat penegak hukum. Ia mengatakan bahwa ada banyak kasus-kasus besar yang seakan-akan tidak tersentuh oleh hukum. 

    “Sedangkan kasus-kasus yang besar seperti kasus minyak goreng lewat, kasus pesawat jet lewat, kasus korupsi infrastruktur di Sumatra Utara lewat, kasus blok apa?, Medan. Banyak banget kasus-kasus yang segede-gede gajah seperti itu lewat,” ungkapnya.

    “Seperti kata pepatah, gajah di pelupuk mata tidak tetlihat, kutu di seberang pulau kelihatan. Itu yang terjadi sekarang,” tambahnya. 

  • Dulu Bela Kejaksaan, Sekarang Mahfud Sebut Vonis Tom Lembong Salah: Dia Tak Langgar Hukum

    Dulu Bela Kejaksaan, Sekarang Mahfud Sebut Vonis Tom Lembong Salah: Dia Tak Langgar Hukum

    GELORA.CO  – Mantan Menteri Koorinator Politik, Husum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengkritik Kejaksaan hingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atas vonis yang dijatuhkan keypads eks Menteri Perdagangan (Mendag), Tom lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016.

    Mahfud mengatakan, putusan vonis 4 tahun 6 bulan Tom Lembong itu salah karena eks Co-Captain Tim Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tersebut tidak terbukti melanggar hukum.

    Dulu, Mahfud memang sempat mendukung langkah Kejaksaan yang pada saat itu mentersangkakan Tom Lembong, meski tidak menerima aliran dana dari korupsi yang dituduhkan.

    Sebab, dijelaskan Mahfud, seseorang juga bisa disebutkan korupsi Mika dia memperkaya orang lain, sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Tipikor: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah  dan paling banyak 1 miliar rupiah.

    “Untuk kasus Tom Lembong ini saya sudah melihat prosesnya, proses peradilan dan vonisnya. Kemudian saya harus mengkritik kejaksaan maupun pengadilan dengan kata bahwa putusan itu salah. Salah dalam pengertian kalau dalam hukum putusan yang salah itu harus dilawan dengan banding gitu,” ungkap Mahfud, dikutip dari YouTube Mahfud MD Official, Minggu (27/7/2025).

    “Orang melakukan banding itu karena putusannya dianggap salah. Menurut saya memang salah. Karena apa? Karena dulu ketika Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka pada bulan November tahun lalu, saya membela kejaksaan. Ketika kejaksaan disudutkan tidak boleh menjadikan seseorang sebagai tersangka kalau yang bersangkutan tidak menerima aliran dana dari korupsi yang dituduhkan.”

    “Waktu itu saya katakan, penersangkaan Tom Lembong kalau hanya karena dia tidak menerima aliran dana, maka dia bisa ditersangkakan. Saya katakan, korupsi itu dananya, satu mengalir ke diri sendiri atau mengalir ke orang lain atau mengalir ke korporasi. Tom Lambong tidak ada bukti memperkaya diri sendiri sehingga ada mengalir ke situ, menurut saya tepat pada waktu itu ditetapkan sebagai tersangka, pada waktu konteksnya ketersangkaan ya, bukan Tonis” jelasnya.

    Namun, seiring berjalannya waktu melihat proses peradilan Tom Lembong hingga putusan vonis ini, Mahfud merasa aneh.

    Mahfud pun menjelaskan bahwa dalam hukum pidana, ada dua unsur utama yang harus sama-sama terbukti, yakni Actus Reus dan Mens Rea.

    “Sekarang vonisnya itu aneh karena dalam hukum pidana itu ada dua unsur utama yang harus sama-sama terbukti. Satu namanya Actus Reus, jenis perbuatan yang bisa dihitung, bisa didengar, bisa disaksikan oleh logika-logika biasa. Ada barangnya. Actus Reus itu ya ada perbuatannya, kalau di pidana itu perbuatannya satu, memperkaya diri sendiri atau orang lain, caranya melawan hukum. Lalu yang ketiga merugikan keuangan negara. Itu Actus Reus untuk korupsi,” Kata Mahfud.

