Bisnis Keadilan
Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung
MANTAN
pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, ditangkap oleh Kejaksaan Agung karena diduga menjadi makelar kasus Ronald Tannur.
Uang tunai dan emas batangan dengan nilai mencapai hampir Rp 1 triliun ikut disita dalam operasi penangkapan yang dilakukan secara senyap.
Dalam rangkaian yang sama, tiga orang hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memeriksa kasus Ronald Tannur ditangkap tim Kejaksaan (
Kompas.com
, 28/10/2024).
Kejadian itu semakin membuat masyarakat mengelus dada lebih dalam lagi. Tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa
keadilan
telah diperlakukan sebagai barang dagangan oleh sejumlah oknum yang menggawangi tatanan hukum.
Peradilan tak lagi menjadi pilar kokoh yang menaungi hak dasar manusia, melainkan bertransformasi menjadi ladang bisnis.
Keadilan
dipasangi label harga oleh mereka. Siapa saja yang berani membayar lebih akan mendapat pelayanan “lebih baik”.
Miris dan ironi, pengadilan berubah fungsi, bukan lagi tempat di mana argumen hukum diperdebatkan dengan sengit dan jujur.
Pengadilan dijadikan arena tawar-menawar yang mirip pasar malam, penuh intrik, bisikan “diskon” atau “penawaran khusus” bagi mereka yang berani manawar harga tinggi.
Ruang sidang yang semestinya menjunjung tinggi kebenaran menjadi lapak transaksi para oknum makelar, menjadi tempat di mana “harga keadilan” dapat dikompromikan demi kepentingan “peminat” yang mau menebak harga.
Ketika kita tidak berniat dan berupaya menghentikan keadilan dijadikan barang dagangan, para penegak hukum akan kehilangan jati diri.
Hakim, jaksa, hingga aparat penegak hukum lain yang “masih suci” bisa tergiur ikut-ikutan menjadi pedagang, bukan penjaga keadilan dan kebenaran.
Kita sangat miris apabila proses penegakan keadilan tidak lagi merujuk pada pasal dan ayat di undang-undang, tetapi pada negosiasi yang terjadi di belakang layar. Praktik ini akan menciptakan ketidakadilan berantai (
cumulative injustice
).
Mereka yang tidak memiliki akses atau tidak mampu “membeli” keadilan cukup sekadar meratapi nasib yang direnggut oleh ketidakadilan struktural.
Para pencari keadilan dari kalangan bawah akan menjadi sekadar penyumbang angka-angka laporan jumlah kasus. Lain halnya dengan mereka yang berduit bisa tersenyum lebar dengan hasil putusan yang dikendalikan harga penawaran.
Implikasi dari praktik perdagangan keadilan akan berdampak secara sosial. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada institusi hukum, menciptakan sinisme terhadap siapa pun yang mewakili hukum.
Hukum yang seharusnya menjadi simbol kesucian akan dilihat sebagai instrumen kotor keuntungan finansial. Hal ini akan memperlemah keutuhan sosial dan memicu rasa frustasi kolektif yang semakin dalam.
Ketika keadilan diperdagangkan, maka hukum dan tatanannya akan kehilangan keabsahannya. Seperti kapal tanpa jangkar, hukum menjadi hanyut ke mana arus uang membawanya.
Akibatnya, putusan hukum yang dihasilkan oleh sistem ini tidak lagi memiliki legitimasi moral di mata masyarakat, baik lokal maupun global.
Peraturan menjadi tidak jelas atau abu-abu, dan interpretasi hukum tergantung siapa yang memiliki keleluasaan finansial.
Ketika keadilan diperdagangkan, peraturan akan banyak bermunculan, tapi kebenaran menjadi langka. Praktik dagang keadilan akan melahirkan budaya pura-pura bermoral.
Akan banyak penegak hukum di depan publik berpidato tentang pentingnya integritas, tetapi tetap terjebak dalam kubangan “bisnis” keadilan.
Ketidaksingkronan antara realitas sebenarnya di balik layar dengan retorika di panggung semakin merusak kredibilitas tatanan hukum.
Ketika keadilan didagangkan para makelar, tatanan hukum, terutama lembaga peradilan, akan menjadi seperti arena pialang saham yang dipenuhi kalkulasi untung-rugi,
selling and buying
, dan spekulasi liar.
Harga keadilan bisa naik atau turun sesuai siapa yang mampu membayar harga tertinggi.
