Eks Dirut BUMN Karen Agustiawan Ceritakan Awal Mengenal Riza Chalid
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, menceritakan awal perkenalan dengan Mohamad Riza Chalid, pengusaha minyak sekaligus salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Persero.
Hal ini disampaikan Karen saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dan kawan-kawan yang duduk di kursi terdakwa.
“Saya baru pulang dari rapat (di) Natuna, di lobi dengan Pak Ari (Soemarno) dan bertemu dengan Mohamad Riza Chalid, dan saya diperkenalkan,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Karen mengatakan, saat berkenalan dengan Riza Chalid, ia masih menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina, yaitu sekitar tahun 2008.
Saat itu, Karen diperkenalkan kepada Riza Chalid oleh Ari Soemarno, Direktur Utama PT Pertamina periode tahun 2006-2009.
Perkenalan ini terjadi di lobi Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan yang berbeda, Karen mengaku juga dikenalkan dengan seseorang bernama Irawan Prakoso.
Karen tidak menyebutkan secara jelas kapan ia dikenalkan dengan Irawan Prakoso.
Namun, saat itu, Karen sudah menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina dan tengah berada di Jepang.
Saat berkenalan dengan Irawan Prakoso, nama Riza Chalid sudah disinggung.
“Pada saat itu, hanya disampaikan (Irawan Prakoso) sebagai anak buahnya Pak Mohamad Riza,” lanjut Karen.
Meski sudah lama mengenal Riza Chalid, Karen mengaku tidak tahu bahwa ada peran ayah Kerry Adrianto ini di balik pengadaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak, termasuk soal keterlibatan PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi Riza Chalid.
Dalam sidang sebelumnya, saksi sekaligus tersangka kasus ini, Hanung Budya Yuktyanta, mengaku didatangi Irawan Prakoso selaku utusan Riza Chalid untuk segera meneken kerja sama antara PT Oiltanking Merak dengan PT Pertamina.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014 ini mengaku merasa ditekan bakal dicopot jika tidak memenuhi keinginan Riza Chalid.
“Apabila saya tidak menandatangani persetujuan OE atau HTS, penunjukkan pemenang langsung yaitu PT Oiltanking Merak dan penandatanganan perjanjian jasa penerimaan penyimpanan dan penyerahan BBM dengan PT Oiltanking Merak, saya akan dicopot karena tekanan dari Mohamad Riza Chalid,” ujar jaksa Triyana Setia Putra dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Dalam BAP yang sama, Hanung mengaku tekanan dari Riza Chalid ini ia rasakan dari kedatangan Irawan Prakoso.
Hanung mengatakan, Irawan merupakan orang kepercayaan Riza.
“Tekanan tersebut saya rasakan saat itu, dan salah satunya, sinyalnya adalah kedatangan Irawan Prakoso sebagai orang kepercayaan Mohamad Riza Chalid yang menyampaikan kekecewaan Mohamad Riza Chalid terkait proses rencana sewa storage Oiltanking Merak yang diajukan oleh saudara Gading Ramadhan Joedo selaku Dirut PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi dan salah satu kepercayaan dari Mohamad Riza Chalid,” lanjut jaksa Triyana melanjutkan BAP.
Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (di kemudian hari berganti nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid.
Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan;
Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan
-
/data/photo/2025/10/27/68ff28db38a21.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Eks Dirut BUMN Karen Agustiawan Ceritakan Awal Mengenal Riza Chalid Nasional
-
/data/photo/2025/10/27/68ff28db38a21.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Eks Dirut BUMN Karen Agustiawan Ceritakan Awal Mengenal Riza Chalid Nasional
Eks Dirut BUMN Karen Agustiawan Ceritakan Awal Mengenal Riza Chalid
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, menceritakan awal perkenalan dengan Mohamad Riza Chalid, pengusaha minyak sekaligus salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Persero.
