Kementrian Lembaga: Kemendag

  • Takaran MinyaKita Disunat, Puan: DPR Bakal Sidak Langsung

    Takaran MinyaKita Disunat, Puan: DPR Bakal Sidak Langsung

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi dengan komisi terkait berkenaan temuan beredarnya MinyaKita tak sesuai takaran 1 liter per kemasan. 

    Tak hanya berkoordinasi saja, dia pun menyebut pihaknya juga bisa meninjau langsung ke lapangan untuk memastikan kebutuhan MinyaKita terpenuhi saat Ramadan dan jelang Lebaran.

    “Jadi DPR akan menanyakan dan kemudian bahkan bisa juga melakukan sidak dan meninjau langsung ketersediaan [MinyaKita],” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).

    Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) ini bersama pemerintah juga ingin agar pasokan minyak harus selalu ada jelang Lebaran nanti. 

    “Bahkan jangan sampai tidak ada pasokan dari minyak, bukan hanya MinyaKita saja, tapi minyak goreng menuju sampai bulan lebaran bersama dengan pemerintah,” ujar Puan.

    Perlu diketahui, selama periode Januari-Maret 2025, Kementerian Perdagangan telah menemukan dua kasus penjualan MinyaKita dengan takaran kurang dari 1 liter atau hanya mencapai 750–800 mililiter (800 ml).

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengaku bahwa Kemendag telah mengetahui adanya produsen MinyaKita yang melakukan kecurangan terkait takaran tidak mencapai 1 liter seperti yang ditetapkan pemerintah. 

    Dia mengatakan, informasi tersebut diperoleh dari masyarakat atau konsumen MinyaKita serta tim Kemendag yang terjun langsung di lapangan. Lebih lanjut, dia juga mengeklaim Kemendag telah melakukan antisipasi dan mengejar perusahaan tersebut.

    “Jadi itu sebenarnya sudah kita dari awal sebenarnya kita sudah tahu, kita antisipasi, langsung kita kejar ke perusahaannya,” bebernya, Senin (10/3/2025).

  • DPR Sebut Terjadi Sunatan Massal Minyakita, Produsen Ngaku Pengurangan Batas Wajar Dibolehkan – Halaman all

    DPR Sebut Terjadi Sunatan Massal Minyakita, Produsen Ngaku Pengurangan Batas Wajar Dibolehkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat Indonesia kembali ditipu oknum yang mencari keuntungan sepihak dengan melakukan tindakan melawan hukum.

    Saat ini, masyarakat ditipu Minyakita kemasan 1 liter tetapi isinya hanya 750 mililiter. 

    Padahal sebelumnya, masyarakat sudah tertipu Pertamax oplosan imbas kasus korupsi impor minya mentah di tubuh Pertamina.

    Anggota Komisi VI DPR Sadarestuwati mengatakan, kasus Minyakita yang tidak sesuai dengan takaran merupakan tanda masyarakat kembali dibohongi untuk kesekian kalinya. 

    “Kami bertanya kepada Kementan, Kemendag, dan Polri yang terlibat langsung dalam proses itu, ada berapa botol Minyakita yang dicurangi? Berapa jumlah literan yang membuat rakyat dibohongi lagi dan lagi?” kata Sadarestuwati dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/3/2025). 

    “Jelaskan itu dulu. Ini seperti sunatan massal minyak goreng. Prihatin sekali rasanya,” lanjutnya.

    Ia meminta pemerintah untuk menghitung kerugian negara dalam kasus pengurangan takaran Minyakita kemasan 1 liter ini. 

    Penghitungan tersebut dianggap mendesak, mengingat berkaitan erat dengan proses hukum yang harus dihadapi para produsen nakal. 

    Apalagi, seluruh proses perencanaan hingga distribusi MinyaKita ke pasar menggunakan uang subsidi yang bersumber dari pajak rakyat. 

    Sadarestuwati menegaskan, rakyat berhak tahu atas gagalnya proses produksi yang jujur, adil, dan transparan dari para produsen. 

    “Presiden Prabowo perlu memberi arahan khusus kepada para pembantunya. Soalnya, ini berujung petaka buat rakyat. Sudah pakai duit subsidi, takarannya dicurangi, harga ecerannya naik tinggi. Betul-betul celaka tiga belas ini bagi rakyat,” kata Sadarestuwati. 

    “Jangan main-main. Apalagi main mata dan main saweran. Itu duit subsidi, asalnya dari duit pajak, itu duit rakyat,” ujar dia. 

    Sadarestuwati menilai, temuan ini menjadi ironi karena sebelumnya publik telah dihebohkan dengan kasus bahan bakar minyak jenis Pertamax yang diduga hasil oplosan. 

    “Sungguh ironis negara kita ini, membuat kebijakan yang seolah-olah berpihak kepada rakyat, tapi ujungnya justru membuat rakyat semakin susah dan menderita. Maka kasus-kasus di atas harus segera ditangani dan dituntaskan secara serius tanpa pandang bulu,” katanya.

    Bantah Kurangi Takaran

    Kepala Pabrik PT Tunasagro Indolestari, Julianto, membantah tuduhan bahwa perusahaannya terlibat dalam praktik curang dengan mengurangi volume minyak goreng MinyaKita. 

    Ia menjelaskan bahwa pabriknya sudah mengikuti prosedur yang berlaku dan tidak ada pengurangan isi seperti yang diberitakan.

