Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • 7
                    
                        Tom Lembong Didorong Jadi "Justice Collaborator", Bongkar Kans Adanya Mafia Impor Gula
                        Nasional

    7 Tom Lembong Didorong Jadi "Justice Collaborator", Bongkar Kans Adanya Mafia Impor Gula Nasional

    Tom Lembong Didorong Jadi “Justice Collaborator”, Bongkar Kans Adanya Mafia Impor Gula
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo mendorong agar Thomas Trikasih Lembong (TTL) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait
    impor gula
    di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015, berani membongkar dugaan
    mafia
    di balik importasi gula.
    Diketahui,
    Tom Lembong
    adalah Menteri Perdagangan (Mendag) pada periode 2015-2016. Saat itu, dia disebut memberikan izin impor gula kepada Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS yang juga merupakan tersangka dalam kasus dugaan
    korupsi impor gula
    ini.
    “Tom Lembong harus jadi
    justice collaborator
    (saksi pelaku),” kata Yudi dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis (31/10/2024).
    Menurut Yudi, kasus importasi gula itu sudah terjadi cukup lama yakni sekitar sembilan tahun. Oleh karenanya, bisa saja ada mafia di balik kebijakan impor gula tersebut.
    Di sisi lain, Yudi menyebut, Tom Lembong sebagai orang yang mengeluarkan izin impor gula pasti mengetahui orang-orang yang terlibat di balik keluarnya kebijakan tersebut.
    “Sehingga, ketika berani mengeluarkan kebijakan tersebut, tentu Tom Lembong tahu siapa saja yang terlibat dalam proses keluarnya ijin impor gula olehnya selaku Mendag,” ujarnya.
    Oleh karena itu, Yudi mendorong agar Tom Lembong berani membongkar kemungkinan ada mafia di balik kebijakan importasi gula tersebut. Sehingga, kasus tersebut tidak terulang.
    Apalagi, dari dibukanya keran impor gula terhadap sekitar delapan perusahaan itu membuat negara dirugikan sekitar Rp 400 miliar.
    “Tom Lembong mau buka bukaan bukan sekedar hanya membuktikan dia tidak bersalah, tetapi juga mau membongkar siapa saja
    mafia impor
    terutama gula yang bermain selama ini sehingga menyeretnya menjadi tersangka,” kata Yudi.
    Lebih lanjut, aktivis antikorupsi ini juga mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak hanya berpuas dengan penetapan Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI berinisial CS sebagai tersangka.
    Yudi menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi importasi gula ini harus tuntas sampai ke akarnya.
    “Kejaksaan harus mengembangkan perkara impor gula ini, bukan sekedar puas dengan penetapan dua tersangka tetapi harus tuntas dengan diberantasnya mafia impor. Termasuk juga apakah kebijakan impor gula oleh menteri berikutnya sesuai prosedur atau tidak yang berpotensi pidana juga,” ujarnya.
    Sebagaimana diberitakan, Kejagung menetapkan eks Mendag Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS sebagai tersangka.
    Keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait importasi gula pada 2015. Tom Lembong sebagai Mendag disebut memberikan izin impor gula kepada CS.
    Padahal, berdasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian pada 12 Mei 2015, menyimpulkan bahwa Indonesia dalam kondisi surplus gula dan tidak membutuhkan impor.
    Pemberian izin impor gula tersebut berawal dari penerbitan surat izin
    impor Gula
    Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton pada 2015.
    “Pada 2015, Tom Lembong sebagai Mendag memberikan izin Persetujuan Impor (PI) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP),” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers yang berlangsung pada Selasa (29/10/2024) malam.
    Menurut Qohar, berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berhak melakukan impor GKP.
    “Berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL, dilakukan oleh PT AP dan impor GKM tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait,” ujar Qohar.
    “Padahal, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya diimpor adalah gula impor putih secara langsung dan yang boleh melakukan impor tersebut hanya BUMN,” katanya lagi.
    Qohar juga menyebut bahwa izin impor tersebut tidak melibatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk memastikan kebutuhan gula dalam negeri.
    Dari dugaan korupsi ini, Qohar menyebut, negara mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 400 miliar.
    Atas perbuatannya, Tom Lembong dan CS disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal mencapai seumur hidup.
    Kemudian, keduanya juga sudah ditahan selama 20 hari ke depan oleh Kejagung. Tom Lembong ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan CS ditempatkan di Rutan Salemba cabang Kejagung.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Heboh di X! Umar Hasibuan Pertanyakan Kekayaan Hakim Kasus Guru Honorer Konawe

    Heboh di X! Umar Hasibuan Pertanyakan Kekayaan Hakim Kasus Guru Honorer Konawe

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan, kembali bersuara terkait kasus yang menjerat seorang guru honorer bernama Ibu Supriyani di Konawe Selatan.