Hal ini disampaikan Karen saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dan kawan-kawan yang duduk di kursi terdakwa.
“Saya baru pulang dari rapat (di) Natuna, di lobi dengan Pak Ari (Soemarno) dan bertemu dengan Mohamad Riza Chalid, dan saya diperkenalkan,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Karen mengatakan, saat berkenalan dengan Riza Chalid, ia masih menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina, yaitu sekitar tahun 2008.
Saat itu, Karen diperkenalkan kepada Riza Chalid oleh Ari Soemarno, Direktur Utama PT Pertamina periode tahun 2006-2009.
Perkenalan ini terjadi di lobi Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan yang berbeda, Karen mengaku juga dikenalkan dengan seseorang bernama Irawan Prakoso.
Karen tidak menyebutkan secara jelas kapan ia dikenalkan dengan Irawan Prakoso.
Namun, saat itu, Karen sudah menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina dan tengah berada di Jepang.
Saat berkenalan dengan Irawan Prakoso, nama Riza Chalid sudah disinggung.
“Pada saat itu, hanya disampaikan (Irawan Prakoso) sebagai anak buahnya Pak Mohamad Riza,” lanjut Karen.
Meski sudah lama mengenal Riza Chalid, Karen mengaku tidak tahu bahwa ada peran ayah Kerry Adrianto ini di balik pengadaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak, termasuk soal keterlibatan PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi Riza Chalid.
Dalam sidang sebelumnya, saksi sekaligus tersangka kasus ini, Hanung Budya Yuktyanta, mengaku didatangi Irawan Prakoso selaku utusan Riza Chalid untuk segera meneken kerja sama antara PT Oiltanking Merak dengan PT Pertamina.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014 ini mengaku merasa ditekan bakal dicopot jika tidak memenuhi keinginan Riza Chalid.
“Apabila saya tidak menandatangani persetujuan OE atau HTS, penunjukkan pemenang langsung yaitu PT Oiltanking Merak dan penandatanganan perjanjian jasa penerimaan penyimpanan dan penyerahan BBM dengan PT Oiltanking Merak, saya akan dicopot karena tekanan dari Mohamad Riza Chalid,” ujar jaksa Triyana Setia Putra dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Dalam BAP yang sama, Hanung mengaku tekanan dari Riza Chalid ini ia rasakan dari kedatangan Irawan Prakoso.
Hanung mengatakan, Irawan merupakan orang kepercayaan Riza.
“Tekanan tersebut saya rasakan saat itu, dan salah satunya, sinyalnya adalah kedatangan Irawan Prakoso sebagai orang kepercayaan Mohamad Riza Chalid yang menyampaikan kekecewaan Mohamad Riza Chalid terkait proses rencana sewa storage Oiltanking Merak yang diajukan oleh saudara Gading Ramadhan Joedo selaku Dirut PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi dan salah satu kepercayaan dari Mohamad Riza Chalid,” lanjut jaksa Triyana melanjutkan BAP.
Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (di kemudian hari berganti nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid.
Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan;
Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Mantan Ketua Ormas Surabaya Dituntut 5 Tahun Setelah Rudapaksa Anak Tiri
Surabaya (beritajatim.com) – Muhammad Rosuli atau MR (38) mantan ketua sebuah ormas di Surabaya Dituntut lima tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Oki dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Senin (27/10/2025).
Oleh Jaksa, Terdakwa Muhammad Rosuli dinyatakan bersalah melakukan pencabulan terhadap anak tirinya, AS (15).
Perbuatan Terdakwa tertuang dalam pasal 82 junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
” Menuntut pidana penjara pada Terdakwa Muhammad Rosuli. Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun,” ujar Jaksa dalam tuntutannya.
Terdakwa diketahui adalah seorang pedofil. Hal itu diungkapkan oleh Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Suryono saat rilis di Mapolda Jatim, Senin (24/3/2025) lalu setelah dilakukan pemeriksaan psikologi.
Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Suryono saat rilis di Mapolda Jatim, Senin (24/3/2025) lalu setelah dilakukan pemeriksaan psikologi.
“Dari hasil psikologi tersangka memang kecenderungan kelainan seksual yaitu pedofil,” ungkap Suryono.
Selain itu, tersangka juga diketahui kecanduan film porno. Hal itu juga dibuktikan dengan hasil pemeriksaan Polda Jatim bahwa tersangka mengajak korban menonton film porno.
Suka mempertontonkan kemaluan, kemudian juga video-video porno yang itu dia puas secara seksual,” ujarnya.
Diketahui, Terdakwa telah mencabuli anak tirinya selama kurang lebih dua tahun sejak Desember 2024 hingga Maret 2025. Tersangka menikah dengan ibu korban pada 2022.
Terdakwa mencabuli korban dengan modus memanggil ke kamar dan meminjam charger. Saat korban datang, dia sengaja dalam kondisi telanjang dan membuat korban mengalami trauma mendalam. [uci/ted]
-
/data/photo/2025/10/27/68ff221208865.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Sidang Gugatan Gibran Ditunda Lagi karena Para Tergugat Tidak Hadir Nasional
Sidang Gugatan Gibran Ditunda Lagi karena Para Tergugat Tidak Hadir
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sidang gugatan perdata terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka terkait dengan riwayat pendidikan SMA kembali ditunda karena tergugat tidak hadir dalam ruang sidang.
“Tergugat 1 (Gibran) dan Tergugat 2 (KPU RI) tidak hadir, maka dipanggil lagi untuk sidang berikutnya pada Senin tanggal 3 November jam 10.00 WIB pagi,” ujar Subhan Palal selaku penggugat usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Subhan mengatakan, berdasarkan penjelasan majelis hakim, para tergugat hari ini tidak hadir dalam sidang karena penetapan dilakukan melalui e-court alias diunggah ke sistem.
Namun, ia mengatakan, pada sidang lalu, semua pihak telah diminta hadir dalam sidang.
“Tadi samar-samar, katanya e-court. Alasannya sudah di e-court. Padahal di sidang kemarin sudah diagendakan untuk hari ini untuk pembacaan penetapan tentang surat kuasa,” lanjut Subhan.
Ia mengatakan, pada sidang pekan depan, agenda adalah pembacaan isi gugatan terhadap Gibran.
Dalam sidang ini, majelis hakim juga menetapkan bahwa KPU RI selaku Tergugat 2 boleh menggunakan dua pengacara, yaitu dari biro hukum internal dan Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung.
Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dinilai Subhan Palal telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran sempat sekolah di Orchid Park Secondary School Singapore, tahun 2002-2004. Lalu, di UTS Insearch Sydney, tahun 2004-2007.
Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, aspek yang dipermasalahkan Subhan adalah tempat Gibran mengenyam pendidikan, bukan soal lulus atau tidak.
Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
Pengacara Nadiem Makarim Ungkap Asal Usul Grup WA ‘Mas Menteri Core Team’ – Page 3
Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi laptop chromebook pada 4 September 2025. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Nurcahyo menjelaskan duduk perkara pengadaan laptop Chromebook yang merugikan negara Rp 1,98 triliun.
Bermula pada Februari 2020 lalu. Saat itu, Nadiem sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Pertemuan itu dalam rangka membicarakan mengenai produk dari Google dalam program Google O-Education.
“Dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh Kementerian, terutama kepada peserta didik,” ujar Nurcahyo.
Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan Nadiem dengan pihak Google, disepakati bahwa produk dari Google yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management atau CDM akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi atau TIK.
Untuk memuluskan rencana pengadaan laptop itu, pada tanggal 6 Mei 2020, Nadiem mengajak anak buahnya yakni H selaku Dirjen Pau Dikdasmen, T selaku Kepala Badan Ditbang Kemenbud Ristek, JT dan Eva selaku staf khusus menteri untuk melakukan rapat tertutup via zoom.