    “Kami di sini timbangan ikuti prosedur. Kami tidak mungkin pakai timbangan 750 ml atau 700 ml seperti yang di berita-berita itu. Kami enggak seperti itu,” kata Julianto di pabrik PT Tunasagro Indolestari, Mekar Jaya, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (10/3/2025).

    Menurut Julianto, dalam regulasi yang ada, isi minyak goreng tidak selalu sama seperti air. Untuk takaran 1 liter, ia mengatakan, isi minyak goreng biasanya hanya mencapai sekitar 900 ml. 

    Demikian juga dengan ukuran 2 liter, di mana pengurangan takaran tetap berada dalam batas yang diperbolehkan, meskipun tidak sesuai dengan angka yang tercantum di label.

    Meski demikian, Julianto tidak membantah bahwa tim Bareskrim Polri sempat mendatangi pabrik mereka untuk mengambil sampel dan melakukan klarifikasi.

    Ia mengklaim bahwa pihak kepolisian hanya melakukan pengecekan terkait pengukuran takaran dan memastikan apakah ada pengurangan atau tidak.

    “Kalau kemarin benar penyidik ke sini. Mereka ambil sampel. Mereka hanya klarifikasi saja, kalau bener enggak timbangan di sini ada pengurangan atau tidak,” ucapnya.

    Sebelumnya Tim Satgas Pangan Polri menyita sejumlah produk MinyaKita dari tiga produsen berbeda.

    Salah satunya adalah PT Tunasagro Indolestari, yang diduga memproduksi minyak goreng dengan ukuran 2 liter yang tidak sesuai dengan label kemasan. 

    Satgas Pangan Polri telah mengonfirmasi adanya ketidaksesuaian antara ukuran yang tercantum pada kemasan dengan isi yang sebenarnya, yakni hanya berkisar antara 700 hingga 900 ml.

    Brigjen Helfi Assegaf, Kepala Satgas Pangan Polri, mengatakan penyelidikan ini tengah dilakukan untuk mengungkap lebih lanjut praktik kecurangan yang mungkin terjadi.

    “Langkah-langkah penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut sedang dilakukan,” ujarnya.

     

  • Sengkarut MinyaKita: Harga Melesat, Takaran Disunat

    Sengkarut MinyaKita: Harga Melesat, Takaran Disunat

    Bisnis.com, JAKARTA – Karut marut tata niaga minyak goreng kemasan sederhana MinyaKita tengah menjadi sorotan. Di tengah persoalan harga jual yang mahal, kini konsumen dirugikan dengan beredarnya MinyaKita tak sesuai takaran.

    Selama periode Januari-Maret 2025, Kementerian Perdagangan telah menemukan dua kasus penjualan MinyaKita dengan takaran kurang dari 1 liter atau hanya mencapai 750–800 mililiter (800 ml).

    Kasus pertama, pada 24 Januari 2025, Kemendag menemukan MinyaKita tak sesuai takaran diproduksi oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI). Kasus ini sudah diselesaikan dengan dilakukan penyegelan izin operasi perusahaan.

    Kasus kedua, pada 7 Maret 2025, Kemendag mendatangi lokasi PT Artha Eka Global Asia (AEGA) yang juga melakukan pengurangan takaran Minyakita. Namun, perusahaan ini ternyata sudah tutup dan berpindah lokasi. Kemendag dan kepolisian tengah menelusuri keberadaan perusahaan.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengaku bahwa Kemendag telah mengetahui adanya produsen MinyaKita yang melakukan kecurangan terkait takaran tidak mencapai 1 liter seperti yang ditetapkan pemerintah.

    Dia mengatakan, informasi tersebut diperoleh dari masyarakat atau konsumen MinyaKita serta tim Kemendag yang terjun langsung di lapangan. Lebih lanjut, dia juga mengeklaim Kemendag telah melakukan antisipasi dan mengejar perusahaan tersebut.

    “Jadi itu sebenarnya sudah kita dari awal sebenarnya kita sudah tahu, kita antisipasi, langsung kita kejar ke perusahaannya,” bebernya, Senin (10/3/2025).

    Lebih lanjut, Budi menyampaikan produk MinyaKita tak sesuai takaran telah ditarik dari pasaran. Ke depan, sambung Budi, Kemendag akan semakin banyak melakukan pengawasan.

    “Sebenarnya kita itu juga rutin melakukan pengawasan,” imbuhnya.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap salah satu modus kasus minyak goreng MinyaKita tak sesuai takaran diduga menggunakan label palsu.

    “Kemudian juga ada yang menggunakan label MinyaKita, namun sebenernya palsu ini semua sedang kita proses,” ujar Sigit di STIK, Jakarta, Senin (10/3/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga telah menggeledah tiga lokasi dalam kasus ini. Hanya saja, dia tidak menjelaskan secara detail terkait temuannya itu.

    Namun demikian, Sigit menduga kuat bahwa dalam temuan Satgas Pangan Polri itu ada dugaan perbuatan melawan hukum.

    “Kemungkinan akan kita lakukan penegakan hukum. Karena memang apa yang kita dapati yang isinya tidak sesuai kemasannya satu liter,” pungkasnya.

