Kementrian Lembaga: Kemendag

  • AS-China Lanjutkan Negosiasi Gencatan Tarif, Trump Jadi Penentu Akhir

    AS-China Lanjutkan Negosiasi Gencatan Tarif, Trump Jadi Penentu Akhir

    Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dan China akan melanjutkan pembicaraan untuk memperpanjang gencatan tarif menjelang tenggat dua pekan lagi, sementara Presiden Donald Trump akan mengambil keputusan akhir terkait kelanjutannya.

    Dalam pernyataannya di Stockholm, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang memimpin delegasi AS bersama Perwakilan Dagang Jamieson Greer, mengungkapkan dirinya akan melaporkan perkembangan negosiasi kepada Trump pada Rabu (30/7/2025) waktu setempat.

    “Masih ada beberapa detail teknis yang perlu diselesaikan,” ujarnya kepada wartawan dikutip dari Bloomberg, usai pertemuan dua Hari dengan delegasi China yang dipimpin Wakil Perdana Menteri He Lifeng.

    Pernyataan itu muncul setelah media melaporkan bahwa delegasi China mengindikasikan kesepakatan perpanjangan gencatan tarif selama 90 hari. Menanggapi kabar tersebut, Bessent mengatakan China sedikit terburu-buru. 

    Saat ditanya apakah dia akan merekomendasikan perpanjangan, Bessent menjawab bahwa dirinya hanya akan menyampaikan fakta kepada Trump, dan keputusan ada di tangan Presiden.

    Putaran perundingan di Stockholm merupakan yang ketiga dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Negosiasi dilakukan menjelang tenggat 12 Agustus, yang merupakan akhir masa suspensi tarif selama 90 hari. Perpanjangan selama 90 hari menjadi salah satu opsi yang dibahas, menurut Bessent.

    Di sisi lain, negosiator China Li Chenggang mengatakan kepada media bahwa kedua pihak sepakat untuk mempertahankan gencatan tarif, namun tidak merinci durasi perpanjangan tersebut. Dia menyebut pembicaraan di Stockholm berlangsung terbuka, mendalam, dan bertujuan memperkuat komunikasi jangka panjang.

    “Meski belum ada kesepakatan substantif, suasana pembicaraan terbilang konstruktif dan optimistis terhadap potensi kesepakatan di masa mendatang,” ujar Kelvin Lam, Ekonom Senior China di Pantheon Macroeconomics, London.

    Perundingan ini berlangsung setelah AS mencapai kesepakatan tarif sementara dengan Jepang dan Uni Eropa. Menurut Bessent, delegasi China kini lebih terbuka untuk berdiskusi secara menyeluruh.

    Ekspor Magnet dan Sektor Strategis

    Salah satu isu utama adalah bagaimana kedua negara menjaga stabilitas hubungan dagang, di tengah pengenaan hambatan seperti tarif dan kontrol ekspor, khususnya pada sektor-sektor strategis seperti teknologi baterai, pertahanan, dan semikonduktor.

    Greer menyebut bahwa AS ingin memastikan pasokan material penting seperti magnet tetap lancar, sehingga kedua belah pihak bisa fokus pada prioritas lainnya. 

    “Kami tidak ingin bicara soal magnet lagi,” ujarnya.

    Dia juga menyebut dimulainya kembali ekspor logam tanah jarang dari China merupakan konsesi terbesar dari Beijing sejauh ini. Saat ditanya soal penyelidikan tarif AS berdasarkan pasal 232, Greer mengatakan bahwa China memang meminta pembaruan status, namun AS menegaskan bahwa tarif tersebut bersifat global tanpa pengecualian untuk negara tertentu.

    China juga menanyakan status penyelidikan AS terhadap sektor seperti tembaga, semikonduktor, dan farmasi. Menurut Greer, AS telah menjelaskan bahwa tarif yang dihasilkan akan berlaku secara global.

    Analis dari Eurasia Group menyebut bahwa Beijing sangat berkepentingan untuk menurunkan tarif 20% yang diberlakukan AS terhadap bahan kimia asal China yang dituding digunakan dalam produksi narkotika ilegal fentanyl.

    Ketegangan dagang antara kedua negara juga meluas ke ranah geopolitik. Presiden Taiwan Lai Ching-te dikabarkan membatalkan kunjungan luar negeri yang dijadwalkan pekan depan setelah AS tidak menyetujui singgahnya di wilayah Amerika Serikat.

    China juga mulai memanfaatkan dominasinya atas ekspor logam tanah jarang untuk menekan AS agar melonggarkan pembatasan terhadap chip canggih yang dibutuhkan Beijing untuk pengembangan kecerdasan buatan.

    Namun, langkah AS yang dianggap melunak tersebut memicu kekhawatiran di kalangan politisi garis keras di Washington yang menilai bahwa pemerintahan Trump terlalu banyak memberi konsesi demi kesepakatan dan pertemuan dengan Presiden Xi Jinping.

    Trump Bantah Kejar Pertemuan dengan Xi

    Sementara itu, Presiden Trump membantah klaim bahwa dirinya mengejar pertemuan dengan Xi. 

