Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Persidangan Ungkap Dugaan Kuat Peran Budi Said sebagai Dalang Rekayasa Transaksi Emas

    Persidangan Ungkap Dugaan Kuat Peran Budi Said sebagai Dalang Rekayasa Transaksi Emas

    Jakarta: Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan terdakwa ‘Crazy Rich’ Surabaya Budi Said terus bergulir. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan pun semakin membuat titik terang kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun tersebut.

    Salah satu kuasa hukum Antam, Fernandes Raja Saor, mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berhasil mengungkap indikasi kerugian negara dalam kasus Budi Said. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas sektor pertambangan, serta menjaga aset negara dari praktik yang merugikan. 

    Fernandes menilai bahwa penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk memastikan keadilan, serta melindungi kepentingan masyarakat dan negara. Harapannya, langkah ini dapat menjadi pendorong untuk tindakan lebih lanjut dalam mengatasi berbagai kasus serupa.

    “Kami menghormati proses peradilan yang sedang berjalan. Semua bukti yang dihadirkan menunjukkan adanya indikasi kuat persekongkolan yang merugikan keuangan negara,” ujar Fernandes kepada wartawan, Rabu, 4 Desember 2024.  

    Dia mencontohkan, dalam persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.

    Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. Hal ini bertentangan dengan klaim terdakwa Budi Said yang menyebut dirinya sebagai korban. 

    Ahli lainnya, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Salah satu tindakan krusial adalah pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi dan juga adanya pemberian (gratifikasi) kepada mantan karyawan Antam. 

     

    Selain itu, adanya saksi yang menyatakan bahwa pemberian fee oleh terdakwa sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umrah kepada pihak tertentu juga merupakan bukti adanya pihak yang diuntungkan dalam perkara ini dengan cara melawan hukum. Sehingga klaim terdakwa sebagai korban tidak dapat diterima dan tidak menghapus tanggung jawab pidana. 

    “Terdapat saksi yang mengaku diperintahkan Terdakwa untuk memberikan uang miliaran, mobil, rumah bahkan umrah kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan emas. Ini kan menjadi dugaan adanya transaksi mencurigakan, tidak ada transaksi halal yang skemanya begitu,” tegas Fernandes. 
     
    Antam tegaskan tidak ada diskon emas
    Lebih lanjut Fernandes menegaskan, klaim diskon emas yang sangat besar sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi Antam. 

    “Diskon seperti itu tidak pernah ada di Antam, tidak ada di SOP ataupun aturan manapun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15 persen lebih murah dari harga buyback Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan tidak mungkin,” ujar Fernandes. 

    Dia juga membantah pernyataan bahwa Antam gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. 

    “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari Surat Keterangan tanggal 16 November 2018, padahal saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said,” tambahnya.

    Menanggapi pernyataan kuasa hukum Budi Said, Hotman Paris Hutapea yang menyebut bahwa kasus ini telah diputus secara perdata, Fernandes menegaskan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda.

    “Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum,” katanya.  

     

    Fernandes pun berharap masyarakat tidak terjebak pada narasi yang menyesatkan dan membiarkan proses hukum berjalan secara objektif.

    “Kami percaya bahwa pengadilan akan memberikan keputusan yang adil berdasarkan fakta-fakta yang ada. Antam berkomitmen untuk selalu transparan dan mendukung proses penegakan hukum,” pungkas Fernandes.  

    Adapun dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung RI mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.

    Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,16 triliun, yang terdiri dari Rp92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 pada pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 dan kewajiban Antam untuk menyerahkan 1.136 kilogram emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.

    Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

    Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

    Jakarta: Sidang kasus dugaan korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dengan terdakwa ‘Crazy Rich’ Surabaya Budi Said terus bergulir. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan saksi-saksi dalam persidangan pun semakin membuat titik terang kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun tersebut.
     
