Kementrian Lembaga: Kemendag

  • Nego Tarif dengan AS Lanjut, Prabowo Belum Ada Jadwal Temui Trump

    Nego Tarif dengan AS Lanjut, Prabowo Belum Ada Jadwal Temui Trump

    Jakarta

    Indonesia terus mendorong negosiasi tarif dengan Amerika Serikat (AS). Paska pengumuman terakhir Presiden Donald Trump yang menetapkan Indonesia dipatok tarif 32% per 1 Agustus 2025, tim negosiasi yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melanjutkan diskusi untuk menurunkan tarif dengan administrasi AS di Washington DC.

    Sebetulnya, sejak pengumuman tarif resiprokal pada April lalu, Indonesia menjadi salah satu negara terdepan yang menyetor proposal negosiasi. Hanya saja, dalam pengumuman Trump terakhir, tarif resiprokal 32% tetap tidak berubah.

    Melihat negosiasi yang sedikit alot, apakah Presiden Prabowo Subianto memiliki rencana untuk empat dengan Trump membahas negosiasi tarif?

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan keinginan Prabowo untuk menemui Trump secara langsung memang ada. Namun, sampai saat ini belum jelas kapan hal itu bisa dilakukan. Sejauh yang dia ketahui, Prasetyo bilang belum ada penjadwalan khusus yang diatur untuk pertemuan kedua presiden tersebut.

    “Belum, belum, belum diatur jadwalnya belum. Tentu ada (keinginan pertemuan), sebagai upaya tentu ada, tapi kami belum bisa pastikan akan ada pertemuan dengan Trump,” beber Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (11/5/2025).

    Prasetyo memohon doa dari masyarakat agar negosiasi yang dilakukan oleh tim yang dipimpin Airlangga dapat berjalan dengan mulus. Pemerintah hanya ingin kedua negara, baik Indonesia maupun AS dapat memiliki hubungan dagang yang saling menguntungkan.

    “Tim ekonomi kita sudah berada di AS, dipimpin Menko Airlangga, untuk terus melakukan negosiasi supaya intinya kita berharap apa yang menjadi kebijakan pemerintah Amerika Serikat bisa ditinjau kembali dan memberikan keuntungan untuk perdagangan kita semua,” beber Prasetyo.

    “Mohon doanya dari seluruh masyarakat indonesia supaya tim negosiator dapat berikan hasil terbaik,” sebutnya menambahkan.

    Dia melanjutkan tim negosiasi sejauh ini tak banyak memberikan tawaran baru kepada pemerintah AS. Tawaran yang sudah diberikan sebelumnya, berupa menyeimbangkan defisit neraca dagang AS terhadap Indonesia tetap didorong kepada Washington.

    Seperti diketahui, sebelumnya sektor bisnis dan pemerintah sepakat untuk melakukan impor besar-besaran produk AS, mulai dari komoditas energi hingga pertanian untuk mengurangi surplus neraca dagang Indonesia terhadap AS. Total paket yang ditawarkan mencapai US$ 34 miliar sendiri atau sekitar Rp 547 triliun.

    “Untuk sementara tidak (tawaran baru) ya, karena apa yang sejak beberapa waktu lalu disampaikan tawaran tersebut, kita merasa sebenarnya sudah menjawab apa yang jadi tuntutan atau kehendak teman-teman di AS,” kata Prasetyo.

    Sebelumnya, Airlangga dan tim negosiasi Indonesia sendiri sudah bertemu dengan pemerintah AS yang diwakili oleh Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Perwakilan Kantor Dagang AS Jamieson Greer pada Rabu 9 Juli kemarin.

    Hasil pertemuan tersebut, Indonesia dan AS telah sepakat untuk mengoptimalkan waktu tiga minggu ke depan, untuk secara intensif melanjutkan proses perundingan kebijakan tarif resiprokal ini, dengan saling menghormati penawaran dan permintaan dari masing-masing pihak. Hal itu diharapkan menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan tarif resiprokal dan memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi antar kedua negara.