    Umar mengatakan, kekayaan hakim yang menangani kasus tersebut tidak sesuai dengan usianya yang masih muda.

    “Hakim bu Supriyani masih muda tapi kekayaannya sudah mentereng,” ujar Umar keterangannya di aplikasi X @UmarSyadatHsb__ (30/10/2024).

    Umar juga mengajak para netizen di platform X untuk memviralkan informasi ini agar Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terkait sumber kekayaan sang hakim.

    “Ayo netizen X viralkan hakim ini supaya kejagung periksa sumber kekayaannya,” tandasnya.

    Seruan ini dilontarkan Umar untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum.

    Ia juga menekankan pentingnya integritas aparat dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan masyarakat kecil seperti Ibu Supriyani.

    Sebelumnya diketahui, Stevie Rosano, hakim muda berusia 29 tahun, menjadi sorotan netizen usai memimpin sidang lanjutan kasus yang melibatkan guru honorer Supriyani pada Selasa, 29 Oktober 2024.

    Dalam persidangan tersebut, Stevie Rosano menolak eksepsi yang diajukan oleh pihak Supriyani, yang diwakili penasihat hukumnya.

    Dalam putusannya, Stevie menyatakan bahwa keberatan pihak Supriyani “tidak dapat diterima,” dan menginstruksikan agar penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 104/Pidsus/2024/PNAndoolo hingga sidang akhir.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara…menangguhkan perkara sampai putusan akhir,” ucapnya.

  • Duduk Perkara Kerugian Negara Rp400 Miliar yang Disangkakan ke Tom Lembong

    Duduk Perkara Kerugian Negara Rp400 Miliar yang Disangkakan ke Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA – Kabar Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong yang ditetapkan sebagai tersangka telah mengejutkan publik.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton pada 2015.

    Hal tersebut menjadi penyebab pria yang akrab disapa Tom Lembong itu kini ditetapkan tersangka oleh tim penyidik di Jampidsus Kejagung, Selasa (29/10/2024).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 silam menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri.

    Namun, Tom Lembong yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 atau periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.

    “Akan tetapi pada tahun yang sama 2015 Menteri Perdagangan, yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” jelas Qohari pada konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

    Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

    Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

    Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.

    Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

    Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya.

    Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.

    Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.

    “Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” pungkasnya.

    Peran Tom Lembong

    Kejagung mengungkap peran mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong dalam kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula.

    Untuk diketahui, pria yang akrab disapa Tom Lembong itu merupakan satu dari dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Keduanya juga sudah ditahan per hari ini, Selasa (29/10/2024).

    Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohari, pihaknya menduga Tom berperan dalam memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih.

    Kendati impor itu ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan.

    “Padahal yang seharusnya melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka stabilitas harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh menteri perdagangan. Itu pun seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah,” jelas Qohari dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

    Kejagung menyebut telah memeriksa eks Tom Lembong sebanyak tiga kali sebelum menetapkannya sebagai tersangka kasus importasi gula.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan pemeriksaan Tom Lembong dalam kapasitasnya sebagai saksi dilakukan sejak 2023.

    “Terkait dengan pemeriksaan yang bersangkutan sejak kurun waktu 2023 sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi, dan kemarin tentu beliau dipanggil, yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi,” ujarnya di Kejagung, Rabu (30/10/2024).

    Kemudian, kata Harli, pihaknya baru menetapkan status tersangka pada mantan Co-captain Tim Pemenangan Anies-Cak Imin di Pilpres dalam panggilan ketiganya atau Selasa (29/10/2024).

    “Setelah lakukan pemeriksaan sebagai saksi, penyidik melakukan expose perkara kemudian menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” tambahnya.

    Harli juga menambahkan, penyidikan yang menyeret Tom Lembong ini dimulai pada Oktober 2023. Dalam kasus ini Tom ditengarai memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada 2015.

    Padahal, saat itu Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga Indonesia tidak memerlukan impor gula di luar negeri.

    Akan tetapi, Tom yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.

    Di lain sisi, Harli juga menekankan bahwa penetapan tersangka ini tidak memuat unsur politik dan murni dari hasil penyidikan dan temuan barang bukti.

    “Murni ini penegakan hukum bahwa terhadap penegakan hukum yang represif tentu harus dimaknai terhadap pemenuhan adanya bukti permulaan yang cukup,” pungkasan.

    Dukungan ke Tom Lembong

    Politikus Anies Baswedan menyinggung tentang negara kekuasaan saat merespons penetapan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka korupsi importasi gula.

    Anies semula menyebut tentang kedudukan Indonesia dalam UUD 1945. Dia ingin melihat apakah negara ini masih menerapkan prinsip negara hukum (rechtsstaat) atau negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat).

    “Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid,” ujar Anies dalam cuitan di akun X resminya, Rabu kemarin.