    Salah satu kuasa hukum Antam, Fernandes Raja Saor, mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berhasil mengungkap indikasi kerugian negara dalam kasus Budi Said. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas sektor pertambangan, serta menjaga aset negara dari praktik yang merugikan. 
     
    Fernandes menilai bahwa penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk memastikan keadilan, serta melindungi kepentingan masyarakat dan negara. Harapannya, langkah ini dapat menjadi pendorong untuk tindakan lebih lanjut dalam mengatasi berbagai kasus serupa.
    “Kami menghormati proses peradilan yang sedang berjalan. Semua bukti yang dihadirkan menunjukkan adanya indikasi kuat persekongkolan yang merugikan keuangan negara,” ujar Fernandes kepada wartawan, Rabu, 4 Desember 2024.  
     
    Dia mencontohkan, dalam persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.
     
    Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. Hal ini bertentangan dengan klaim terdakwa Budi Said yang menyebut dirinya sebagai korban. 
     
    Ahli lainnya, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., menjelaskan sejumlah unsur yang memenuhi tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Salah satu tindakan krusial adalah pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi dan juga adanya pemberian (gratifikasi) kepada mantan karyawan Antam. 
     
     

     
    Selain itu, adanya saksi yang menyatakan bahwa pemberian fee oleh terdakwa sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umrah kepada pihak tertentu juga merupakan bukti adanya pihak yang diuntungkan dalam perkara ini dengan cara melawan hukum. Sehingga klaim terdakwa sebagai korban tidak dapat diterima dan tidak menghapus tanggung jawab pidana. 
     
    “Terdapat saksi yang mengaku diperintahkan Terdakwa untuk memberikan uang miliaran, mobil, rumah bahkan umrah kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan emas. Ini kan menjadi dugaan adanya transaksi mencurigakan, tidak ada transaksi halal yang skemanya begitu,” tegas Fernandes. 
     
    Antam tegaskan tidak ada diskon emas
    Lebih lanjut Fernandes menegaskan, klaim diskon emas yang sangat besar sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi Antam. 
     
    “Diskon seperti itu tidak pernah ada di Antam, tidak ada di SOP ataupun aturan manapun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15 persen lebih murah dari harga buyback Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan tidak mungkin,” ujar Fernandes. 
     
    Dia juga membantah pernyataan bahwa Antam gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. 
     
    “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari Surat Keterangan tanggal 16 November 2018, padahal saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said,” tambahnya.
     
    Menanggapi pernyataan kuasa hukum Budi Said, Hotman Paris Hutapea yang menyebut bahwa kasus ini telah diputus secara perdata, Fernandes menegaskan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda.
     
    “Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum,” katanya.  
     
     

     
    Fernandes pun berharap masyarakat tidak terjebak pada narasi yang menyesatkan dan membiarkan proses hukum berjalan secara objektif.
     
    “Kami percaya bahwa pengadilan akan memberikan keputusan yang adil berdasarkan fakta-fakta yang ada. Antam berkomitmen untuk selalu transparan dan mendukung proses penegakan hukum,” pungkas Fernandes.  
     
    Adapun dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung RI mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas Antam dan tindak pidana pencucian uang. Dalam dakwaannya, Budi Said diduga merekayasa transaksi pembelian 5,9 ton emas agar seolah-olah terlihat terdapat pembelian 7 ton emas dari BELM Surabaya 01.
     
    Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,16 triliun, yang terdiri dari Rp92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 pada pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 dan kewajiban Antam untuk menyerahkan 1.136 kilogram emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
     
    Atas perbuatannya, Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
     
    Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Majelis Nasional Korea Selatan Sahkan Mosi Pemakzulan Tiga Jaksa, Ini Daftarnya

    Majelis Nasional Korea Selatan Sahkan Mosi Pemakzulan Tiga Jaksa, Ini Daftarnya

    ERA.id – Majelis Nasional Korea Selatan mengesahkan mosi pemakzulan terhadap kepala auditor negara dan tiga jaksa tinggi. Pemakzulan itu terkait dengan peran mereka dalam penyelidikan ibu negara Kim Keon Hee dan kantor kepresidenan.