    Lihat juga Video ‘Kelapa Sawit Jadi Andalan Ekspor RI Hadapi Tarif Trump’:

    (hal/rrd)

  • Cegah Kecurangan di SPBU, Kemendag dan BPH Migas Awasi Ketat Alat Ukur BBM

    Cegah Kecurangan di SPBU, Kemendag dan BPH Migas Awasi Ketat Alat Ukur BBM

    Jakarta

    Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Dirjen PKTN) dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menandatangani kesepakatan bersama tentang pengawasan terhadap distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi.

    Dalam kerja sama tersebut secara spesifik mengawasi alat ukur, alat takar, alat timbang, dan alat perlengkapan (UTTP) dalam pendistribusian BBM dan gas bumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

    Dirjen PKTN Moga Simatupang mengatakan kerja sama sebagai upaya memperkuat perlindungan konsumen dan penegakan hukum di bidang metrologi legal dengan menjamin akurasi takaran dan volume dalam transaksi.

    “Keakuratan alat ukur menjadi kunci utama dalam menjamin keadilan transaksi antara penyedia dan pengguna energi. Untuk itu, pengawasan yang konsisten merupakan bentuk perlindungan nyata kepada konsumen,” ujar Moga dalam keterangannya, Jumat (11/7/2025).

    Moga menuturkan, kesepakatan bersama ini tidak hanya merupakan upaya penegakan hukum, tetapi juga wujud komitmen pemerintah dalam melindungi konsumen agar memperoleh BBM dan gas bumi sesuai haknya.

    Lebih lanjut, Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PKTN juga telah melakukan berbagai upaya pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang terbukti melakukan pelanggaran, termasuk praktik pengurangan volume yang merugikan konsumen.

    “Untuk itu, mekanisme pengawasan yang terintegrasi sangat diperlukan agar praktik-praktik yang merugikan konsumen seperti pengurangan volume BBM tidak terjadi lagi ke depannya,” urai Moga.

    Lebih lanjut, Moga mengatakan telah menangani 19 kasus tindak pidana di bidang metrologi legal terkait pelanggaran penggunaan pompa ukur BBM dan tangki ukur mobil BBM. Seluruh kasus tersebut tersebar di sejumlah provinsi, mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Bali, Sumatra Utara, Kepulauan Riau, hingga Banten. Seluruhnya telah berkekuatan hukum tetap.

    Dalam kesempatan yang sama, Moga juga menegaskan pentingnya keselarasan antara praktik di lapangan dengan regulasi yang berlaku di bidang metrologi legal. “Dengan kerja sama ini, alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya, serta pipa hilir dan minyak gas bumi diharapkan dapat sesuai dengan aturan alat ukur takar timbangan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan,” ungkap Moga.

    Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati menyampaikan bahwa kerja sama ini menjadi bagian dari upaya memperkuat pengawasan distribusi energi secara menyeluruh.

    Untuk itu, BPΡΗ Migas juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Ditjen PKTN Kemendag yang memiliki kewenangan dalam metrologi legal. Erika berharap, pengawasan bersama ini dapat memberikan jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM dan gas bumi sesuai dengan yang dibayarkan.

    Kerja sama antara Ditjen PKTN dan BPH Migas bukanlah hal baru. Pada 2016-2019, Ditjen PKTN dan BPH Migas juga telah menjalin kemitraan serupa dalam pengawasan alat ukur BBM. Melalui kesepakatan terbaru ini, kedua pihak sepakat untuk meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di lapangan.

    Sebagai langkah konkret, Ditjen PKTN dan BPH Migas akan menyusun perjanjian kerja sama (PKS) teknis dalam waktu tiga bulan ke depan, PKS tersebut akan mengatur berbagai aspek pelaksanaan, di antaranya pertukaran data dan/atau informasi, sosialisasi dan penyampaian informasi, peningkatan kompetensi SDM, pengawasan, dan hal-hal lain yang disepakati.