    “Saya tidak sedang mencari apa pun! Saya mungkin pergi ke China, tetapi hanya jika diundang oleh Presiden Xi, dan undangan itu memang sudah ada. Selain itu, saya tidak tertarik!” katanya dalam unggahan di media sosial.

    Negosiasi dagang antara Washington dan Beijing berlangsung di tengah upaya negara-negara besar lainnya untuk mencapai kesepakatan tarif dengan Trump sebelum 1 Agustus, batas waktu yang ditetapkan Trump untuk mulai memberlakukan pajak impor timbal balik kepada mitra dagang utama AS.

    Pada Minggu sebelumnya, Trump mengumumkan kesepakatan awal dengan Uni Eropa untuk mengenakan tarif 15% atas barang-barang dari blok tersebut yang masuk ke AS.

    Adapun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan masih banyak detail dalam kesepakatan AS-UE yang perlu dinegosiasikan. 

    “Masih banyak tawar-menawar yang harus dilakukan,” ujarnya.

  • RI Tagih Kejelasan Tarif Trump 15%-20% untuk Negara di Luar Perjanjian Dagang

    RI Tagih Kejelasan Tarif Trump 15%-20% untuk Negara di Luar Perjanjian Dagang

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia akan menagih kejelasan dari pemerintah Amerika Serikat terkait rencana pengenaan tarif resiprokal baru sebesar 15% hingga 20% untuk negara-negara yang belum memiliki perjanjian dagang bilateral dengan Washington.

    Rentang tarif itu cenderung rendah. Padahal, Indonesia yang sudah memiliki kesepakatan awal dengan Amerika Serikat (AS) dikenai tarif 19%.

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa hingga kini belum ada dokumen resmi yang bisa dijadikan pegangan pemerintah Indonesia soal rencana tersebut.

    “Yang dimaksud 15%—20% itu seperti apa? Sekarang ini sejujurnya di dokumen resmi, kan, belum ada. Itu semuanya nanti kan harus ada perjanjian perdagangan, enggak bisa kita tiba-tiba hanya mendasarkan ke pengumuman di medsos [media sosial],” ujar Susi usai acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025 di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

    Dia mengaku bahwa pemerintah masih terus menanti kejelasan skema tarif yang disebut-sebut akan diberlakukan terhadap negara-negara yang belum menandatangani perjanjian dagang bilateral dengan AS.

    Menurut anak buah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto itu, bahkan negara-negara yang telah sepakat pun belum secara resmi terikat dalam kesepakatan perdagangan apa pun.

    “Sekarang pertanyaannya, Jepang saja untuk dapat tarif 15% itu [komitmen impor] hampir US$550 miliar, Eropa untuk dapat 15% [komitmen impor] US$750 miliar. Kita kemarin kan [komitmen] US$19,5 miliar. Masa yang lain tidak ngapain-ngapain kita ratakan 15%, kan juga enggak mungkin gitu,” tegasnya.

    Lebih lanjut, dia melihat bahwa pemahaman soal tarif resiprokal masih belum seragam. Beberapa pihak memahami bahwa tarif 15% adalah tambahan di luar tarif Most Favoured Nation (MFN), sementara lainnya menganggap tarif tersebut sudah termasuk dalam tarif MFN.

    Meski belum ada kejelasan implementasi, Indonesia tetap melanjutkan proses negosiasi dagang lanjutan dengan AS. Fokus utama saat ini adalah mengamankan sejumlah komoditas unggulan agar bisa mendapat perlakuan tarif yang lebih ringan dari 19% atau bahkan nol persen.

    “Ada barang-barang yang sangat dibutuhkan Amerika, tidak bisa dibuat di sana, tidak bisa diproduksi, dan itu sangat layak kalau ekspornya dari Indonesia. Kita akan bikin daftarnya, contohnya apa CPO, kopi, kakao, produk-produk mineral nikel, dan sebagainya,” jelasnya.

    Pernyataan Trump soal Tarif Impor

    Adapun sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengungkapkan rencananya untuk memberlakukan tarif impor sebesar 15% hingga 20% terhadap negara-negara yang belum meneken perjanjian dagang bilateral dengan Washington.

    “Untuk dunia, saya kira angkanya akan berada di kisaran 15% hingga 20%. Saya hanya ingin bersikap adil. Saya kira antara 15% atau 20%, kemungkinan salah satu dari dua angka itu,” kata Trump dalam konferensi pers di Turnberry, Skotlandia, bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dikutip dari CNBC International pada Selasa (29/7/2025).

    Rencana tersebut menandai peningkatan dari tarif dasar 10% yang diumumkan Trump pada April lalu, dan berpotensi memberatkan negara-negara berkembang yang sebelumnya berharap akan memperoleh tarif lebih ringan.

    Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick sebelumnya sempat menyebut bahwa negara-negara kecil—termasuk negara-negara di Amerika Latin, Karibia, dan Afrika—kemungkinan akan dikenai tarif dasar sebesar 10%. Namun, Trump menegaskan bahwa AS akan menetapkan tarif seragam untuk sebagian besar negara di dunia.