    Adapun, tiga kasus MinyaKita yang tengah diusut kepolisian itu diproduksi oleh tiga produsen yang berbeda mulai dari PT Artha Eka Global Asia, Depok; PT Tunas Agro Indolestari, Tangerang dan Koperasi Produsen Umkm Kelompok Terpadu Nusantara, Kudus.

    Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pemerintah harus melakukan evaluasi dan membenahi tata kelola produksi dan distribusi MinyaKita hingga konsumsi ke tangan konsumen.

    Peneliti YLKI Niti Emiliana menuturkan, pihaknya juga prihatin atas penemuan takaran Minyakita yang tidak sesuai serta penemuan harga yang di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter. Sebab, kata dia, ini sudah melanggar hak konsumen.

    Bahkan, Niti menyebut pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen.

    “Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha atas selisih harga yang dibayarkan dengan takaran yang tidak sesuai,” ujarnya.

    Selain itu, YLKI juga meminta pemerintah melalui Kemendag dan kementerian atau lembaga lainnya untuk menindak tegas pelaku usaha yang nakal.

    Niti menyebut pengawasan seharusnya dilakukan saat pre-market alias ketika Minyakita belum beredar di masyarakat, yakni melalui quality control kualitas, kuantitas, dan termasuk harga produk. Serta, dilakukan pengawan post market atau saat produk sudah berada di pasaran.

    Dengan begitu, lanjut dia, seluruh rantai pasok dari hulu hingga hilir atau dari produsen sampai ke tangan konsumen terjaga kualitas, kuantitas, dan dikontrol harganya.

    Ketidakpatuhan produsen hingga distributor ke pengecer ini memunculkan pertanyaan akan efektivitas dari Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) yang digawangi Kementerian Perindustrian. Sistem tersebut merupakan portal untuk mengelola dan mengawasi produksi hingga distribusi minyak goreng curah tersebut. 

    Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian mengatakan, penerapan SIMIRAH hingga saat ini belum efektif sebagai alat untuk mengelola distribusi Minyakita. Pasalnya, SIMIRAH disebut hanya dapat melacak produksi dan distributor.

    “Tetapi memiliki keterbatasan dalam hal evaluasi praktik di level produsen dan pengecer. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan di lapangan, semestinya rutin disidak,” kata Eliza kepada Bisnis, Senin (10/3/2025). 

    Tak hanya itu, menurut Eliza, sistem tersebut juga kurang terintegrasi dengan data real-time, apalagi terdapat keterbatasan cakupan pengecer yang terdaftar. Untuk menerapkan SIMIRAH, diperlukan mekanisme sanksi yang efektif agar oknum lebih jera. 

    Pemerintah disebut mesti menindak tegas produsen yang mengemas takaran Minyakita yang mestinya 1 liter. Namun, hanya terisi 750 mililiter-800 mililiter (ml). 

    Harga Mahal

    Tak hanya persoalan peredaran produk tak sesuai takaran kemasan, harga penjualan MinyaKita yang jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) juga menjadi persoalan. 

    Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan bahwa harga Minyakita melampaui HET yang semestinya Rp15.700 per liter di sejumlah daerah.

    Menyitir laman resmi Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), Senin (10/3/2025) pukul 16.53 WIB, harga rata-rata Minyakita di tingkat konsumen menyentuh Rp17.649 per liter.

    Adapun, harga Minyakita termahal dibanderol Rp19.750 per liter di Papua Barat. Sementara itu, harga terendah dibanderol Rp16.708 per liter di Kepulauan Riau.

    “Soal minyak ini [Minyakita] sebetulnya problematikanya cukup besar. Tidak hanya soal takaran, terlebih lagi soal harga juga,” kata Reynaldi saat dihubungi Bisnis, Senin (10/3/2025).

    Di samping itu, Reynaldi menuturkan kecurangan takaran Minyakita sebenarnya juga terjadi di daerah lain di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan hingga Sumatra. Menurutnya, persoalan ini mencuat yang salah satunya dipicu dari harga Minyakita yang sudah tidak sesuai HET dalam 1 bulan terakhir.

    Reynaldi menilai pemerintah perlu melakukan penelusuran harga, mulai dari tingkat produsen, distributor lini 1 (D1), D2, pengecer, pedagang, hingga ke tangan konsumen.

    “Kan harus dicek harga itu, kenapa kok bisa di atas HET. Itu faktor yang menurut kami turut menunjang takaran ini, akhirnya dikorupsi yang seharusnya di label 1 liter ternyata faktanya hanya 700—850 ml,” ujarnya.

    Terlebih, lanjut dia, Minyakita saat ini sedang diminati oleh masyarakat, terutama masyarakat di rumah tangga atau UMKM, sejalan dengan momentum Ramadan.

    Selain itu, dia juga mengaku akses pedagang untuk mendapatkan Minyakita juga agak sulit. Apalagi, kata dia, Minyakita sudah mulai langka sejak awal 2023.

    Dia menduga persoalan Minyakita bukan hanya terkait harga, melainkan juga repacker atau produsen yang berusaha memainkan takaran Minyakita.

    Untuk itu, menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga harus menyelesaikan akar permasalahan Minyakita dengan memperbaiki sistem.

    “Kalau Kementerian Perdagangan mau bebenah, mau menyentilin produsen yang nakal, saya kira kita bisa memperbaiki sistemnya memperbaiki skemanya,” tuturnya.