    Lihat juga Video ‘Momen Gibran Cek SPBU di Bengkulu Buntut Kelangkaan BBM’:

    (ada/ara)

  • Defisit Perdagangan dengan Uganda, Indonesia Didorong Tingkatkan Ekspor Baru

    Defisit Perdagangan dengan Uganda, Indonesia Didorong Tingkatkan Ekspor Baru

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perdagangan Uganda Wilson Mbasu Mbadi menyoroti ketidakseimbangan perdagangan yang terjadi antara Indonesia dengan negaranya.

    Mbadi menuturkan, hingga pertengahan 2025, Indonesia masih mencatatkan defisit perdagangan dengan negara di kawasan Afrika Timur tersebut. Mengutip United Nations Commodity Trade Statistics Database (UN Comtrade), Mbadi menuturkan, ekspor Indonesia ke Uganda hingga Juni 2025 mencapai US$16,8 juta.

    Produk Indonesia ke Uganda mencakup barang-barang seperti besi, baja, mesin, serta obat-obatan.

    Sementara itu, ekspor Uganda ke Indonesia pada rentang waktu yang sama adalah sebesar US$39,43 juta. Dia menjelaskan, ekspor Uganda ke Indonesia mencakup komoditas seperti kakao, biji minyak (oilseeds), kulit hewan, dan lain-lain.

    Meski demikian, Mbadi menyebut pihak Indonesia tidak perlu mengkhawatirkan ketidakseimbangan tersebut. Menurutnya, hal tersebut justru dapat menjadi titik awal bagi kedua negara untuk meningkatkan hubungan perdagangannya. 

    “Karena ini akan membuka peluang bagi Indonesia dan Uganda untuk meningkatkan volume ekspor dan mendiversifikasi produk ekspor, termasuk kopi, teh, vanila, dan ikan air tawar berkualitas tinggi,” jelas Mbadi dalam Uganda-Indonesia Business Forum di Jakarta pada Kamis (10/7/2025).

    Adapun, ke depannya Uganda mendorong peningkatan ekspor produk unggulan seperti kopi, teh, vanila, ikan air tawar, susu, buah, dan bunga. 

    Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, menyebut defisit neraca perdagangan Indonesia—Uganda menjadi peluang untuk kembali menggenjot ekspor.

    “Ini [defisit neraca perdagangan Indonesia—Uganda] menjadi tantangan tentunya, namun kalau kita melihatnya, peluang. Jadi, peluang untuk kita mengetahui lebih dalam lagi potensi yang kita miliki untuk kita ekspor itu apa saja,” katanya.

    Pasalnya, Roro menyebut inti dari perdagangan adalah hubungan antarnegara, termasuk Indonesia dengan Uganda.

    “Jadi justru pasar-pasar non-konvensional seperti ini [Uganda] yang harus kita garap, dan Kementerian Perdagangan siap untuk menggarap potensinya,” ujarnya.

    Apalagi, Roro menyebut pemerintah melalui Kemendag tengah mendorong produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar lebih dikenal di kancah internasional. Hal ini mengingat kontribusi UMKM mencapai 61% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

    Adapun, saat ini pemerintah tengah membuka peluang untuk menjajaki pasar Uganda dengan mengekspor produk UMKM, tekstil, kerajinan lokal, hingga furnitur.

  • Neraca Dagang RI Tekor dari Uganda, Kemendag Bilang Begini

    Neraca Dagang RI Tekor dari Uganda, Kemendag Bilang Begini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Indonesia masih memiliki potensi untuk membalik neraca perdagangan Indonesia—Uganda dari defisit menjadi surplus.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyebut defisit neraca perdagangan Indonesia—Uganda menjadi peluang untuk kembali menggenjot ekspor.

    Berdasarkan data yang dipaparkan Roro, terlihat neraca perdagangan Indonesia—Uganda mencatatkan defisit senilai US$44,25 juta pada 2025. Kondisi serupa juga terjadi pada Januari—April 2025, neraca perdagangan kedua negara ini kembali mencatatkan defisit sebesar US$35,97 juta.