    Anies dan Tom Lembong memiliki hubungan dekat. Tom merupakan figur penting di tim kampanye Anies saat berkontestasi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

    Tidak hanya itu, ketika keduanya meninggalkan kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Tom diangkat Anies sebagai Komisaris Independen PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. 

    Dalam pernyataannya yang dibagikan melalui platform X, Anies menyebut telah bersahabat dengan Tom selama hampir 20 tahun. Dia menyebut mantan Mendag Kabinet Kerja Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu sebagai pribadi yang berintegritas tinggi. 

    “Tom adalah orang yang lurus dan bukan tipe orang yang suka neko-neko. Karena itu selama karier-panjang di dunia usaha dan karier-singkat di pemerintahan ia disegani, baik lingkup domestik maupun internasional.”

    Anies sangat terkejut ketika mendengar kabar Tom Lembong menjadi tersangka. Kendati demikian, sebagai warga negara dia menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

    “Kami percaya aparat penegak hukum dan peradilan akan menjalankan proses secara transparan dan adil. Kami juga tetap akan memberikan dukungan moral dan dukungan lain yang dimungkinkan untuk Tom,” tutur Anies.

    Kemudian, Anies memberikan pesan kepada sahabatnya itu. Dia meminta agar Tom tidak berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya. Mantan Rektor Universitas Paramadina itu juga menegaskan masih percaya terhadap Tom. 

    “I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus,” tuturnya. 

  • KPU Kota Bekasi pastikan logistik Pilkada 2024 aman dan terdistribusi tepat waktu

    KPU Kota Bekasi pastikan logistik Pilkada 2024 aman dan terdistribusi tepat waktu

    Sumber foto: Hamzah Aryanto/elshinta.com.

    KPU Kota Bekasi pastikan logistik Pilkada 2024 aman dan terdistribusi tepat waktu
    Dalam Negeri   
    Sigit Kurniawan   
    Rabu, 30 Oktober 2024 – 16:34 WIB

    Elshinta.com – KPU Kota Bekasi menggelar rapat koordinasi kesiapan pengelolaan dan pendistribusian logistik serta pengamanan Pilkada 2024.

    Ketua KPU Kota Bekasi, Ali Syaifa mengatakan pendistribusian logistik direncanakan akan dimulai pada tanggal 22 hingga 26 November mendatang.

    “Untuk logistik Pilkada, dalam hal ini surat suara, kita sudah cek. Pencetakannya dilakukan oleh PT Gramedia di Cikarang, Bekasi, dan surat suara sudah baik, tercetak sesuai mestinya. Kita tinggal menunggu pengiriman logistik yang informasinya Kota Bekasi akan dikirim pada tanggal 31 Oktober 2024,” kata Ali, Selasa (29/10/2024).

    Ia menjelaskan, demi menjaga keamanan logistik, KPU Kota Bekasi bekerjasama dengan Forkopimda dalam melakukan pengamanan pendistribusian logistik.

    “Pengamanan logistik kita lakukan secara ketat, baik internal maupun ekternal yaitu melibatkan unsur pemerintah, di antaranya Kesbangpol, Satpol PP, Polres Metro Bekasi Kota, Kodim 0507, dan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi,” ungkapnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hamzah Aryanto, Rabu (30/10).

    Ia mengungkapkan kesiapan dan kolaborasi antar lembaga ini diharapkan dapat memastikan Pilkada Kota Bekasi 2024 berjalan lancar dan demokratis.

    “Tadi para narasumber zemuanya sama-sama memberi pesan agar logistik ini dijaga bersama, dikelola dengan baik di Pilkada 2024,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, surat suara akan disimpan di gudang yang berlokasi di pusat pergudangan Alexindo, Bekasi Utara. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Baru Sehari Dilantik, Harta Rp1,9 M

    Baru Sehari Dilantik, Harta Rp1,9 M

    GELORA.CO  – Berikut profil Soleman, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi yang ditetapkan sebagai tersangka suap.

    Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi telah menangkap Soleman pada Selasa (29/10/2024), sekira pukul 13.00 WIB.

    Soleman diduga menerima suap terkait pengurusan proyek pemerintahan daerah.

    Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Dwi Astuti Beniyati, membenarkan kasus yang menjerat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi itu.

    “Jaksa penyidik melakukan penahanan selama 20 hari ke depan atas SL (Soleman) di Lapas Kelas IIA Cikarang untuk kepentingan penyidikan,” katanya, dikutip dari TribunBekasi.com, Kamis (31/10/2024).

    Lantas siapa sosok dari Soleman?

    Profil singkat

    Dikutip dari infopemilu.kpu.go.id, Soleman lahir di Bekasi pada 5 Mei 1971.

    Saat ditetapkan sebagai tersangka, ia berumur 53 tahun.

    Soleman pernah belajar di SMAN 2 Bekasi pada 1988 dan lulus 1991.