    Mengutip Yonhap News, mosi pemakzulan itu ditujukan untuk Ketua Badan Audit dan Isnpeksi (BAI) Choe Jae-hae; Lee Chang-soo; kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul; dan Cho Sang-won dan Choi Jae-hun, yang merukapan jaksa di bawah Lee.

    Mosi pemakzulan itu disahkan dengan suara 188-4 terhadap Choe, 185-3 untuk Lee, 1887-4 terhadap Cho, dan 186-4 kepada Choi. Sementara anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikot pemungutan suara itu.

    Dalam laporan itu disebutkan bahwa Choe dituduh oleh pihak oposisi melakukan peninjauan yang buruk terhadap dugaan penyimpangan seputar relokasi kantor kepresidenan tahun 2022, yang dilakukan sesuai dengan janji kampanye Presiden Yoon Suk Yeol.

    Sementara itu, ketiga jaksa tersebut dituduh gagal mendakwa ibu negara setelah penyelidikan atas dugaan keterlibatannya dalam skema manipulasi harga saham.

    Mosi pemakzulan awalnya dijadwalkan untuk diajukan ke pemungutan suara pada hari Rabu (4/12), tetapi prosesnya ditunda setelah Yoon mengumumkan darurat militer dalam waktu singkat.

    Partai Demokrat yang merupakan oposisi utama mengatakan akan menunda pemakzulan auditor negara dan jaksa penuntut untuk berkonsentrasi pada pengesahan mosi pemakzulan terhadap Yoon atas keputusan darurat militernya, tetapi mengubah pendiriannya pada hari Kamis setelah PPP mengadopsi penentangan terhadap pemakzulan Yoon sebagai garis partai resminya.

  • Presiden Korea Selatan Dilaporkan Atas Tuduhan Pengkhiantan, Polisi Selidiki

    Presiden Korea Selatan Dilaporkan Atas Tuduhan Pengkhiantan, Polisi Selidiki

    ERA.id – Kepolisian Korea Selatan membuka penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan yang dilakukan oleh Presiden Yoon Suk Yeol. Penyelidikan ini juga sehubungan dengan deklarasi darurat militer pada Selasa (3/12).

    Pengaduan tersebut diajukan oleh oposisi Partai Pembangunan Korea dan 59 kelompok aktivis kepada tim investigasi keamanan. Penyelidikan itu nantinya akan berada di bawah Kantor Investigasi Nasional Badan Kepolisian Nasional.

    Dalam pengaduan tersebut, pelapor bukan hanya mengadukan Yoon saja kepada pihak kepolisian. Tetapi laporan ini juga ditujukan kepada mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, Kepala Staf Angkata Darat Jenderal Park An-su, dan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min.

    Jajaran menteri itu dituduh berkhianat dan tuduhan lain atas peran mereka dalam pengumuman dan pencabutan darurat militer pada Selasa (3/12).

    Menurut laporan Yonhap News, kejaksaan dan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi juga telah menerima pengaduan yang menuduh Yoon melakukan pengkhianatan dan sedang meninjau apakah akan melakukan penyelidikan mereka sendiri atau menyerahkannya kepada polisi.

  • Tahanan Kasus Pencabulan Anak Tewas Gantung Diri di Sel Kejari Kota Batam

    Tahanan Kasus Pencabulan Anak Tewas Gantung Diri di Sel Kejari Kota Batam

    Batam

    Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi kepada siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bagi Anda pembaca yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

    Tahanan kasus pencabulan anak berinisial EB (34) ditemukan tewas di sel tahanan Kota Batam. Diduga tahanan tersebut bunuh diri saat proses tahap dua kasus pencabulan tersebut.