    “Nah, yang kedua ada unsur lain yang lebih penting dari itu, namanya Mens Rea, artinya niat jahat. Niat jahat itu terjadi kalau dia melakukan itu karena ada niat. Apa ukurannya niat itu? Pertama tujuan, purpose, miming bertujuan melakukan itu. Yang kedua tahu dia bahwa itu tidak benar dan dia tahu bahwa itu tidak boleh terjadi. Yang ketiga karena lalai, lalai termasuk unsur Mens Rea. Yang keempat karena sembrono,” sambungnya.

    Tom lembong dalam kasus ini pun tidak terbukti terdapat niat jahat, maka dari itu Mahfud pun bertanya-tanya kenapa eks Mendag tersebut dihukum.

    Selain Mens Rea yang tidak terbukti, Jaksa juga tidak bisa membuktikan adanya Actus Reus, karena Tom Lembong tidak terbukti melanggar hukum.

    Tom Lembong, kata Mahfud, hanya melaksanakan perintah. Hal tersebut juga didukung dengan bukti-bukti dokumen, bahkan ada rapat-rapat yang terselenggara untuk membahas cara menangani kelangkaan gula pada waktu itu.

    Mahfud pun menegaskan, bukti-bukti yang ada itu juga tidak bisa dibantah oleh Jaksa di pengadilan.

    “Kalau tidak ada mens kenapa dihukum? Tidak boleh, dalilnya yang paling dasar itu adalah geen straf zonder schuld, ini bahasa Belanda, tidak boleh ada pemidanaan kalau tidak ada kesalahan. Kesalahan itu mens rea itu kesalahan,” jelas Mahfud.

    “Actus Reus-nya pun tidak terbukti toh, karena pertama dia tidak melanggar hukum. Dia melaksanakan perintah. Dana yang mengalir betul menguntungkan, tapi dia kan melaksanakan perintah tidak melanggar hukum.”

    “Ada dokumen-dokumen bahwa diperintahkan untuk menangkal kelangkaan gula kan pada waktu itu dan ada rapat-rapatnya, ada perintahnya yang tidak dibantah di dalam persidangan,” tegasnya.

    Tom Lembong Ajukan Banding

    Atas vonis 4 tahun 6 bulan penjara yang telah dijatuhkan, Tom pun secara resmi mengajukan banding.

    Kuasa hukum mantan Tom, Zaid Mushafi mengatakan bahwa pertimbangan majelis hakim menurut nalar hukum tidak sesuai dengan fakta persidangan.

    Melalui upaya hukum ini, tim kuasa hukum akan membantah pendapat yang disampaikan hakim dalam pertimbangan putusannya.

    Vonis Tom, kata Zaid, hanya berdasarkan keterangan saksi semata.

    “Saya terangkan bahwasanya pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa ada pertemuan, ada korelasinya antara Pak Tom dengan perusahaan swasta itu hanya didasarkan pada keterangan saksi yang pada saat persidangan menyatakan lupa,” katanya.

    Selain itu, menurut Zaid, tidak ada mens rea atau niat jahat Tom yang bisa dibuktikan dalam perkara korupsi impor gula.

    “Untuk itu, kita melihat, mendengarkan semua putusannya itu tidak cermat, teliti dan tidak didasarkan pada fakta-fakta persidangan,” ucapnya.

    Tentang banding ini, Jubir Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Andi Saputra mengungkapkan bahwa permohonan banding atas vonis Tom itu telah tercatat di Kepaniteraan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Permohonan banding tersebut tercatat nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama terdakwa Thomas Trikasih Lembong.

    “Permohonan banding diajukan oleh penasihat hukum terdakwa yaitu Rifkho Achmad Bawazir pada Selasa,” kata Andi dalam keterangannya, Rabu.

    Selanjutnya, kata Andi, pembanding akan diberikan waktu maksimal 14 hari, terhitung sejak 25 Juli 2025, untuk mengajukan memori banding.

    “Setelah itu, berkas akan dikirim ke Pengadilan Tinggi Jakarta untuk diproses guna diperiksa dan diadili oleh majelis banding,” kata Andi.

    Oleh sebab itu, dijelaskan Andi, maka putusan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst belum berkekuatan hukum tetap.

