Kementrian Lembaga: Kemenag

  • Isak tangis sang istri pecah saat di samping jenazah Suryadharma Ali

    Isak tangis sang istri pecah saat di samping jenazah Suryadharma Ali

    Jakarta (ANTARA) – Istri mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, Wardhatul Asriah tak kuasa menahan tangis saat duduk di samping jenazah suaminya yang disemayamkan di rumah duka.

    Isak tangis keluarga dan kerabat pun terdengar sejak jenazah Suryadharma Ali tiba di kediamannya di Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 30, Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis.

    Sejumlah tokoh dan pelayat berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum yang dikenal luas.

    Selain itu, pihak keluarga diberi kesempatan untuk melihat wajah almarhum Suryadharma sebelum dimandikan.

    Momen itulah yang membuat sang istri terus mengeluarkan air mata saat meratapi wajah suami tercintanya.

    Menteri Agama RI periode 2009-2014 Suryadharma Ali meninggal dunia pada Kamis sekitar pukul 04.18 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta.

    “Mohon ikhlas doanya, semoga Allah SWT menganugerahi tempat yang mulia bagi almarhum. Semoga almarhum senantiasa berlimpah rahmah,” demikian pesan yang disampaikan keluarga dekat Almarhum.

    Almarhum disemayamkan di rumah duka di Jalan Cipinang Cempedak I No.30, Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13340.

    Sementara pemakaman akan digelar di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum Jl. KH. Ahmad. Kp. Mariuk, Rt 002/008, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Isak tangis sang istri pecah saat di samping jenazah Suryadharma Ali

    Isak tangis sang istri pecah saat di samping jenazah Suryadharma Ali

    Jakarta (ANTARA) – Istri mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, Wardhatul Asriah tak kuasa menahan tangis saat duduk di samping jenazah suaminya yang disemayamkan di rumah duka.

    Isak tangis keluarga dan kerabat pun terdengar sejak jenazah Suryadharma Ali tiba di kediamannya di Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 30, Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis.

    Sejumlah tokoh dan pelayat berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum yang dikenal luas.

    Selain itu, pihak keluarga diberi kesempatan untuk melihat wajah almarhum Suryadharma sebelum dimandikan.

    Momen itulah yang membuat sang istri terus mengeluarkan air mata saat meratapi wajah suami tercintanya.

    Menteri Agama RI periode 2009-2014 Suryadharma Ali meninggal dunia pada Kamis sekitar pukul 04.18 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta.

    “Mohon ikhlas doanya, semoga Allah SWT menganugerahi tempat yang mulia bagi almarhum. Semoga almarhum senantiasa berlimpah rahmah,” demikian pesan yang disampaikan keluarga dekat Almarhum.

    Almarhum disemayamkan di rumah duka di Jalan Cipinang Cempedak I No.30, Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13340.

    Sementara pemakaman akan digelar di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum Jl. KH. Ahmad. Kp. Mariuk, Rt 002/008, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006 Nasional 31 Juli 2025

    Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006
    Peneliti & Assessor pada IISA Assessment Consultancy & Research Centre
    KITA
    kembali menyaksikan drama usang yang dipentaskan di panggung kebangsaan. Pembubaran paksa aktivitas di rumah doa di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (27/7) petang lalu, adalah episode terbaru dari serial panjang yang menyakitkan.
    Peristiwa ini, yang memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, bukanlah anomali atau insiden tunggal.
    Ia adalah semacam “déjà vu”, pengulangan dari pola
    intoleransi
    yang selama bertahun-tahun telah menggerogoti fondasi kerukunan kita.
    Pola ini tercatat dalam sejarah kelam persekusi, mulai dari penyegelan GKI Yasmin di Bogor, penolakan Gereja Filadelfia di Bekasi, hingga pengusiran dan ancaman senjata tajam terhadap jemaat di Sampang, Madura, dan berbagai daerah lainnya (Akurat.co, 13/10/2023).
    Setiap kali insiden baru meletus, seperti yang juga terjadi di Sukabumi belum lama ini, kita seolah terjebak dalam siklus yang sama: kekerasan terjadi, negara mengeluarkan respons seremonial, lalu semua kembali senyap menunggu ledakan berikutnya.
    Siklus ini dimulai dengan respons negara yang dapat ditebak. Menanggapi insiden di Padang, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama segera mengeluarkan pernyataan resmi.
    Isinya adalah ungkapan “keprihatinan mendalam”, disertai ajakan agar semua pihak mengedepankan dialog, menahan diri, dan menyelesaikan masalah melalui jalur hukum, bukan dengan main hakim sendiri (Kemenag.go.id, 24/7/2025).
    Tentu, imbauan ini bermaksud baik. Namun, dalam konteks kekerasan yang terus berulang, narasi ini terdengar lemah dan pasif.
    Ia menempatkan negara pada posisi sebagai mediator yang berjarak, bukan sebagai pemegang mandat Konstitusi yang wajib hadir secara tegas untuk melindungi setiap tetes darah dan rasa aman warga negaranya.
    Pendekatan ini lebih terasa sebagai prosedur standar pasca-kejadian ketimbang strategi pencegahan yang berwibawa.
    Sikap negara yang cenderung normatif ini kontras secara tajam dengan desakan dari kelompok masyarakat sipil.
    Amnesty International Indonesia, misalnya, tidak hanya mengecam keras perusakan di Padang, tetapi juga menunjuk langsung pada “kegagalan negara” dalam memberikan jaminan perlindungan.
    Mereka menuntut adanya “pengusutan tuntas” untuk memutus apa yang disebut sebagai “siklus impunitas”, di mana para pelaku persekusi kerap tidak tersentuh proses hukum yang adil, sehingga merasa leluasa untuk mengulangi perbuatannya (Amnesty.id, 25/7/2025).
    Kesenjangan cara pandang ini sangat fundamental. Di satu sisi, negara berbicara tentang “kerukunan”, sebuah konsep sosiologis.
    Di sisi lain, Amnesty berbicara tentang “hak asasi manusia”, sebuah kewajiban hukum yang mengikat.
     
    Selama negara belum bergeser dari sekadar mengimbau kerukunan menjadi penjamin aktif hak, maka rumah-rumah ibadah kelompok minoritas akan selalu berada dalam bayang-bayang ancaman.
    Di tengah pesimisme ini, secercah harapan sempat muncul. Merespons insiden serupa di Sukabumi, Kementerian Agama secara terbuka mengakui adanya kekosongan hukum dan mengumumkan rencana untuk menyiapkan “regulasi khusus rumah doa” (Kemenag.go.id, 1/8/2025).
    Pernyataan ini, pada tingkat permukaan, adalah kemajuan. Ia merupakan pengakuan implisit bahwa kerangka regulasi yang ada saat ini, yaitu Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, memang terbukti gagal.
    PBM 2006 telah menciptakan realitas pahit di mana banyak komunitas agama, terutama dari kelompok minoritas, tidak mampu memenuhi persyaratan administratifnya yang luar biasa berat.
    Akibatnya, mereka terpaksa menggunakan rumah tinggal sebagai “rumah doa”, sebuah status legal yang ambigu dan membuat mereka sangat rentan terhadap persekusi dengan dalih “tidak berizin”.
    Akan tetapi, janji hadirnya regulasi baru ini wajib kita kawal dengan skeptisisme yang sehat. Pertanyaan kritis harus diajukan: Apakah regulasi ini akan benar-benar menjadi jalan keluar, atau hanya akan menjadi labirin birokrasi baru?
    Apakah ia akan menghapus atau setidaknya mengurangi syarat persetujuan warga sekitar yang selama ini menjadi biang keladi utama konflik?
    Tanpa kejelasan substansi, janji ini bisa jadi hanyalah respons reaktif untuk meredam kemarahan publik sesaat.
     