    “EB merupakan tahanan Polsek Sekupang kasus pencabulan anak di bawah umur. Yang bersangkutan dititipkan sementara di Sel Tahanan Kejaksaan Kota Batam untuk dilakukan Proses Tahap II setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum pagi tadi,” kata Kapolsek Sekupang Kompol Benhur Gultom, dilansir detikSumut, (5/12/2024).

    Benhur menjelaskan, tiga personel Polsek Sekupang mengantarkan dua orang tahanan, yaitu EB dan J ke kejaksaan negeri. Tahanan EB dibawa untuk proses tahap 2, sedangkan pelaku J dibawa untuk saksi di pengadilan.

    “Sekitar pukul 10.00 WIB, EB tiba di Kantor Kejaksaan Negeri Batam dan dibawa ke ruang sel tahanan sementara oleh Bripka Budi Sugiarto, anggota Polsek Sekupang, dan dikunci di dalam sel oleh petugas kejaksaan,” ujarnya.

    Sekitar 50 menit berlalu, petugas polisi mendengar teriakan dari dalam sel tahanan kejaksaan. Teriakan itu menyebutkan ada orang gantung diri.

    “Petugas berlari menuju sel tersebut dan menemukan beberapa orang sedang berupaya memberikan pertolongan dengan menurunkan tubuh EB yang tergantung menggunakan kain di lehernya, yang terjerat pada jeruji besi ventilasi di dalam sel,” tambahnya.

    Tahanan berinisial EB kemudian dievakuasi ke RS Bhayangkara Polda Kepri untuk mendapatkan perawatan medis. Saat di rumah sakit nyawa tahanan tersebut tak tertolong.

    (aik/aik)

  • Apa Itu ETLE dan Cara Bayarnya

    Apa Itu ETLE dan Cara Bayarnya

    Jakarta: Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai hal di sekitar kita pun semakin dipermudah, termasuk dalam hal penegakan hukum di jalan raya. Salah satu sistem yang kini digunakan untuk menindak pelanggaran lalu lintas adalah tilang elektronik atau ETLE.
     
    Dengan sistem ini, petugas bisa memantau pelanggaran dengan lebih cepat dan akurat. Kalau kamu masih bingung apa itu ETLE dan bagaimana cara membayarnya, berikut penjelasan yang lebih lengkap dilansir CIMB Niaga dan Cermati.

    Apa itu tilang elektronik ETLE
    Tilang elektronik adalah cara baru yang digunakan polisi untuk menindak pelanggaran lalu lintas dengan teknologi. Sistem ini dibuat untuk menjaga keamanan dan ketertiban di jalan.
     
    Tilang elektronik terbagi menjadi dua jenis, yaitu statis dan mobile. Pada sistem statis, kamera di titik-titik tertentu merekam pelanggaran. Sedangkan pada sistem mobile, petugas menggunakan kamera di kendaraan atau smartphone untuk menindak pelanggaran yang tidak bisa dipantau oleh kamera statis, seperti pengendara yang tidak pakai helm atau melawan arus.
     
    Jika kamu terkena tilang elektronik, kamu akan mendapatkan surat pemberitahuan untuk mengonfirmasi pelanggaran. Kalau tidak mengkonfirmasi, surat kendaraan bisa diblokir, dan kamu tidak bisa bayar pajak kendaraan.
     

    Cara bayar ETLE secara online dan offline
    Pembayaran tilang elektronik (ETLE) dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu secara online dan offline. Berikut penjelasan lengkapnya:

    Online

    Pembayaran tilang elektronik secara online dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui situs E-Tilang atau menggunakan m-banking maupun ATM.
    Situs E-Tilang

    Kunjungi situs tilang.kejaksaan.go.id.
    Pilih opsi pembayaran denda secara online.
    Masukkan nomor berkas tilang atau blanko pada kolom yang tersedia, lalu klik “Cari”.
    Nominal denda akan muncul di halaman, pilih “Bayar”.
    Tentukan metode pembayaran yang paling sesuai, bisa melalui minimarket terdekat.
    Setelah pembayaran, klik “Konfirmasi Pembayaran” dan simpan bukti transaksi.

