Kementrian Lembaga: Kemendag

  • RI Bakal Tinjau Ulang Perjanjian Dagang dengan Australia

    RI Bakal Tinjau Ulang Perjanjian Dagang dengan Australia

    Jakarta

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan pemerintah Indonesia sepakat untuk meninjau ulang perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) tahun depan. Langkah dilakukan agar dapat memaksimalkan potensi hubungan ekonomi kedua negara, termasuk Indonesia.

    Hal ini disampaikan Budi dalam perayaan kelima tahun Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Budi mengatakan perjanjian IA-CEPA memberikan kerjasama yang lebih strategis sejak diberlakukan pada 5 Juli 2020 lalu.

    Dalam lima tahun, ekspor Indonesia ke Australia mengalami tren positif atau naik 14,46%. Sebaliknya, ekspor Australia ke Indonesia juga naik 17,42%.

    “Kemudian juga di bidang jasa kami juga mencatat tren pertumbuhan perdagangan jasa Indonesia ke Australia sebesar 19,16% dan juga Indonesia-Australia CEPA mendorong peningkatan arus investasi dari Australia ke Indonesia atau sebaliknya,” kata Budi di Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Budi menerangkan perjanjian dagang bertujuan untuk meningkatkan perdagangan ataupun volume ekspor perdagangan kita. Apabila dalam perjanjian dagang tersebut terjadi memicu defisit, Budi menekankan perlunya tanggung jawab bersama untuk meningkatkan volume perdagangan.

    Budi menyebut Indonesia masih mengalami defisit perdagangan dengan Australia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Australia menjadi negara penyumbang defisit terdalam. Australia minus US$ 2,11 miliar.

    “Nah kebetulan sekarang memang Indonesia yang selalu defisit. So Mr. Ambassador, our trade relations are our shared responsibility. Jadi tanggung jawab bersama bagaimana kita meningkatkan hubungan perdagangan Indonesia dan Australia,” jelas Budi.

    “Nah, dengan demikian maka kami dengan pemerintah Australia juga sepakat bagaimana kita mereview, tadi juga disampaikan oleh Ambassador, bagaimana dalam rangka optimalisasi implementasi Indonesia Australia CEPA, maka Indonesia, pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk melakukan review tahun depan. Nah, tapi kita juga harus melihat secara internal,” tambah Budi.

    (rea/kil)

  • Menko Perekonomian: Indonesia serius merespons tarif resiprokal AS

    Menko Perekonomian: Indonesia serius merespons tarif resiprokal AS

    Jadi dengan demikian Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius untuk merespons tarif (resiprokal) ini,

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan, Indonesia sangat serius dalam merespons tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS).

    Airlangga mengatakan bahwa untuk status saat ini, tim Indonesia sudah berada di Washington, Amerika Serikat bersama dengan negara-negara lainnya yang ada disana antara lain India, Jepang, EU, Vietnam dan juga Malaysia.

    “Jadi dengan demikian Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius untuk merespons tarif (resiprokal) ini,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

    Indonesia secara tertulis sudah memasukkan dan sudah dibahas dengan kantor perwakilan dagang AS atau United States Trade Representative (USTR), Secretary of Commerce maupun Secretary of Treasury AS.

    Sebagai informasi, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut sampai saat ini belum ada kesepakatan dengan Amerika Serikat terkait dengan negosiasi tarif resiprokal sebesar 32 persen.

    “Yang masih kita tunggu adalah dengan Amerika, yang belum deal dan sebagainya. Jadi nunggu waktu, di negara lain juga belum deal semua,” ujar Budi di Jakarta, Rabu.

    Budi berharap negosiasi dengan Amerika Serikat dapat berjalan dengan mulus, meski sudah mendekati batas akhir yakni pada 8 Juli mendatang.

    Ia optimistis, hubungan Indonesia dan Amerika Serikat semakin membaik. Apalagi, kedua negara saling membutuhkan dalam hal perdagangan.

    Di sisi lain, Amerika merupakan negara penyumbang surplus nomor satu bagi neraca perdagangan Indonesia dengan nilai 7,08 miliar dolar AS.

    Sementara India, berada pada urutan kedua dengan 5,30 miliar dolar AS dan Filipina sebesar 3,69 miliar dolar AS.