    Di sisi lain, Reynaldi mengakui konsumen memang meminati Minyakita lantaran harganya yang lebih terjangkau. Namun, tak menutup kemungkinan polemik pengurangan takaran Minyakita ini akan berdampak terhadap harga jual.

    Bahkan, dia menyebut beberapa pedagang sembako juga berpeluang untuk tidak menjual Minyakita dan beralih menjual minyak goreng premium.

    “Cenderung pedagang akan memiliki insting untuk menjajaki barang dagangan selain Minyakita. Ini akan menggerus minat atau konsumsi Minyakita terhadap isu yang berkembang hari ini,” terangnya.

    Bukan hanya minyak goreng premium, sambung dia, minyak goreng kemasan sederhana juga bersaing ketat di harga kisaran Rp20.000–Rp22.000. Sementara itu, Minyakita sudah menyentuh Rp20.000.

    Meski begitu, sambung dia, beberapa UMKM masih menggunakan Minyakita lantaran harganya yang terbilang murah.

    Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian tak memungkiri masih terdapat kendala pengawasan kepada warung pengecer Minyakita yang merupakan rantai distribusi paling dekat dengan konsumen yang berpenghasilan rendah. 

    “Membeli dari warung-warung itu lah harganya jadi jauh di atas HET, warung membeli dari pengecernya saja harganya sudah mepet HET. Sementara warung kan harus punya margin juga. jadi memang harus ada transparansi produksi Minyakita,” jelasnya. 

    Dalam hal ini, dia menilai penentuan HET tidak sesuai dengan harga biaya pengangkutan, kenaikan biaya tenaga kerja hingga inflasi. Hal ini yang memicu kenaikan harga dan membuat pengecer menjual di atas HET. 

    Untuk itu, diperlukan perubahan sistemik, mulai dari perbaikan sistem logistik yang lebih efisien dan mengangkut banyak seperti kereta api hingga keandalan pemerintah menjaga harga-harga terutama pangan agar tidak merembet ke kenaikan harga harga lainnya termasuk upah tenaga kerja.

    Sementara itu, Pakar Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyoroti rantai distribusi Minyakita yang masih terlalu panjang sehingga harga MinyaKita ketika sampai di konsumen selalu melebihi HET. 

    “Salah satu yang bisa dijadikan alternatif untuk menyerahkan dan memperpendek sistem distribusi itu adalah melibatkan BUMN pangan ya bisa Bulog, ID Food gitu, dengan jejaringnya yang sudah sangat luas itu dan afiliasi-afiliasi distribusi, ini juga akan memudahkan kalau mereka diminta untuk tergabung dan terdaftar di SIMIRAH,” jelasnya.

  • Rupiah Hari Ini Turun Imbas Meningkatnya Ketegangan Perdagangan Global

    Rupiah Hari Ini Turun Imbas Meningkatnya Ketegangan Perdagangan Global

    Jakarta, Beritaatu.com – Nilai tukar rupiah hari ini terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada Selasa (11/3/2025) pagi, tertekan oleh meningkatnya ketegangan dalam perdagangan global.

    Berdasarkan data Bloomberg pukul 09.29 WIB di pasar spot exchange, rupiah hari ini turun 41 poin atau 0,25% ke posisi Rp 16.408 per dolar AS. Pada perdagangan sebelumnya, Senin (10/3/2025), rupiah sempat ditutup melemah 72,5 poin (0,44%) di level Rp 16.367 per dolar AS.

    Analis mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, investor cenderung bersikap hati-hati di tengah kekhawatiran terhadap kebijakan tarif yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump, pekan lalu.

    Trump meningkatkan ketegangan perdagangan dengan menerapkan tarif 25% terhadap barang impor dari Kanada dan Meksiko, serta menaikkan bea masuk untuk produk-produk China hingga 20%.

    “Meski begitu, Trump kemudian memberikan kelonggaran dengan menunda pemberlakuan tarif selama empat minggu untuk sebagian besar produk dari Meksiko dan Kanada. Namun, ia tetap mempertahankan kebijakan tarifnya terhadap China,” ujar Ibrahim pada Senin (10/3/2025).

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menegaskan, Trump tetap kukuh dalam menekan Meksiko, Kanada, dan China melalui tarif perdagangan, sebagai respons terhadap cara negara-negara tersebut menangani isu fentanyl.

    Saat rupiah hari ini turun, rupee India juga jatuh tinggi mencapai 0,52% menjadi 87,3 rupee per dolar AS dan ringgit Malaysia turun 0,26% menjadi 4,43 ringgit per dolar AS.

  • Blak-blakan Kubu Tom Lembong: RI Tak Pernah Surplus Gula Sejak 1995

    Blak-blakan Kubu Tom Lembong: RI Tak Pernah Surplus Gula Sejak 1995

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim kuasa hukum Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong bersikukuh kebijakan impor raw sugar atau gula kristal mentah yang kala itu diterbitkan olehnya sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016 bukan sebagai persoalan pidana.

    Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi mengatakan sejak 1995 Indonesia tidak pernah mengalami surplus gula, justru pemerintah diharuskan mengambil langkah di luar serapan dalam negeri agar bisa memenuhi gula konsumsi di pasar. Salah satunya lewat skema impor dari negara mitra.

    “Pertama sejak 1995, silahkan dicek ya, Indonesia itu gak pernah surplus [gula]. Itu silakan di cek keterangan itu sudah pernah disampaikan berkali-kali, bahkan di sidang praperadilan oleh ahli pangan dan pertanian,” ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (10/3/2024). 