    “Ini [defisit neraca perdagangan Indonesia—Uganda] menjadi tantangan tentunya. Namun kalau kita melihatnya, oportunitas. Jadi, oportunitas untuk kita mengetahui lebih dalam lagi potensi yang kita miliki untuk kita ekspor itu apa saja,” kata Roro saat ditemui di sela-sela acara bertajuk Pearl of Africa Business Forum – Indonesia Chapter Exploring Strategic Investment Opportunities in Uganda’s Key Sectors di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

    Pasalnya, Roro menyebut inti dari perdagangan adalah hubungan antarnegara, termasuk Indonesia dengan Uganda.

    “Jadi justru pasar-pasar nonkonvensional seperti ini [Uganda] yang harus kita garap, dan Kementerian Perdagangan siap untuk menggarap potensinya,” ujarnya.

    Apalagi, Roro menyebut pemerintah melalui Kemendag tengah mendorong produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk dapat lebih dikenal di kancah internasional. Hal ini mengingat kontribusi UMKM mencapai 61% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

    Adapun, saat ini pemerintah tengah membuka peluang untuk menjajaki pasar Uganda dengan mengekspor produk UMKM, tekstil, kerajinan lokal, hingga furnitur.

    “Furnitur adalah yang besar, dan kami mengekspor cukup banyak ke daerah-daerah seperti Eropa, Amerika, juga. Tapi mungkin ini, ini mungkin menarik bagi pasar Uganda, juga, dan saya berharap bahwa hari ini melayani kesempatan bagi kita untuk belajar dari satu sama lain,” ujarnya.

    Sepanjang Januari—April 2025, total perdagangan Indonesia—Uganda mencapai US$52,82 juta. Namun, neraca dagangnya masih didominasi impor dari Urganda sepanjang empat bulan pertama 2025.

    Secara terperinci, pada Januari—April 2025, nilai ekspor Indonesia ke Uganda hanya mencapai US$8,4 juta. Di sisi lain, nilai impor dari Urganda ke Indonesia US$44,39 juta.

    Namun demikian, Roro optimistis masih ada peluang untuk Indonesia mendorong peningkatan kerja sama perdagangan antara Indonesia—Uganda ke depan.

    Sepanjang Januari—April 2025, ekspor Indonesia ke Uganda didominasi komoditas baja dan stainless senilai US$5,8 juta dengan pangsa 68,87%. Komoditas lain yang diekspor ke Urganda adalah minyak nabati yang nilainya mencapai US$1,88 juta atau sekitar 22,42%.

    Selain itu, Roro mengungkap Indonesia mengekspor kaca ke Uganda sebanyak US$274.000 dengan pangsa sebesar 3,26%.

    Di sisi lain, pada periode yang sama, komoditas yang diimpor Indonesia dari Uganda adalah biji kakao senilai US$44,02 juta dan kulit domba/domba yang telah disamak senilai US$349.000.

    “Komoditas utama kita mencakup baja, termasuk baja tahan karat, minyak nabati, serta kaca. Sementara dari Uganda ke Indonesia, salah satu komoditas utama adalah biji kakao,” tandasnya.

  • Negosiasi Tarif 32% Trump, CSIS Dorong Pemerintah Tawarkan ‘Pemanis’ Non-Ekonomi

    Negosiasi Tarif 32% Trump, CSIS Dorong Pemerintah Tawarkan ‘Pemanis’ Non-Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu memperluas strategi negosiasi dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif yang ditetapkan sebesar 32% per 1 Agustus 2025. Negosiasi bukan hanya mengandalkan insentif ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan instrumen non-ekonomi yang relevan dengan kepentingan Presiden AS Donald Trump.

    Peneliti Departemen Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Habib menilai bahwa selama ini Indonesia cenderung fokus pada economic sweetener atau insentif ekonomi semata dalam upaya menekan tarif AS.