    Untuk mempertahankan angka tersebut, lanjut Budi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga melakukan identifikasi komoditas unggulan untuk ekspor ke Amerika.

    Budi mengatakan, pemerintah masih terus menunggu proses negosiasi, namun di sisi lain juga melakukan persiapan apabila diplomasi tidak berjalan dengan baik.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendag Sebut Ada Negara Sempat Tunda Finalisasi Perjanjian Dagang dengan RI

    Mendag Sebut Ada Negara Sempat Tunda Finalisasi Perjanjian Dagang dengan RI

    Jakarta

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan ada negara yang telah sepakat menjalin perjanjian dagang dengan Indonesia, tapi tak kunjung disahkan. Budi menyebut negara tersebut sengaja mengulur waktu karena terjadi defisit dagang.

    Hal ini disampaikan Budi saat perayaan lima tahun berlakunya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Menurut Budi, tujuan perjanjian dagang yakni untuk meningkatkan volume ekspor perdagangan antar kedua negara.

    “Kami mempunyai pengalaman yang unik ketika akan mengadakan perjanjian dagang dengan negara lain. Kami sudah sepakat bahwa atau sudah ada joint commitment untuk menyelesaikan perjanjian itu. Tetapi diundur-undur,” kata Budi di Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Budi menjelaskan negara itu sengaja mengulur waktu pengesahan lantaran terjadi defisit dagang dengan Indonesia. Menurut negara itu, apabila perjanjian perdagangan dilanjutkan akan semakin menyebabkan defisit.

    “Kemudian dia bilang, Pak jangan diteruskan dulu. Kalau nanti kita teruskan perjanjian, kami semakin defisit dengan Indonesia,” jelas Budi.

    Kemudian, Budi menegaskan perjanjian dagang tidak membuat defisit. Justru perjanjian dagang membuka akses pasar ke Indonesia. Apabila perjanjian dagang membuat defisit, lanjut Budi, berarti disebut perang dagang.

    “Saya sampaikan, kita itu bikin perjanjian dagang tidak untuk membuat Anda defisit. Kalau tujuannya untuk membuat Anda defisit itu namanya perang dagang, Tapi kita perjanjian dagang, sehingga bagaimana justru dengan begitu Anda mempunyai akses pasar di Indonesia, demikian juga sebaliknya,” imbuh Budi.

    “Kalau kita memang butuh barang dari negara lain, kita butuhkan barang modal ataupun yang tidak kita produksi, apa salahnya? Demikian juga sebaliknya,” terang dia.

    Kendati begitu, Budi enggan menyebut negara tersebut. Sebab, apabila disebut justru akan semakin membuat niat negara itu untuk bekerja sama dengan Indonesia kian urung.

    Namun, usai mendapat penjelasan darinya, Budi menerangkan perundingan perjanjian dagang dengan negara itu sudah dimulai.

    “Tapi setelah kita kasih pengertian bahwa tujuan kita itu bagus, sekarang sudah dimulai perundingan. Sudah mulai duduk bersama, karena mungkin berpikirnya mereka tidak seperti itu,” terang dia.

    Tonton juga Video: Ekonom Ungkap Dampak Bila Kuota Impor Dihapus di Tengah Perang Dagang

    (rea/kil)

  • Dikejar Tenggat Tarif Trump, Mendag: Kalau Bisa RI Tak Kena Tarif

    Dikejar Tenggat Tarif Trump, Mendag: Kalau Bisa RI Tak Kena Tarif

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) berharap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak mengenakan tarif resiprokal terhadap Indonesia. Hal ini mengingat penundaan tenggat tarif akan berakhir pada 9 Juli mendatang.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut, pengenaan tarif resiprokal AS terhadap semua negara, termasuk Indonesia ditiadakan alias tarif impor 0%.

    “Ya kalau perlu nggak ada tarif impor dari sana [AS]. Kalau perlu kan. Ya penginnya kan begitu kan, hapus semua. Jadi kita cari yang adil lah ya nanti,” kata Budi saat ditemui di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

    Meski begitu, Budi mengaku bahwa hingga saat ini pemerintah masih menunggu keputusan akhir tarif resiprokal dari AS.

