Perjalanan Sandra Dewi Tolak Asetnya Dirampas di Kasus Harvey Moeis
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Aktris Sandra Dewi mengajukan keberatan atas penyitaan terhadap sejumlah asetnya dalam kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret nama suaminya, Harvey Moeis.
Keberatan yang diajukan Sandra Dewi kini tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sandra Dewi dalam persidangan menyebutkan, aset-aset pribadinya itu didapatkan secara pribadi melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis.
Namun, aset-aset ini tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
Lantas, bagaimana duduk perkara aset Sandra Dewi yang juga disita dalam kasus korupsi tata niaga timah? Berikut rangkumannya:
Sebagai latar belakang, Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra Dewi terseret dalam kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah.
Kasus korupsi timah ini berkembang menjadi salah satu perkara lingkungan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia
Pada Maret 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi.
Kejaksaan menyebut kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun akibat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan ilegal.
Luas lahan yang terdampak diperkirakan mencapai lebih dari 170 juta hektar di kawasan hutan dan non-hutan di wilayah Bangka Belitung.
Suami dari aktris Sandra Dewi itu kini resmi menyandang status terpidana kasus korupsi tata niaga komoditas timah, setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya.
Harvey Moeis dihukum 20 tahun penjara setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya, pada Selasa (1/7/2025).
Selain pidana badan dan denda, ia juga mendapatkan hukuman pidana pengganti dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
Antara Foto / Dhemas Reviyanto Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2024). Sidang tersebut beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
Sebelum penjatuhan hukuman terhadap Harvey Moeis, hakim sepakat dengan jaksa terkait barang-barang yang milik dan terkait Harvey Moeis yang dirampas untuk negara. Termasuk aset atas nama Sandra Dewi.
“Majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa,” kata hakim anggota Jaini Basir saat membacakan pertimbangannya di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
Adapun aset Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang disita adalah sebagai berikut:
Dari keseluruhan aset yang disita, 88 tas mewah, rekening deposito, beberapa mobil, hingga perhiasan disebut atas nama Sandra Dewi.
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Artis Sandra Dewi (kanan) bersiap meberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). Sandra Dewi menjadi saksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra, serta dua terdakwa lainnya, Suparta dan Reza Andriansyah.
Pada Senin (23/12/2024), pengacara Harvey Moeis, Andi Ahmad heran dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memerintahkan semua aset kliennya disita, termasuk atas nama andra Dewi.
Andi mengatakan, Harvey Moeis dan Sandra Dewi telah meneken perjanjian pisah harta. Namun, hakim tetap memerintahkan jaksa untuk merampas aset atas nama Sandra Dewi.
Adapun aset Sandra Dewi yang turut dirampas di antaranya adalah 88 tas branded yang diklaim diperoleh dari endorsement (iklan).
“Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” kata Andi saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
Menurut Andi, perintah penyitaan ini membuat tim kuasa hukum mempertanyakan pertimbangan majelis hakim.
Sebab dalam hukum, perjanjian pisah harta membuat kepemilikan dan penguasaan aset suami istri terpisah. Sementara itu, aset yang sudah dipisah secara hukum tidak bisa dianggap tercampur.
Artinya, kekayaan milik istri yang tidak terjerat hukum tidak bisa dianggap sebagai bagian dari aset sang suami yang menjadi terdakwa dan bisa disita.
Andi menuturkan, tidak sedikit aset kliennya yang diperintahkan majelis hakim kepada jaksa untuk dirampas itu diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana (tempus delicti) korupsi pada tata niaga timah di Bangka Belitung. Adapun tempus delicti tata niaga timah ini terjadi pada kurun 2015-2022.
Deposito senilai Rp 33 miliar, tas branded, dan perhiasan Sandra Dewi misalnya, sudah diperoleh sejak sebelum 2015 dari kerja-kerjanya sebagai model dan aktris.
“Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” tutur Andi.
Kini pada Jumat (17/10/2025), sidang terkait keberatan Sandra Dewi dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung selaku Termohon.
Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku Pemohon maupun jaksa selaku Termohon bergantian mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan proses penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
“Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi. Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini. “Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
Hibnu tetap pada pendiriannya. Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
“Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan
-
/data/photo/2024/10/21/67160955003e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Perjalanan Sandra Dewi Tolak Asetnya Dirampas di Kasus Harvey Moeis Nasional
-

Kejari Kota Pasuruan Tahan 2 Kepala PKBM, Dugaan Korupsi Dana BOP
Pasuruan (beritajatim.com) – Kasus dugaan korupsi dana pendidikan kembali mencoreng dunia belajar di Kota Pasuruan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan resmi menetapkan dua tersangka baru dalam perkara penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) pada lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Dua orang tersebut adalah Ely Harianto (EH), Kepala PKBM Cempaka, dan Luluk Masluhah (LM), Kepala PKBM Suropati. Keduanya kini telah menjalani penahanan di dua lokasi berbeda, EH di Lapas IIB Pasuruan dan LM di Rutan Bangil.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Pasuruan, Deni Niswansyah, menyebut bahwa langkah ini merupakan hasil pengembangan penyelidikan yang sudah dilakukan sejak Juli 2024. Menurutnya, penyidik menemukan banyak kejanggalan dalam laporan keuangan kedua lembaga tersebut.
“Setelah dilakukan pendalaman dan pengumpulan alat bukti, kami menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam penggunaan dana BOP,” terang Deni, Jumat (17/10/2025).
Penyidik menduga keduanya melakukan manipulasi pada Surat Pertanggungjawaban (SPj) yang digunakan untuk mencairkan dana bantuan. Beberapa laporan kegiatan yang diajukan bahkan tidak pernah terlaksana di lapangan.
“Modusnya adalah membuat laporan fiktif dan penggunaan dana tidak sesuai dengan peruntukannya,” tambah Deni. “Dana itu seharusnya digunakan untuk kegiatan belajar masyarakat, bukan kepentingan pribadi.”
Dari hasil audit sementara, Kejari Kota Pasuruan mencatat adanya kerugian negara sebesar Rp697 juta lebih akibat perbuatan dua kepala PKBM itu. Rinciannya, PKBM Suropati menimbulkan kerugian Rp448 juta, sementara PKBM Cempaka sebesar Rp208 juta.
Deni menegaskan, penyidik masih terus melakukan pendalaman terkait kemungkinan keterlibatan pihak lain. “Tidak menutup kemungkinan ada aktor tambahan di balik kasus ini, dan kami akan buka semuanya sesuai bukti yang ada,” tegasnya.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi dana pendidikan di Kota Pasuruan. Sebelumnya, dua tersangka lain dalam kasus serupa, yakni Iswanto dan Jumiyati, telah divonis bersalah oleh pengadilan.
“Kami berkomitmen menegakkan hukum secara tegas tanpa pandang bulu, khususnya terhadap penyimpangan dana pendidikan,” tutup Deni. Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran agar pengelolaan dana publik di sektor pendidikan dilakukan dengan transparan dan bertanggung jawab. (ada/but)
-
/data/photo/2025/10/17/68f201c1f32c1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis Nasional
Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Aktris sekaligus istri terpidana kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, Sandra Dewi, mengajukan keberatan atas penyitaan beberapa aset miliknya yang ikut disita oleh Kejaksaan.
Saat ini, keberatan yang diajukan Sandra Dewi tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hari ini, sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejaksaan Agung selaku termohon.
Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
Sebelum sidang dimulai, ketua majelis hakim, Rios Rahmanto, lebih dahulu memeriksa identitas dari ahli.
“Ahli kenal dengan pemohon Sandra Dewi?” tanya Hakim Rios dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jumat (17/10/2025).
Hibnu mengaku tidak mengenal Sandra Dewi dan tidak punya hubungan keluarga dengannya.
Ia juga mengaku hanya tahu jaksa-jaksa dari Kejaksaan Agung, tetapi tidak mengenal dekat maupun punya hubungan keluarga.
Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku pemohon maupun jaksa selaku termohon, bergantian mengajukan pertanyaan kepada Hibnu.
Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan proses penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
“Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi.
Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini.
“Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
Hibnu tetap pada pendiriannya.
Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
“Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
Hakim Rios pun menyinggung soal Pasal 19 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Tipikor yang mengatur soal keberatan pihak ketiga atas asetnya yang ikut dirampas oleh negara.
“Tapi UU Tipikor juga secara implisit memberikan perlindungan ke pihak ketiga. Dalam Pasal 19 kan ditegaskan. Kalau menurut ahli, tetap hal itu ada semangat tidak semata-mata hanya asset recovery?” tanya Hakim Rios.