    “Kami akan menetapkan satu tarif untuk sebagian besar dunia, dan itu harga yang harus mereka bayar jika ingin berbisnis di Amerika Serikat. Kami tidak bisa duduk membuat 200 kesepakatan berbeda,” ujar Trump.

    Pernyataan ini disampaikan menjelang tenggat 1 Agustus, saat tarif baru AS dijadwalkan mulai berlaku. Hingga saat ini, puluhan negara masih belum mencapai kesepakatan dagang dengan Washington.

  • Produk Buatan AS Laku Keras di China, Barang Ini Mendadak Langka

    Produk Buatan AS Laku Keras di China, Barang Ini Mendadak Langka

    Jakarta, CNBC Indonesia – Produk chip AI buatan Nvidia asal Amerika Serikat (AS) laku keras diborong klien di China. Nvidia dilaporkan memesan 300.000 chip H20 ke TSMC sebagai manufaktur rekanannya pada pekan lalu, menurut dua sumber.

    Salah satu sumber menyebut permintaan yang kuat dari China membuat Nvidia berubah pikiran. Tadinya, Nvidia hanya mengandalkan stok inventaris yang sudah tersedia untuk memenuhi pesanan.

    Namun, sepertinya stok tersebut tak cukup dan Nvidia harus kembali memesan 300.000 chip H20 ke TSMC untuk menyediakan chip AI yang dibutuhkan di China, dikutip dari Reuters, Selasa (29/7/2025).

    Bulan ini, Nvidia kembali bisa menjual GPU H20 ke China, pasca pemerintahan Trump mencabut pembatasan ekspor chip AI tersebut ke negara kekuasaan Xi Jinping.

    Sebagai informasi, H20 adalah chip Nvidia yang dirancang khusus untuk China pada era pemerintahan Joe Biden. Kala itu, Biden juga memberlakukan pembatasan ekspor chip, tetapi H20 masih memenuhi syarat untuk dikirim ke China karena spesifikasinya tidak secanggih chip-chip Nvidia lainnya.

    Trump lantas memperkuat pembatasan ekspor dengan turut melarang penjualan chip H20 ke China. Setelah negosiasi yang berlarut-larut, akhirnya Trump berubah pikiran dan mengizinkan pengiriman chip H20 ke China.

    Pemerintah mengatakan pencabutan blokir tersebut ‘ditukar’ dengan pencabutan blokir China terhadap AS untuk mengakses logam tanah jarangnya.

    Menurut sumber dalam, pemesanan baru 300.000 chip H20 ke TSMC akan membuat inventaris Nvidia untuk chip tersebut menjadi 600.000 hingga 700.000 unit.

    Sebagai perbandingan, Nvidia menjual sekitar 1 juta chip H20 sepanjang 2025, menurut firma riset asal AS SemiAnalysis.

    Dalam kunjungannya ke Beijing baru-baru ini, CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan pemesanan chip H20 yang diterima perusahaan akan menentukan kapan produksi dimulai kembali. Ia mengatakan produksi dari rantai pasokannya akan membutuhkan waktu sekitar 9 bulan.

    Artinya, jika inventaris saat ini tak cukup memenuhi pemesanan, kemungkinan chip H20 akan mengalami kelangkaan di pasaran hingga produksi berikutnya selesai.

    Menurut laporan The Information, Huang mengatakan kepada para klien di China bahwa stok chip H20 tersedia dan tak perlu produksi baru, dalam kunjungannya ke Beijing beberapa saat lalu.

    Sebagai informasi, walaupun pembatasan ekspor chip sudah dicabut, Nvidia masih harus memegang lisensi ekspor dari pemerintah AS untuk mengirim chip H20 ke China. Huang mengatakan sudah mendapat jaminan dari otoritas AS untuk memegang lisensi tersebut.

    Kendati demikian, salah satu sumber menyebut Kementerian Perdangangan AS belum menyetujui lisensi ekspor yang dimaksud.

    Pada awal pekan ini, Nvidia menolak berkomentar soal pemesanan dari China dan status lisensi dari pemerintah AS. Kementerian Perdagangan AS tak segera merespons permintaan komentar.

    Beberapa sumber mengatakan Nvidia telah meminta para klien di China yang ingin memesan chip H20 untuk mengajukan dokumen baru, termasuk prediksi volume pemesanan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mendag AS Sebut Gencatan Perang Dagang dengan China Diperpanjang 90 Hari

    Mendag AS Sebut Gencatan Perang Dagang dengan China Diperpanjang 90 Hari

    Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat kemungkinan akan memperpanjang gencatan senjata dagang dengan China selama 90 hari, seiring berlangsungnya putaran baru perundingan antara kedua negara di Stockholm.

    Melansir Bloomberg pada Selasa (29/7/2025), Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan perpanjangan kesepakatan tarif tersebut tampaknya menjadi arah yang mungkin ditempuh, meski keputusan final tetap berada di tangan Presiden Donald Trump.