    “Kita kan sudah waktu datang pertama pun kita juga sudah ngasih posisi kita seperti apa. Jadi kita masih menunggu juga kesepakatan dengan Amerika,” ujarnya.

    Untuk itu, dia berharap hasil negosiasi tarif AS—Indonesia segera rampung dalam waktu dekat.

    “Ya secepatnya, tapi kan kita juga harus bareng-bareng. Kita juga nunggu juga dari Amerika. Tapi mudah-mudahan sih ya cepat selesai, mudah-mudahan,” imbuhnya.

    Untuk diketahui, pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32%, lantaran Indonesia dianggap menghambat laju perdagangan AS, yakni penerapan tarif sepihak (tidak timbal balik), TKDN, sistem perizinan impor kompleks, dan devisa hasil ekspor (DHE).

    Selanjutnya, pada 9 April 2025, AS menangguhkan pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari untuk 56 negara mitra, termasuk Indonesia. Kemudian, pada 4 Juni 2025, Presiden AS menggandakan tarif sektoral (baja, aluminium, dan produk turunannya) menjadi 50% untuk semua negara, kecuali Inggris.

    Sebelumnya, Mendag Budi mengungkap jalur diplomasi merupakan salah satu strategi pemerintah dalam menghadapi tarif resiprokal AS.

    “Kita sebenarnya sudah mempersiapkan tim negosiasi kita, artinya ada di kedutaan. Jadi kadang-kadang Amerika ini kan cepat sekali berubah. Sehingga kita harus antisipasi kalau ada perubahan ya kita sudah siap,” ungkap Budi dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, dikutip pada Kamis (3/7/2025).

    Adapun, diplomasi ini dilakukan bersamaan dengan proses deregulasi kebijakan impor dan kebijakan dalam mendorong ekspor. Kemudian strategi kedua Indonesia dalam menghadapi tarif resiprokal adalah melalui pengalihan pasar ekspor.

    Budi menjelaskan Kemendag terus mendorong penyelesaian perundingan kerja sama perdagangan seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA), Indonesia—Eurasian Economic Union (I—EAEU) CEPA, I-Peru CEPA, Indonesia—Tunisia Preferential Trade Agreement (Indonesia—Tunisia PTA) sebagai upaya melakukan diversifikasi sekaligus pengalihan pangsa ekspor Indonesia.

    Kemendag juga mempercepat proses ratifikasi Indonesia-Canada CEPA dan Indonesia-Iran PTA sebagai upaya untuk mempercepat pemanfaatan preferensi oleh pelaku usaha nasional.

    “Pasar ekspor kita banyak di negara lain dan salah satu caranya adalah bagaimana kita mempercepat proses negosiasi perjanjian dagang kita dengan negara lain atau kawasan lain. Itu yang kita lakukan dan tahun ini banyak progres yang bisa kita lakukan,” ungkap.

    Kemudian yang ketiga, antisipasi limpahan barang impor. Dalam hal ini, pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan mekanisme tindakan pengamanan perdagangan (trade remedies) WTO berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta memperketat mekanisme pengawasan lalu lintas ekspor impor barang di seluruh pintu masuk kepabeanan.

    Selain itu, Kemendag juga akan meningkatkan pengawasan peredaran barang di pasar domestik (post border). “Jangan sampai ketika barang itu tidak bisa diterima di Amerika, kemudian masuknya ke Indonesia,” ungkapnya.

    Selanjutnya, strategi keempat adalah evaluasi perjanjian perdagangan. Budi menjelaskan, pemerintah melakukan evaluasi setiap perjanjian perdagangan yang sudah terimplementasi untuk mendapatkan outputterbaik bagi perdagangan internasional.

    “Kita tentu tidak hanya sekadar membuat perjanjian dagang yang baru, tetapi kita itu sudah ada 19 perjanjian dagang yang sudah implementasi, 10 [perjanjian dagang] yang sedang proses ratifikasi, dan 16 yang sedang dirundingkan,” ujarnya.

    Budi menerangkan bahwa perjanjian dagang harus saling menguntungkan kedua belah pihak. Artinya proses neraca perdagangan antara kedua negara harus seimbang, tetapi saling menguntungkan.

  • Terbongkar Skandal Beras Oplosan Rugikan Negara Rp 10 T!