Hibnu tetap pada penjelasannya.
Ia menilai, pasal yang dimaksud hakim itu sudah dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2022.
Dalam kasus ini, kasasi Harvey diketahui telah ditolak oleh MA.
Aset-aset milik Sandra Dewi juga tetap disita meski ada perjanjian pisah harta di antara keduanya.
Setidaknya, ada 88 tas mewah, rekening deposito, beberapa mobil, hingga perhiasan.
Pada persidangan lampau, Sandra menjelaskan bahwa aset-aset ini didapatnya secara pribadi, melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis.
Tapi, aset-aset ini tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
Pada kasus ini, Harvey bersama terpidana lainnya dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 271 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

MK Sebut Tangkap Jaksa Nakal, Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan agar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa tidak perlu izin dari Jaksa Agung.
Keputusan diambil setelah MK melakukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam amar putusan, Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan salah satu permohonan pada Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan yang mengatur pelaksanaan penangkapan jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal: a.tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau b.berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus,” tulis amar putusan dalam Nomor Perkara 15/PUU-XXIII/2025, mengutip laman mkri.go.id, Jumat (17/10/2025).
Majelis Konstitusi menjelaskan bahwa Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai memuat pengecualian.
Pengecualian yang dimaksud adalah tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus,
Sebelum dimaknai oleh MK, setiap operasi tangkap tangan, tanpa terkecuali harus mendapatkan izin dari Kejaksaan Agung. Setelah putusan, penangkapan terhadap jaksa dapat dilakukan tanpa izin Jaksa Agung di kasus tertentu sebagaimana dijelaskan di atas.
MK juga mengabulkan permohonan terkait Pasal 35 ayat 1 huruf e yang menyatakan Jaksa Agung dapat memberikan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung (MA) mengenai pemeriksaan kasasi.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5383702/original/005977100_1760689122-Mantan_Wali_Kota_Kupang.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Usai Jalani Operasi Katarak, Eks Wali Kota Kupang Jonas Salean Akhirnya Ditahan Kejati NTT
Liputan6.com, Jakarta – Mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) terkait dugaan korupsi pengalihan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Kupang di Jalan Veteran, Kota Kupang.
Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 5,9 miliar. Jonas diduga terlibat manipulasi sertifikat hak milik (SHM) dan kasus pengalihan aset tanah ini yang mulai diselidiki sejak 2020.
Politisi senior dari Golkar ini telah menjalani sembilan kali pemeriksaan sebelum ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Oktober 2025.
Ia disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Wakajati NTT, Prihatin mengatakan Jonas kini ditahan Rutan Kupang selama 20 hari ke depan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan administratif. Penahanan ini dilakukan sesuai prosedur usai ia ditetapkan sebagai tersangka untuk mencegah hal tak diinginkan.
“Proses hukum berjalan sesuai prosedur, dan penahanan ini untuk memperlancar penyidikan lebih lanjut,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5383593/original/022268500_1760684307-Dua_Tersangka.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korupsi Pembangunan Puskesmas Oesao Terbongkar: 2 Tersangka Ditahan, Negara Rugi Rp 400 Juta
Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Puskesmas Oesao dengan total nilai Rp1,2 miliar lebih.
Kedua tersangka masing-masing berinisial AB, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan DW selaku pelaksana lapangan atau kontraktor pekerjaan.
Kepala Kejari Kabupaten Kupang Yupiter Selan, mengatakan, setelah melalui serangkaian penyelidikan, dua pihak ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan.
“Keduanya langsung kami tahan selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Kejari Kabupaten Kupang Yupiter Selan, Jumat 17 Oktober 2025.
Yupiter menjelaskan bahwa dari hasil perhitungan sementara, kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp400 juta. Nilai tersebut berasal dari ketidaksesuaian antara volume pekerjaan dan realisasi di lapangan pada proyek pembangunan Puskesmas tersebut.
-

Kejagung Pastikan Jaksa Punya Sistem Monitor Kopdes Merah Putih
Jakarta –
Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI, Reda Manthovani, memastikan jaksa memiliki sistem untuk memonitor Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Ia menegaskan, sistem keuangan Kopdes Merah Putih harus berjalan dengan transparan.
