Kementrian Lembaga: Kemendag

  • Zulhas Biang Kerok Sritex Bangkrut dan Matinya Industri Tekstil RI? Simak Faktanya!

    Zulhas Biang Kerok Sritex Bangkrut dan Matinya Industri Tekstil RI? Simak Faktanya!

    PIKIRAN RAKYAT – Ramai dibicarakan, peran Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Bidang Pangan) Zulkifli Hasan alias Zulhas, dalam kemunduran industri tekstil di Indonesia, termasuk kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang baru-baru ini jadi sorotan. Benarkah demikian?

    Keterkaitan itu didasari oleh hasil kerja Zulhas dalam pembuatan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Hal ini ternyata disinggung pertama kali oleh Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan S Lukminto, dalam keterangannya saat wawancara tahun lalu, di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Jakarta, tepatnya Senin, 28 Oktober 2024.

    “Permendag 8 itu masalah klasik yang semuanya sudah tahu. Lihat saja pelaku industri tekstil banyak yang kena, banyak yang terdisrupsi terlalu dalam, sampai ada yang tutup,” ucap Iwan.

    Ia menjelaskan bahwa peraturan inilah yang juga menjadi biang di balik gulung tikarnya Sritex, yang notabenenya perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.

    Untuk itu ia usul agar Permendag tersebut dievaluasi. Terutama, imbuhnya, apabila ingin membangkitkan industri terkait di Tanah Air.

    “Nah ini jadi sangat signifikan, semua regulasinya ada di kementerian,” ujarnya.

    Menperin Setuju Kebijakan Zulhas Biang Keladi?

    Keluhan dari Iwan terkait Permendag Nomor 8 Tahun 2024 direspons cepat Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita kala itu.

    Dia mengatakan, keluhan bos Sritex adalah fakta yang tidak bisa ditepis. Iwan sepakat bahwa aturan yang dibuat di era Zulhas Mendag itu memang merugikan industri tekstil dalam negeri.

    “Ya saya kira saya kira apa yang sampaikan oleh pak Iwan benar ya sudah menjadi isu yang dihadapi oleh industri tekstil dan kalau orang-orang yang menekuni industri manufaktur itu paham betul memang ada problem Yang tercipta dampak atau impact dari munculnya penerbitan Permendag 8,” kata dia.

    Agus melanjutkan, Industri tekstil seperti Sritex menghadapi bukan hanya masalah keuangan dan pasar ekspor yang sedang melemah, tetapi juga pentingnya perlindungan terhadap pasar domestik.

    “Bukan hanya permasalahan pasar ekspornya sedang lesu ya, kalau pasar ekspor sedang lesu kan tentu harusnya pasar dalam negerinya diprotect kan logikanya seperti itu that’s a logic thinking aja ketika industri dalam negeri tidak bisa Menemukan pasar global karena pasar global lesu ya dia harus bisa masuk ke pasar domestik dengan nyaman karena Yang jadi taruhan kita kan adalah tenaga kerja,” kata dia.

    “Jadi ya itu saya kira itu suara hati yang terdalam dari seorang pelaku industri berkaitan dengan Permendag 8,” tuturnya, menegaskan.

    Namun demikian, tidak ditegaskan Iwan bahwa secara spesifik, Zulhas yang bersalah atas efek domino yang ditimbulkan peraturan. Hingga kini, belum ada respons apa pun dari pihak Menko Bidang Pangan Kabinet Merah Putih itu. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Singgung Kasus Codeblu, DPR Soroti Kinerja Kemendag yang Kurang Sigap dan Lengah

    Singgung Kasus Codeblu, DPR Soroti Kinerja Kemendag yang Kurang Sigap dan Lengah

     

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Mufti Anam menyinggung kinerja pemerintah terkait munculnya fenomena content creator yang melakukan review mengenai makanan dan kosmetik, yang dinilai merugikan banyak pihak, termasuk produsen dan konsumen.

    Hal ini disampaikan pada rapat kerja DPR RI dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI dan rapat dengar pendapat dengan direktur utama perum Bulog yang dilaksanakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.

    Dalam kesempatan ini, Mufti menyoroti perilaku Kemendag yang dianggap lengah dalam memitigasi dan melindungi para konsumen.

    “Akhirnya celah itu dimanfaatkan oleh para influencer kita untuk melakukan review2 produk skincare dan juga makanan,” ucap Mufti.

    Ia kemudian menyampaikan bahwa kini terdapat pengusaha-pengusaha skincare yang merasa diperas dan ditipu oleh influencer yang melakukan review bisnis skincare-nya dengan cara yang tidak baik.

    Lebih lanjut, Mufti turut menyinggung fenomena yang baru-baru ini ramai di media sosial terkait food reviewer bernama Codeblu yang menyebarkan berita bohong melalui video review makanan yang ia buat.

    Diketahui, Codeblu yang memiliki pengikut 1.4 juta pengikut di TikTok ini mengunggah video yang mengatakan bahwa toko roti Clairmont Patisserie mengirimkan kue nastar yang sudah berjamur ke salah satu panti asuhan.

    Menanggapi situasi ini, pihak Clairmont mengelak dan meminta Codeblu untuk melakukan take down video tersebut. Namun, untuk menyetujui hal tersebut, Codeblu meminta Clairmont untuk membayar kepada dirinya dengan tarif dari Rp350 juta bahkan hingga Rp600 juta.

