Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Ronald Tannur Bebas, Ada Aksi Tabur Bunga di PN Surabaya

    Ronald Tannur Bebas, Ada Aksi Tabur Bunga di PN Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Halaman depan PN Surabaya diwarnai aksi masaa yang melakukan aksi tabur bunga, selain itu kantor yang ada di jalan Raya Arjuna ini juga dibanjiri karangan bunga yang datang pagi ini.

    Dalam karangan bunga tersebut tertuang tulisan beragam pesan yang menyindir majelis hakim yang menyidangkan Terdakwa Ronald Tannur.

    “Miras Tequila itu tidak bikin orang mati pak hakim, cuma bikin ngeflay doang pak hakim,” bunyi tulisan di salah satu karangan bunga yang mengklaim sebagai penggemar tequila.

    “Katanya wakil Tuhan, kenapa putusannya dukung kelaluan setan?,” bunyi karangan bunga yang lain.

    Sementara aksi tabur bunga yang dilakukan massa ini juga diiringi dengan orasi yang mengecam majelis hakim atas putusan bebas Ronald Tannur.

    Sebelumnya PN Surabaya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur juga mendapat kiriman karangan bunga dari seseorang yang tidak dikenal. Karangan bunga tersebut berisi dukungan pada korps Adhyaksa dalam menempuh upaya Kasasi atas bebasnya Ronald Tannur.

    “Semangat untuk Kejati Jatim dalam upaya hukum luar biasa (kasasi) atas bebasnya Ronald Tannur. Doa seluruh rakyat Indonesia besertamu. #justicefordini,” tulisan karangan bunga tersebut.

    Sebelumnya, sebuah karangan bunga berdiri di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (24/7/2024) siang. Belum diketahui siapa yang mengirim karangan bunga tersebut.

    Salah satu karangan bunga yang ada di halaman depan PN Surabaya.

    Dalam karangan bunga tersebut tertuang tulisan Turut Berduka Cita atas matinya keadilan. Terimakasih yang tak terhingga pada majelis hakim perkara no 454/pid.B 2024/PN Sby atas putusan indahmu.

    Dalam karangan bunga tersebut juga tertulis tagar #justicefordini.

    Belum ada pihak yang bisa dikonfirmasi terkait karangan bunga tersebut. Humas PN Surabaya Alex saat dikonfirmasi juga tidak memberikan respon.

    Perlu diketahui, upaya hukum kasasi dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Surabaya pasca majelis hakim PN Surabaya membeaskan Gregorius Ronald Tannur dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Putu Arya Wibisana Kasi Intel Kejari Surabaya mengatakan bahwa pihaknya meyakini Dini Sera Afriyanti meninggal karena adanya kekerasan, hal itu bisa dilihat dari hasil visum et repertum yang mengatakan adanya luka di bagian hati korban karena adanya pukulan benda tumpul.

    Selain itu lanjut Putu, dari hasil visum et repertum juga bisa dilihat bahwa beberapa luka yang dialami korban karena adanya lindasan ban mobil.

    “Dari hasil foresik itu dan visum et repertum ada salah satu poin yang menyatakan bahwa di (organ) hati korban itu terjadi kerusakan, hatinya itu pecah. Di bagian fisik korban juga ada bekas lindasan ban mobil,” ungkap Putu Arya.

    Sebelumnya Gregorius Ronald Tannur telah dituntut untuk menjalani hukuman selama 12 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Pengacara Ronald, Sugianto, menyebut bahwa putusan hakim sudah mempertimbangkan fakta-fakta yang ada. “Dari awal kejadian ini, tidak ada satu pun orang yang melihat langsung peristiwa pembunuhan atau penganiayaan,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa tidak ada bukti penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti.

    “CCTV hanya menunjukkan mobil lewat saja, tidak ada bukti jelas mengenai kejadian penganiayaan atau tabrakan,” kata dia.

    Di dalam persidangan, Ketua majelis hakim Erintuah Damanik menyatakan terdakwa Ronald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis.

    Hal itu dibuktikan dengan terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Sebelum sidang dan sesudah sidang, hakim itu pun menegaskan bahwa ia hanya manusia biasa dalam mengadili kasus ini.

    “Apabila ada pihak-pihak yang keberatan dengan putusan tersebut dipersilahkan mengkaji lewat proses hukum,” kata Damanik. [uci/but]

  • Ucapan Protes di PN Surabaya Kian Deras, Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur

    Ucapan Protes di PN Surabaya Kian Deras, Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur

    Surabaya (beritajatim.com) – Gelombang protes atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terdakwa pembunuhan terhadap kekasihnya Dini Sera Afriyani semakin deras. Jumlah karangan bunga di halaman Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Minggu 28 Juli 2024, terus bertambah.