Hal itu disampaikan dalam acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama, Bimbingan Teknis, dan Penyaluran Bantuan Permodalan Usaha (CSR) dari PT Agung Sedayu Group kepada 60 Kopdes Merah Putih di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Kamis (16/10/2025). Hadir Menteri Koperasi dan UKM Ferry Julianto, Gubernur Banten Andra Soni, serta Bupati Tangerang Moch Maesyal Rasyid.
Reda menyebut, jaksa akan membantu Kopdes untuk berkembang menjadi lembaga yang transparan. Menurutnya, kolaborasi antarpihak dapat meminimalisir risiko penyalahgunaan dana, termasuk dengan melibatkan sektor swasta.
“Melalui Koperasi Merah Putih yang telah dibentuk di setiap desa dan kelurahan, Kejaksaan RI melalui program Jaksa Garda Desa (Jaga Desa) memiliki sistem untuk memonitor pengelolaan keuangan dan kegiatan desa secara transparan. Kolaborasi ini diharapkan dapat memitigasi risiko penyalahgunaan dana serta memperkuat ekonomi masyarakat desa,” ujar Reda.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM RI Ferry Julianto menegaskan bahwa koperasi merupakan tiang utama perekonomian nasional. Program Koperasi Merah Putih diharapkan menjadi benteng kesejahteraan rakyat.
Ferry menyampaikan, pemerintah menargetkan pembangunan puluhan ribu gudang dan gerai Kopdes Merah Putih di seluruh Indonesia. Ia berharap ekonomi rakyat menjadi lebih produktif melalui koperasi.
Sementara itu, Gubernur Banten Andra Soni menyampaikan bahwa dukungan berbagai pihak akan mendorong lahirnya desa mandiri dan berdaya saing di Provinsi Banten.
“Surat keputusan untuk 1.551 Koperasi Merah Putih di Kabupaten Tangerang telah diterbitkan. Kami mengapresiasi dukungan Kejaksaan RI melalui program Jaga Desa yang berperan aktif mengawal pengelolaan keuangan desa. Dengan adanya bantuan CSR kepada Koperasi Merah Putih, kami berharap tercipta desa-desa mandiri dan maju, khususnya di Kabupaten Tangerang,” ujar Andra Soni.
(aik/fca)
-

Tilap Pajak Rp2,51 Miliar, Direktur PT ENI Asal Gresik Ditangkap
Gresik (beritajatim.com) – Direktur PT Erza Nusa Indonesia (ENI) berinisial FA, warga Gresik, ditangkap tim gabungan setelah terbukti menilap pajak senilai Rp2,51 miliar. Penangkapan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur II bersama Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Tim Korwas Reskrimsus Polda Jawa Timur.
FA diduga kuat melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak disetorkan ke kas negara, tidak menyampaikan SPT Masa PPN, serta menyampaikan laporan pajak yang tidak benar sejak Maret 2019 hingga Oktober 2023.
Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II, Kindy Rinaldy Syahrir, menegaskan bahwa kasus ini menjadi pengingat bagi para pelaku usaha untuk tidak mempermainkan kewajiban perpajakan.
“Modus tindak pidana perpajakan yang dilakukan FA terungkap dari adanya faktur pajak keluaran yang telah diterbitkan dan digunakan oleh lawan transaksi sebagai kredit pajak. Namun pajak yang telah dipungut tersebut tidak disetorkan ke kas negara dan tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN,” kata Kindy, Kamis (16/10/2025).
Perkara FA telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Karena kasus ini berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Gresik, proses pelimpahan tanggung jawab dilakukan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik.
Perusahaan yang dipimpin FA diketahui bergerak di bidang jasa instalasi jaringan listrik. Atas perbuatannya, FA dijerat dengan Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun, serta denda dua hingga empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Sebelum masuk tahap penyidikan, Kanwil DJP Jawa Timur II sempat melakukan pemeriksaan bukti permulaan dan memberikan kesempatan kepada FA untuk menghentikan proses pemeriksaan dengan memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun kesempatan itu tidak dimanfaatkan, sehingga kasus ini berlanjut ke proses hukum.
Kindy menegaskan, penyelesaian kasus ini menunjukkan komitmen dan profesionalisme penyidik pajak dalam menegakkan hukum serta menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional. [dny/beq]

/data/photo/2025/04/02/67ecdfa7e1306.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)