    “Akan lebih baik apabila misalnya pemerintah juga mempertimbangkan aspek-aspek non-ekonomi untuk bernegosiasi dengan Trump. Ada aspek kebijakan luar negeri, beberapa area kerjasama, yang mungkin kita bisa tawarkan,” ujarnya dalam media briefing di Kantor CSIS, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    Habib mencontohkan, sejumlah isu non-ekonomi yang menjadi perhatian utama Trump yaitu imigrasi, pemberantasan narkotika seperti fentanyl, transshipment, serta sikap terhadap kebijakan anti-AS di kawasan. Menurutnya, isu-isu itu bisa dijadikan pintu masuk untuk negosiasi.

    Dia mendorong pemerintah menawarkan kerja sama di bidang-bidang tersebut kepada AS, asalkan tidak menomorduakan kepentingan nasional.

    “Apa yang sangat dipedulikan oleh Trump tentunya adalah konstituennya, maka kita juga harus melakukan pendekatan untuk memahami apa yang sebenarnya bisa menjual di hadapan konstituennya Trump,” paparnya.

    Di luar isu non-ekonomi, Habib juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam perdagangan mineral kritis, khususnya timah, yang bisa menjadi instrumen tawar-menawar penting dalam negosiasi dagang dengan AS.

    Menurutnya, timah dari Indonesia sebenarnya sudah menjadi bahan baku penting bagi perusahaan-perusahaan teknologi besar asal AS seperti Apple, Microsoft, hingga Nvidia meski tanpa adanya perjanjian khusus terkait mineral kritis.

    Dia juga mencatat bahwa Executive Order terkait tarif yang diterbitkan AS secara spesifik mengecualikan mineral kritis mentah dari pengenaan tarif tinggi.

    “Ini yang kemudian perlu dikomunikasikan lebih lanjut bagaimana misalnya Indonesia dan AS bisa bekerjasama untuk eksplorasi soal critical mineral ini,” ungkapnya.

    Indonesia Kena Tarif 32%

    Adapun Trump mengumumkan bahwa Indonesia akan tetap dikenakan tarif resiprokal sebesar 32% pada 1 Agustus 2025 melalui surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025).

    Sebagai perbandingan, Thailand dikenakan tarif 36%, Kamboja 36%, Bangladesh 35%, Myanmar 40%, Laos 40%. Sementara itu, Malaysia, Korea Selatan, Jepang dikenakan tarif 25%.

    Tanggapi keputusan itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berada di Washington sejak Rabu (9/7/2025) waktu setempat untuk melanjutkan negosiasi tarif. Airlangga dijadwalkan akan bertemu dengan perwakilan USTR (Kantor Perwakilan Dagang AS), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent.

    Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menyampaikan bahwa pemerintah masih berupaya keras melobi AS untuk menurunkan tarif resiprokal 32% yang diumumkan Trump.

    Dia menegaskan bahwa angka 32% tersebut belum final karena masih ada ruang negosiasi yang terbuka, setidaknya sebelum berlaku pada 1 Agustus 2025 seperti yang diumumkan Trump.

    “Targetnya kita [setara dengan yang] rendah di Asean atau mungkin lebih rendah,” ujar Haryo dalam keterangan pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

  • Kemendag Dorong Penguatan Kerja Sama Dagang RI-Uganda

    Kemendag Dorong Penguatan Kerja Sama Dagang RI-Uganda

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong penguatan kerja sama perdagangan Indonesia dan Uganda di tengah tensi geopolitik.

    Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri dalam acara bertajuk Pearl of Africa Business Forum – Indonesia Chapter Exploring Strategic Investment Opportunities in Uganda’s Key Sectors di Park Hyatt, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

    “Seperti yang kita ketahui, meskipun terdapat ketidakpastian ekonomi global dan situasi geopolitik yang menantang saat ini, hubungan bilateral antara Indonesia dan Uganda tetap cukup kuat,” ujar Roro.

    Secara umum, Roro menuturkan bahwa total perdagangan antara Indonesia dan Uganda menunjukkan tren peningkatan sebesar 47,25% dari 2020–2024, yakni dari US$8,93 juta pada 2020 menjadi US$55,35 juta pada 2024.