    M-Banking atau ATM

    Akses akun m-banking dan pilih Transaksi Lainnya.
    Pilih opsi Transfer, kemudian pilih Rek ke Bank Lain.
    Masukkan kode bank 002 dan kode 15 digit pembayaran tilang.
    Masukkan jumlah denda yang harus dibayar sesuai informasi yang diterima.
    Ikuti petunjuk yang muncul hingga pembayaran dinyatakan berhasil.

    Offline

    Melakukan pembayaran secara Offline, yaitu melakukan pembayaran secara langsung. Berikut langkah langkahnya:

    Kunjungi bank terdekat dan isi formulir slip setoran.
    Masukkan 15 digit Nomor Pembayaran Tilang pada kolom Nomor Rekening.
    Tulis nominal denda yang harus dibayar.
    Serahkan slip setoran ke teller untuk diproses.
    Teller akan memproses pembayaran dan memvalidasi transaksi.
    Setelah pembayaran selesai, teller akan memberikan slip setoran yang telah distempel sebagai bukti pembayaran.
    Simpan bukti pembayaran tersebut untuk keperluan di masa depan.

    Dengan sistem ETLE, membayar denda pelanggaran jadi lebih mudah, baik secara online maupun offline. Kamu bisa pilih metode pembayaran lewat situs E-Tilang, m-banking, ATM, atau langsung di bank. Pastikan bayar tepat waktu dan simpan bukti pembayaran untuk keperluan di masa depan. (Nanda Sabrina Khumairoh)
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Eksekusi Hukuman Mati Terpidana Narkoba Akan Dipercepat, Menko Polkam: Agar Tak Ada Ruang Peredaran

    Eksekusi Hukuman Mati Terpidana Narkoba Akan Dipercepat, Menko Polkam: Agar Tak Ada Ruang Peredaran

    ERA.id – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyebut pemerintah melalui Desk Pemberantasan Narkoba yang dibentuk Kemenko Polkam akan mempercepat eksekusi hukuman mati terpidana narkoba yang putusan hukumnya sudah inkracht alias berkekuatan hukum tetap. 

    Dalam rapat koordinasi pertamanya di Mabes Polri, Jakarta, Desk Pemberantasan Narkoba sepakat mempercepat tiga langkah prioritas, termasuk diantaranya mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati terpidana narkoba.

    Tiga langkah prioritas itu mencakup kementerian/lembaga yang tergabung dalam Desk Pemberantasan Narkoba berkomitmen penuh untuk memperkuat sinergi dan saling mendukung upaya pemberantasan narkoba.

    “Sinergi ini mencakup koordinasi yang semakin intensif dalam langkah pencegahan, penegakan hukum, rehabilitasi, edukasi, dan kampanye pemberantasan narkoba,” kata Menko Polkam, dikutip Antara, Kamis (5/12/2024).

    Selain itu, Budi menuturkan bahwa pemerintah juga akan terus memasifkan penelusuran dan pemblokiran dana rekening yang terhubung dengan jaringan peredaran narkoba. Pemerintah juga akan mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati bagi terpidana narkoba yang telah menerima vonis berkekuatan hukum tetap dari pengadilan

    “(Langkah ini dilakukan) sehingga tidak ada lagi ruang peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga permasyarakatan,” tegasnya.

    Kemudian untuk langkah prioritas ketiga, pemerintah terus menggencarkan edukasi dan kampanye bahaya narkoba kepada masyarakat, pelajar, mahasiswa, dan berbagai kelompok lainnya melalui sejumlah platform.

    Edukasi dan kampanye itu bertujuan meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya narkoba, serta mencegah mereka menyalahgunakan zat terlarang itu sejak usia dini.