    Selama periode 2015-2016, dia mengatakan pasokan gula konsumsi secara nasionaltidak seimbang. Namun angka permintaan naik tinggi. Perkara ini diperburuk oleh ketidakmampuan Indonesia memproduksi gula kristal putih (GKP) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 

    Kesenjangan tersebut pun menuntut pemerintah mengambil langkah cepat agar komoditas ini tidak langka. 

    “Kebutuhan gula di periode 2015-2016 waktu itu itu jomplang, cukup menganga ya. Nanti ada data BPS-nya itu silahkan dicek langsung aja, kita pernah membuktikan itu di sidang praperadilan karena hasil atau kemampuan Indonesia dalam memproduksi gula kristal putih itu tidak sebanding dengan kebutuhannya,” paparnya.

    Agar kondisi tidak semakin buruk, dia menjelaskan Tom Lembong, yang belum begitu lama ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengisi posisi Menteri Perdagangan, harus mengambil solusi dengan menerbitkan izin impor raw sugar.

    Menurutnya, kebijakan tersebut semata-mata memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga stok. Termasuk strategi mengendalikan harga gula di pasar agar tidak semakin melonjak naik. 

    “Itulah diperlukan mekanisme impor selain karena kebutuhan stok, menjaga stok, ada juga menjaga harga gula, harga di saat itu lagi tinggi,” beber dia. 

    Alasan lain bahwa Tom Lembong mengizinkan impor raw sugar agar tidak terjadi kenaikan harga gula secara ‘gila-gilaan’ di pasar Tanah Air. Apalagi kala itu harga gula di beberapa wilayah sudah melonjak.

    Zaid menjelaskan Kementerian Perdagangan waktu itu berupaya melakukan stabilisasi harga gula konsumsi dengan mengimpor raw sugar. Hitungannya, impor gula kristal mentah jauh lebih murah harganya ketika sudah disuplai di pasaran.

    Hal ini berbeda dengan impor gula jadi yang harga jual ke masyarakat akan jauh lebih tinggi. 

    “Nah, poin ketiga, dalam konteks menstabilisasi harga ini kita tidak bisa mengimpor bahan jadi karena ada keperluan, ada kebutuhan untuk melakukan stabilisasi harga,” jelasnya.

    Dia menuturkan ada banyak keuntungan dengan melakukan mekanisme itu. Pertama, devisa negara bertambah karena kita mengimpor bahan mentah dan pengolahannya menjadi bahan jadi. Kedua, membuka lapangan pekerjaan baru karena ada proses merubah mentah menjadi matang. 

    “Ketiga, harga jual ke masyarakat itu jauh lebih stabil ketimbang kita mengimpor bahan jadi, itu poin kondisi hari itu,” tutur dia.

  • DPR Desak Kemendag Audit dan Kasih Sanksi Produsen Minyakita Curang

    DPR Desak Kemendag Audit dan Kasih Sanksi Produsen Minyakita Curang

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Kementerian Perdagangan dan instansi terkait mengaudit para produsen Minyakita dan memberikan sanksi tegas jika terbukti telah melakukan kecurangan.

    Anggota Komisi IV DPR RI, Cindy Monica berpandangan Minyakita telah disiapkan sebagai solusi dari problematika minyak goreng agar dapat dijangkau masyarakat. Namun, faktanya, ketidaksesuaian takaran yang diperjualbelikan kepada masyarakat dapat membuat kepercayaan masyarakat menurun terhadap program tersebut.

    Maka dari itu, Cindy menegaskan perlu adanya audit menyeluruh agar seluruh produsen Minyakita yang terbukti curang mendapatkan sanksi tegas.

    “Jika ditemukan pelanggaran, harus ada sanksi yang tegas, mulai dari peringatan keras hingga pencabutan izin usaha,” tutur Cindy di Jakarta, Senin (10/3/2025).

    Menurutnya, kasus tersebut telah membuat masyarakat sebagai konsumen dirugikan. Dia menyebut perlu pengawasan yang ketat agar tindakan curang produsen Minyakita tidak terulang di kemudian hari.

    “Masyarakat berhak mendapatkan produk sesuai dengan apa yang mereka beli. Ke depan, pengawasan harus diperketat agar kasus serupa tidak terulang,” katanya.

    Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menarik produk minyak goreng kemasan sederhana merek Minyakita dengan takaran kurang dari 1 liter atau hanya mencapai 750–800 mililiter (800 ml) yang beredar di pasar. 

    Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Senin (10/3/2025). 

    “Minyakita dengan takaran kurang dari 1 liter] yang lapangan sudah kita tarik, kita mulai tarik,” ungkap Budi. 

    Dia menjelaskan bahwa kasus Minyakita dengan takaran tak mencapai 1 liter ini merupakan kedua kalinya ditemukan oleh Kemendag. 

    Pertama, pada 24 Januari 2025, Kemendag menemukan Minyakita yang diproduksi oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) dan kasus ini sudah diselesaikan.

  • Pengusaha Minyakita yang Kurangi Isi Terancam Dicabut Izin & Denda Rp 2 M

    Pengusaha Minyakita yang Kurangi Isi Terancam Dicabut Izin & Denda Rp 2 M

    Jakarta

    Pemerintah akan mencabut izin usaha pengusaha yang menjual Minyakita tak sesuai isi kemasan. Hal ini sejalan dengan maraknya pengusaha yang mengurangi isi Minyakita yang seharusnya 1 liter menjadi 750 mililiter (ml).

    Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang memastikan proses pengawasan terhadap pelaku usaha tetap berjalan, mulai dari pengecer hingga distributor. Tak segan, pemerintah dapat mencabut izin usaha perusahaan yang melakukan praktik kecurangan tersebut.

    “Nanti dicabut (izin usaha) pada akhirnya, tapi kan nggak bisa bicara sekarang karena masih proses,” kata Moga saat ditemui di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2025).

    Moga menjelaskan perbuatan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemendag akan mengenakan sanksi administratif hingga Rp 2 miliar dan mencabut izin edarnya.

    Bagi pengecer yang menjual harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.700/kg dan membeli Minyakita hanya 2-3 karton, Kemendag akan memberikan sanksi berupa teguran terlebih dahulu. Apabila masih melanggar, Kemendag akan menambah sanksinya.

    “Pengusahanya kan ada di UU 8 pasal 8, sanksinya ada pasal 60 ayat 1, (pidana) 5 tahun atau denda Rp 2 miliar. Ada sanksi administratif terhadap pengecer yang cuma beli 2 karton 3 karton, nggak mungkin kita kasih denda Rp 2 miliar, teguran tertulis. Nanti bertahap, kalau tidak mengindahkan kan meningkat statusnya,” jelas Moga.

    Setidaknya ada 4 perusahaan yang terjerat dalam praktik curang isi kemasan Minyakita. Kasus kecurangan kemasan Minyakita yang pertama kali terungkap dilakukan oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI). Melalui akun Instagram resminya @kemendag, Kemendag mengungkap beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh PT NNI, di antaranya, PT NNI masih memproduksi Minyakita meski sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sudah kadaluarsa, tidak memiliki izin edar dari BPOM dan izin pengemasan sesuai KBLI.

    Selain itu, memalsukan surat rekomendasi izin edar dari Kemendag dan diduga mengemas minyak dalam volume tidak sesuai (kurang dari 1 liter). Bahkan PT NNI menjual Minyakita di atas harga ketentuan, yaitu Rp15.500 per liter untuk distributor tingkat 2, padahal seharusnya Rp 14.500 per liter. Akibatnya, harga di pengecer melonjak hingga Rp17.000 per liter, jauh di atas HET Rp 15.700 per liter.

    Terbaru, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemukan kecurangan dalam kemasan minyak goreng sederhana atau Minyakita. Kasus kecurangan ini ditemukan saat melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

    Dalam sidak itu, Amran menemukan Minyakita yang harusnya dijual 1 liter, namun hanya 750 hingga 800 mililiter (ML). Minyak tersebut diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari. Dalam sidak itu, pedagang juga menjual Minyakita di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), seharusnya Rp 15.700/liter, tetapi dijual Rp 18.000/liter.

    “Kami menemukan pelanggaran. Minyakita dijual di atas HET, dari seharusnya Rp 15.700 menjadi Rp 18.000. Selain itu, volumenya tidak sesuai, seharusnya 1 liter tetapi hanya 750 hingga 800 mililiter. Ini adalah bentuk kecurangan yang merugikan rakyat, terutama di bulan Ramadan, saat kebutuhan bahan pokok meningkat,” ujar Amran, di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025).

    (kil/kil)

  • DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor

    DPR Desak Pemerintah Segera Selamatkan Industri Dalam Negeri dan Berantas Mafia Impor

    loading…

    Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mendesak kementerian/lembaga segera mengambil tindakan bersama terkait penyelamatan industri dalam negeri. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty mendesak kementerian/lembaga segera mengambil tindakan bersama terkait penyelamatan industri dalam negeri. Hal itu menyusul semakin meluasnya potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri akibat membanjirnya barang-barang impor.

    “Ini harus segera ada tindakan bersama secara nasional, tidak boleh hanya Kementerian Perindustrian sendirian. Peraturan atau regulasinya dievaluasi dan dicabut kalau tidak pro kepada industri, Bea Cukai diawasi dengan benar, dan mafia-mafia impor yang bercokol lama bahkan seperti sudah mengakar di sini harus diberantas,” tegas Evita, Selasa (11/3/2025).

    Menurut Evita, membanjirnya barang-barang impor murah berdampak mematikan bagi industri dalam negeri, yang terakhir ini sektornya makin meluas bukan hanya tekstil tapi juga elektronik, alas kaki, bahkan diduga bisa merambah ke otomotif dan lainnya jika tidak ada tindakan kesegeraan.

    “Industri kita ini tidak sedang baik-baik saja. Ini harus ada tindakan nyata misalnya terhadap mafia-mafia ini. Jika terpaksa harus berhadapan dengan penegakan hukum ya harus dilakukan. Kalau tidak salah kita punya Satgas Pengawasan Barang Impor, bagaimana kabarnya? Bila dianggap perlu Bapak Presiden bisa intervensi bikin tim mengawasi oknum-oknum yang bermain yang menganggu industri kita ini, apalagi kan bukan hanya impor tapi juga diganggu sama preman-preman,” kata Evita.