    “Dan status yang bersangkutan masih sebagai terdakwa,” tandasnya

  • Mirip Kasus Thomas More vs Raja Inggris

    Mirip Kasus Thomas More vs Raja Inggris

    GELORA.CO  – Pakar hukum tata negara Feri Amsari menuding ada sosok “raja Jawa” di balik vonis pidana 4,5 tahun yang didapatkan oleh mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

    Feri adalah staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas di Sumatra Barat. Dia meraih gelar sarjana dan magister hukum di kampus yang sama.

    Tom divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada hari Jumat, (18/7/2025), dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015—2016.

    Vonis itu menimbulkan reaksi beragam. Ada pihak yang sangat kontra lantaran tidak ditemukan mens rea atau niat jahat dari Tom. Di samping itu, Tom tidak terbukti mendapat keuntungan pribadi dalam kasus itu.

    Seperti banyak pakar hukum lainnya, Feri menganggap ada kejanggalan dalam kasus Tom.

    Menurut Feri, para hakim dan jaksa di Indonesia mengetahui kejanggalan yang terjadi. Mereka memberikan clue atau petunjuk kepada masyarakat Indonesia mengenai “kekonyolan hukum” dalam kasus Tom.

    “Jadi, ngasih tahu kami (hakim dan jaksa) sebenarnya kami diperintah orang, maka lahirlah kekonyolan itu, paham kapitalisme dijadikan argumentasi,” ujar Feri dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Forum Keadilan, Minggu, (27/7/2025).

    Feri menduga para hakim dan jaksa yang menangani kasus Tom sedang ditekan atau dipaksa oleh pihak tertentu.

    Kata dia, ada dugaan kuat bahwa peradilan terhadap Tom adalah political trial atau peradilan sesat. Dia menyebut peradilan sesat adalah peradilan yang menargetkan dan membungkam lawan politik.

    Feri berujar peradilan seharusnya bersih dari politik.

    “Peradilan harus bebas dari kepentingan politik, emosi, nuansa-nuansa yang mengganggu kemurnian,” kata Feri.

    Akademisi itu lalu menyinggung banyaknya rakyat kecil yang diadili pada masa Orde Baru karena kepentingan politik kekuasaan.

    Adapun saat ini pihak Tom sudah memutuskan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Feri berharap pihak Tom dalam memori bandingnya bisa membuktikan bahwa putusan terhadap Tom adalah putusan peradilan sesat.

    Feri menyebut kasus Tom mirip dengan kasus yang menimpa Sir Thomas More, seorang penasihat Raja Inggris Henry VIII yang bertakhta dari tahun 1491 hingga 1547.

    Awalnya More bersahabat baik dengan Henry. Namun, More dihukum oleh Henry setelah keduanya memiliki pandangan berbeda mengenai pernikahan Henry. More didakwa melakukan pengkhianatan dan berujung dieksekusi.

    “Ceritanya agak mirip-mirip Tom Lembong. Orang dekat raja yang berkuasa, lalu berbeda pandangan, dan dihukum,” kata Feri.

    Feri lalu mengatakan yang menghukum Tom adalah raja Jawa. Namun, dia tidak menjelaskan identitas raja Jawa yang disebutnya.

    Istilah raja Jawa pernah pula disebut oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia saat menyampaikan pidato perdananya sebagai ketua umum di JCC, Jakarta, (21/8/2024).

    Saat itu di depan kader Golkar, Bahlil meminta agar kader tidak bermain-main dengan raja Jawa karena bisa memunculkan celaka.

    Adapun mengenai peradilan politik, Feri mengatakan peradilan seperti itu lumrah dalam peradaban politik ketatanegaraan.

    “Selalu dianggap perbuatan yang zalim karena raja atau penguasa tidak nyaman dengan perbedaan cara pandang dan melakukan berbagai cara untuk menghentikan lawan politik,” kata Feri menjelaskan.

    Vonis Tom

    Majelis hakim telah memvonis Tom dengan hukuman 4,5 tahun.

    “Mengadili terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata hakim ketua.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan.”

    Selain dijatuhi pidana kurungan, Tom juga dijatuhi pidana denda Rp750 juta subsider 6 bulan penjara. 

    Adapun vonis Tom Lembong yang diputus oleh majelis hakim lebih rendah daripada tuntutan jaksa.

    Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Jumat, (4/7/2025), jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar Tom dihukum dengan 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Dalam amar tuntutannya Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Tom terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula  tersebut.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata jaksa membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/7/2025).

    Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda kepada Tom Lembong sebesar Rp750 juta. Apabila denda tersebut tak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Tom dinilai jaksa telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Kasus korupsi impor gula ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

    Dalam dakwaannya, jaksa menyebut kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian

  • Mahfud MD Jelaskan Dugaan Politisasi Terkait Kasus Tom Lembong

    Mahfud MD Jelaskan Dugaan Politisasi Terkait Kasus Tom Lembong

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Mahfud Md bicara terkait vonis yang didapatkan oleh Tom Lembong.

    Mahfud MD bahkan menyebut kasus korupsi importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan disebutnya ada dugaan politisasi.

    Pernyataan ini disampaikan Mahfud dalam siniar bersama mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

    “Anehnya, terkesan lebih politis ya, tanpa menyebut siapa yang mempolitisasi,” kata Mahfud Md dalam video Integrasi di kanal YouTube milik Novel Baswedan.

    Ia berbicara terkait adanya dugaan politisasi lantaran kerugian negara akibat dugaan kasus korupsi impor gula belum dihitung. 

    Setelah penetapan tersangka, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baru diminta menghitung.

    “Ini kan kelihatan, ‘udahlah tersangkakan, hitungan kerugian negaranya nanti’. Itulah yang kemudian menimbulkan kesan kasus ini sepertinya dipolitisasi,” ungkapnya.

    Mahfud mengaku sempat berdiskusi dengan sejumlah koleganya yang merupakan pensiunan jaksa terkait hal ini.

    Hasil diskusi tersebut menyimpulkan bahwa seharusnya kasus ini dimulai dari yang terakhir menjabat sebagai menteri perdagangan. 

    “Misalnya Menteri Perdagangan yang sekarang terbukti kebijakannya salah, menteri-menteri perdagangan sebelumnya yang menetapkan kebijakan serupa juga terseret hingga terakhir menyangkut nama Tom Lembong,” tuturnya.

    “Ini malah Tom Lembong dulu, menteri Perdagangan yang lebih baru malah dibiarkan. Kan ini tidak masuk akal,” terangnya. (Erfyansyah/Fajar) 

  • PDI-P Sindir Pihak Ingin Berkuasa, tapi Menyimpang: Rekayasa Konstitusi hingga Kriminalisasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Juli 2025

    PDI-P Sindir Pihak Ingin Berkuasa, tapi Menyimpang: Rekayasa Konstitusi hingga Kriminalisasi Nasional 27 Juli 2025

    PDI-P Sindir Pihak Ingin Berkuasa, tapi Menyimpang: Rekayasa Konstitusi hingga Kriminalisasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPP
    PDI-P