    Jumlah karangan bunga bertuliskan nada protes itu kini mencapai 16. Dari pantauan beritajatim.com, karangan itu berderat dari ujung ke ujung.

    “Orang Surabaya Pergi ke Pandaan – Orang Kaya Beli Keadilan,” tulis salah satu karangan bunga di depan PN Surabaya, dilihat beritajatim.com siang.

    “Turut Berduka Cita Atas Matinya Rasa Keadilan, #Justicefordini. PDI Perjuangan Kota Surabaya,” tulisan karangan bunga lain yang berlogo kepala banteng.

    Kepala Sekuriti PN Surabaya Yoni menyampaikan bahwa sejak hari Jumat (26/7/2024) lalu. Jumlah karangan bunga itu terus bertambah, sampai hari ini.

    “Pertama kali datang itu Jumat siang. Itu sampai sore cuma satu terus kemarin Sabtu saya jaga itu ada lagi yang kirim, pasang ya sudah,” papar Yoni, Minggu (28/7).

    Yoni mengaku tidak mengenali siapa orang yang memasang. Kata dia, dibiarkan masih terpasang dan berderat sebab atasan nya belum memberikan perintah memindahkan karangan itu

    “Kurang tahu, kalau masalah itu nanti ditanyakan ke pak Humas aja kenapa ini dibiarkanya. Enggeh belum ada perintah (memindahkan),” imbuh Yoni.

    Selain itu, Yoni sebagai kepala sekuriti menyebut saat ini sudah ada 2 ajuan surat unjuk rasa. Kata Yoni, dua surat unjuk rasa itu diajukan untuk aksi Senin (29/7) besok.

    “Kemarin hari Jumat itu surat yang masuk untuk unjuk rasa itu sudah ada 2. 1 dari FSPMI satunya dari AMI (Aliansi Madura Indonesia). Untuk unjuk rada hari Senin besok,” tandas Kepala Sekuriti PN itu.

    Diketahui sebelumnya, Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ini membebaskan Gregorius Ronald Tannur(31) dari dakwaan kasus pembunuhan penganiayaan, hingga menewaskan perempuan Dini Sera Afriyanti kekasihnya Ronald.

    Ronald yang merupakan anak dari Anggota DPR RI partai PKB, Edward Tannur ini, dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban (Dini Sera).

    “Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Majelis Hakkm, Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik.

    Majelis hakim PN Surabaya menyatakan bahwa kematian Dini disebabkan penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.

    Hakim juga menilai, Ronnald dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban disaat masa-masa kritis. Hal itu dibuktikan dengan terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

    Karangan Bunga PN Surabaya Usai Ronald Tannur Divonis Bebas (dok. Rama Indra/beritajatim.com)

    Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki menuntut Ronald selama 12 tahun penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Diketahui, Dini Sera Afriyanti (29), tewas saat pergi bersama kekasihnya Gregorius Ronald Tannur di salah satu tempat hiburan malam yang ada di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya pada Rabu (4/10) malam.

    Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Surabaya, M Darwis, anak dari eks anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu dijerat dengan Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP. [ama/but]

     

  • Deretan Kades di Ponorogo yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi

    Deretan Kades di Ponorogo yang Jadi Tersangka Kasus Korupsi

    Ponorogo (beritajatim.com) – Ada beberapa kepala desa (Kades) di Kabupaten Ponorogo yang tersandung kasus korupsi. Terbaru, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menetapkan Kades Crabak Kecamatan Slahung berinisial DW sebagai tersangka. Kades Crabak itu disangka telah melakukan praktik rasuah dana desa (DD) pada tahun anggaran 2019-2020.

    “Kades Crabak kita tetapkan tersangka pada hari Selasa (23/7) lalu,” kata Kasi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, ditulis Minggu (28/07/2024).

    Agung menyebut indikasi korupsi yang disangkakan kepala Kades Crabak itu, terkait dengan temuan selisih spesifikasi proyek alokasi DD. Hal tersebut berdasarkan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang keluar beberapa waktu yang lalu.

    “Dari hasil audit itu, ada beberapa pekerjaan yang bersumber dari DD yang diduga ada indikasi korupsi,” katanya.