    “Apakah itu kemungkinan besar? Ya, tampaknya begitu. Tapi mari kita serahkan kepada Presiden Trump untuk memutuskannya,” ujar Lutnick dalam wawancara dengan Fox News menanggapi laporan bahwa Washington dan Beijing mempertimbangkan untuk mempertahankan kesepakatan tarif selama tiga bulan lagi.

    Pernyataan tersebut disampaikan menyusul dimulainya putaran negosiasi terbaru antara dua ekonomi terbesar dunia. Kali ini, pembicaraan berlangsung di Stockholm dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent memimpin delegasi masing-masing.

    Dalam putaran sebelumnya, kedua negara sepakat mengurangi tarif balasan dan melonggarkan pembatasan ekspor atas teknologi tertentu serta mineral tanah jarang. Langkah tersebut sempat meredakan ketegangan yang mengguncang pasar keuangan di tengah upaya Trump memberlakukan kebijakan tarif secara luas.

    Namun, kesepakatan yang ada saat ini akan berakhir pada 12 Agustus, sehingga memunculkan kebutuhan akan negosiasi lanjutan guna memperpanjang masa gencatan dagang. 

    Tujuan perpanjangan ini adalah memberi waktu lebih bagi kedua pihak untuk menyelesaikan isu-isu krusial seperti tarif terkait perdagangan fentanil serta kekhawatiran atas pembelian minyak dari Rusia dan Iran oleh China yang sedang dikenai sanksi. Perundingan akan dilanjutkan pada Selasa.

    Negosiasi dagang dengan China ini juga berbarengan dengan tenggat waktu lain yang dihadapi AS terhadap berbagai mitra dagang lainnya. Tarif balasan (reciprocal tariffs) direncanakan mulai berlaku pada 1 Agustus terhadap puluhan negara. Tarif tersebut pertama kali diumumkan pada April lalu, namun kemudian ditunda setelah memicu gejolak pasar. 

    Penundaan ini memberi kesempatan bagi negara-negara terkait untuk merundingkan tarif yang lebih rendah dengan AS.

    Kendati demikian, hanya sedikit kesepakatan yang berhasil dicapai. Presiden Trump bahkan telah memperpanjang tenggat awal dari pertengahan Juli menjadi Agustus. 

    Saat ini, Trump mulai mengirimkan surat penetapan tarif secara sepihak kepada negara-negara yang gagal mencapai kesepakatan. Ia menyebut lebih dari 150 negara akan menerima surat serupa, dan tengah mempertimbangkan tarif sebesar 15% hingga 20%.

    Lutnick menegaskan bahwa Presiden Trump masih menimbang sejumlah kesepakatan, meskipun tenggat waktu tinggal beberapa hari.

    “Dia sudah menyelesaikan kesepakatan-kesepakatan besar. Semua kartu ada di tangannya. Seperti yang dia katakan, dia yang akan memutuskan berapa tarifnya dan seberapa besar negara-negara ini akan membuka pasarnya,” ujar Lutnick. 

    Dia mengatakan, minggu ini, Trump akan mempertimbangkan beberapa kesepakatan. Lutnick juga memastikan, Trump akan menetapkan tarif untuk semua negara sebelum akhir pekan. 

    Presiden Trump juga menunjukkan fleksibilitas dalam menurunkan tarif bagi negara-negara yang mengajukan penawaran baru, bahkan setelah pengumuman tarif. 

    Salah satu contoh kasus tersebut adalah Jepang yang semula dikenai tarif 25% mulai 1 Agustus, namun berhasil menegosiasikan penurunan menjadi 15%, termasuk untuk ekspor otomotif. Kesepakatan tersebut juga mencakup rencana pembentukan dana investasi senilai US$550 miliar untuk proyek di AS.

    Korea Selatan juga tengah berupaya mencapai kesepakatan serupa. Negosiator dari negeri ginseng itu membahas kemungkinan pembentukan dana investasi untuk proyek-proyek di AS guna mendapatkan tarif yang lebih rendah, termasuk untuk ekspor otomotif mereka.

    Lutnick menyebut tim negosiator Korea Selatan bahkan terbang langsung ke Skotlandia, lokasi kunjungan Presiden Trump, untuk bertemu dengannya dan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer.

    “Bayangkan betapa besar keinginan mereka untuk mencapai kesepakatan,” ujar Lutnick menegaskan.

  • Baja Impor Banjiri Pasar, Anggota DPR: Dapat Menghancurkan Industri Nasional
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    Baja Impor Banjiri Pasar, Anggota DPR: Dapat Menghancurkan Industri Nasional Nasional 28 Juli 2025