“Dan mewajibkan para peserta rapat menggunakan handset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM,” ujarnya.
Setelah melakukan pembicaraan ‘rahasia’ dengan sejumlah jajarannya, Nadiem kemudian menjawab surat dari Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud.
Padahal, surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendi. Muhadjir tidak merespons surat Google tersebut karena uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terluar tertinggal terdalam, 3T.
“Atas perintah NAM dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis, juklap yang spesifikasinya sudah mengunci yaitu Chrome OS,” katanya.
Selanjutnya tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut Chrome OS.
“NAM pada bulan Februari 2021 telah menerbitkan Permendikbud nomor 5 tahun 2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi Chrome OS,” katanya.
-

Dokter Bedah Ditahan Usai Ketahuan Ajak Anak 12 Tahun Bor Tengkorak Pasien
Jakarta –
Seorang ahli bedah otak di Austria ditangkap setelah mengajak anaknya yang berusia 12 tahun untuk mencoba mengebor tengkorak salah satu pasien. Semua berawal pada Januari tahun lalu, seorang pria mengalami cedera otak traumatis akibat kecelakaan di hutan.
Ia lantas dilarikan ke Regional Graz Hospital, untuk menjalani operasi penyelamatan jiwa secara darurat. Operasi tersebut sebenarnya berjalan dengan sukses, tapi seorang ahli bedah dilaporkan meminta putrinya yang berusia 12 tahun membantu prosedur tersebut.
Pada Oktober tahun ini, Pengadilan Distrik Graz-East mengungkapkan operasi tersebut dilakukan oleh seorang dokter dan seorang dokter pelatihan. Sementara, ahli bedah saraf yang membawa anaknya masuk ruang operasi masih berstatus residen (masa pelatihan).
Kasus ini mulai muncul setelah ada laporan anonim yang masuk ke Kejaksaan. Laporan itu disampaikan ke Kejaksaan sekitar April 2024. Semenjak saat itu, investigasi mulai dilakukan.
Rincian soal kejadian selanjutnya berbeda-beda menurut laporan. Namun, anak itu dikabarkan ditinggalkan bersama rekan junior ketika sang ahli bedah bergeser meninggalkan meja operasi untuk menerima panggilan telepon.
Menurut dakwaan, anak itu diberikan bor medis untuk membuat lubang di tengkorak pasien guna pemasangan alat probe. Jaksa Julia Steiner menyatakan sang ibu bahkan bangga anaknya sudah bisa mengebor tengkorak pasien.
Meski operasi berjalan baik, dakwaan menyebut risikonya tidak dapat diremehkan. Baik dokter dan ahli bedah saraf menyatakan tidak bersalah atas tuduhan menyebabkan cedera ringan.
“Tindakan tersebut menunjukkan kurangnya rasa hormat luar biasa terhadap pasien,” ungkap Julia dikutip dari Unilad, Senin (27/10/2025).
Pengacara sang ahli bedah, Bernhard Lehofer, membela kliennya mengatakan anak itu sebenarnya tidak melakukan apapun. Dokter yang bersangkutan sepenuhnya mengendalikan alat operasi. Ia mengakui membawa anak ke ruangan operasi bukanlah tindakan yang tepat, tapi Lehofer menegaskan kliennya menanggung akibat kesalahan itu selama hampir 2 tahun.
Sementara itu, pengacara dokter lain yang juga terlibat, Michael Kropiunig, menyatakan kliennya tidak tahu usia anak tersebut.
“Dia hanya mengizinkan anak itu meletakkan tangannya di atas tangannya sendiri saat menggunakan bor, tapi hal itu tidak relevan dalam perkara pidana,” ujar Kopriunig.