    Kemudian kades di Kabupaten Ponorogo yang tersandung kasus korupsi yakni kades Sawoo Kecamatan Sawoo berinisial SR. Kades SR ini juga ikut dalam pusara kasus korupsi pungutan liar (pungli) penerbitan surat segel tanah di desa setempat. Penetapan status tersangka untuk sang kades itu, dilakukan Kejari Ponorogo pada tanggal 24 April 2024 lalu. Dalam kasus korupsi pungli penerbitan surat segel tanah itu, tidak hanya menjerat sang kades, beberapa perangkat bawahnya pun juga ditetapkan sebagai tersangka.

    “Penetapan tersangka pada kadea Sawoo ini, dilakukan setelah kita mempunyai 2 alat bukti,” kata Agung.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh beritajatim.com, kades di Kabupaten Ponorogo yang pernah tersandung kasus korupsi ialah mantan kades Ngloning Kecamatan Slahung. Pada tahun 2021 lalu, Satreskrim Polres Ponorogo menetapkan mantan kades Ngloning inisial EF sebagai tersangka kasus korupsi.

    Saat menjabat sebagai kades, Ia diduga menyalahgunakan kekuasaannya, yakni dengan melakukan korupsi dana desa dan alokasi dana desa tahun anggaran 2015 hingga 2018. Serta Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) tahun anggaran 2017 hingga 2018.

    “Tersangka modusnya kegiatan fiktif, mark up dan pemotongan anggaran,” kata Jeifson Sitorus, Kasat Reskrim Polres Ponorogo kala itu. [end/aje]

  • Kejati Jatim Dapat Kiriman Bunga Dukungan Atas Putusan Bebas Ronald Tannur

    Kejati Jatim Dapat Kiriman Bunga Dukungan Atas Putusan Bebas Ronald Tannur

    Surabaya (beritajatim.com) – Selain PN Surabaya,  Kejati (Kejaksaan Tinggi) Jawa Timur juga mendapat kiriman karangan bunga dari seseorang yang tidak dikenal. Karangan bunga tersebut berisi dukungan pada korps Adhyaksa dalam menempuh upaya Kasasi atas bebasnya Ronald Tannur.

    “Semangat untuk Kejati Jatim dalam upaya hukum luar biasa (kasasi) atas bebasnya Ronald Tannur. Doa seluruh rakyat Indonesia besertamu. #justicefordini,” tulisan karangan bunga tersebut.

    Sebelumnya, sebuah karangan bunga berdiri di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (24/7/2024) siang. Belum diketahui siapa yang mengirim karangan bunga tersebut.

    Dalam karangan bunga tersebut tertuang tulisan Turut Berduka Cita atas matinya keadilan. Terimakasih yang tak terhingga pada majelis hakim perkara no 454/pid.B 2024/PN Sby atas putusan indahmu.

    Dalam karangan bunga tersebut juga tertulis tagar #justicefordini. Belum ada pihak yang bisa dikonfirmasi terkait karangan bunga tersebut.

    Humas PN Surabaya Alex saat dikonfirmasi juga tidak memberikan respon. Perlu diketahui, upaya hukum kasasi dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Surabaya pasca majelis hakim PN Surabaya membeaskan Gregorius Ronald Tannur dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Putu Arya Wibisana Kasi Intel Kejari Surabaya mengatakan bahwa pihaknya meyakini Dini Sera Afriyanti meninggal karena adanya kekerasan, hal itu bisa dilihat dari hasil visum et repertum yang mengatakan adanya luka di bagian hati korban karena adanya pukulan benda tumpul.

    Selain itu lanjut Putu, dari hasil visum et repertum juga bisa dilihat bahwa beberapa luka yang dialami korban karena adanya lindasan ban mobil.

    “Dari hasil foresik itu dan visum et repertum ada salah satu poin yang menyatakan bahwa di (organ) hati korban itu terjadi kerusakan, hatinya itu pecah. Di bagian fisik korban juga ada bekas lindasan Ban mobil,” Ungkap Putu Arya.

    Sebelumnya Gregorius Ronald Tannur telah dituntut untuk menjalani hukuman selama 12 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Pengacara Ronald, Sugianto, menyebut bahwa putusan hakim sudah mempertimbangkan fakta-fakta yang ada. “Dari awal kejadian ini, tidak ada satu pun orang yang melihat langsung peristiwa pembunuhan atau penganiayaan,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa tidak ada bukti penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti. “CCTV hanya menunjukkan mobil lewat saja, tidak ada bukti jelas mengenai kejadian penganiayaan atau tabrakan,” Kata dia.