    Sebab, akar masalah sesungguhnya bukanlah ketiadaan satu regulasi tambahan untuk “rumah doa”, melainkan keberadaan regulasi induk, PBM 2006, yang secara filosofis dan praktis justru menyuburkan diskriminasi.
    PBM 2006, dengan klausul yang mensyaratkan adanya dukungan dari 90 orang warga jemaat dan 60 orang warga sekitar yang disetujui oleh kepala desa, telah terbukti menjadi instrumen penolakan yang efektif bagi kelompok mayoritas.
    Syarat persetujuan warga inilah yang mengubah proses administratif menjadi kontestasi politik lokal yang rawan intimidasi.
    Berbagai penelitian, termasuk dari SETARA Institute, secara konsisten menunjukkan bahwa mayoritas sengketa pendirian rumah ibadah berakar dari pasal-pasal karet dalam PBM ini.
    Menciptakan “regulasi khusus” tanpa menyentuh jantung persoalan pada PBM 2006 ibarat membangun tanggul kecil di hilir sungai, sementara bendungan utama di hulu sudah retak dan siap jebol.
    Oleh karena itu, jika kita serius ingin memutus siklus intoleransi ini, arah tuntutan publik harus lebih tajam dan mendasar.
    Pertama, mendesak transparansi total dalam proses penyusunan “regulasi khusus rumah doa” dengan pelibatan aktif dari komunitas-komunitas korban dan organisasi masyarakat sipil.
    Kedua, tidak berhenti di situ, tetapi terus menyuarakan agenda utama: revisi menyeluruh atau pencabutan total PBM 2006.
    Hak untuk beribadah adalah hak konstitusional, bukan hadiah yang diberikan atas belas kasihan atau persetujuan tetangga. Mekanismenya harus diubah dari perizinan yang rumit menjadi pemberitahuan (notifikasi) yang sederhana.
    Pada akhirnya, kita harus menolak untuk terus menerus menjadi penonton drama usang ini. Cukup sudah ritual keprihatinan dan janji-janji manis pasca-insiden.
    Tolok ukur keberhasilan negara bukanlah pada seberapa cepat mereka mengeluarkan rilis pers yang menenangkan, melainkan pada nihilnya berita tentang rumah ibadah yang disegel, jemaat yang dibubarkan, dan rasa takut yang menghantui warganya saat hendak beribadah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sosok Suryadharma Ali di Mata Hakim Konstitusi Arsul Sani: Sifatnya Selalu Khusnudzon – Page 3

    Sosok Suryadharma Ali di Mata Hakim Konstitusi Arsul Sani: Sifatnya Selalu Khusnudzon – Page 3

    Arsul menambahkan, sebagai ketua umum PPP, kala itu SDA sering berdiskusi tentang persoalan hukum. Bukan sebagai atasan dan anak buah, melainkan rekan yang saling mengisi. 

    “Selama menjadi pengurus PPP dibawah beliau sebagai ketua umum, setiap diskusi isu hukum dengan beliau, maka itu sebagai obrolan antar teman, tidak model percakapan pimpinan dan ank buah,” ungkap Arsul. 

    Mendoakan mendiang SDA, Arsul memanjatkan doa terbaik agar almarhum diterima di sisi-Nya. “Buat saya wafatnya beliau tentu sebuah kehilangan, namun saya percaya beliau husnul khotimah,” dia menandasi.

    Diberitakan sebelumnya, Mantan Menteri Agama RI, Suryadharma Ali dikabarkan meninggal dunia. Dia disebut tutup usia hari ini, Kamis (31/7/2025) pukul 04.18 WIB.

    Akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) membenarkan kabar duka tersebut.

    “Meninggal pada hari Kamis, 31 Juli 2025, pukul 04.18 WIB di RS. Mayapada Jakarta,” tulis akun @bimasislam, dikutip Liputan6.com, Kamis pagi.

     

  • PPP instruksikan kader shalat ghaib untuk doakan Suryadharma Ali

    PPP instruksikan kader shalat ghaib untuk doakan Suryadharma Ali

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi menginstruksikan seluruh kader partai melaksanakan shalat ghaib dan tahlil untuk mendoakan Suryadharma Ali yang meninggal dunia pada Kamis pagi ini.