    “Tiga hal ini yang tadi sudah diputuskan dalam rapat koordinasi kali ini, dan menjadi komitmen bersama, dan akan segera ditindaklanjuti oleh Polri, TNI, Kejaksaan, serta kementerian/lembaga yang tergabung dalam Desk Pemberantasan Narkoba,” jelasnya.

    Rapat koordinasi pertama Desk Pemberantasan Narkoba di Mabes Polri dipimpin langsung oleh Budi Gunawan, dan dihadiri sejumlah petinggi kementerian/lembaga, termasuk Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan Agus Andrianto.

    Sementara itu, Desk Pemberantasan Narkoba, yang dipimpin oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, merupakan satuan kerja lintas kementerian/lembaga yang terdiri atas Polri, TNI, Kejaksaan Agung, Badan Narkotika Nasional (BNN), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Kemudian Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

  • Usai Dilaporkan Kasus Pengkhianatan, Kejaksaan Larang Mantan Menhan Korea Selatan Bepergian

    Usai Dilaporkan Kasus Pengkhianatan, Kejaksaan Larang Mantan Menhan Korea Selatan Bepergian

    ERA.id – Kejaksaan Korea Selatan mengeluarkan larangan bepergian untuk mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun. Larangan ini diberlakukan setelah ada laporan soal dugaan pengkhianatan yang sehubungan dengan darurat militer.

    Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul memberlakukan larangan tersebut setelah sekelompok partai politik kecil mengajukan pengaduan yang menuduh Presiden Yoon Suk Yeol, Kim dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Park An-su melakukan pengkhianatan.

    Sumber pengadilan mengatakan Kim dilarang bepergian sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan tersebut, sebagaimana dikutip Yonhap News.

    Yoon mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam atas saran Kim di tengah kebuntuan politik yang semakin meningkat dengan Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi. Ia membatalkan perintah tersebut enam jam kemudian setelah Majelis memberikan suara untuk mengakhirinya.

    Kim mengajukan pengunduran dirinya setelah kehebohan yang terjadi di Korea Selatan. Ia mengaku bertanggung jawab atas huru-hara yang terjadi dan juga keputusan darurat militer tersebut.

    Sementara Yoon menerima surat pengunduran dirinya pada Kamis (5/12)

  • Terekam Video, Oknum Kepala Desa di Empang Sumbawa Jadi Tersangka Tipilu
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        5 Desember 2024

    Terekam Video, Oknum Kepala Desa di Empang Sumbawa Jadi Tersangka Tipilu Regional 5 Desember 2024