    Teranyar, total perdagangan Indonesia—Uganda mencapai US$52,82 juta pada Januari—April 2025. Kendati demikian, Roro mengakui neraca perdagangan Indonesia—Uganda masih didominasi impor dari Uganda sepanjang empat bulan pertama 2025.

    Secara terperinci, pada Januari—April 2025, nilai ekspor Indonesia ke Urganda hanya mencapai US$8,4 juta. Di sisi lain, nilai impor dari Uganda ke Indonesia US$44,39 juta.

    “Dari angka-angka ini, saya percaya masih banyak peluang yang dapat kita kembangkan dan eksplorasi lebih lanjut untuk mendorong peningkatan kerja sama perdagangan [Indonesia—Uganda] di masa mendatang,” ujarnya.

    Sepanjang Januari—April 2025, ekspor Indonesia ke Uganda didominasi komoditas baja dan stainless senilai US$5,8 juta dengan pangsa 68,87%. Komoditas lain yang diekspor ke Urganda adalah minyak nabati yang nilainya mencapai US$1,88 juta atau sekitar 22,42%.

    Selain itu, Roro mengungkap Indonesia mengekspor kaca ke Uganda sebanyak US$274.000 dengan pangsa sebesar 3,26%.

    Di sisi lain, pada periode yang sama, komoditas yang diimpor Indonesia dari Uganda adalah biji kakao senilai US$44,02 juta dan kulit domba/domba yang telah disamak senilai US$349.000.

    “Komoditas utama kita mencakup baja, termasuk baja tahan karat, minyak nabati, serta kaca. Sementara dari Uganda ke Indonesia, salah satu komoditas utama adalah biji kakao,” pungkasnya.

  • Uganda Bocorkan Alasan Incar Indonesia jadi Mitra Dagang

    Uganda Bocorkan Alasan Incar Indonesia jadi Mitra Dagang

    Bisnis.com, JAKARTA – Duta Besar Uganda untuk Malaysia, Betty Oyela Bigombe mengungkap alasan negaranya berupaya untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan Indonesia.

    Bigombe menuturkan peningkatan kerja sama bilateral dengan Indonesia akan mendorong keselarasan strategis dan pertumbuhan ekonomi bersama. Selain itu, Uganda ingin menciptakan kemitraan yang melampaui sektor perdagangan dengan mencakup inovasi, keberlanjutan, dan pembangunan yang inklusif.

    “Indonesia merupakan ekonomi terbesar di kawasan Asean, anggota G20, sekaligus pemimpin dalam kerja sama Selatan-Selatan (south-south cooperation). Hal ini yang menjadikannya sebagai mitra strategis utama bagi Uganda,” jelas Dubes Bigombe yang juga terakreditasi di Indonesia dalam Uganda-Indonesia Business Forum di Jakarta pada Kamis (10/7/2025).

    Dia menuturkan, upaya peningkatan kerja sama dagang dan investasi dengan Indonesia salah satunya didasarkan oleh sejarah hubungan yang cukup panjang antara kedua negara. Hal tersebut salah satunya berasal dari kerja sama kedua negara dalam Gerakan Non Blok (GNB).

    Selain itu, Uganda memandang Indonesia merupakan salah satu aktor regional dan internasional yang penting. Hal tersebut juga diperkuat dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tengah tumbuh dan memunculkan peluang-peluang kerja sama.

    Sementara itu, Menteri Perdagangan Uganda Wilson Mbasu Mbadi menambahkan kemitraan yang bermakna dibangun atas dasar nilai, kepercayaan, dan kepentingan bersama. Dia menuturkan, Indonesia telah lama menjadi mitra pembangunan bagi Uganda.

    Mbadi menjelaskan, ekspor Indonesia ke Uganda hingga Juni 2025 mencapai US$16,8 juta yang mencakup barang-barang seperti besi, baja, mesin, serta obat-obatan.