    Dari sisi peraturan, Evita dengan tegas mendesak agar Menteri Perdagangan (Mendag) untuk segera mencabut Permendag No8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dan juga meminta Menkeu merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat yang dinilai ikut merusak daya saing industri dalam negeri yang berdampak pada membanjirnya PHK terakhir ini.

    Menurut Evita, dihapusnya syarat pertimbangan teknis (pertek) dalam proses impor, awalnya bertujuan untuk memperlancar arus barang, tapi hal itu justru mempermudah masuknya produk impor ke Indonesia dan mematikan industri di dalam negeri. Peraturan itu juga membuat pelaku usaha sulit membedakan barang impor resmi atau impor illegal.

    Begitu juga dengan PMK No 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat, yang selama ini oleh pihak Kementerian Perindustrian juga sudah meminta adanya revisi karena diduga ikut membuat melemahnya industri karena banyak produk impor diduga dimasukkan ke kawasan berikat yang diorientasikan untuk pasar ekspor justru malah membanjiri pasar dalam negeri.

    Politisi PDI Perjuangan ini mengaku mendukung perizinan impor diatur mengenai siapa saja yang diperbolehkan, siapa yang tidak. Silakan Kementerian Perindustrian membuat aturannya terutama dalam kaitan mengurangi penggunaan produk luar. Evita bahkan merasa aneh, kenapa setelah sekian lama terus disuarakan oleh industri maupun asosiasi industri, dan masyarakat bahkan setelah terjadi PHK besar-besaran, Kemendag dan Kemenkeu termasuk Bea Cukai terkesan tidak juga serius menyikapi permasalahan yang dihadapi industri di dalam negeri.

    “Industri kita membutuhkan keberpihakan segera untuk mencegah kerusakan yang lebih massif. Terkait oknum Bea Cukai dan mafia impor, selama ini banyak modus yang diduga digunakan untuk meloloskan barang dari luar negeri, sehingga diharapkan adanya upaya penegakan hukum yang tegas, dan berkelanjutan,” katanya.

    “Mafia-mafia seperti ini yang terbiasa melakukan kecurangan semacam ini harus ditindak tegas. Saya harapkan bisa saja bentuk tim investigasi ke lapangan, siapa yang bermain ini ditindak saja. Lha, ini nggak ada kapok-kapok-nya. Seluruh Indonesia sudah teriak-teriak eh barang impor terus saja membanjir. Ini kan aneh,” sambung Evita.

    (cip)

  • Terungkap Alasan Tom Lembong Beri Izin Impor Gula di 2015

    Terungkap Alasan Tom Lembong Beri Izin Impor Gula di 2015

    Jakarta

    Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong didakwa melakukan tidak pidana memperkaya orang lain yang mengakibatkan kerugian negara Rp578 miliar, karena menerbitkan 21 surat persetujuan impor gula kristal merah yang diolah menjadi gula kristal putih kepada perusahan gula rafinasi swasta.

    Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut yang berfokus pada kebutuhan untuk menjaga stok gula dan menstabilkan harga di tengah kondisi yang sulit saat itu.

    Menurut Zaid, salah satu alasan utama di balik impor gula kristal mentah (raw sugar) adalah Indonesia yang sejak 1995 tidak pernah mengalami surplus gula.

    “Jika melihat data yang ada, Indonesia tidak pernah surplus gula. Bahkan jika dihitung berdasarkan periode dua bulan atau tiga bulan, itu bukan cara yang tepat untuk menentukan surplus. Yang dibutuhkan adalah evaluasi tahunan, dan pada 2015-2016, Indonesia mengalami kekurangan yang cukup besar,” ujar Zaid dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).

    Saat itu, kapasitas produksi gula dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Zaid menyebutkan bahwa pada tahun tersebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ketimpangan antara produksi gula kristal putih dan kebutuhan pasar yang sangat menganga.

    “Kita perlu mekanisme impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut, baik untuk menjaga stok maupun menstabilkan harga. Harga gula saat itu sudah sangat tinggi, dan impor menjadi solusi untuk menekan harga agar dapat segera diterapkan di daerah-daerah yang terdampak harga tinggi,” katanya.

    Zaid menekankan bahwa impor gula mentah pada 2015 juga dipilih untuk menjaga kestabilan harga. Impor bahan mentah, seperti raw sugar, memiliki keuntungan besar. Pertama, karena Indonesia mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP), negara dapat memperoleh devisa tambahan. Kedua, impor mentah membuka lapangan pekerjaan baru karena adanya proses pengolahan gula.

    “Ketiga, harga jual ke masyarakat akan lebih terjangkau daripada jika kita mengimpor gula kristal putih jadi. Ini penting karena harga yang lebih murah bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” jelasnya.

    Impor gula mentah juga memungkinkan untuk menstabilkan harga gula di pasar dalam negeri. Zaid mengungkapkan bahwa dengan impor gula mentah, harga jual kepada konsumen bisa ditekan lebih rendah. “Dalam keterangan ahli yang disampaikan di sidang peradilan, masyarakat diuntungkan dengan penurunan harga gula sekitar hampir Rp8 triliun,” ujar Zaid.

    Dengan mekanisme impor yang berjalan, meskipun pada tahun 2015 jumlah impor tidak terlalu besar, sekitar 105 ribu ton, kebutuhan gula domestik tetap dapat dipenuhi dan harga tetap terjaga. Selain itu, Zaid juga menjelaskan mengapa pihak swasta dilibatkan dalam impor gula pada tahun 2015.