    Memantik kecaman dari masyarakat luas, Codeblu akhirnya meminta maaf dan mengklarifikasi bahwa video yang ia buat bersifat tuduhan dan berasal dari sumber yang tidak kredibel.

    “Artinya apa? artinya kenapa sampai ada ruang-ruang seperti ini. Ketika ada ruang seperti ini, artinya ada kelengahan pemerintah, ada ketidakadilan pemerintah untuk bagaimana melindungi para pengusaha kita, melindungi para konsumen kita, sehingga kemudian ada celah-celah itu tadi, pak,” tutur Mufti dalam rapat tersebut.

    Mufti menyoroti Kemendag yang dinilai kurang sigap dalam mengantisipasi dampak dari tren review makanan ini. Ia menilai bahwa para influencer seperti ini memanfaatkan celah hukum demi mencapai kepentingan pribadinya masing-masing.***(Talitha Azalia Nakhwah_UNPAD)

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jangan Normalisasi Lonjakan Harga Pangan Selama Ramadan dan Idulfitri

    Jangan Normalisasi Lonjakan Harga Pangan Selama Ramadan dan Idulfitri


    PIKIRAN RAKYAT –
     Selama Ramadan dan Idulfitri, lonjakan harga pangan menjadi momok yang terus menghantui masyarakat Indonesia. Tidak jarang, harga-harga kebutuhan pokok melonjak tajam, dampaknya menambah beban ekonomi masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah.

    Menanggapi situasi ini, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam menegaskan pemerintah tidak boleh menormalisasi fenomena lonjakan harga selama Ramadan dan Idulfitri. Ia mengingatkan segenap pemerintah harus bertindak tegas untuk menjaga daya beli rakyat.

    “Rakyat kami deg-degan setiap Ramadan, Pak. Mereka risau karena kebiasaan bulan puasa harga barang selalu naik. Kemarin, istri saya beli cabai, harganya sudah Rp100.000 per kilogram, bahkan tadi (pagi) naik lagi menjadi Rp120.000. Di Pasuruan dan Jombang, harga cabai juga sama, mahalnya. Padahal, menurut paparan Menteri Perdagangan, harga cabai seharusnya hanya Rp51.000,” ujar Mufti Anam dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Dirinya pun mengungkapkan rasa frustasi yang dialami masyarakat dengan kenaikan harga pangan yang tak terkendali. Sebagai contoh, paparnya, harga minyak goreng di pasar tradisional mencapai Rp20.000, jauh lebih tinggi dari harga yang dipaparkan oleh Menteri Perdagangan yang mengklaim harga rata-rata minyak goreng adalah Rp17.200. Menurutnya, perbedaan ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal mengendalikan harga yang sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.

    “Apakah pemerintah akan terus menormalisasi harga-harga yang tidak wajar ini? Saya rasa, tidak seharusnya harga-harga yang tidak terjangkau dijadikan hal yang ‘wajar’ menjelang Ramadan,” ungkap Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

    Tidak hanya itu, Mufti Anam, sapaan akrabnya, juga menyoroti lonjakan harga bawang putih yang dinilai tidak adil. Berdasarkan data yang diperoleh, harga bawang putih rata-rata mencapai Rp43.000 per kilogram di pasar tradisional, padahal di pasar internasional harga bawang putih mengalami penurunan. Namun kenyataannya, harga bawang putih tetap melonjak, diduga karena praktik spekulasi yang dilakukan oleh para pengusaha.

    “Bawang putih, misalnya, harga internasionalnya turun dari USD 1.400 per ton menjadi USD 1.350 per ton. Dengan perhitungan yang rasional, harga bawang putih seharusnya tidak lebih dari Rp30.000 per kilogram,” jelasnya

    Mufti Anam pun mengingatkan Kementerian Perdagangan untuk segera menyelesaikan masalah tersebut dengan memastikan agar para importir bawang putih mengikuti regulasi harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

    “Keuntungan mereka sudah sangat besar, tidak perlu ada tekanan pada konsumen. Pemerintah harus membuat peraturan yang memastikan harga terjangkau, bukan hanya sekadar memaparkan angka yang tidak relevan dengan kenyataan di lapangan,” katanya.

    Di sisi lain, dirinya juga menyoroti ketidakmampuan pemerintah untuk menegakkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Dalam beberapa kasus, sebutnya, harga-harga pangan di pasar tradisional sudah jauh melebihi HET yang ditetapkan, seperti yang terjadi pada harga minyak goreng dan bawang putih. “Bapak Menteri, kalau harga minyak goreng di pasar kami mencapai Rp20.000, itu sudah jelas lebih tinggi dari yang Anda sampaikan. Ini bukan masalah janji, tapi implementasi di lapangan,” kritiknya.

    Menurutnya, solusi yang lebih konkret diperlukan. Salah satunya adalah penetapan harga distributor yang jelas, agar pedagang tidak terjebak dalam praktik perbedaan harga yang sangat tinggi. Jika harga di atas harga distributor yang ditetapkan, maka perusahaan harus bertanggung jawab dan bahkan dapat dikenakan sanksi hukum. 

    Follow Media Sosial DPR RI:

    Instagram: @dpr_ri
    Facebook: DPR RI
    Youtube: DPR RI
    TikTok: @dpr_ri
    X: @DPR_RI. ***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News