    Ia melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dengan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.

    Soleman sendiri merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P).

    Pria berkumis itu, sudah duduk di kursi anggota DPRD Kabupaten Bekasi sejak 2019.

    Tekanan darah tinggi, arteri tersumbat dan penyakit jantung menyebabkan kematian dini

    Ia dipercaya sebagai Wakil Ketua DPRD.

    Pada pileg 2024, Soleman kembali maju bertarung di Dapil Bekasi 3.

    Dia berhasil meraih suara sebanyak 8.766 suara.

    Soleman lalu dilantik menjadi Wakil Ketua DPRD pada Senin (28/10/2024).

    Sehari kemudian pada Selasa (29/10/2024), Soleman langsung ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap.

    Soleman diduga menerima suap dari tersangka RS, yang sudah berstatus tersangka dan ditahan. 

    Dalam kasus ini, RS diberikan 26 proyek oleh Soleman, dengan nilai bervariasi sekitar Rp 200-300 juta per proyek, serta imbalan berupa kendaraan, yaitu Mitsubishi Pajero putih dan BMW sebagai barang bukti.

    Kasus ini terjadi saat Soleman masih menjabat sebagai pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi periode 2019-2024.

    Atas perbuatannya, Soleman dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf a, Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf b, dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Harta kekayaan

    Harta kekayaan Soleman meningkat sejak dirinya pertama kali menjadi anggota DPRD Kabupaten Bekasi.

    Ia pertama kali melaporkan hartanya ke Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) pada Desember 2018 dengan jumlah total Rp1.701.000.000.

    Angka tersebut, kembali naik menjadi Rp 1.819.000.000 pada Desember 2019.

    Setahun berikutnya, harta kekayaan Soleman menjadi Rp 1.935.000.000.

    Jumlah harta kekayaan itu bertahan hingga sekarang.

    Berikut rincian lengkapnya:

    Tanah Dan Bangunan Rp1.550.000.000

    1. Tanah Dan Bangunan Seluas 112.03 M2/108 M2 Di Kab / Kota Bekasi, Hasil Sendiri Rp 850.000.000

    2. Tanah Dan Bangunan Seluas 180 M2/90 M2 Di Kab / Kota Bekasi, Hasil Sendiri Rp 700.000.000

    Alat Transportasi Dan Mesin Rp. 340.000.000

    1. Mobil, Honda Odyssey 2.4 At Tahun 2005, Hasil Sendiri Rp 125.000.000

    2. Mobil, Honda Honda Hrv Us18rs Cvt Tahun 2017, Hasil Sendiri Rp 215.000.000

    Harta Bergerak Lainnya Rp. —-

    Surat Berharga Rp. —-

    Kas Dan Setara Kas Rp 45.000.000

    Harta Lainnya Rp. —-

    Utang Rp. —-

    Total Harta Kekayaan Rp 1.935.000.000

  • Kenapa Harus Membayar, Saya Kan Tidak Bersalah

    Kenapa Harus Membayar, Saya Kan Tidak Bersalah

    GELORA.CO  – Supriyani mengaku tak habis pikir, dirinya diminta membayar uang jutaan rupiah demi “berdamai” dengan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

    Guru Supriyani merupakan guru honorer di SDN 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

    Ia dilaporkan ke polisi karena dugaan menganiaya anak seorang polisi ketika di sekolah.

    Dalam perjalanan kasus itu, guru Supriyani mengungkapkan soal adanya permintaan uang damai terkait kasusnya.

    “Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi disuruh membayar uang Rp2 juta yang menyuruh Kapolsek. Itu hari cuma punya uang Rp1,5 juta tapi mintanya dia Rp2 juta,” ujar Supriyani dalam wawancara khusus dengan Tribun Sultra di akun Youtube Tribunnews Sultra Official.

    “Saya benar-benar menyerah di situ. Kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah. Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan tetap jalani sampai ada titik terakhir,” sambungnya.

    Beriku ini pengakuan Supriyani saat wawancara eksklusif TribunnewsSultra.com bersama Supriyani di kediamannya di Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, Senin (28/10/2024).

    Kronologi kasus ini seperti apa? 

    Awalnya itu hari Jumat, 26 April 2024 kiranya pukul 12.30 Wita. Siang itu saya ditelepon penyidik Polsek Baito yang bernama Pak Jefri. 

    Saya sempat bertanya,” Maaf ini siapa?” Dia memperkenalkan dirinya adalah Jefri dari Polsek Baito. 

    Dia menanyakan saya ada di mana dan meminta saya untuk datang ke kantor polisi saat itu juga,

    Karena jaraknya tidak terlalu jauh, saya pun mengiyakan permintaan itu.

    Saya langsung bergegas datang ke kantor, sampai di kantor itu sudah ada penyidik, Pak Kapolsek, kedua orangtua korban, dan korban di situ sudah duduk.