    Didalam persidangan, Ketua majelis hakim Erintuah Damanik menyatakan terdakwa Ronald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis.

    Hal itu dibuktikan dengan terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Sebelum sidang dan sesudah sidang, hakim itu pun menegaskan bahwa ia hanya manusia biasa dalam mengadili kasus ini.

    “Apabila ada pihak-pihak yang keberatan dengan putusan tersebut dipersilahkan mengkaji lewat proses hukum,”demikian Damanik. [uci/suf]

  • LBH Surabaya Sebut Kasus Kanjuruhan Terulang di Perkara Ronald Tannur

    LBH Surabaya Sebut Kasus Kanjuruhan Terulang di Perkara Ronald Tannur

    Surabaya (beritajatim.com) – Putusan bebas yang dijatuhkan hakim Erintuah Damanik terhadap Ronald Tannur disebut oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mempunyai kemoripan dengan dengan tragedi Kanjuruhan Malang.

    Pihak LBH Surabaya menilai bahwa putusan hakim PN Surabaya ini melukai dan menimbulkan keprihatinan masyarakat.

    “Dalam kasus tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, aparat hukum sempat menyalahkan angin sebagai penyebab meninggalnya para korban.
    Sedangkan di perkara yang menjerat anak politisi Partai Kebangkitan Bangsa, Edward Tannur. Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menyebut korban meninggal karena asam lambung,” ujar Lingga Parama, perwakilan LBH Surabaya, Jumat (26/7/2024).

    “Ini bukan sekali dua kali dari pihak pengadilan khususnya, memutuskan di mana yang seharusnya itu bersalah maka dinyatakan bebas. Kemarin kita sudah mengingat bahwa ada tragedi Kanjuruhan, di mana penyebab utamanya dia [terdakwa] dinyatakan tidak bersalah karena ada angin,” lanjutnya.

    Ia mengatakan, dalam vonis kasus kematian Dini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dianggap mengabaikan hasil visum et repertum yang menyebut korban mengalami kekerasan sebelum meninggal dunia.

    Sementara itu, melalui keterangan pers yang dibagikan, LBH Surabaya bersama LBH Buruh dan Rakyat, LBII FSPMI Jatim, Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia, LBH FSP KEP Gresik, dan SKOBAR yang tergabung ke dalam Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (TABUR PARI) mengecam putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

    “Sebetulnya sejak awal kami telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran [alias] intended lo fa serta melindungi pelaku kejahatan dalam dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pacarnya,” bunyi keterangan persnya.

    Oleh sebab itu pihaknya menuntut agar Komisi Yudisian memeriksa para hakim yang mengadili perkara nomor 454/Pid.B/2024PN Sby.

    “Mendesak Komisi Kejaksaan untuk memeriksa Jaksa Penuntut Umum serta menyerukan masyarakat agar mengawal kasus ini,” pungkasnya. [uci/ian]

  • Korupsi Dana Desa, Kejari Ponorogo Tetapkan Kades Crabak Jadi Tersangka

    Korupsi Dana Desa, Kejari Ponorogo Tetapkan Kades Crabak Jadi Tersangka

    Ponorogo (beritajatim.com) – Diduga melakukan korupsi dana desa, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menetapkan tersangka terhadap Kepala Desa (Kades) Crabak Kecamatan Slahung. Kades berinisial DW itu, melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penggunaan Dana Desa (DD) Desa Crabak, Kecamatan Slahung, Ponorogo, untuk tahun anggaran 2019 dan tahun anggaran 2020. Atas praktik rasuah itu, negara dirugikan ratusan juta.

    “Penetapan status tersangka kepada DW ini, dilakukan pada hari Selasa (23/7) lalu. Tersangka penyalahgunaan kewenangan dalam penggunaan DD Desa Crabak untuk tahun anggaran 2019 dan 2020,” ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Jumat (26/07/2024).

    Penetapan tersangka ini, kata Agung dilakukan di Kantor Kejaksaan Negeri Ponorogo. Tersangka DW diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah melalui UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999. Secara subsidair, tersangka DW juga diduga melanggar Pasal 3 UU yang sama.

    “Penetapan ini kita lakukan dengan hati-hati. Setelah ada 2 alat bukti yang cukup, baru kita lakukan penetapan tersangka,” katanya.