Mengenai bagaimana insiden itu terjadi, dokter tersebut mengaku menjelang akhir operasi, sang ahli bedah saraf bergeser meninggalkan meja operasi untuk menerima telepon. Saat itu, anak sang ahli bedah bertanya, ‘boleh aku membantu?’ dan ketika ia menanyakan pada ibunya, sang ibu menjawab, ‘kenapa tidak?’.
Meski tidak bisa memastikan posisi tangan anak itu, pengadilan mendengar anak tersebut menaruh tangannya di atas tangan dokter yang memandu bor tersebut.
Sang ibu juga dituduh membujuk rekannya untuk menyangkal apabila ditanya tentang kejadian itu. Ia menjelaskan putrinya berada di kantornya hampir sepanjang hari, tapi mengikutinya masuk ke ruang operasi ketika ia dipanggil, dan ia mengizinkannya tetap di sana.
Dokter bedah itu membantah melihat langsung momen pengeboran tersebut, dengan alasan berada di bagian belakang ruangan dan sedang teralihkan perhatiannya. Ketika jaksa menanyakan apakah ia menekan rekan sejawatnya untuk ‘tetap diam’ ia menjawab, ‘saya hanya ingin melindunginya’.
Putusan kasus ini ditunda hingga 10 Desember 2025.
Halaman 2 dari 2
(avk/kna)
-
/data/photo/2025/10/24/68faea3451be6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hari Ini, Sidang Lanjutan Gugatan Rp 125 T Gibran Kembali Digelar
Hari Ini, Sidang Lanjutan Gugatan Rp 125 T Gibran Kembali Digelar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sidang lanjutan gugatan perdata terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka terkait dengan riwayat pendidikan SMA kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Hari ini, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan penetapan.
“Agendanya, pembacaan penetapan,” kata penggugat Gibran, Subhan, saat dihubungi, Minggu (26/10/2025).
Subhan mengatakan, isi gugatan juga akan dibacakan dalam ruang sidang.
Sebelumnya, petitum tidak kunjung dibacakan karena sempat ada keberatan dari Subhan terkait dengan kuasa hukum dari KPU RI selaku Termohon 2.
Dalam sidang sebelumnya, KPU RI diketahui diwakili oleh dua pihak, yaitu biro hukum internal dan Jaksa Pengacara Negara.
Subhan menilai, penunjukan pengacara dari Kejaksaan Agung itu menyalahi aturan karena baru dilakukan di tengah persidangan berlangsung, bukan sejak awal gugatan.
Sidang pun ditunda usai Subhan mengajukan keberatan.
Majelis hakim belum menentukan sikap terkait dengan keberatan tersebut.
Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran sempat sekolah di Orchid Park Secondary School Singapore, tahun 2002-2004, lalu di UTS Insearch Sydney, tahun 2004-2007.
Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, aspek yang dipermasalahkan Subhan adalah tempat Gibran mengenyam pendidikan, bukan soal lulus atau tidak.
Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Korupsi Kredit Bank BUMN, Tersangka di Sulsel Bertambah
Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menetapkan dan menahan seorang tersangka baru yakni perempuan dengan inisial KK atas kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pemberian kredit atau pinjaman pada salah satu bank BUMN di Kabupaten Bulukumba periode 2021-2023.
“Penyidik telah melakukan penahanan terhadap Tersangka KK selama 20 hari, terhitung 25 Oktober sampai 13 November 2025 di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Kota Makassar,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi dikutip dari Antara, Senin (27/10/2025).
Soetarmi mengatakan baha dalam kasus ini, KK diduga kuat terlibat bersama tersangka R yang sudah ditahan pada 24 Oktober 2025 serta tersangka HA diduga selaku pemrakasa kasus tersebut juga telah ditahan pada 2 September 2025.