    Sementara itu, ekspor Uganda ke Indonesia pada rentang waktu Yang sama adalah sebesar US$39,43 juta. Ekspor-ekspor Uganda ke Indonesia mencakup komoditas seperti kakao, minyak nabati (oilseeds), kulit hewan dan lainnya.

    Uganda mendorong peningkatan ekspor produk unggulan seperti kopi, teh, vanilla, ikan air tawar, susu, buah, dan bunga. Menurutnya, ketidakseimbangan perdagangan tersebut seharusnya tidak menjadi kekhawatiran.

    “Karena ini akan membuka peluang bagi Indonesia dan Uganda untuk meningkatkan volume ekspor dan mendiversifikasi produk ekspor, termasuk kopi, teh, vanila, dan ikan air tawar berkualitas tinggi,” pungkasnya.

  • Rupiah menguat karena respons positif pasar atas negosiasi tarif RI-AS

    Rupiah menguat karena respons positif pasar atas negosiasi tarif RI-AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat karena respons positif pasar atas negosiasi tarif RI-AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 10 Juli 2025 – 18:10 WIB

    Elshinta.com – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi respons positif pasar terhadap pemerintah yang memastikan proses negosiasi perihal kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen masih terus berjalan.

    “Bahkan, komunikasi kedua belah pihak terus dibangun agar mendapatkan win-win solution,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Kamis di Jakarta menguat sebesar 34 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.224 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.258 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.220 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.254 per dolar AS.

    Indonesia dan Amerika Serikat (AS) telah sepakat untuk melanjutkan perundingan tarif dalam tiga minggu ke depan guna memastikan hasil yang terbaik bagi kedua belah pihak.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang juga ditunjuk sebagai delegasi Pemerintah Indonesia, melaksanakan pertemuan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Kepala Kantor Perwakilan Dagang (United States Trade Representative/USTR) Jamieson Greer di Washington D.C, AS.

    Delegasi Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima oleh Pemerintah AS untuk membahas kelanjutan kesepakatan tarif, menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif 32 persen terhadap Indonesia pada 7 Juli 2025.

    Dalam pertemuan itu, Airlangga mengapresiasi atas proses negosiasi yang selama ini berjalan konstruktif dengan pihak AS.

    Perundingan mencakup isu-isu tarif, hambatan non-tarif, ekonomi digital, keamanan ekonomi, serta kerja sama komersial dan investasi.

    Indonesia dan AS juga melihat potensi besar untuk memperluas kerja sama di sektor strategis seperti mineral kritis.

    “Sejak tarif dasar 32 persen diberlakukan atas sejumlah produk ekspor Indonesia pasca keanggotaan di BRICS, pemerintah aktif menyusun skema untuk meredam dampaknya, termasuk dengan opsi deregulasi hingga peningkatan impor dari AS. Namun, hingga kini belum ada sinyal perubahan dari Washington,” ujar Ibrahim.

    Terkait sentimen dari global, sebagian besar pejabat Federal Reserve (The Fed) disebut menduga penurunan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) berikutnya dengan alasan tekanan inflasi yang sudah mereda, serta potensi pelemahan ekonomi dan pasar tenaga kerja. Beberapa pejabat The Fed lainnya tidak melihat perlunya perubahan kebijakan pada tahun 2025.

    Sumber : Antara

  • Wamendag kembali tekankan perluasan pasar selama negosiasi tarif AS

    Wamendag kembali tekankan perluasan pasar selama negosiasi tarif AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Wamendag kembali tekankan perluasan pasar selama negosiasi tarif AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 10 Juli 2025 – 20:23 WIB

    Elshinta.com – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Astuti kembali menekankan bahwa pemerintah saat ini terus memperluas akses pasar ekspor produk domestik ke negara lain selama proses negosiasi tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS).

    Dirinya di Jakarta, Kamis menyampaikan upaya yang dilakukan pihaknya untuk memperluas akses pasar ekspor yakni dengan memperkuat dan mengakselerasi negosiasi perdagangan dengan negara lain, salah satunya Tunisia yang dalam waktu dekat perjanjian kerja sama perdagangan akan segera diratifikasi.