    Baja Impor Banjiri Pasar, Anggota DPR: Dapat Menghancurkan Industri Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi VI DPR
    Ahmad Labib
    meminta
    Kementerian Perdagangan
    (Kemendag) untuk segera turun tangan dan mengambil langkah guna melindungi
    industri baja
    nasional yang kini tertekan oleh banjir
    impor baja
    murah.
    Labib telah menerima informasi mengenai keluhan dari pelaku industri baja bahwa mereka terkena tekanan berat akibat impor baja murah.
    “Saya menerima banyak keluhan langsung dari para pelaku industri fabrikator baja, yang kini tertekan berat akibat harga baja impor yang sangat rendah, bahkan jauh di bawah biaya produksi dalam negeri. Ini jelas merugikan, karena dapat menghancurkan industri baja nasional kita,” ujar Labib dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
    Labib khawatir keberlangsungan sektor baja nasional bisa terancam dan bernasib serupa dengan industri tekstil yang sebelumnya jatuh akibat serbuan produk impor.
    Politikus Partai Golkar ini mengatakan, industri baja bukan hanya sektor ekonomi yang krusial, tetapi juga bagian dari fondasi pembangunan infrastruktur dan ketahanan ekonomi Indonesia.
    Lebih jauh, Labib menegaskan betapa pentingnya proteksi terhadap industri baja nasional yang kini berada dalam kondisi darurat.
    Dia mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata niaga baja nasional, termasuk memperketat pengawasan terhadap impor baja yang legal maupun ilegal.
    Selain itu, pemerintah juga harus memberikan insentif dan stimulus kepada pelaku industri lokal agar dapat tetap bersaing di pasar global.
    “Meskipun para pelaku industri baja di dalam negeri berusaha melakukan efisiensi, hal itu tidak akan cukup jika arus impor baja tetap mengalir deras tanpa pengendalian yang adil dan tegas,” kata Labib.
    Ia juga mengingatkan, industri baja tidak hanya menyangkut perusahaan besar, tetapi juga ribuan usaha kecil menengah, pekerja, serta seluruh ekosistem industri yang ada di sekitarnya.
    Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi dan menyelamatkan industri baja nasional demi keberlanjutan ekonomi Indonesia.
    “Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari.
    Industri baja
    kita harus kuat, dan itu hanya bisa tercapai jika kita menjaga dan menguatkannya dengan kebijakan yang mendukung serta pengendalian impor yang tegas. Kalau pabrik baja berhenti, dampaknya akan terasa sangat besar bagi seluruh rantai ekonomi,” kata Labib.
    Sebelumnya, Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata mengungkap kekhawatiran soal melonjaknya impor baja konstruksi.
    Ia menilai lonjakan ini mengancam keberlangsungan industri baja dalam negeri.
    Budi menyoroti masuknya baja dari Vietnam dan China dengan harga sangat rendah.
    Ia mempertanyakan kelayakan produk tersebut karena belum tentu memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
    “Peningkatan baja impor, baik yang legal maupun tidak jelas asal-usul dan standarnya, harus menjadi perhatian serius,” kata Budi dalam forum diskusi di Hotel JS Luwansa, Kamis (24/7/2025).
    Ia menjelaskan, banyak baja yang beredar masuk dalam bentuk struktur utuh seperti prefabricated engineered building (PEB) atau komponen terpisah tanpa dokumen legal dan tanpa jaminan mutu.
    Menurut Budi, kondisi ini menekan produsen lokal dan membahayakan keselamatan konstruksi.
     
    “Sekarang kita sedang krisis pekerjaan. Banyak produk baja konstruksi masuk begitu saja. Sebenarnya, PEB dan baja dari Vietnam atau China itu legal atau ilegal? Ini harus dijelaskan secara transparan,” ujar dia.
    ISSC juga menilai lemahnya pengawasan memperburuk situasi.
    Tidak semua baja impor menjalani proses sertifikasi mutu atau memenuhi persyaratan teknis sesuai aturan nasional.
    “Kami tidak anti-impor. Tapi persaingan harus adil dan tunduk pada standar yang sama,” kata Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Trump Berubah, Mendadak Cari Muka ke Xi Jinping

    Trump Berubah, Mendadak Cari Muka ke Xi Jinping

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sikap pemerintahan Donald Trump berubah dan mulai melunak ke China. Salah satunya terlihat dari pencabutan kontrol ekspor chip AI dari AS ke China.

    Padahal, pada April 2025, Trump tanpa ragu memperketat penjualan chip AI dari AS ke China. Dikutip dari Reuters, Senin (28/7/2025), perubahan sikap Trump bertujuan menghindari ketegangan selama negosiasi dagang berlangsung dengan China.

    Bahkan, Trump dilaporkan berupaya untuk bertemu langsung dengan Presiden China Xi Jinping pada tahun ini, menurut laporan Financial Times.

    Biro industri dan keamanan Kementerian Perdagangan (Kemendag) AS, yakni entitas yang mengawasi kontrol ekspor, telah diberitahu dalam beberapa bulan terakhir untuk menghindari tindakan keras terhadap China, menurut Financial Times, mengutip pejabat saat ini dan mantan pejabat AS.

    Gedung Putih dan Kemendag AS tak segera merespons permintaan komentar dari Reuters terkait informasi tersebut.

    Para pejabat tinggi ekonomi AS dan China dijadwalkan untuk kembali melakukan negosiasi dagang di Stockholm dalam waktu dekat. Kedua pihak berniat untuk menyelesaikan konflik dagang yang berlarut-larut antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.