“Untuk modus operandi dilakukan tersangka dengan sengaja menggunakan identitas (nama dan usaha nasabah). Hasil pencairan kreditnya kemudian digunakan sebagian atau seluruhnya oleh ketiga tersangka ini KK, R, dan HA,” tutur Soetarmi
Selain itu, para tersangka tidak melakukan penyetoran atas pelunasan dan atau angsuran pembayaran nasabah ke bank BUMN Bulukumba, sehingga pembayaran tersebut tidak masuk ke dalam sistem bank. Uang itu digunakan dan dinikmati para tersangka untuk kepentingan pribadi.
Dari perbuatan para tersangka ini telah menyalahgunakan pembayaran uang angsuran kredit, pelunasan kredit, maupun hasil pencairan kredit nasabah di bank BUMN di Kabupaten Bulukumba sejak 2021-2023.
“Akibat perbuatan para tersangka, bank BUMN di Kabupaten Bulukumba mengalami kerugian sebesar Rp3,86 miliar lebih,” ucap Soetarmi menyebutkan.
Para tersangka melanggar ketentuan pidana primair dan subsidair pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Jo. pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo. pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
Soetarmi menegaskan, tim penyidik akan terus mendalami dan mengembangkan kemungkinan adanya tersangka lain. Ia menghimbau kepada para saksi untuk kooperatif hadir menjalani pemeriksaan serta tidak melakukan upaya merintangi, menghilangkan, atau merusak alat bukti.
“Tim Penyidik segera melakukan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penggeledahan, pemblokiran dan penelusuran uang dan aset guna percepatan pemberkasan dan pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” paparnya menekankan.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2512176/original/043210200_1543591057-ID_CARD_WARTAWAN-Muhamad_Ridlo.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Seorang Mengaku Wartawan Peras ASN dan Sekolah di Lampung Tengah, Gunakan Surat Palsu KPK
Liputan6.com, Lampung Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah mengungkap dugaan praktik pemerasan terhadap sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukan oleh oknum mengaku wartawan.
Aksi pemerasan itu dilakukan dengan modus kerja sama media fiktif hingga ancaman menggunakan surat berlogo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Lampung Tengah, Median Suwardi mengatakan, pemanggilan sejumlah ASN dari Sekretariat DPRD Lampung Tengah dilakukan setelah adanya laporan masyarakat yang merasa ditekan untuk membayar langganan media yang tidak pernah terbit.
“Benar, kami sudah memanggil beberapa orang dari Sekretariat DPRD untuk dimintai keterangan. Hasil klarifikasi menunjukkan kesesuaian antara laporan pelapor dengan fakta di lapangan. Modusnya, meminta pembayaran kerja sama media, padahal medianya tidak terbit secara teratur,” ujar Median, Minggu (26/10/2025).
Menurut hasil pemeriksaan sementara, media yang digunakan pelaku hanya dicetak terbatas untuk formalitas penagihan ke instansi pemerintah. Bahkan, dalam banyak kasus, uang sudah dibayarkan namun koran tidak pernah diterima.
“Koran itu hanya dicetak untuk menagih ke instansi. Kadang uang sudah dibayar, tapi korannya tidak ada. Saat ditanya, pelaku justru marah, mengancam, dan mengirim pesan suara bernada kasar,” jelas Median.
Selain intimidasi verbal, sejumlah ASN juga mengaku takut melapor karena pelaku dikenal memiliki hubungan dengan pejabat daerah dan kerap mengaku dekat dengan aparat penegak hukum.
Lebih jauh, penyidik Kejari Lampung Tengah menemukan bahwa pelaku juga menggunakan surat berlogo KPK untuk menakut-nakuti korbannya. Surat itu diklaim sebagai surat tugas resmi, padahal setelah ditelusuri ternyata hanya surat survei biasa dari tahun 2021.
“Setelah kami periksa, surat itu bukan surat tugas resmi KPK. Tidak ada perintah penyelidikan atau pengumpulan data seperti yang disampaikan pelaku. Kami pastikan pelaku tidak memiliki hubungan apa pun dengan KPK,” tegas Median.