    Setelah diberitahukan statusnya sebagai tersangka oleh penyidik, tersangka DW mendapatkan pemberitahuan hak-haknya dan menandatangani berita acara pemberitahuan hak-hak tersangka. Hingga saat ini, DW belum ditahan karena dinilai masih kooperatif oleh penyidik Kejaksaan Negeri Ponorogo. “Karena kooperatif, tersangka belum ditahan, hanya diwajibkan untuk melakukan wajib lapor,” pungkas Agung. (end/kun)

  • Masih Prematur, Penyelidikan Dugaan Korupsi Banpol Dihentikan

    Masih Prematur, Penyelidikan Dugaan Korupsi Banpol Dihentikan

    Surabaya (beritajatim.com) – Tim Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya menghentikan penyelidikan dugaan korupsi dana bantuan politik partai PSI tahun 2023.

    Kasi Intel Kejari Perak Surabaya I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H mengatakan kasus ini bersumber adanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwasanya kasus banpol bersifat khusus yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu untuk kepatuhan, dimana dalam LHP tersebut tidak ada kerugian keuangan negara.

    “Bahwa penyelidik memandang peristiwa hukum yang ada masih bersifat prematur (vooltoid) dan belum memenuhi keseluruhan unsur perbuatan korupsi,” ujar Iswara, Jumat (26/7/2024).

    Iswara juga membenarkan bahwa terlapor Erik Komala telah melakukan pengembalian uang negara sebesar kurang lebih Rp.755.469.844. Dengan pengembalian keuangan negara di tingkat penyelidikan tersebut kata Iswara, maka penyelidikan dapat dipertimbangan untuk dihentikan sebagaimana aturan internal.

    “Bahwa dana pengembalian Erik Komala selaku ketua umum PSI disimpan dalam RPL Kejaksaan Tanjung Perak. Dan perkara ini sudah dihentikan pada tingkat penyelidikan dengan ketentuan apabila ditemukan bukti baru maka dapat dibuka kembali,” ujarnya.

    Perlu diketahui, sejumlah kader PSI melaporkan adanya kejanggalan dalam pengelolaan dana banpol yang dikelola Erik Komala yang saat itu sebagai ketua DPD Surabaya. Kasus ini kemudian ditindaklanjuti oleh tim pidana khusus kejari perak dengan memeriksa sejumlah saksi. [uci/kun]

  • Karangan Bunga ‘Matinya Keadilan’ Hiasi Pengadilan Negeri Surabaya

    Karangan Bunga ‘Matinya Keadilan’ Hiasi Pengadilan Negeri Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Sebuah karangan bunga dengan pesan provokatif berdiri di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Arjuno, Jumat (24/7/2024) siang. Pengirim karangan bunga tersebut belum diketahui.

    Pesan dalam karangan bunga itu berbunyi “Turut Berduka Cita atas matinya keadilan. Terima kasih yang tak terhingga pada majelis hakim perkara no 454/pid.B 2024/PN Sby atas putusan indahmu.” Selain itu, terdapat tagar #justicefordini.

    Sampai saat ini, belum ada pihak yang bisa memberikan konfirmasi terkait karangan bunga tersebut. Humas PN Surabaya, Alex, juga belum merespon saat dimintai keterangan.

    Sebagai informasi, pihak Kejaksaan Negeri Surabaya telah mengajukan kasasi setelah majelis hakim PN Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Putu Arya Wibisana, Kasi Intel Kejari Surabaya, menegaskan bahwa pihaknya yakin Dini Sera Afriyanti meninggal akibat kekerasan, sesuai hasil visum et repertum yang menunjukkan adanya luka di hati korban akibat pukulan benda tumpul.

    “Dari hasil forensik dan visum et repertum, ada poin yang menyatakan bahwa hati korban mengalami kerusakan. Selain itu, pada fisik korban juga terdapat bekas lindasan ban mobil,” ungkap Putu Arya.

    Sebelumnya, Gregorius Ronald Tannur dituntut hukuman 12 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Pengacara Ronald, Sugianto, menyatakan bahwa putusan hakim sudah mempertimbangkan fakta yang ada. “Tidak ada saksi mata yang melihat langsung peristiwa pembunuhan atau penganiayaan,” ujarnya.

    Ia juga menambahkan bahwa tidak ada bukti penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afriyanti. “CCTV hanya menunjukkan mobil lewat, tidak ada bukti jelas mengenai penganiayaan atau tabrakan,” tambahnya.

    Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan bahwa terdakwa Ronald Tannur masih berupaya menolong korban pada saat kritis, yang dibuktikan dengan membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Hakim Damanik juga menegaskan bahwa ia hanya manusia biasa dalam mengadili kasus ini.