    Terbongkar Skandal Beras Oplosan Rugikan Negara Rp 10 T!

    Jakarta

    Kementerian Pertanian (Kementan) membongkar kasus beras oplosan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kasus oplosan beras tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 10 triliun dalam waktu lima tahun.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, Kementan bersama dengan Satgas Pangan Polri, Kementerian Perdagangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) turun mengecek ke lapangan di tempat penyaluran SPHP. Hasilnya, dari total SPHP yang didapatkan di outlet, sebanyak 20% dipajang dan 80% dioplos untuk dijual premium.

    “Kita lihat tanya langsung tempat penyaluran SPHP yang dilakukan adalah 20% dipajang, 80% dibongkar dijual premium (harganya) naik Rp 2.000-3.000,” kata Amran saat Raker dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Dari praktik tersebut, Amran menerangkan negara mengalami kerugian Rp 2 triliun per tahun atau Rp 10 triliun dalam lima tahun. Amran mengakui pembongkaran praktik oplos beras ini memang berat bagi pihaknya. Kendati begitu, Amran siap menanggung risiko ke depannya.

    “Negara subsidi Rp 1.500. Kemudian kemudian diangkat naik lagi harga Rp 2.000-3.000. Kita hitung kerugian negara Rp 2 triliun ini satu tahun. Kalau lima tahun Rp 10 triliun, ya diambil adalah Rp 1,4 triliun. Emang berat bagi kami kami siap tanggung risiko,” jelas Amran.

    Beras Oplosan Beredar di Minimarket

    Beras oplosan itu, lanjut Amran, sempat beredar di minimarket hingga supermarket terkenal. Temuan ini didapatkan usai pihaknya mengambil sampel beras di minimarket.

    “(Beras oplosan) beredar, supermarket beredar. Itu kita ambil sampel-sampel dari sana semua. Dari semua tingkatan, kita ambil sampel itu,” ujar Amran kepada awak media.

    Usai kasus tersebut terbongkar, Amran menerangkan pihak minimarket menarik peredaran beras oplosan. Amran berharap dengan tindakannya ini dapat membawa dampak baik bagi masyarakat.

    “Kelihatan ada pergerakan ditarik, dan mudah-mudahan itu berdampak baik untuk konsumen,” tambah Amran.

    Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya telah mengecek ke lapangan. Berdasarkan hasil itu, Arief menyebut ada praktik pengoplosan dalam penyaluran SPHP demi mendapatkan keuntungan. Sebab, penyaluran SPHP beberapa waktu lalu menggunakan beras impor dengan persentase butir beras patahnya mencapai 5%.

    “Karena kemarin itu menggunakan beras impor dengan broken 5% sebenarnya itu beras premium kalau dibuka di mix memang akan mendapatkan keuntungan. Ini yang nggak boleh sehingga beras SPHP memang menggunakan kemasan 5 kilogram dan memang benar di tempat yang baik,” kata Arief dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Selatan (1/7).

    Tonton juga “Kala Mentan Endus ‘Mafia’ di Balik Harga Beras Naik saat Stok Aman” di sini:

    (acd/acd)

  • Mendag sebut relaksasi impor `food tray` untuk dukung MBG

    Mendag sebut relaksasi impor `food tray` untuk dukung MBG

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Mendag sebut relaksasi impor `food tray` untuk dukung MBG
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 02 Juli 2025 – 18:46 WIB

    Elshinta.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut relaksasi impor untuk produk food tray atau piring saji guna mendukung program makan bergizi gratis.

    Menurut Budi, piring saji sangat dibutuhkan dalam jumlah yang besar, sehingga diperlukan bantuan melalui impor.

    “Karena kan untuk kebutuhan dalam negeri, untuk mendukung program makan bergizi dan sebagainya kan banyak dibutuhkan,” ujar Budi di Jakarta, Rabu.

    Namun demikian, Budi menekankan bahwa produk dalam negeri juga tetap digunakan dalam pengadaan piring saji untuk MBG.

    “Semua bisa kita pakai. Kebutuhannya kan banyak,” imbuhnya.