    Saya langsung didudukkan di situ dekat orangtua korban.

    Dia bertanya,” Ibu tahu nggak tujuan ibu saya panggil ke sini?

    “Nggak tahu pak.”

    “Ibu datang ke sini saya mau mintai keterangan karena ibu telah dilaporkan sama orangtua.”

    “Kebetulan anak itu ada di sekolah di sekolahnya ibu mengajar, dan kebetulan orangtua korban juga bertugas di Polsek sini.”

    Terus saya tanya, dilaporkan apa pak?

    Pak Jefri penyidik lalu bilang, ibu telah dilaporkan menganiaya ananda D, memukul pakai sapu ijuk.

    Di situ saya kaget. Demi Allah, Pak saya tidak melakukan itu.

    Saya bantah begitu karena itu anak bukan muridku. Anak itu di kelas 1A, saya mengajar di kelas 1B.

    Katanya kejadiannya itu hari Rabu, 24 April 2024. Pada hari Rabu itu saya mulai pagi sampai anak-anak pulang saya ada di dalam kelas.

    Di dalam kelas 1A pun begitu, ada gurunya Ibu Guru Lilis Serlina Dewi yang mengajar mulai pagi sampai jam pulang sekolah ada di kelas. 

    Sekitar jam 9 pagi, Ibu Lilis memang sempat izin ke kantor tapi itu antara ruangannya Bu Lilis kelas 1A dengan kantor itu nggak jauh, mungkin cuma sekitar tiga menit baru kembali lagi ke kelasnya.

    Tidak ada kejadian apa pun ketika itu.

    Di situ saya bilang sama Kapolsek, penyidik, dan kedua orangtuanya saya tidak melakukan perbuatan itu, karena memang tidak ada kejadian pada hari itu.

    Terus orangtua korban bilang, mereka tidak terima kalau seperti cara saya menyikapinya. Mereka akan membawa saya ke jalur hukum.

    Terus saya disuruh pulang sama penyidik untuk kalau memang ada berita lanjutan saya hubungi ibu.

    Selang dua hari setelah pertemuan di Polsek, saya menerima surat panggilan.

    Sebelum saya menghadiri surat panggilan, malam itu ada telepon dari Pak Penyidik Jefri mengintimidasi saya.

    “Ibu datang saja di rumahnya Pak Bowo untuk meminta maaf mengakui kesalahan supaya semua masalah ini tidak berlanjut.”

    Di situ saya langsung bilang tidak mau pak, karena saya nggak bersalah, saya tidak melakukan perbuatan itu, saya bilang begitu.

    Kemudian pukul 14.00 di tanggal 28 April 2024, saya memenuhi panggilan penyidik.

    Sekitar jam 2 siang sampai jam 7 malam.

    Kemudian paginya gantian Ibu Lilis yang dipanggil, yang dipertanyakan itu kejadian hari Rabu ada di mana dari pagi sampai pulang sekolah.

    Terus hari ketiganya giliran Pak Kepala Sekolah (KS) waktu mau dipanggil, Pak KS didatangi Pak Penyidik lagi waktu di rumahnya.

    Di situ, Pak KS pun diajak datang di rumahnya mengajak saya untuk datang di rumahnya Pak Bowo meminta maaf mengakui kesalahan.

    Awalnya Pak KS juga tadinya tidak mau ya. Kemudian datang ke rumah. Kami berunding termasuk dengan teman-teman (guru) di sekolah, bagaimana baiknya supaya ini masalah nggak berlanjut.

    Dapat keputusan dari teman sekolah katanya jalani saja supaya ada jalan keluar. 

    Begitu saya jalan ke sana ke rumah Pak Bowo bersama suami dan Kepala Sekolah tapi nggak ada hasil.

    Sampai di sana saya minta maaf. Namun bukan mengakui (memukul) tapi meminta maaf apabila selama anaknya sekolah di situ ada Kepala Sekolah atau guru lain atau saya cara mengajarnya kurang berkenan di hati orangtuanya.

    Tetapi di sana tidak diterima seolah-olah tetap saya yang dituduh memukul anak itu.

    Sampai dua kali itu diintimidasi sama tim penyidik.

    Kemudian, setelah sepekan berlalu ada panggilan lagi yang kedua.

    Di situ masih sama, tapi penyidiknya sudah berganti.

    Penyidik baru namanya Pak Amirudin. 

    Dalam penyidikan itu sama yang dipertanyakan itu awal mula kejadian.

    Saya ada di mana, kegiatan apa yang dilakukan di kelas, seperti penyidikan awal.

    Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi. Saya disuruh membayar uang Rp2 juta yang menyuruh Kapolsek.

    Hari itu saya cuma punya uang Rp1,5 juta. Namun dia mintanya dia Rp2 juta.

    Kekurangannya sebesar Jadi Rp500 ribu itu Pak (Kepala) Desa yang kasih.