    Bulan lalu, raksasa chip AI Nvidia mengatakan pihaknya akan memulai kembali penjualan chip H20 ke China, menyusul pencabutan blokir dari pemerintahan Trump. Sebelumnya, AS beralasan memblokir akses teknologi ke China karena kekhawatiran keamanan nasional.

    Pencabutan blokir chip tersebut dilakukan agar AS bisa kembali mengakses logam tanah jaran China, menurut Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick.

    Kendati demikian, keputusan pencabutan kontrol ekspor ini memicu kontroversi di dalam negeri. Para pakar keamanan, termasuk mantan deputi penasihat keamanan nasional AS, Matt Pottinger, mengatakan akan menulis surat kepada Lutnick terkait potensi bahaya gara-gara pencabutan kontrol ekspor chip ke China.

    “Langkah ini merupakan kesalahan strategis yang membahayakan keunggulan ekonomi dan militer Amerika Serikat dalam kecerdasan buatan,” tulis mereka dalam surat tersebut.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kemnaker Blak-blakan Penyebab PHK Melonjak 32% Januari-Juni 2025

    Kemnaker Blak-blakan Penyebab PHK Melonjak 32% Januari-Juni 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan, maraknya pemangkasan tenaga kerja di kawasan industri menjadi penyebab meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) periode Januari-Juni 2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menyampaikan, saat ini telah terjadi kasus PHK di kawasan-kawasan industri, seperti yang ada di Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat.

    “Kita hari ini melonjak [angka PHK] di kawasan-kawasan industri yang hari ini resapan tenaga kerjanya juga banyak,” kata Noel ketika ditemui di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).

    Menurutnya, kondisi global saat ini yang penuh dengan ketidakpastian telah memengaruhi operasional perusahaan, yang berujung pada efisiensi karyawan.

    Kendati begitu, Noel memastikan pemerintah tidak tinggal diam melihat kondisi ini. Dia mengatakan, pemerintah telah melakukan langkah-langkah mitigasi serta intervensi terhadap sejumlah regulasi yang dinilai dapat menghambat dunia usaha.

    Salah satu aturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Permendag No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    “Makanya ada regulasi-regulasi yang sekiranya menghambat usaha, ya kita coba revisi atau kalau tidak dihapus. Dan Presiden kan tegas soal Permendag No.8, tidak boleh ada pertek-pertek,” tuturnya. 

    Untuk diketahui, Kemnaker mencatat angka PHK pada periode Januari-Juni 2025 mencapai 42.385 orang. Jumlah itu meningkat 32,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 32.064 orang.

    Merujuk Satu Data Kemnaker, korban PHK tertinggi sepanjang Januari – Juni 2025 terjadi di Jawa Tengah. Secara terperinci, korban PHK di Jawa Tengah mencapai 10.995 orang atau 25% dari total angka PHK sepanjang Januari-Juni 2025.

    Posisi terbanyak kedua ditempati Jawa Barat sebanyak 9.494 orang, diikuti Banten 4.267 orang, DKI Jakarta 2.821 orang, Jawa Timur 2.246 orang, dan Kalimantan Barat 1.869 orang.

    Menurut sektornya, kasus PHK terbanyak terjadi di sektor pengolahan yakni 22.671 orang, diikuti perdagangan besar dan eceran, serta pertambangan dan penggalian.

  • Ada Anomali Data Ekspor Feronikel RI dan China, Apa Kata ESDM dan Bea Cukai?

    Ada Anomali Data Ekspor Feronikel RI dan China, Apa Kata ESDM dan Bea Cukai?

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekspor feronikel dengan kode harmonized system (HS) 72026000 selama tahun 2020-2024 mencapai US$52,18 miliar. Bisnis mencatat terdapat gap antara data perdagangan feronikel yang terekam oleh Indonesia dan China. Selisih yang terlihat dari dua data tersebut mencapai 1,41 juta ton, dengan nilai lebih dari US$400 juta pada periode 2020-2024. 

    Dua data dimaksud berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) RI dan General Administration of Customs of the People’s Republic of China (GACC), atau Bea Cukai China.

    Bisnis menemukan bahwa terdapat gap atau perbedaan antara feronikel yang diekspor dari Indonesia ke China, sebagaimana terekam oleh data BPS. Perbedaan itu apabila dibandingkan dengan data feronikel yang diterima oleh China dari Indonesia pada periode yang sama, sebagaimana terekam oleh Bea Cukai China. 

    Padahal, dalam perdagangan internasional, suatu produk atau komoditas dipastikan memiliki Harmonized System Code atau HS Code yang berlaku sama dan di seluruh negara. Dalam hal ini, kode HS feronikel adalah 72026000.

    Kendati demikian, data ekspor produk kode HS 72026000 dari Indonesia ke China berbeda dengan data impor atau yang diterima oleh China. Pada kurun waktu 2020-2024, total selisihnya mencapai 1,41 juta ton dengan nilai mencapai US$400 juta lebih. Pada kurun waktu lima tahun itu, jumlah yang diterima Negeri Panda lebih rendah dari yang dikirim Indonesia. 