    Pemerintah telah melakukan deregulasi terkait kebijakan impor, dengan memberikan relaksasi terhadap 10 komoditas yakni produk kehutanan; pupuk bersubsidi; bahan baku plastik; bahan bakar lain; sakarin, siklamat, preparat bau-bauan mengandung alkohol; bahan kimia tertentu; mutiara; food tray; alas kaki; serta sepeda roda dua dan roda tiga.

    Menurut Budi, terdapat beberapa parameter yang membuat 10 komoditas tersebut tidak dilakukan atau dikecualikan dari deregulasi, yakni barang tersebut strategis atau padat karya yang telah ditetapkan neraca komoditas, barang terkait keamanan, keselamatan kesehatan dan lingkungan, serta moral hazard (K2LM), dan barang terkait industri strategis atau padat karya.

    Selain itu, deregulasi juga akan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2025 tentang kebijakan dan pengaturan impor, menjadi sembilan Permendag baru berdasarkan klaster komoditas untuk memudahkan apabila di kemudian hari terjadi perubahan.

    “Jadi output deregulasi kebijakan impor ini adalah perubahan Permendag atau mencabut Permendag 36 Tahun 2023 junto Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Kita cabut dan kita sekarang menerbitkan sembilan Permendag,” kata Budi di Jakarta, Senin (30/7).

    Sumber : Antara

  • Harga Referensi CPO Juli Terbang Tinggi

    Harga Referensi CPO Juli Terbang Tinggi

    Jakarta

    Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk periode Juli 2025 naik menjadi US$ 877,89/MT. Harga referensi ini biasa digunakan untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE).

    Nilai tersebut meningkat sebesar US$ 21,51 atau 2,51% dari HR CPO periode Juni 2025 yang tercatat sebesar US$ 856,38/MT. Penetapan yang berlaku 1-31 Juli 2025 ini telah tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1553 Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDP-KS.

    BK CPO periode Juli 2025 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C PMK Nomor 38 Tahun 2024 sebesar US$ 52/MT. Sementara itu, PE CPO periode Juli 2025 merujuk pada Lampiran PMK Nomor 30 Tahun 2025 sebesar 10 persen dari HR CPO periode Juli 2025, yaitu sebesar US$ 87,7892/MT.

    “Saat ini, HR CPO naik menjauhi ambang batas sebesar US$ 680/MT. Merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 52/MT dan PE CPO sebesar 10 persen dari HR CPO periode Juli 2025, yaitu sebesar US$ 87,7892/MT untuk periode Juli 2025,” jelas Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim, dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).

    Penetapan HR CPO diperoleh dari rerata harga selama periode 25 Mei-24 Juni 2025 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar US$ 824,90/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar US$ 930,88/MT, dan Harga Port CPO Rotterdam sebesar US$ 1.153,57/MT.

    Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, jika selisih rerata dari tiga sumber harga melebihi US$ 40, maka HR CPO dihitung dari rerata dua sumber harga yang menjadi median dan terdekat dengan median.

    “Berdasarkan ketentuan tersebut, HR bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD 877,89/MT,” terang Isy.

    Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan netto ≤ 25 kg dikenakan BK US$ 0/MT. Penetapan merek tersebut tercantum dalam Kepmendag Nomor 1554 Tahun 2025 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.

    “Peningkatan HR CPO dipengaruhi adanya peningkatan permintaan terutama dari India, yang tidak diimbangi dengan kenaikan produksi,” imbuh Isy.

    Sementara itu, HR biji kakao periode Juli 2025 ditetapkan sebesar US$ 9.438,60/MT, turun sebesar US$ 152,92 atau 1,59 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Juli 2025 menjadi US$ 8.973/MT, turun US$ 154 atau 1,69% dari periode sebelumnya.

    Namun, penurunan HR dan HPE biji kakao tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15 persen. Hal tersebut sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada PMK Nomor 38 Tahun 2024. Penurunan HR dan HPE biji kakao dipengaruhi adanya peningkatan pasokan dari negara produsen utama, seperti Pantai Gading dan Nigeria.

    Di sisi lain, HPE produk kulit periode Juli 2025 tidak berubah dari Juni 2025. Namun, ada peningkatan HPE produk kayu periode Juli 2025, yaitu kayu keping atau pecahan (wood in chips or particle), keping kayu (chipwood), dan kayu olahan dengan luas penampang 1.000-4.000 mm² dari jenis sortimen lainnya jenis pinus dan gemelina, akasia, dan sengon.