    Terekam Video, Oknum Kepala Desa di Empang Sumbawa Jadi Tersangka Tipilu
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Seorang oknum kepala desa berinisial S di Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
    tindak pidana pemilu
    (Tipilu) terkait Pilkada serentak 2024.
    Penetapan tersangka ini terungkap melalui surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Negeri Sumbawa baru-baru ini.
    Kepala Kejaksaan Negeri Sumbawa,
    Hendi Arifin
    , membenarkan status tersangka oknum kades tersebut.
    “Kami baru menerima SPDP dari penyidik Polres Sumbawa, memang benar oknum kades dimaksud telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Hendi pada Kamis (5/12/2024).
    Oknum kades ini dijerat dengan pasal 188 junto pasal 71 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal enam bulan atau denda sebesar Rp 6.000.000.
    Modus yang dilakukan tersangka, menurut Hendi, adalah mengumpulkan perangkat desa dan kader posyandu di aula kantor desa.
    Dalam pertemuan tersebut, tersangka mengarahkan peserta untuk mendukung salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Sumbawa pada
    Pilkada 2024
    .
    Ironisnya, kades tersebut juga mengancam akan memberhentikan mereka yang tidak mendukung pasangan calon tersebut.
    Saat ini, pihak kejaksaan masih menunggu berkas perkara dari kepolisian.
    Penanganan kasus ini akan dilakukan dengan cepat, mirip dengan proses pra-peradilan.
    “Saat berkasnya dikirim, kami akan menyusun pra-penuntutan selama tiga hari. Jika berkasnya ada kekurangan, akan dikembalikan kepada penyidik kepolisian (P-19) disertai petunjuk. Untuk melengkapi P-19, diberikan waktu tiga hari kerja.”
    “Sejak dakwaan dibacakan, harus sudah ada keputusan dalam tujuh hari kerja,” ujar Hendi.
    Kasus ini terungkap berawal dari informasi yang diterima berupa video berdurasi 1 menit 46 detik, yang menunjukkan kades menyampaikan sambutan dalam suatu kegiatan.
    Dalam sambutannya, kades tampak mengarahkan peserta untuk mendukung salah satu calon bupati.
    Pertemuan tersebut diadakan di aula salah satu kantor desa di Kecamatan Empang, dalam rangka pembagian insentif untuk Linmas, kader posyandu, tenaga pendidik PAUD, serta RT dan RW.
    Beberapa saksi yang hadir dalam pertemuan tersebut juga membenarkan adanya sambutan kades sebagaimana yang terlihat dalam video.
    “Hasil penelusuran itu kemudian ditetapkan jadi temuan dengan nomor register 02/Reg/TM/PB/Kab/18.08/2024. Dalam satu kali 24 jam, kasus ini dilimpahkan ke Sentra Gakkumdu untuk dibahas,” tambah Hendi.
    Selama proses penanganan di Gakkumdu, dilakukan klarifikasi terhadap semua pihak.
    Hasilnya, terdapat dugaan kuat bahwa kades melanggar ketentuan Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
    Pasal 71 ayat 1 menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, kepala desa, atau sebutan lain dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
    Jika terbukti melanggar, oknum kades tersebut terancam hukuman penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan, serta denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6.000.000.
    “Selain sanksi pidana, penanganan terhadap yang bersangkutan juga akan kami teruskan kepada DPMD Kabupaten Sumbawa karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.”
    “Sanksi yang mungkin diberikan berupa teguran, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap, tergantung pada kadar pelanggarannya,” pungkas Hendi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa Gadungan di Medan Ditangkap saat Peras Pengusaha 
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        5 Desember 2024