    “Tahun ini, Insya Allah ratifikasi,” katanya.

    Wamen Roro menyampaikan, selain Tunisia, pemerintah juga tengah melakukan negosiasi dagang dengan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), Srilanka, ASEAN-Canada Free Trade Agreement (FTA), Turki, serta pasar bersama Negara Selatan/Mercosur.

    Disampaikannya saat ini, Indonesia memiliki 19 perjanjian kerja sama pasar bebas atau perjanjian partner ekonomi komprehensif (CEPA) yang sudah mencakup negara ASEAN, China, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Pakistan, dan Chili.

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan pemerintah telah menyelesaikan berbagai perundingan perdagangan strategis untuk memperluas akses ekspor ke kawasan nontradisional.

    Beberapa di antaranya yakni perjanjian dagang Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA), Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Area (I-EAEU FTA), serta perjanjian dagang dengan Tunisia.

    “Perundingan IUAE-CEPA dan I-EAEU FTA sudah selesai. Tunisia juga sudah selesai bulan ini. Itu semua pasar-pasar besar yang bisa kita masuki,” ujarnya.

    Langkah tersebut, menurut Budi, merupakan bentuk antisipasi terhadap potensi gangguan pasokan atau permintaan dari pasar yang terdampak konflik.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan tetap mengenakan tarif impor 32 persen kepada Indonesia, tidak berubah dari nilai “tarif resiprokal” yang diumumkan sebelumnya pada April lalu, meski proses negosiasi dengan pihak Indonesia terus berlangsung intensif.

    “Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan Tarif kepada Indonesia hanya sebesar 32 persen untuk semua produk Indonesia yang dikirimkan ke Amerika Serikat, terpisah dari Tarif Sektoral lain,” kata Trump dalam surat berkop Gedung Putih tertanggal 7 Juli yang ditujukan kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

    Sumber : Antara

  • Tom Lembong Ditahan Sewenang-wenang, Geizs Chalifah: Kekuasaan Bukan Pemilik Kebenaran

    Tom Lembong Ditahan Sewenang-wenang, Geizs Chalifah: Kekuasaan Bukan Pemilik Kebenaran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Komisaris Ancol, Geizs Chalifah, angkat suara usai menghadiri sidang pembacaan pledoi mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/7/2025) kemarin.

    Geizs, yang hadir bersama Anies Baswedan dan sejumlah tokoh lainnya, blak-blakan soal tekanan politik yang disebutnya kian brutal.

    “Kami tak dilahirkan untuk menjadi penyembah berhala,” kata Geizs di akun Facebook pribadinya, Kamis (10/7/2025).

    Dikatakan Geizs, sejak Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, berbagai tekanan terus dirasakan.

    Ia bahkan menyebut telah menyaksikan sendiri kejahatan demi kejahatan yang dilakukan untuk menjegal kelompoknya.

    “Berbagai cara dilakukan. Waktu demi waktu, tekanan datang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Caranya macam-macam,” ucapnya.

    Ia kemudian membeberkan sederet insiden yang menurutnya merupakan bagian dari orkestrasi kejahatan rezim.

    Mulai dari insiden di GBK, awal pandemi Covid-19, bansos, hingga Formula E yang terus dipersoalkan.

    “Banjir, isu ambulance bawa batu, KPK, JIS, rumput stadion, akses bus pemain, semua itu bagian dari skenario mereka,” Geizs menuturkan.

    Tak hanya itu, Geizs juga menyinggung soal Pilpres 2024 yang menurutnya penuh dengan penghalangan terhadap kubu Anies Baswedan.

    “Penghalangan di Pilpres jelas terlihat. Dan sekarang, Tom Lembong pun harus dipenjarakan,” tegasnya.

    Lebih jauh, Geizs menerangkan bahwa semua itu tercatat dalam sejarah.

    Ia menuding ada pihak-pihak yang saat ini tersenyum puas dengan segala upaya yang dilakukan untuk menekan lawan politik.