Para makelar hukum memainkan peran sebagai spekulan, “memutar” nasib para pihak yang berperkara.
Keadilan bukan lagi tujuan luhur, melainkan sekadar instrumen permainan yang makin menjauh dari prinsip-prinsip keadilan yang sebenarnya.
Keputusan hukum tak akan lagi murni berdasarkan kebenaran dan bukti, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh tawar-menawar di balik layar, layaknya perdagangan saham yang ditentukan oleh informasi orang dalam.
Nilai keadilan bergeser dari sakralitas hukum menjadi komoditas yang siap dijual bagi siapa pun yang sanggup memenuhi nominal yang mereka tetapkan.
Praktik dagang saham keadilan akan mengancam ritual hukum yang serius menjadi praktik spekulasi.
Sistem hukum yang semestinya berjalan objektif berubah menjadi mesin kalkulasi, tempat keputusan hukum yang ditakar dengan perhitungan untung-rugi.
Pasal dan ayat dalam undang-undang yang semula diharap menjadi pilar kokoh malah menjadi “aset spekulatif” yang naik-turun sesuai permintaan pasar.
Sementara itu, mereka yang tak sanggup “berinvestasi” terpaksa menerima risiko ditinggalkan dalam pusaran pasar keadilan yang penuh intrik, taktik dan spekulasi.
Perdagangan saham keadilan hanya menguntungkan “investor” kelas atas yang bisa menjangkau “harga hukum”.
Keadilan semakin sulit diakses oleh mereka yang benar-benar membutuhkan. Keadilan bukan lagi soal benar atau salah, melainkan soal besar kecilnya modal yang dikeluarkan.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan
-
/data/photo/2024/10/29/6720ed8793449.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Profil Tom Lembong, Eks Mendag yang Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula Nasional
Profil Tom Lembong, Eks Mendag yang Jadi Tersangka Korupsi Impor Gula
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Thomas Trikasih Lembong ditetapkan menjadi tersangka oleh
Kejaksaan Agung
dalam kasus dugaan
korupsi
terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Lelaki yang kerap disapa
Tom Lembong
itu ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitas sebagai mantan Menteri Perdagangan bersama Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia 2015-2016 berinisial CS.
Tom yang lahir pada 4 Maret 1971 bermukim di Jerman antara usia 3 sampai 10 tahun. Namun, dia sempat mengenyam pendidikan di Regina Pacis, Palmerah, Jakarta.
Setelah lulus SMA, Tom kemudian pergi ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Dia kemudian menyelesaikan pendidikan tingginya di Harvard University pada 1994 dengan gelar Bachelor of Arts (B.A.) di bidang arsitektur dan tata kota.
Akan tetapi, Tom Lembong justru berkecimpung di industri jasa keuangan.
Dia bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley di Singapura pada 1995. Setelah itu Tom Lembong menduduki posisi sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia dari 1999 sampai 2000.
Tom Lembong juga pernah menjadi penasihat ekonomi ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Posisi ini dipertahankan sampai Jokowi menjadi presiden 2014.
Lalu, Tom menjadi Menteri Perdagangan 2015-2016, sebelum digeser menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sampai 2019.
Setelah itu, Tom Lembong bergabung dengan kubu calon presiden Anies Baswedan sebagai tim pemenangan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dalam konstruksi perkara ini, pada 2015, berdasarkan rapat koordinasi antarkementerian, telah disimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak diperlukan impor gula.
Akan tetapi, di tahun yang sama, Tom yang ketika itu menjabat Menteri Perdagangan memberikan izin impor gula kristal mentah tersebut.
Oleh Kemendag, PT AP diberikan izin mengimpor 105.000 ton gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.
“Pemberian izin ini tidak melalui rapat koordinasi atau tanpa ada rekomendasi dari Kementerian Perindustrian,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024) malam.
Akibat perkara itu, Indonesia diduga mengalami kerugian mencapai Rp 400 miliar. Usai pemeriksaan, Tom Lembong kemudian ditahan sebagai tersangka di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pilkada Serentak di depan mata, Bawaslu Jambi Gelar Rakor Gakkumdu
Jambi, Gatra.com- Jelang pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024, Bawaslu Provinsi Jambi menginisiasi Rapat Koordinasi bersama Sentra Gakkumdu. Rakor ini berlangsung Selasa (23/07) di Lantai 4 Mahligai 9 Tower di kawasan Telanaipura Kota Jambi.
Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Bawaslu Provinsi Jambi Wein Arifin, Anggota Bawaslu Provinsi Jambi Ari Juniarman, Dirreskrimum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira, Kasi TPUL Kejati Jambi Boby H. Halomoan Sirait bersama jajaran Sentra Gakkumdu Provinsi Jambi.
Dalam arahannya, Ketua Bawaslu Provinsi Jambi Wein Arifin menyampaikan apresiasi kepada jajaran Sentra Gakkumdu atas kinerja sudah bekerja dan ikut menyukseskan penyelenggaraan Pemilu tahun 2024. “Terima kasih atas dedikasi dan kinerja Sentra Gakkumdu dalam penanganan pelanggaraan dan ikut serta dalam menyukseskan Pemilu 2024,” kata Wein.
Wein melanjutkan, Selain itu, ia juga berharap sinergitas yang sudah dibangun selama ini bisa dilanjutkan dalam proses penyelenggaraan Pemilihan serentak tahun 2024. “Agenda ke depan Sentra Gakkumdu adalah mengawal proses penyelenggaraan Pemilihan serentak tahun 2024, terutama dalam penanganan pelanggaran. Apa yang sudah terjalin dengan baik selama ini dapat diteruskan dalam tahapan Pemilihan ini,” ujarnya.
Ditempat sama, Dirreskrimum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira dalam kegiatan tersebut, menyampaikan pertemuan ini adalah langkah awal dalam menghadapi pemilihan serentak tahun 2024, semoga ke depan kolaborasi dan kerja sama ini terus terbangun.
“Kolaborasi yang dibangun selama ini, dapat kita tingkatkan dalam proses penyelenggaraan Pemilihan serentak tahun 2024, dengan terus meningkatkan pemahaman dan penyamaan persepsi dalam menjalankan tugas yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu baik dalam Pemilu dan Pemilihan. Dan apa yang sudah kita lakukan selama ini harus kita publis ke masyarakat secara luas,” kata Dirreskrimum.
Sementara itu, Kasi TPUL Kejati Jambi Boby H. Halomoan Sirait juga mengapresiasi kinerja Sentra Gakkumdu yang sudah dilakukan secara bersama-sama selama ini. “Ke depan dalam menghadapi pemilihan serentak ini dapat terus dijaga dan ditingkatkan kerja sama yang sudah terjalin selama ini,” kata Boby.
Dalam kegiatan tersebut, Bawaslu Provinsi Jambi juga ikut menyampaikan ucapan selamat hari Bhayangkara ke 78 dan hari bhakti adhyaksa ke 64. Dimana setelah acara Rakor selesai, dilanjutkan dengan pemotongan nasi tumpeng sebagai bentuk ucapan selamat atas hari ulang tahun untuk jajaran kepolisian dan kejaksaan.
23
-

Kejagung jadi lembaga hukum paling dipercaya publik
Ilustrasi – Kejaksaan Agung (ANTARA FOTO)
Survei Indikator: Kejagung jadi lembaga hukum paling dipercaya publik
Dalam Negeri
Widodo
Minggu, 27 Oktober 2024 – 22:15 WIBElshinta.com – Lembaga survei Indikator mencatat Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin masih menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik.
Berdasarkan survei pada 10-15 Oktober 2024, Kejagung berada di urutan ketiga setelah institusi presiden dan TNI. Kepercayaan publik terhadap Kejagung mencapai 75 persen, paling tinggi dibanding lembaga penegak hukum lainnya.
“Kalau kita cek, TNI masih paling tinggi yang dipercaya (96 persen), disusul institusi presiden sekitar 86 persen, kemudian Kejaksaan Agung 75 persen,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat merilis hasil survei secara daring yang dipantau dari Jakarta, Minggu.
Di bawah Kejagung, pengadilan memiliki tingkat kepercayaan publik sekitar 73 persen, Polri 69 persen, Mahkamah Konstitusi (MK) 68 persen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 65 persen.
Sementara itu, Menteri Perumahan Maruarar Sirait, mengapresiasi capaian Kejagung sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya publik. Menurut dia, bahwa Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menyatakan soal komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
“Jaksa Agung itu bagus, bilang kalau memberantas korupsi harus dari kepalanya. Orang nomor satunya. Saya pikir kalau seorang Jaksa Agung bisa ngomong begitu, kita para menteri juga harus bisa memberi contoh itu,” kata Maurarar yang juga hadir secara daring mengikuti rilis survei tersebut.