    Djarot Saiful Hidayat
    menyinggung adanya pihak-pihak yang ingin meraih kekuasaan dengan cara menyimpang dan menekan lawan politik.
    Menurut Djarot, keinginan seseorang untuk memiliki kekuasaan dan menjadi kaya adalah hal yang sah. Namun, dia mengingatkan bahwa cara untuk meraihnya harus sesuai dengan prinsip dan aturan yang benar.
    “Sah-sah saja apabila seseorang menginginkan kekuasaan, boleh. Orang pingin kaya, boleh. Tapi cara untuk memperoleh kekuasaan harus benar, jangan sampai memperoleh kekuasaan dengan cara yang menyimpang, apalagi dengan merekayasa konstitusi,” kata Djarot saat berpidato dalam diskusi peringatan peristiwa
    Kudatuli
    di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Minggu (27/7/2025).
    Eks Gubernur DKI Jakarta itu berpandangan bahwa saat ini ada upaya untuk menekan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan penguasa.
    Bahkan, menurutnya, kritik sering kali dibalas dengan
    kriminalisasi
    .
    “Apalagi dengan menekan dan mengintimidasi siapa pun yang tidak setuju dengan penguasa saat ini. Yang mengkritik, yang berbeda, dikriminalkan. Cari-cari salahnya sampai ketemu. Masukkan penjara,” kata Djarot.
    Djarot kemudian menyinggung kasus hukum yang menjerat Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dan Eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong.
    Menurutnya, ada upaya yang dipaksakan untuk memenjarakan keduanya dengan mencari-cari kesalahan.
    Sementara kasus-kasus besar lain justru sama sekali tak tersentuh.
    “Kemarin terjadi kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, cari sampai ketemu, masukkan penjara. Kasus yang besar seperti kasus minyak goreng lewat, kasus pesawat jet lewat, kasus korupsi infrastruktur di Sumatera Utara lewat, kasus blok Medan, banyak banget kasus yang segede-gede gajah seperti itu. Kasus korupsi segede gajah lewat,” ucapnya.
    Dalam kesempatan itu, Djarot bahkan menyatakan bahwa situasi hukum saat ini sama dengan pepatah lama, yang menggambarkan ketidakadilan dalam penegakan hukum.
    “Seperti pepatah, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, kutu di seberang pulau kelihatan. Betul tidak ini?” kata Djarot.
    Diberitakan sebelumnya, DPP PDI-P menggelar acara peringatan 29 tahun peristiwa kerusuhan 27 Juli atau Kudatuli di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (27/7/2025).
    Peringatan itu diisi dengan tabur bunga di halaman kantor partai yang menjadi lokasi bentrokan berdarah pada 1996 silam.
    Sejumlah elite partai dan keluarga korban turut hadir dalam acara tersebut.
    Sebagai informasi, pada tanggal 27 Juli 1996 terjadi kerusuhan berdarah di Jakarta atau dikenal dengan Peristiwa Kudatuli (akronim dari kerusuhan dua puluh tujuh Juli).
    Insiden ini menewaskan 5 orang dan menyebabkan 149 orang luka-luka serta 23 orang dinyatakan hilang.
    Kudatuli terjadi saat pengambilalihan paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat.
    Kerusuhan ini menjadi sejarah kelam dalam dunia politik Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengamat Blak-blakan Syarat Foto KTP Persulit Penyaluran Beras SPHP

    Pengamat Blak-blakan Syarat Foto KTP Persulit Penyaluran Beras SPHP

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai syarat pembelian beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) yang diperketat justru mempersulit penyaluran program ini.

    Untuk diketahui, pemerintah melalui Perum Bulog akan menyalurkan beras SPHP periode Juli–Desember 2025 sebanyak 1,31 juta ton. Sementara itu, sampai dengan 21 Juli 2025 pukul 08.00 WIB, penyaluran beras SPHP baru mencapai 182.214 ton dari total pagu tahun 2025 sebesar 1,5 juta ton.

    Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan penyaluran beras SPHP tahun ini jauh lebih ketat agar penyaluran sesuai tujuan.

    Dia menjelaskan bahwa warga harus membawa KTP untuk keperluan foto dan diunggah di aplikasi Klik SPHP saat mitra menjual beras SPHP ke konsumen.

    Selain itu, pengecer juga harus menandatangani surat pernyataan di atas meterai. Namun, dia menuturkan bahwa persyaratan super ketat seperti ini belum diberlakukan pada tahun sebelumnya. 

    “Hampir bisa dipastikan karena skema super ketat ini yang membuat penyaluran SPHP seret,” kata Khudori dalam keterangan tertulis, Minggu (27/7/2025).

    Lebih lanjut, Khudori menyampaikan bahwa pengecer harus mendaftar dan direkomendasikan oleh dinas ketahanan pangan dan unit pengelola teknis (UPT) pengelola pasar sebelum menjadi mitra penyalur SPHP.

    Pendaftaran ini kemudian diajukan ke kantor pusat Perum Bulog untuk mendapatkan persetujuan. Jika disetujui, maka mitra harus mengunduh aplikasi Klik SPHP. Aplikasi ini juga dirancang untuk memesan beras SPHP.

    Namun, pengecer akan ditindak sesuai Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp2 miliar jika melanggar ketentuan.

    Selain itu, pelanggaran oleh pengecer juga terancam hukuman sebagaimana tertuang dalam Pasal 139 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yakni sanksi penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

    “Akibat persyaratan ini, sejumlah calon pengecer mundur teratur. Mereka khawatir tak bisa memastikan beras di konsumen tak dijual lagi,” ujar Khudori.

    Di sisi lain, Khudori mengatakan bahwa harga beras terus naik. Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga beras pada Juli 2025 merambat ke atas setiap minggunya.

    “Kalau harga terus naik itu pertanda pasokan beras di pasar terbatas. Beras SPHP yang diharapkan mengguyur pasar dalam jumlah besar, masif, dan menjangkau wilayah luas ternyata jauh dari harapan,” tuturnya.