    Perinciannya, pada sepanjang 2024 saja, BPS mencatat bahwa Indonesia mengeskpor feronikel ke China sebanyak 9,1 juta ton. Nilainya mencapai US$13,2 miliar. 

    Namun demikian, yang tercatat atau diimpor China berdasarkan data GACC sebesar 8,5 juta ton. Konsekuensinya, nilai yang diterima China juga menyusut ke US$12,7 miliar. Artinya, ada 563.272 ton feronikel yang tidak terekam atau hilang dari pendataan, dengan nilai sebesar US$547,2 juta. 

    Secara tonase, data menunjukkan bahwa jumlah feronikel yang diterima China selalu lebih sedikit dari yang dikirim dari Indonesia. Meski demikian, tidak selalu nilai secara agregatnya juga ikut menyusut. 

    Pada 2020, 2021 dan 2022, data menunjukkan feronikel yang diterima China secara agregat tetap lebih tinggi dari yang dikirim Indonesia meski lebih sedikit dari tonasenya. Pada 2020, atau saat pertama kali Indonesia memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel, China terdata hanya menerima 2,69 juta ton feronikel, ketika Indonesia mengirimkan 2,77 juta ton. 

    Meski demikian, nilai yang terekam oleh Bea Cukai China lebih tinggi yaitu US$4,57 miliar. Itu berbeda tipis dengan yang terekam oleh BPS RI yaitu US$4,54 miliar. 

    Pola yang sama juga terjadi pada 2021 dan 2022. Bahkan di 2021, gap antara data nilai ekspor feronikel pada BPS dan nilai impor pada GACC bahkan tembus US$611,9 juta. RI hanya mengirimkan feronikel senilai US$6,25 miliar ke China, sedangkan di seberang mencatat penerimaan hingga US$6,86 miliar. 

    Untuk diketahui, feronikel adalah produk turunan dari bijih nikel. Jenis komoditas tambang dengan kode harmonized code atau HS Code 72026000 itu, banyak digunakan sebagai bahan pemadu untuk pembuatan baja tahan karat (stainless steel). 

    Informasi yang dihimpun Bisnis menunjukkan bahwa, terjadinya gap antara jumlah ekspor dan impor produk turunan nikel itu terjadi dalam beberapa kondisi. Pertama, kemungkinan adanya perbedaan pencatatan antara otoritas di Indonesia dengan otoritas kepabeanan China.

    Sejumlah dokumen yang diperiksa Bisnis memastikan bahwa kategorisasi untuk feronikel dan nikel matte antara China dan Indonesia sama. Feronikel di dalam catatan kepabeanan di Indonesia maupun China termasuk dalam kategorisasi barang dengan kode HS 72026000. 

    Kedua, kemungkinan adanya abuse dalam proses eksportasi. Ada dugaan adanya kebocoran di tengah jalan dalam proses ekspor dari Indonesia ke China. Kondisi ini riskan, jika terjadi transaksi afiliasi yang melibatkan entitas sepengendalian atau grup perusahaan di negara lain. 

    Ketiga, kemungkinan penghindaran pajak dan mengakali laporan devisa hasil ekspor yang diwajibkan oleh pemerintah mulai Maret 2025. Indikasi pelanggaran dalam kasus ini, biasanya terjadi ketika nilai ekspor yang dicatat negara asal lebih sedikit dibandingkan dengan nilai impor yang berada di negara tujuan.

    Apa Kata ESDM dan Bea Cukai? 

    Menanggapi atas selisih data tersebut, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan bahwa pencatatan pengiriman produk turunan nikel, sebagaimana komoditas lainnya, sesuai dengan izin ekspor yang dikeluarkan. 

    Yuliot mengatakan, untuk menindaklanjuti temuan tersebut, pihaknya harus memastikan periode data itu terekam. Bisa jadi, dinamika harga produk feronikel menjadi pemicunya. 

    “Bisa saja ini yang dilaporkan, ke kita ini harga jualnya, dilaporkan di China lebih tinggi dengan yang dilaporkan kita,” ujarnya kepada Bisnis pada wawancara melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu jelang pertengahan Juni 2025. 

    Kendati demikian, Yuliot tidak menampik apabila ada persoalan pada perbedaan data tersebut. Apalagi, kalau volume yang terekam di China lebih besar dilaporkan dibandingkan dengan Indonesia. 

    “Ya berarti ini kan ada persoalan, ini pelaku usahanya menyalahi aturan. Ya ini kita harus cek kembali. Saya lagi cek dengan Dirjen Minerba. Kenapa itu ada perbedaan angka. Ini berdasarkan pencatatan BPS China sama BPS kita,” ungkapnya.

    Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Jasa Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto menuturkan bahwa pemerintah telah mengkategorikan nikel sebagai barang yang dikenakan larangan pembatasan alias lartas. Sehingga, untuk proses eksportasinya, selain harus mengantongi perizinan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), komoditas nikel itu juga harus diuji oleh lembaga surveyor.