    Katanya supaya saya nggak ditahan, di situ saya kasih Rp2 juta.

    Namun tetap nggak ada hasil. Kasus ini tetap dilanjutkan.

    Malah sampai ada juga dari perlindungan anak yang menelepon penyidik tapi nggak tahu siapa dari perlindungan anak mana. Dia meminta uang juga Rp15 juta untuk kejaksaan supaya tidak ditahan juga di situ.

    Tapi saya menyerah di situ, kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah.

    Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan tetap jalani sampai ada titik terakhir

  • Kejagung Pertimbangkan Gandeng PPATK untuk Telusuri Aliran Suap Zarof Ricar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Oktober 2024

    Kejagung Pertimbangkan Gandeng PPATK untuk Telusuri Aliran Suap Zarof Ricar Nasional 31 Oktober 2024

    Kejagung Pertimbangkan Gandeng PPATK untuk Telusuri Aliran Suap Zarof Ricar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) akan mempertimbangkan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
    PPATK
    ) unutk menelusuri aset dan aliran dana eks pejabat
    Mahkamah Agung
    (MA)
    Zarof Ricar
    yang kini berstatus sebagai tersangka suap terkait pengurusan perkara.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, kerja sama dengan PPATK akan dilakukan apabila penyidik melihat kebutuhan penelusuran lebih lanjut terhadap aliran dana yang ditemukan dalam kasus ini.
    “Kita akan lihat kebutuhan penyidikan. Jika memang dibutuhkan lembaga lain seperti PPATK, tentunya kita akan kolaborasi, tetapi semua ini harus dilakukan secara simultan,” kata Harli di kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
    Harli menegaskan, kasus Zarof adalah kasus yang kompleks, sehingga diperlukan langkah simultan dan menyeluruh untuk mengungkap aliran dana dan pihak-pihak yang terlibat.
    Ia menyebutkan bahwa Kejagung akan bekerja teliti agar tidak ada bagian dari penyelidikan yang terbengkalai.
    “Ini seperti
    puzzle
    , setiap kepingnya harus dirangkai untuk memberikan gambaran utuh dari peristiwa yang terjadi. Masyarakat juga harus memahami, proses ini dibatasi waktu, jadi kami berusaha melakukan yang terbaik agar semua berjalan secara maksimal,” ujar Harli.
    Harli melanjutkan, Kejagung juga akan menerapkan metode pembuktian terbalik untuk menelusuri sumber aliran dana suap atau gratifikasi eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
    Metode itu digunakan karena Zarof masih bungkam soal asal-usul uang senilai Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas yang ditemukan di rumahnya.
     
    “Kalau menerima uang atau aset gratifikasi di atas Rp 10 juta, harus bisa dijelaskan asalnya. Zarof sendiri masih diam terkait ini, jadi kami akan menempuh mekanisme pembuktian terbalik, sesuai aturan yang berlaku,” ujar Harli. 
    Ia menjelaskan, metode pembuktian terbalik membebankan tanggung jawab pembuktian kepada pihak penerima dana atau aset yang diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi.
    “Jika Zarof tidak bisa membuktikan asal asetnya, konsekuensinya harus dia tanggung. Namun, kami juga akan tetap menelusuri secara menyeluruh, hingga kasus ini tuntas dengan jelas,” ujar dia.
    Untuk diketahui, Zarof kini berstatus sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara Ronald Tannur, terpidana kasus penganiayaan yang sempat dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Surabaya.
    Saat menggeledah kediaman Zarof, penyidik Kejagung menemukan uang tunai senilai Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas yang nilainya saat ini lebih dari Rp 75 miliar.
    Artinya, bila ditotal, harta yang disita Kejagung dari rumah Zarof Ricar mencapai Rp 995 miliar atau nyaris menyentuh angka Rp 1 triliun.
    Aset itu disebut-sebut sudah dikumpulkan sejak tahun 2012, mengindikasikan Zarof sudah terlibat praktik makelar kasus sejak lama.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ironi Soleman, Jadi Tersangka Suap Sehari Setelah Dilantik sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        31 Oktober 2024

    Ironi Soleman, Jadi Tersangka Suap Sehari Setelah Dilantik sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Megapolitan 31 Oktober 2024