Adapun dalam survei tersebut, jumlah sampel sebanyak 1200 orang dengan asumsi metode simple random sampling. Ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error–MoE) sekitar 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi di Indonesia yang terdistribusi secara proporsional.
Sumber : Antara
-

Terungkap Peran Tom Lembong di Kasus Impor Gula yang Rugikan Negara Rp400 Miliar
Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong dalam kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula.
Untuk diketahui, pria yang akrab disapa Tom Lembong itu merupakan satu dari dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Keduanya juga sudah ditahan per hari ini, Selasa (29/10/2024).
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohari, pihaknya menduga Tom berperan dalam memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih.
Kendati impor itu ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan.
“Padahal yang seharusnya melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka stabilitas harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh menteri perdagangan. Itu pun seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah,” jelas Qohari dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).
Berdasarkan kronologi perkaranya, Tom diduga memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia dinyatakan surplus gula.
Pada sekitar sembilan tahun silam, hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri. Akan tetapi, Tom yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.
“Akan tetapi pada tahun yang sama yaitu 2015 Menteri Perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 350.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih” jelasnya.
Di sisi lain, peraturan yang ada yakni Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.257/2004 mengatur bahwa impor gula kristal hanya boleh diimpor oleh BUMN. Namun, pada izin persetujuan yang dikeluarkan oleh Tom, impor itu dilakukan oleh swasta PT AP.
“Dan impor gula kristal tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” lanjut Qohari.
Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.
Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.
Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya.
Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.
Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.
“Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, Kejagung menetapkan dua orang tersangka yaitu TTL selaku Mendag Periode 2015-2016 serta CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015-2016.
-

Masih Tersenyum, Kejaksaan Langsung Tahan Tom Lembong di Rutan Salemba
Jakarta (beritajatim.com) – Kejaksaan Agung langsung melakukan penahanan terhadap Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong. Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 s.d. 2016.
“Tersangka TTL di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 50/ F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 29 Oktober 2024,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejaksaan Agung.
Begitu juga dengan tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) , ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 51/ F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 29 Oktober 2024.
“Kedua Tersangka dilakukan penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan) selama 20 hari ke depan,” katanya.
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.
Sementara saat akan memasuki mobil tahanan, tampak Tom berjalan dengan tangan diborgol dan mengenakan rompi tahanan pidsus warna merah muda. Sesekali dia melempar senyum. Tom pun mengaku telah menyerahkan sepenuhnya kasus yang menjeratnya kepada Tuhan. “Saya menyerahkan ke Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Tom. [hen/ian]
-

Tom Lembong Jadi Tersangka, Kejagung Tegaskan Tak Ada Muatan Politis
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan penetapan tersangka Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong tidak terkait politik.
Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan penetapan eks Co-captain Tim Pemenangan Anies-Cak Imin di Pilpres sebagai tersangka itu murni dari hasil penyelidikan dan alat bukti yang cukup.
“Bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang perlu digarisbawahi. Tidak terkecuali siapapun pelakunya ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ujarnya di Kejagung, Selasa (29/10/2024).
Dia menambahkan, penyidikan kasus importasi gula ini dimulai pada Oktober 2023. Terhitung, hingga saat ini terdapat 90 saksi yang telah diperiksa oleh penyidik Kejagung.
“Dengan jumlah saksi sekitar 90, tentu penyidikan tidak hanya berdiri di sana kita juga menghitung kerugian negara, dengan memerlukan ahli, penyidikannya cukup lama karena perkara ini bukan perkara yang biasa, bukan perkara yang sederhana,” pungkasan.
Sebagai informasi, selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, Tom Lembong dan CS terancam dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal pidana seumur hidup.
-

Tom Lembong Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Jakarta (beritajatim.com) – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Tom ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 s.d. 2016.
“Tim Penyidik JAM PIDSUS Tetapkan dua orang tersangka dalam Perkara Impor Gula, Salah Satunya Eks Menteri Perdagangan Berinisal TTL,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya.
Penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Nomor: Prin-54/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 03 Oktober 2023. Adapun kedua tersangka tersebut yaitu TTL selaku Menteri Perdagangan periode 2015 s.d. 2016 berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor: TAP-60/F.2/Fd.2/10/2024. Dan tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor : TAP-61/F.2/Fd.2/10/2024.
Qohar menambahkan, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [hen/ian]
/data/photo/2024/10/25/671b98cd1051d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/29/6720eb7faff27.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/29/6720f22f350fd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)