    “Kami menginstruksikan kepada seluruh kader untuk melaksanakan shalat ghaib dan tahlil untuk almarhum,” kata Arwani saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Arwani menjelaskan hal tersebut layak dilakukan karena Suryadharma Ali merupakan sosok berpengaruh yang sangat dihargai di kalangan internal PPP.

    Dia melanjutkan bahwa mantan Menteri Agama itu merupakan mantan Ketua Umum PPP selama dua periode, yakni tahun 2007-2012 dan 2012-2016.

    Menurut dia, seluruh buah pikiran dan karya baik Surya Dharma Ali dapat dikenang dan diteruskan generasi penerus demi memajukan bangsa.

    Suryadharma Ali dinyatakan meninggal dunia pada Kamis pagi setelah beberapa waktu sebelumnya menjalani perawatan di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan.

    “Bapak Drs. Suryadharma Ali, M.Si pada hari ini, Kamis, 31 Januari 2025, pukul 04.25 WIB, meninggal dunia di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan,” kata Arwani.

    Arwani menjelaskan jenazah Suryadharma Ali rencananya disemayamkan di rumah duka Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 30, Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

    “Lalu insyaallah akan dimakamkan nanti bakda dhuhur di Kompleks Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Jalan K.H. Ahmad, Kampung Mariuk, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi,” ujar Arwani.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Berita Duka, Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Tutup Usia

    Berita Duka, Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Tutup Usia

    Bisnis.com, Jakarta — Eks Menteri Agama Suryadharma Ali meninggal dunia pada hari ini Kamis 31 Juli 2025.

    Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M. Thobahul Aftoni membenarkan hal tersebut. Dia menjelaskan bahwa mantan Menteri Agama Suryadharma Ali tutup usia sekitar pukul 04.25 WIB di RS Mayapada Kuningan Jakarta Selatan.

    “Iya benar, beliau tutup usia,” tuturnya saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    Thobahul menjelaskan bahwa almarhum Suryadharma Ali bakal disemayamkan di rumah duka yang beralamat di Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 30, Jatinegara Jakarta Timur.

    “Nanti dimakamkan di pondok pesantren Miftahul’Ulum Cikarang Barat Bekasi ba’da Zuhur,” katanya.

    Dia mendoakan ibadah dan amal perbuatan almarhum Suryadharma diterima Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran.

    “Semoga diampuni segala dosa-dosanya,” ujarnya.

  • Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia Nasional 31 Juli 2025

    Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Menteri Agama (Menag) RI periode 2009-2014 yang juga politikus senior PPP
    Suryadharma Ali
    meninggal dunia pada Kamis (31/7/2025) pagi.
    Kabar tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara PPP Usman M Tokan saat dihubungi
    Kompas.com
    .
    Usman menyampaikan bahwa Suryadharma Ali mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 04.25 WIB.
    “Iya benar, Mas. Telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak DRS H Suryadharma Ali, M.SI pada hari ini, Kamis 31 Juli 2025 pukul 04.25 WIB. Di RS Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan,” ujar Usman, Kamis.
    Berdasarkan informasi yang didapatkan Usman, Suryadharma Ali akan disemayamkan di rumah duka yang berlokasi di Jalan Cipinang Cempedak I No 30, Jatinegara, Jakarta Timur, Daerah.
    “Dan akan dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum, Jalan KH. Ahmad. Kp. Mariuk, Rt 002/008, Ds Gandasari. Kec. Cikarang Barat, Kab. Bekasi pada ba’da Zuhur,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia Nasional 31 Juli 2025

    Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali Meninggal Dunia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Menteri Agama (Menag) RI periode 2009-2014 yang juga politikus senior PPP
    Suryadharma Ali
    meninggal dunia pada Kamis (31/7/2025) pagi.
    Kabar tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara PPP Usman M Tokan saat dihubungi
    Kompas.com
    .
    Usman menyampaikan bahwa Suryadharma Ali mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 04.25 WIB.
    “Iya benar, Mas. Telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak DRS H Suryadharma Ali, M.SI pada hari ini, Kamis 31 Juli 2025 pukul 04.25 WIB. Di RS Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan,” ujar Usman, Kamis.
    Berdasarkan informasi yang didapatkan Usman, Suryadharma Ali akan disemayamkan di rumah duka yang berlokasi di Jalan Cipinang Cempedak I No 30, Jatinegara, Jakarta Timur, Daerah.
    “Dan akan dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum, Jalan KH. Ahmad. Kp. Mariuk, Rt 002/008, Ds Gandasari. Kec. Cikarang Barat, Kab. Bekasi pada ba’da Zuhur,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    GELORA.CO –  Pemahaman Islam di Indonesia yang mengusung semangat perdamaian atau rahmatan lil alamin di lirik internasional. Misalnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengimpor ustad atau guru ngaji dari Indonesia. Mereka bertugas untuk mengajari imam-imam di kedua negara itu. 

    Informasi tersebut disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar saat menghadiri Halaqah Musyawarah Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Jakarta (30/7). Dia mengatakan pemahaman atau nafas Islam di Indonesia kompatibel dengan negara-negara lain. Termasuk negara dengan umat Islam yang minoritas. 

    “United Kingdom (UK) meminta training imam dari Indonesia,” katanya. Permintaan itu disampaikan pemerintah Inggris saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke sana beberapa waktu lalu. Indonesia menyanggupi itu, dengan mengirim ustadz, imam, atau mubaligh untuk menjadi mentor imam-imam di Inggris Raya. 

    Begitu pula dengan di AS. Nasaruddin mengatakan ada permintaan serupa. Dengan jumlah penduduk Islam yang terus bertambah di negara super power itu, jumlah imam ikut bertambah. Pemerintah AS juga meminta pengiriman ustad atau ulama untuk mengajari agama imam-imam di sana. 

    Seperti diketahui populasi Islam di Inggris Raya, AS, dan sejumlah negara barat mengalami lonjakan signifikan. Sehingga jumlah imam atau pemuka agama di sana ikut meningkat. Begitupun dengan keberadaan masjid, juga semakin banyak. 

    Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, kualitas Islam Indonesia yang begitu ramah dan toleran, tidak hanya diakui negara-negara barat. Di negara Timur Tengah juga mengakui semangat Islam di Indonesia sangat positif. 

    Nasaruddin mengatakan Qatar dan Uni Emirat Arab meminta Indonesia mengirimkan imam ke sana. Bahkan jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar 250 orang. “Kenapa mereka tidak meminta imam-imam dari Mesir atau Turki. Tetapi memilih dari Indonesia,” jelas mantan Wakil Menteri Agama itu. Dia menegaskan kondisi itu mencerminkan bahwa Islam di Indonesia cocok dengan budaya manapun. Baik itu di barat yang cenderung sekuler maupun di Timue Tengah. 

    Menurut Nasaruddin Islam di Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah. Indonesia sebagai negara maritim atau kepulauan, mempunyai budaya yang ramah. Sehingga ketika Islam hadir di Indonesia, maka menghasilkan semangat beragama yang ramah. 

    Berbeda saat Islam berada di negara kontinental. Budayanya cukup keras. “Oleh karena itu, Nabi-Nabi diturunkan di negara-negara kontinental. Kalau di Indonesia (sebagai negara maritim) tidak perlu nabi, cukup ustad,” jelas Kamaruddin disambut riuh undangan yang hadir. 

    Dia berpesan kepada anggota ISNU yang merupakan komunitas akademisi, untuk memperkuat pendidikan di Indonesia. Khususnya pendidikan agama Islam atau Islam Studies. Nasaruddin menegaskan saat ini sudah tidak nyaman belajar agama Islam di negara-negara Timur Tengah. Karena banyak perang. Sebaliknya belajar Islam Studies di Indonesia, pelajar dari penjuru dunia akan merasakan ketenangan.

    Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum ISNU Kamaruddin Amin menegaskan siap berkolaborasi dengan pemerintah. Khususnya di layanan pendidikan. Diantara yang dia soroti adalah angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang masih sekitar 40 persen. Padahal untuk jadi negara maju, APK pendidikan tinggi minimal 60 persen. 

  • Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    Inggris dan AS Impor Ustad dari Indonesia untuk Ajarkan Islam Nusantara

    GELORA.CO –  Pemahaman Islam di Indonesia yang mengusung semangat perdamaian atau rahmatan lil alamin di lirik internasional. Misalnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengimpor ustad atau guru ngaji dari Indonesia. Mereka bertugas untuk mengajari imam-imam di kedua negara itu. 

    Informasi tersebut disampaikan Menteri Agama Nasaruddin Umar saat menghadiri Halaqah Musyawarah Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Jakarta (30/7). Dia mengatakan pemahaman atau nafas Islam di Indonesia kompatibel dengan negara-negara lain. Termasuk negara dengan umat Islam yang minoritas. 

    “United Kingdom (UK) meminta training imam dari Indonesia,” katanya. Permintaan itu disampaikan pemerintah Inggris saat kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke sana beberapa waktu lalu. Indonesia menyanggupi itu, dengan mengirim ustadz, imam, atau mubaligh untuk menjadi mentor imam-imam di Inggris Raya. 

    Begitu pula dengan di AS. Nasaruddin mengatakan ada permintaan serupa. Dengan jumlah penduduk Islam yang terus bertambah di negara super power itu, jumlah imam ikut bertambah. Pemerintah AS juga meminta pengiriman ustad atau ulama untuk mengajari agama imam-imam di sana. 

    Seperti diketahui populasi Islam di Inggris Raya, AS, dan sejumlah negara barat mengalami lonjakan signifikan. Sehingga jumlah imam atau pemuka agama di sana ikut meningkat. Begitupun dengan keberadaan masjid, juga semakin banyak. 

    Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, kualitas Islam Indonesia yang begitu ramah dan toleran, tidak hanya diakui negara-negara barat. Di negara Timur Tengah juga mengakui semangat Islam di Indonesia sangat positif. 

    Nasaruddin mengatakan Qatar dan Uni Emirat Arab meminta Indonesia mengirimkan imam ke sana. Bahkan jumlahnya cukup besar, mencapai sekitar 250 orang. “Kenapa mereka tidak meminta imam-imam dari Mesir atau Turki. Tetapi memilih dari Indonesia,” jelas mantan Wakil Menteri Agama itu. Dia menegaskan kondisi itu mencerminkan bahwa Islam di Indonesia cocok dengan budaya manapun. Baik itu di barat yang cenderung sekuler maupun di Timue Tengah. 

    Menurut Nasaruddin Islam di Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan Islam di Timur Tengah. Indonesia sebagai negara maritim atau kepulauan, mempunyai budaya yang ramah. Sehingga ketika Islam hadir di Indonesia, maka menghasilkan semangat beragama yang ramah. 

    Berbeda saat Islam berada di negara kontinental. Budayanya cukup keras. “Oleh karena itu, Nabi-Nabi diturunkan di negara-negara kontinental. Kalau di Indonesia (sebagai negara maritim) tidak perlu nabi, cukup ustad,” jelas Kamaruddin disambut riuh undangan yang hadir. 

    Dia berpesan kepada anggota ISNU yang merupakan komunitas akademisi, untuk memperkuat pendidikan di Indonesia. Khususnya pendidikan agama Islam atau Islam Studies. Nasaruddin menegaskan saat ini sudah tidak nyaman belajar agama Islam di negara-negara Timur Tengah. Karena banyak perang. Sebaliknya belajar Islam Studies di Indonesia, pelajar dari penjuru dunia akan merasakan ketenangan.

    Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum ISNU Kamaruddin Amin menegaskan siap berkolaborasi dengan pemerintah. Khususnya di layanan pendidikan. Diantara yang dia soroti adalah angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia yang masih sekitar 40 persen. Padahal untuk jadi negara maju, APK pendidikan tinggi minimal 60 persen.