    Ironi Soleman, Jadi Tersangka Suap Sehari Setelah Dilantik sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi menetapkan
    Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
    ,
    Soleman
    , sebagai tersangka dugaan
    suap
    pengurusan proyek pada Selasa (29/10/2024).
    Penetapan ini terjadi sehari setelah pelantikannya sebagai pimpinan DPRD untuk periode 2024-2029, yang berlangsung pada Senin (28/10/2024).
    Soleman menanggapi penetapan tersebut dengan mengklaim bahwa proses ini bernuansa politik, sekaligus mengindikasikan adanya kepentingan tertentu di balik kasusnya.
    Menurut Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Dwi Astuti Beniyati, Soleman ditangkap dengan barang bukti berupa dua mobil, Pajero dan BMW, yang diduga diterimanya sebagai suap dari seorang kontraktor berinisial RS.
    “Jaksa Penyidik pada seksi tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi melakukan penetapan tersangka terhadap SL (Soleman),” kata Dwi kepada wartawan.
    Dwi menjelaskan, kasus ini berlangsung saat Soleman menjabat sebagai pimpinan DPRD periode 2019-2024, di mana ia diduga menerima suap untuk memuluskan proses pengurusan 26 proyek yang berada di bawah kendalinya.
    RS yang diduga memberikan suap tersebut telah ditahan dan menunggu pelimpahan berkas ke pengadilan.
    Dwi mengungkapkan, proyek-proyek tersebut dikerjakan oleh empat perusahaan dengan nilai anggaran berkisar antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per proyek.
    “Variasi. Kalau untuk proyek, rata-rata sekitar Rp 200 juta-Rp 300 juta,” ungkap Dwi.
    Soleman kini menjalani penahanan sementara di Lapas Kelas II Cikarang selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.
    Dia dijerat dengan beberapa pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf a, e, dan b, serta Pasal 11 yang mengatur tentang gratifikasi.
    Kuasa hukum Soleman, Siswadi, membantah bahwa kliennya menerima suap berupa mobil. Ia berargumen bahwa transaksi mobil tersebut adalah jual beli biasa.
    “Kami tidak melihat ada unsur pidana karena peristiwa hukum yang disangkakan oleh jaksa terhadap klien kami sebenarnya hubungan perdata biasa, yaitu jual beli mobil,” jelas Siswadi.
    Dia menambahkan bahwa Soleman telah menyampaikan bukti pelunasan pembelian mobil kepada penyidik, dan merasa sangat aneh jika kliennya dijadikan tersangka dalam kasus ini.
    Siswadi juga menyoroti adanya unsur politik dalam penetapan Soleman sebagai tersangka.
    “Perkara ini nuansa politiknya sangat kuat,” ujarnya.
    Soleman diketahui sebagai ketua tim pemenangan calon bupati di Pilkada Kabupaten Bekasi dan ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi.
    Siswadi mencurigai bahwa penetapan ini bertujuan untuk melemahkan kekuatan politik tim pemenangan yang diusung Soleman menjelang Pilkada Kabupaten Bekasi pada 27 November 2024.
    “Faktanya klien kami ditetapkan sebagai tersangka 28 hari jelang pilkada,” tegasnya.
    Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron, mengungkapkan keprihatinannya atas penetapan Soleman sebagai tersangka.
    “Kami atas nama unsur pimpinan DPRD yang mewakili semua anggota DPRD Kabupaten Bekasi turut prihatin atas kejadian yang menimpa saudara kami,” kata Ade.
    Ade menegaskan pentingnya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung, dengan mengingat prinsip praduga tak bersalah.
    Dia memastikan bahwa tugas dan fungsi pimpinan DPRD akan tetap berjalan, meskipun Soleman tengah menghadapi proses hukum.
    “Kami sangat menghargai dan menghormati segala bentuk proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Kabupaten Bekasi,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Diminta Usut Kasus Impor Beras-Daging era Enggartiasto hingga Gobel

    Kejagung Diminta Usut Kasus Impor Beras-Daging era Enggartiasto hingga Gobel

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (Aepi) Khudori meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memeriksa semua kasus impor yang berpotensi merugikan negara, termasuk impor beras, garam, kedelai, dan daging sapi.

    Hal tersebut disampaikan Khudori, usai Mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula periode 2015-2016.

    “Agar tidak memunculkan syak wasangka buruk, sebaiknya Kejagung memeriksa semua kasus yang memang potensial merugikan negara,” kata Khudori dalam keterangannya, Rabu (30/10/2024).

    Menurutnya dengan cara itu, Kejagung akan terbebas dari tuduhan tebang pilih. Oleh karena itu, dia mendukung Kejagung membersihkan semua aparat, pejabat, dan para pihak yang menjadi pencoleng dengan kedok impor.

    Khudori menuturkan, acakadut impor pangan sebenarnya tidak hanya terjadi pada gula. 

    Khudori merujuk pada hasil pemeriksaan BPK tentang pengelolaan tata niaga impor pangan dari 2015 hingga Semester I/2017 menemukan sebelas kesalahan kebijakan impor pada lima komoditas yakni beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi. 

    Sebagai informasi, pada periode tersebut posisi Mendag dijabat oleh Rachmat Gobel, Tom Lembong, dan Enggartiasto Lukita.

    Jika dikelompokkan, Khudori mengungkap bahwa kesalahan tersebut terbagi menjadi empat besar. Pertama, impor tak diputuskan di rapat di Kemenko Perekonomian. 