    “Bagi pihak yang keberatan dengan putusan ini, dipersilakan mengajukan banding melalui proses hukum,” tegas Damanik. [uci/ted]

  • Vonis Ringan! Dua Terdakwa Korupsi Desa Sawoo Ponorogo Hanya 2,5 Tahun, JPU Langsung Banding

    Vonis Ringan! Dua Terdakwa Korupsi Desa Sawoo Ponorogo Hanya 2,5 Tahun, JPU Langsung Banding

    Ponorogo (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menyatakan banding atas putusan vonis 2,5 tahun kepada 2 terdakwa kasus korupsi Desa Sawoo.

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada hari Selasa(16/7) lalu itu, memutuskan 2 perangkat Desa Sawoo yakni berinisial SYN dan SJD bersalah. Terdakwa SYN divonis hukuman penjara 2,5 tahun dan SJD divonis lebih ringan yakni hukuman penjara selama 2 tahun.

    “Sebelum 7 hari setelah pembacaan putusan itu, JPU sudah menyatakan banding,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Jumat (26/07/2024).

    Keputusan untuk banding itu, kata Agung berdasarkan rapat internal JPU yang menangani kasus tersebut. Agung irit bicara alasan JPU melakukan banding. Ia secara diplomatis mengungkapkan bahwa alasan banding, dikarenakan pihaknya masih mempunyai pendapat lain mengenai putusan tersebut.

    “Alasannya JPU punya pendapat lain. Ada beberapa pertimbangan dalam rapat internal yang tidak bisa ungkap di sini,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, JPU mengambil sikap pikir-pikir, dalam sidang pembacaan putusan terhadap terdakwa SYN dan SJD di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Surabaya.

    Kedua terdakwa merupakan perangkat Desa Sawoo, yang terlibat dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan kewenangan terkait penerbitan surat segel tanah di desa setempat. Perkara itu terjadi pada tahun 2021 hingga 2022 di Desa/Kecamatan Sawoo Ponorogo.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh beritajatim.com, dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa SYN dan SJD terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Keduanya melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Majelis Hakim memutuskan terhadap terdakwa SYN, pidana penjara selama 2,5 tahun, dikurangi masa tahanan sementara, dengan perintah agar terdakwa ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan).

    Selain itu, yang bersangkutan juga didenda sebanyak Rp50 juta dengan subsider 2 bulan kurungan. Sementara untuk terdakwa SJD, diputuskan pidana penjara 2 tahun, dikurangi masa tahanan sementara, dengan perintah agar terdakwa ditahan di Rutan. Terdakwa SJD juga didenda sebesar Rp50 juta, dengan subsider 2 bulan kurungan. (end/ted)

  • Advokat Robert Simangunsong Dituntut 6 Bulan, Pelapor Kecewa

    Advokat Robert Simangunsong Dituntut 6 Bulan, Pelapor Kecewa

    Surabaya (beritajatim.com) – Advokat Robert Simangunsong diadili atas dugaan penggunaan gelar palsu. Dia dituntut pidana penjara selama enam bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yulistiono dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

    Dalam tuntutan JPU disebutkan, Terdakwa Robert dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menggunakan gelar akademik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 93 Juncto (Jo) Pasal 28 ayat 7 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

    Selain itu, JPU juga menuntut agar majelis hakim menghukum Robert dengan membayar denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar denda maka dijatuhi pidana kurungan selama 6 bulan.

    Jaksa juga mempertimbangkan hal yang meringankan dan memberatkan Robert selama dia menjalani proses persidangan.

    “Hal yang memberatkan Terdakwa sebagai seorang Advokat tidak memberikan suri tauladan yang baik terkait dengan penggunakan gelar akademik. Hal yang meringankan Terdakwa sopan di persidangan, tidak memberikan keterangan yang berbelit-belit sehingga memperlancar persidangan,” urainya.

    Menanggapi tuntutan dari JPU tersebut, Terdakwa Robert Simangungsong melalui Penasihat Hukumnya, Prof. Oscarius Y.A Wijaya menyatakan akan melakukan nota pembelaan (Pledoi).

    Terpisah, saksi pelapor Thio Trio Susantono menegaskan yang perlu digarisbawahi dalam kasus ini bukan hanya penggunaan gelar ijazah palsu. “Tetapi bukti ijazah yang dimiliki oleh Terdakwa juga palsu karena tidak pernah ditandatangani oleh pemberi ijazah,” pungkasnya. [uci/suf]