    Artinya, setelah memperoleh izin dan pemeriksaan oleh surveyor, Bea Cukai hanya melakukan pengecekan dokumen dan  pencatatan, tanpa melakukan pemeriksaan secara fisik terhadap komoditas nikel yang akan diekspor ke luar negeri.

    “Jadi kami hanya menjalankan tugas dan fungsi saja,” ujarnya. 

  • Sebut Permendag No 8/2024 Picu PHK Massal, Wamenaker Ngaku Dipelototi

    Sebut Permendag No 8/2024 Picu PHK Massal, Wamenaker Ngaku Dipelototi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer bercerita saat pernah mendapat sorotan tajam dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal itu lantaran komentarnya yang cukup vokal terhadap regulasi perdagangan, khususnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Pria yang akrab disapa Noel itu mengaku dikritik karena dianggap terlalu berani berbicara mengenai kebijakan di luar kewenangannya.

    “Contoh sederhana, kemarin saya mengkritik Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Akhirnya, Alhamdulillah, walaupun saya dipelototin dengan Kementerian Perdagangan, karena kok Wamenaker lancang sekali ya ngomong Permendag 8/2024,” kata Noel dalam acara Dewas Menyapa Indonesia di Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Namun, bagi Noel, yang terpenting bukan soal siapa yang berbicara atau kementerian mana yang mengatur. Ia menekankan, inti masalahnya adalah dampak nyata dari regulasi itu terhadap nasib pekerja.

    “Tapi saya sampaikan, ini bukan soal Permendag-nya, dampak Permendag itu akhirnya berapa pabrik tekstil kita tutup. Dampaknya? PHK massal,” ungkap dia.

    Meski mendapat tekanan, Noel menyebut revisi terhadap aturan tersebut akhirnya dilakukan. Namun, menurut informasi yang ia terima dari pelaku usaha, revisi itu belum menyelesaikan persoalan secara menyeluruh.

    “Akhirnya Allhamdulillah, ternyata itu direvisi, tapi ternyata dibelah doang. Tadi saya dapat informasi dari pelaku usaha juga, ‘Permendag itu ngebelah doang Pak. Ya memang industri tekstilnya aman, tapi yang industri kami ini, yang padat karya gimana nih?’ kata mereka,” tutur Noel mengulangi keluhan dari kalangan dunia usaha.

    Ia pun menyatakan akan terus menyuarakan aspirasi tersebut agar kebijakan yang diambil benar-benar menyeluruh dan berpihak pada perlindungan tenaga kerja di berbagai sektor.

    “Ya nanti kita akan sampaikan juga,” pungkasnya.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • China Bikin Trump Galau, Terungkap Alasan Sebenarnya

    China Bikin Trump Galau, Terungkap Alasan Sebenarnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali dibuat galau terkait nasib TikTok di Negeri Paman Sam.

    Meski secara terbuka menyatakan dirinya menyukai aplikasi video pendek asal China tersebut, Trump tetap bersikukuh bahwa TikTok harus berpindah tangan ke entitas AS demi alasan keamanan nasional.

    “Presiden benar-benar menyukai TikTok, dan dia mengatakannya berulang kali, karena, Anda tahu, itu adalah cara yang baik untuk berkomunikasi dengan generasi muda,” kata Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dalam wawancara dengan Fox News Sunday, dikutip Reuters, Senin (28/7/2025).

    Namun, lanjutnya, AS tetap tidak bisa membiarkan perusahaan China memiliki aplikasi di lebih dari 100 juta ponsel warga AS.

    “Jadi, aplikasi ini harus beralih ke kepemilikan Amerika, harus menggunakan teknologi Amerika, algoritma Amerika,” ujarnya. “Saya tahu Presiden positif terhadap TikTok, asalkan bisa beralih ke tangan Amerika.”

    Pernyataan ini mengonfirmasi tekanan yang terus meningkat dari Washington terhadap ByteDance, induk TikTok asal China. Pemerintahan Trump bersikeras bahwa TikTok harus dimiliki dan dikendalikan oleh perusahaan AS, termasuk seluruh teknologi dan algoritmanya. Jika tidak, maka TikTok berisiko diblokir secara permanen dari pasar AS.

    “China bisa memiliki sebagian kecil (TikTok), atau ByteDance yang merupakan pemilik saat ini bisa mengambil sebagian kecil,” ujar Lutnick dalam kesempatan terpisah.

    “Namun pada dasarnya [entitas] Amerika akan memiliki kontrol. Amerika akan memiliki teknologinya dan mengontrol algoritmanya.”

    Jika kesepakatan ini disetujui oleh China, maka kesepakatan ini akan berlangsung. Jika mereka tidak menyetujuinya, maka TikTok akan diblokir.

    Trump sendiri telah memperpanjang batas waktu realisasi perintah penjualan TikTok sebanyak tiga kali. Batas waktu terbaru jatuh pada 17 September 2025.

    Penundaan ketiga ini menunjukkan belum ada kesepakatan yang ditempuh oleh AS dan China terkait nasib TikTok. Negosiasi kedua negara sempat memanas ketika Trump tiba-tiba melancarkan perang tarif tinggi ke China.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]