    Kedua, impor tanpa persetujuan kementerian teknis yakni Kementerian Pertanian. Ketiga, impor tak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen. Keempat, pemasukan impor melebihi dari tenggat yang ditentukan. 

    “Jadi, acak-adut impor itu tidak hanya terjadi pada gula, tapi juga komoditas lainnya. Juga, acak-adut impor potensial tidak hanya terjadi pada saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan,” ungkapnya.

    Dia juga meluruskan mengenai peraturan yang dilanggar oleh Tom Lembong. Kejagung, kata dia menyebut, peraturan yang dilanggar Tom Lembong yakni Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian 527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula.

    Khudori menuturkan, regulasi ini sebetulnya telah beberapa kali mengalami pergantian. Diantaranya, Peraturan Menteri Perdagangan No.117/2015 tentang Ketentuan Impor Gula dan terakhir, Permendag No.14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula.

    “Meskipun regulasi berubah, substansinya ada yang tak berubah,” ujarnya.

    Pertama, pasar gula kristal rafinasi (GKR) dan gula kristal putih (GKP) tetap terpisah. Kedua, impor hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang mendapatkan pengakuan sebagai importir dari otoritas, yakni BUMN produsen gula yang mengantongi Angka Pengenal Impor Produsen.

    Ketiga, impor gula kristal mentah (GKM) sebagai bahan baku GKR dan impor GKR oleh perusahaan yang mendapatkan pengakuan sebagai importir hanya bisa digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi dari industri.

    “Gula dilarang dipindahtangankan atau diperjualbelikan kepada pihak lain. Sementara yang berubah pada detail-detail,” pungkasnya. 

    Dalam catatan Bisnis, Kejagung resmi menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula periode 2015-2016 pada Selasa (29/10/2024).

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar mengatakan pihaknya telah memiliki dua alat yang cukup untuk menetapkan Thomas menjadi tersangka.

    Selain Tom Lembong, DS selaku direktur pengembangan bisnis pada PT PPI 2015-2016 menjadi tersangka dalam kasus ini. 

    “Pada hari ini Selasa 29 Oktober 2024 penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan status saksi terhadap dua orang menjadi tersangka karena telah memenuhi alat bukti. Kedua tersangka tersebut adalah TTL selaku Menteri Perdagangan 2015-2016,” ujar Abdul Qohar di Kejagung, Selasa (29/10/2024).

    Untuk kebutuhan penyidikan, Qohar mengatakan bahwa keduanya akan dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Kejagung dan di Kejari Jaksel.

  • Terjadi di 2015, Kenapa Kasus Tom Lembong Baru Diungkap Sekarang?

    Terjadi di 2015, Kenapa Kasus Tom Lembong Baru Diungkap Sekarang?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus importasi gula. Kasus ini terjadi pada tahun 2015 dan ditelusuri sejak Oktober 2023.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan penanganan perkara membutuhkan bukti-bukti dan analisa mendalam sehingga memerlukan waktu.

    “Karena ada pertanyaan kenapa harus sekarang? Nah memang saya sampaikan bahwa penyidikan ini sudah dilakukan sejak Oktober 2023, jadi persis 1 tahun ya, nah tetapi bahwa setiap penanganan perkara ada karakteristik yang dimiliki oleh perkara itu tidak bisa disamakan 1 perkara dengan perkara yang lain, ada tingkat kesulitannya yang dialami oleh penyidik,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, dikutip dari Detikcom, Kamis (31/10/2024).

    Harli mengatakan, dalam kurun setahun, penyidik Kejagung terus mendalami kasus tersebut. Menurutnya, bukti-bukti yang diperoleh penyidik juga dianalisis dan diintegrasikan. Harli juga menegaskan tidak ada politisasi hukum dalam kasus ini. Kasus ini murni penegakan hukum.

    “Bahwa terhadap penegakan hukum yang represif tentu harus dimaknai terhadap pemenuhan adanya bukti permulaan yang cukup, itu harus dilihat atau ditemukan dari setidaknya 2 alat bukti itu supaya clear,” ujarnya.

    Kronologi Lengkap

    Kasus ini bermula pada tahun 2015 berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula. Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan Tersangka TTL memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP).

    Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN. Tetapi berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL dilakukan oleh PT AP dan Impor GKM tersebut tidak melalui Rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

    Pada tanggal 28 Desember 2015, dilakukan Rakor Bidang Perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

    Pada bulan November-Desember 2015, Tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.

    Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.

    Pada bulan Januari 2016, Tersangka TTL menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.

    Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI).

    Atas sepengetahuan dan persetujuan Tersangka TTL, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.

    Kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi. Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.

    Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105/kg.

    “Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN. Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan tersangka TTL, impor tersebut dilakukan oleh PT AP. Dan impor gula tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” jelas Qohar.

    (haa/haa)