    “Tidak ada larangan untuk melibatkan swasta dalam impor gula mentah. Selama mereka memiliki izin impor, mereka bisa melakukannya. Kita perlu gula dengan harga yang terjangkau, dan bekerja sama dengan pihak swasta adalah cara yang tepat. Mengimpor gula kristal putih yang sudah jadi oleh BUMN akan sangat mahal dan harga jualnya tentu akan lebih tinggi,” tegas Zaid.

    Ia menambahkan bahwa aturan yang ada pada saat itu tidak melarang kolaborasi dengan swasta, asalkan memenuhi syarat administrasi yang berlaku.

    Mengapa BUMN tidak langsung melakukan impor? Zaid menjelaskan bahwa PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) sebagai badan milik negara tidak memiliki kapasitas untuk menangani impor gula pada waktu itu. “Dalam konteks bisnis, jika suatu perusahaan memiliki kemampuan untuk melaksanakan impor, mereka akan melakukannya sendiri. Namun, PPI tidak memiliki struktur yang diperlukan untuk melakukan impor gula mentah. Jaringan distribusi lebih banyak dimiliki oleh swasta, terutama kooperasi yang sudah berpengalaman di bidang distribusi,” kata Zaid.

    Kebijakan impor gula pada 2015 juga mendapat dukungan dari rapat terbatas yang digelar di Istana Presiden. Zaid mengungkapkan bahwa keputusan tersebut dibuat dengan pertimbangan yang matang, melihat kondisi pasar yang kacau dan membutuhkan langkah cepat untuk mengatasi kekurangan gula yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi.

    “Kebijakan ini bukan keputusan yang diambil sembarangan. Semua keputusan terkait impor gula ini sudah melalui proses persetujuan dari berbagai kementerian terkait. Surat persetujuan yang diterbitkan Tom Lembong sudah ditembuskan kepada seluruh kementerian terkait. Jika ada yang salah, kenapa tidak ada keberatan waktu itu?” ujar Zaid.

    Zaid juga menambahkan bahwa meskipun ada suara berbeda mengenai kebijakan ini, keputusan impor gula di 2015 terbukti berhasil menjaga stabilitas harga dan memenuhi kebutuhan konsumen. Ia pun mempertanyakan mengapa kebijakan yang diambil hampir 9 tahun lalu kini dipersoalkan, padahal pada saat itu semua prosedur yang ada telah dipatuhi dengan baik.

    Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Zaid memastikan bahwa keputusan Tom Lembong untuk mengimpor gula di 2015 merupakan langkah yang tepat, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Kebijakan ini, menurutnya, telah membantu menjaga ketersediaan gula, menstabilkan harga, dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.

    (rrd/rir)

  • Produsen yang Sunat Isi Minyakita Dikejar!

    Produsen yang Sunat Isi Minyakita Dikejar!

    Jakarta

    Pemerintah sedang mengejar produsen yang menyunat isi Minyakita. Produsen yang dimaksud adalah PT Artha Eka Global Asia.

    Menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, lokasi produsen di kawasan Depok sudah disambangi, namun ternyata tutup dan menurut keterangan yang diperoleh, sudah pindah lokasi.

    “Kami tanggal 7 (Maret 2025) sebenarnya sudah dapat laporan dan kami sudah melakukan pengawasan ke PT Artha Eka Global Asia. Tanggal 7 itu kita ke Jalan Tole Iskandar, Depok, tetapi perusahaannya sudah tutup. Nah sekarang kita selidiki, ketemu perusahaannya berada di Karawang,” kata dia di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025).

    Kementerian Perdagangan bersama Satgas Pangan Polri memburu produsen Minyakita tersebut.

    “Ya kita menunggu laporannya, tadi saya masih komunikasi di sana. Jadi, sebenarnya kita sudah tahu dari awal, kita antisipasi, langsung kita kejar perusahaannya,” tegasnya.

    Sementara itu untuk produk Minyakita yang terlanjur beredar sudah ditarik, dan pengawasan terhadap produk Minyakita diperketat agar tak terulang kejadian serupa.

    “Ke depan kita akan semakin banyak melakukan pengawasannya. Sebenarnya kita itu juga rutin melakukan pengawasan, makanya kenapa kita itu tanggal 7 itu langsung ke lokasi di Depok. Karena kami memang dari awal sudah dapat informasi dan sudah melakukan pengawasan ke lapangannya,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dalam sidak itu, Amran menemukan kecurangan dalam kemasan minyak goreng sederhana atau Minyakita.

    Temuannya, Minyakita yang harusnya dijual 1 liter, namun hanya 750 hingga 800 mililiter (ML). Minyak tersebut diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari.

    Dalam sidak itu, pedagang juga menjual Minyakita di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), seharusnya Rp 15.700/liter, tetapi dijual Rp 18.000/liter.

    “Kami menemukan pelanggaran. Minyakita dijual di atas HET, dari seharusnya Rp 15.700 menjadi Rp 18.000. Selain itu, volumenya tidak sesuai, seharusnya 1 liter tetapi hanya 750 hingga 800 mililiter. Ini adalah bentuk kecurangan yang merugikan rakyat, terutama di bulan Ramadan, saat kebutuhan bahan pokok meningkat,” ujar Amran, di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (8/3/2025).

    (ada/hns)