    Jaksa Gadungan di Medan Ditangkap saat Peras Pengusaha Medan 5 Desember 2024

    Jaksa Gadungan di Medan Ditangkap saat Peras Pengusaha
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) berhasil menangkap seorang
    jaksa gadungan
    berinisial AWS di Kelurahan Sei Sikambing, Kota
    Medan
    , pada Selasa (3/12/2024).
    Penangkapan ini dilakukan setelah AWS diduga melakukan
    pemerasan
    terhadap seorang pengusaha berinisial DS.
    Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum)
    Kejati Sumut
    , Adre W Ginting, menjelaskan bahwa peristiwa ini bermula ketika AWS menghubungi DS melalui telepon seluler dengan mengaku sebagai jaksa yang bertugas di Bidang Intelijen Kejati Sumut.
    “AWS kemudian meminta waktu untuk bertemu, namun DS meminta untuk bertemu keesokan harinya di kantornya. Namun, AWS tetap memaksa agar mereka bertemu secepatnya karena ada yang ingin disampaikan,” ungkap Adre dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (5/12/2024).
    Merasa curiga, DS kemudian menghubungi pihak Kejati Sumut dan menemukan bahwa AWS bukanlah jaksa.
    Selanjutnya, DS dan pihak kejaksaan berkoordinasi untuk menangkap AWS.
    “Mulanya DS dan AWS sepakat untuk bertemu di salah satu warkop di kawasan Sei Sikambing, Kota Medan,” tambah Adre.
    Saat pertemuan, AWS tiba bersama temannya yang berinisial HPN.
    “Kepada DS, pelaku AWS memperkenalkan diri sebagai jaksa Intel Kejati Sumut dan menunjukkan
    ID card
    warna hijau dengan tulisan AWS, SH,” katanya.
    Dalam pertemuan tersebut, AWS membahas proyek pengadaan laboratorium di Sibolga yang dikerjakan oleh DS.
    AWS kemudian mengeklaim bahwa proyek tersebut bermasalah dan meminta imbalan uang.
    “Minta dulu duit bang untuk mengurus jabatan Kasi Intel di Sumut, karena Senin mau ke Jakarta, bisa nggak abang bantu. Kalau abang nggak bantu, kerjaan di Sibolga mau kami naikkan,” ujar Adre menirukan ucapan AWS.
    DS pun menyerahkan uang sebesar Rp 1 juta kepada AWS, yang kemudian diserahkan kepada HPN.
    Keduanya lalu meninggalkan lokasi kejadian.
    “Saat AWS dan HPN beranjak menuju jalan raya, tim Intelijen yang sudah berada di lokasi berhasil mengamankan HPN, sementara AWS diamankan di sekitar Jalan Sei Serayu Medan,” kata Adre.
    Dari kedua pelaku, pihak kejaksaan berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai Rp 1 juta, kartu anggota Kejari Kuala Simpang, dua unit handphone Xiaomi putih, satu unit handphone HD screen warna hitam, satu buah borgol, satu unit sepeda motor Mio Soul, dan satu unit martil.
    “Kedua pelaku sudah diamankan, dan setelah pemeriksaan di Kejati Sumut selesai, mereka diserahkan ke pihak kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut,” tandas Adre.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Kaji Percepatan Eksekusi Hukuman Mati Napi Narkoba

    Pemerintah Kaji Percepatan Eksekusi Hukuman Mati Napi Narkoba

    JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan (BG) menyebut pemerintah melalui Desk Pemberantasan Narkoba yang dibentuk Kemenko Polkam mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati terpidana narkoba yang putusan hukumnya sudah inkracht alias berkekuatan hukum tetap.

    Desk Pemberantasan Narkoba yang dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sepakat mempercepat tiga langkah prioritas, termasuk di antaranya mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati terpidana narkoba.

    Tiga langkah prioritas itu mencakup kementerian/lembaga yang tergabung dalam Desk Pemberantasan Narkoba berkomitmen penuh untuk memperkuat sinergi dan saling mendukung upaya pemberantasan narkoba.

    “Sinergi ini mencakup koordinasi yang semakin intensif dalam langkah pencegahan, penegakan hukum, rehabilitasi, edukasi, dan kampanye pemberantasan narkoba,” kata Menko Polkam dilansir ANTARA, Kamis, 5 Desember.

    Pemerintah dipastikan BG terus memasifkan penelusuran dan pemblokiran dana rekening yang terhubung dengan jaringan peredaran narkoba, serta mengkaji percepatan eksekusi hukuman mati bagi terpidana narkoba yang telah menerima vonis berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.

    “(Langkah ini dilakukan) sehingga tidak ada lagi ruang peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga permasyarakatan,” kata Budi Gunawan.

    Langkah prioritas ketiga, pemerintah terus menggencarkan edukasi dan kampanye bahaya narkoba kepada masyarakat, pelajar, mahasiswa, dan berbagai kelompok lainnya melalui sejumlah platform. Edukasi dan kampanye itu bertujuan meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya narkoba, serta mencegah mereka menyalahgunakan zat terlarang itu sejak usia dini.

    “Tiga hal ini yang tadi sudah diputuskan dalam rapat koordinasi kali ini, dan menjadi komitmen bersama, dan akan segera ditindaklanjuti oleh Polri, TNI, Kejaksaan, serta kementerian/lembaga yang tergabung dalam Desk Pemberantasan Narkoba,” kata Menko Polkam.