    Sedangkan, penurunan HPE terjadi pada kayu olahan dengan luas penampang 1.000-4.000 mm² dari jenis meranti, merbau, rimba campuran, sortimen lainnya jenis eboni, serta sortimen lainnya dari hutan tanaman dari jenis karet dan balsa, eucalyptus, dan lainnya. Penetapan HPE biji kakao, HPE produk kulit, dan HPE produk kayu tercantum dalam Kepmendag Nomor 1552 Tahun 2025 tentang Harga Patokan Ekspor dan Harga Referensi atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan BK.

    Lihat juga Video: Gunungan Duit Rp 1,3 T Sitaan Kasus Korupsi Minyak Goreng

    (acd/acd)

  • Menangkap peluang hilirisasi rempah Indonesia

    Menangkap peluang hilirisasi rempah Indonesia

    Hilirisasi rempah bukan sekadar strategi ekonomi, melainkan langkah strategis untuk mengembalikan pamor Indonesia sebagai pusat rempah dunia di era modern.

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia pernah menjadi pusat rempah dunia, puncak kejayaan yang menuntun armada bangsa-bangsa Eropa berlayar menembus samudra demi cengkeh Maluku, pala Banda, dan lada Sumatera.

    Ironisnya, setelah berabad-abad berlalu, sebagian besar rempah Nusantara masih keluar negeri dalam rupa bahan mentah. Berangkat dari keinginan untuk keluar dari jebakan skema “jual bahan mentah” inilah kemudian lahir agenda nasional hilirisasi rempah.

    Pemerintah kini mematok rempah sebagai garda depan kebangkitan industri dan perdagangan global, dengan tujuan jelas, yaitu mendongkrak devisa sekaligus menaikkan kesejahteraan jutaan petani kecil.

    Di tingkat nasional, hilirisasi ditempatkan sebagai kebijakan prioritas industrialisasi. Program lintas-kementerian Indonesia Spice Up The World (ISUTW) yang diluncurkan tahun 2021 menargetkan ekspor bumbu olahan 2 miliar dolar AS dan 4.000 restoran Indonesia di mancanegara.

    Kementerian Perdagangan memfasilitasi festival, pameran, hingga negosiasi FTA, PTA, dan CEPA agar bumbu siap saji, minyak esensial, maupun oleoresin produksi domestik kian mulus menembus pasar global.

    Di hulu, Kementerian Pertanian memperkuat kualitas benih dan pascapanen. Sementara itu Kementerian Perindustrian menyiapkan road map peningkatan kapasitas industri kecil dan menengah (IKM) rempah, dari teknologi pengeringan, penggilingan, destilasi, sampai penjaminan mutu agar produk Nusantara mampu bersaing di ritel premium dan segmen horeka (hotel, restoran, kafe) dunia.

    Aksi serupa bergema di daerah. Sumatera Barat, penyumbang 90 persen gambir dunia, tengah merampungkan Peraturan Gubernur tentang Tata Niaga Gambir untuk mengakselerasi produksi tanin dan katekin berkelas industri.

    Lampung menggulirkan proyek Lada Lestari sambil menyiapkan pabrik oleoresin lada hitam. Maluku, Maluku Utara, dan Papua menggelar expo jalur rempah demi mengangkat pala, cengkeh, dan vanili endemik.

    Seluruh dorongan regulatif ini bermuara pada cita-cita hilirisasi terpadu dari kebun petani sampai industri dan pasar global.

    Industri pengolahan rempah

    Modernisasi lini pengolahan, mulai dari mesin pengering, grinder, hingga kemasan kedap udara, menjadi kunci pengerek nilai tambah rempah Nusantara. Di sentra‐sentra pengolahan, pekerja kini tidak sekadar menjemur dan menimbang lada hitam, tetapi menyeleksi butir, menggiling, lalu mengemasnya dalam sachet bermerek yang memenuhi standar HACCP.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Peningkatan pasokan dari Nigeria picu penurunan HR kakao

    Peningkatan pasokan dari Nigeria picu penurunan HR kakao

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan peningkatan produksi dari Pantai Gading dan Nigeria, Afrika, memicu penurunan harga referensi (HR) biji kakao.

    Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim dalam keterangannya diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan HR biji kakao periode Juli 2025 ditetapkan sebesar 9.438,60 dolar AS per metrik ton (MT), turun sebesar 152,92 dolar AS atau 1,59 persen dari bulan sebelumnya.

    Menurut dia, hal itu berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Juli 2025 menjadi 8.973 dolar AS per MT, turun 154 dolar AS atau 1,69 persen dari periode sebelumnya.

    “Penurunan HR dan HPE biji kakao dipengaruhi adanya peningkatan pasokan dari negara produsen utama, seperti Pantai Gading dan Nigeria,” kata Isy.

    Isy mengatakan penurunan HR dan HPE biji kakao tidak berdampak pada bea keluar (BK) biji kakao yang tetap sebesar 15 persen. Hal itu sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

    Sedangkan untuk HPE produk kulit periode Juli 2025 tidak berubah dari Juni 2025. Namun, ada peningkatan HPE produk kayu periode Juli 2025, yaitu kayu keping atau pecahan (wood in chips or particle), keping kayu (chipwood), dan kayu olahan dengan luas penampang 1.000-4.000 mm2 dari jenis sortimen lainnya jenis pinus dan gemelina, akasia, dan sengon.

    Penurunan HPE terjadi pada kayu olahan dengan luas penampang 1.000-4.000 mm2 dari jenis meranti, merbau, rimba campuran, sortimen lainnya jenis eboni, serta sortimen lainnya dari hutan tanaman dari jenis karet dan balsa, eucalyptus, dan lainnya.

    Penetapan HPE biji kakao, HPE produk kulit, dan HPE produk kayu tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1552 Tahun 2025 tentang Harga Patokan Ekspor dan Harga Referensi atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan BK.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota Komisi VII: Deregulasi impor harus disertai pemetaan industri

    Anggota Komisi VII: Deregulasi impor harus disertai pemetaan industri

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kaisar Abu Hanifah mengingatkan bahwa deregulasi kebijakan impor dan kemudahan berusaha harus disertai dengan pemetaan sektor industri yang cermat serta menyeluruh.

    “Harus dilakukan pemetaan yang cermat dan hati-hati terkait kebutuhan bahan baku industri yang direlaksasi agar industri dalam negeri bisa terlindungi,” ujar Kaisar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, pemetaan sektor industri penting agar implementasi kebijakan tersebut memiliki dampak positif bagi pelaku industri, khususnya dalam pemenuhan bahan baku kebutuhan industri dalam negeri.

    Selain itu, dirinya juga mendorong agar dalam pelaksanaan deregulasi, pemerintah melibatkan pelaku industri lokal, akademisi, dan asosiasi industri untuk memastikan kebijakan yang diambil benar-benar mendukung pertumbuhan dan daya saing industri nasional.

    Kendati demikian, anggota Komisi DPR yang membidangi perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi tersebut mendukung langkah pemerintah terkait deregulasi kebijakan impor dan kemudahan berusaha yang belakangan ini baru diterapkan.

    Dia memberikan dukungan tersebut selama langkah tersebut memberi kemudahan bagi pelaku usaha, mendorong daya saing industri dalam negeri, dan menciptakan ekosistem yang mendukung penciptaan lapangan kerja.

    “Saya mendukung kebijakan deregulasi kebijakan impor dan kemudahan berusaha dalam rangka memberi kemudahan bagi pelaku usaha, mendorong daya saing industri dalam negeri, dan menciptakan ekosistem yang mendukung penciptaan lapangan kerja,” tuturnya.

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut output atau keluaran dari deregulasi kebijakan impor menghasilkan sembilan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru.

    “Jadi output deregulasi kebijakan impor ini adalah perubahan Permendag atau mencabut Permendag Nomor 36 Tahun 2023 juncto Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Kita cabut dan kita sekarang menerbitkan sembilan Permendag,” ujar Budi di Jakarta, Senin (30/6).

    Budi menjelaskan berbagai peraturan baru tersebut terbagi berdasarkan klaster untuk memudahkan apabila di kemudian hari terjadi perubahan. Sementara itu, output regulasi untuk kemudahan berusaha menjadi ada dua Permendag.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.