    Dalam catatan Bisnis, Perum Bulog mewajibkan masyarakat mengunggah foto setiap melakukan pembelian beras SPHP agar tidak melakukan penyelewengan. Adapun, bukti foto ini nantinya harus diunggah ke dalam aplikasi Klik SPHP.

    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengatakan syarat foto ini merupakan bentuk pengetatan Perum Bulog bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas). Pembeli beras SPHP juga dibatasi pembeliannya maksimal dua kemasan ukuran lima kilogram dan tidak boleh dijual kembali.

    “Setiap pembelian [beras SPHP] sekarang juga sudah diperintahkan itu difoto, siapa yang beli difoto dan difoto itu nanti di-upload di aplikasi,” kata Rizal dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Unggahan foto ini merupakan tanda bukti pembeli pernah membeli beras SPHP. “… sehingga apabila di kemudian hari ada pemeriksaan dan lain sebagainya, ada bukti-bukti otentik bahwa memang pembelian tersebut ada dokumentasinya dan lain sebagainya,” terangnya.

    Dia menjelaskan pengetatan syarat penyaluran beras SPHP dilakukan agar tidak dimanfaatkan oknum yang tak bertanggungjawab. Alhasil, Perum Bulog bersama Bapanas telah membuat aturan bahwa setiap ritel atau kios-kios yang menjual beras membuat surat pernyataan.

    “Surat pernyataan itu bahwa sanggup untuk tidak melanggar aturan sesuai dengan Juknis, dan yang kedua, apabila melanggar, siap diproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” terangnya.

    Adapun, aturan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Rizal menyatakan pelanggaran terhadap penyaluran beras program SPHP bisa dikenai dendanya hingga Rp2 miliar atau hukuman penjara maksimal empat tahun.

    “Ini yang untuk memberikan shock therapy kepada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyelewengkan beras-beras SPHP ini,” ujarnya.

    Dia menjelaskan bahwa setiap pengecer wajib masuk dalam aplikasi klik SPHP dengan mencantumkan identitas berupa KTP hingga surat izin usaha. “Sehingga yang menyalurkan itu betul-betul teridentifikasi dengan baik, tidak ilegal ataupun yang diyakinkan pasti legal,” ujarnya.

    Selanjutnya, pemesanan dari masing-masing pasar pengecer maksimal sebesar dua ton. Namun, pengecer tidak boleh melakukan pemesanan jika stok beras SPHP belum terjual habis. “Kira-kira tinggal 10% atau tinggal 5% baru boleh pesan yang kedua kalinya,” pungkasnya.

  • Heran dengan Vonis Hakim, Analisa Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak UI: Impor Gula Tom Lembong Justru Untungkan Negara

    Heran dengan Vonis Hakim, Analisa Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak UI: Impor Gula Tom Lembong Justru Untungkan Negara

    Kemudian yang kedua, soal kemahalan, bisa dilihat dari fenomena yang terjadi. Menurutnya, jangan sampai gara-gara kasus tersebut, pemerintah tidak memperhatikan pemenuhan cadangan gula atau stabilisasi.

    “Langsung saja impor GKP. Buat saya itu, apa namanya. Sedih sekali begitu. Sedih sekali industri dalam negeri jika itu memang dipilih,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, membacakan vonis terhadap Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    Dalam sidang putusan itu, Tom Lembong kata hakim terbukti bersalah melakukan korupsi impor gula yang merugikan keuangan negara, sehingga dia dijatuhi hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara.

    “Menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dakwaan primer,” kata Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika saat membacakan vonis.

    Selain hukuman badan, Tom Lembong juga dijatuhkan hukuman denda Rp750 juta apabila tidak dibayarkan diganti dengan hukuman kurungan 6 bulan penjara.

    “Pidana denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan,” ujar Hakim.

    Dalam menjatuhkan putusan, Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, terdakwa saat menjadi Menteri Perdagangan terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem ekonomi demokrasi.

    “Hal meringankan, belum pernah dihukum, tidak menikmati hasil korupsi yang dilakukan, bersikap sopan dan tidak mempersulit persidangan, ada uang yang dititipkan pada saat proses penyidikan,” tegas Hakim.