Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Pj Wali Kota Kediri Buka Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal, Gandeng Para Pemilik Toko Kelontong

    Pj Wali Kota Kediri Buka Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal, Gandeng Para Pemilik Toko Kelontong

    Kediri (beritajatim.com) – Pj Wali Kota Kediri Zanariah membuka Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal kepada masyarakat di wilayah Kecamatan Mojoroto. Kegiatan berlangsung di Hotel Lotus Garden, Senin (9/12/2024). Sosialisasi ini menghadirkan tiga narasumber, yakni, dari Kejaksaan Negeri, Polres Kediri Kota, dan KPP Bea Cukai.

    “Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Bapak Ibu para pelaku usaha toko kelontong dan masyarakat. Selama ini telah bersinergi dan berkontribusi dalam pembangunan. Khususnya di bidang perdagangan,” ujarnya.

    Zanariah mengatakan, salah satu peran penting pelaku usaha toko kelontong ini adalah dengan tidak memperjual belikan rokok ilegal. Seperti rokok polos tidak dilekati pita cukai, rokok dilekati pita cukai palsu, rokok dilekati pita cukai bebas, dan rokok dilekati pita cukai yang salah peruntukannya. Setiap hasil penjualan barang kena cukai di Kota Kediri manfaatnya juga kembali ke masyarakat.

    Berupa dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang digunakan untuk menyokong terbatasnya APBD Kota Kediri. “Pemkot Kediri yang diberi amanah untuk mengelola DBHCHT memanfaatkan untuk program-program yang memberi dampak positif bagi masyarakat. Yakni pada bidang kesehatan, perekonomian, perbaikan jalan, dan lainnya,” ungkapnya.

    Pj Wali Kota Kediri menjelaskan dengan banyaknya manfaat program menggunakan DBHCHT maka sudah menjadi kewajiban untuk menjaga ekosistem peredaran rokok dan barang kena cukai lainnya di Kota Kediri tetap legal. Pemkot Kediri terus berkomitmen untuk memberantas peredaran rokok ilegal. Terlebih sekarang ada banyak modus yang digunakan, seperti modus terbaru saat ini adalah melalui pengiriman jasa paket.

    Salah satu upaya meningkatkan kesadaran masyarakat yakni melalui sosialisasi yang dilakukan seperti ini. “Saya harap melalui sosialisasi ini kita semua memiliki pemahaman yang lengkap tentang peraturan yang berlaku di bidang cukai. Angka peredaran barang kena cukai ilegal bisa ditekan. Sehingga dana cukai yang dihimpun negara juga semakin optimal untuk membangun daerah dan masyarakat,” jelasnya.

    Pada kesempatan ini, Pj Wali Kota Kediri Zanariah mengingatkan masyarakat harus hati-hati apabila ada orang yang menawarkan rokok yang ciri-cirinya masuk kategori ilegal. Jangan sampai menerima dan menjual di toko. Karena sesuai UU nomor 39 tahun 2007 tentang cukai, barang siapa menimbun, menjual barang kena cukai ilegal akan ada ancaman pidananya.

    Dalam sosialisasi ini akan diulas. Apa yang didapat dalam sosialisasi ini bisa disebar luaskan kepada lingkungan sekitar. “Saya berpesan jangan sampai masyarakat terlibat dalam peredaran barang kena cukai ilegal. Nanti kalau Bapak Ibu tahu di lapangan ada transaksi jual beli rokok ilegal bisa laporkan ke Bea Cukai atau Satpol PP,” pungkasnya.

    Turut hadir, Kepala Satpol PP Syamsul Bahri, perwakilan Inspektorat, perwakilan KPP Bea Cukai, perwakilan Camat Mojoroto, dan Lurah Mojoroto. [nm/ian]

  • Harvey Moeis, Suami Dewi Sandra Dituntut 12 Tahun Penjara dan Bayar Rp210 Miliar

    Harvey Moeis, Suami Dewi Sandra Dituntut 12 Tahun Penjara dan Bayar Rp210 Miliar

    GELORA.CO – Perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis, dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Jaksa meyakini Harvey melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara dan pencucian uang terkait penambangan ilegal di wilayah PT Timah Tbk.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan,” kata salah satu jaksa saat membacakan surat tuntutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).

    Harvey juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar, hukuman tersebut akan digantikan (subsider) dengan kurungan badan selama satu tahun.

    Selain itu, Harvey diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Uang pengganti tersebut harus dilunasi paling lambat satu bulan setelah putusan inkrah. Jika tidak mampu membayar, harta miliknya akan disita dan dilelang. Bila masih tidak mencukupi, akan digantikan dengan pidana penjara.

    “Maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun,” jelas jaksa.

    Jaksa menyampaikan sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan dalam tuntutannya. Pertimbangan memberatkan, antara lain, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; tindakan terdakwa mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar, yaitu Rp300,003 triliun; terdakwa diuntungkan sebesar Rp210 miliar; dan terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

    “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya,” tambah jaksa.

    Dalam surat dakwaan, jaksa mengungkapkan bahwa suami aktris Sandra Dewi tersebut mengadakan pertemuan dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi, eks Direktur Operasi PT Timah, Alwin Albar, serta 27 pemilik smelter swasta. Pertemuan itu membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta.

    Bijih timah tersebut berasal dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah. Pertemuan itu dilakukan sepengetahuan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta, dan Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin, Reza Andriansyah.

    Dalam dakwaan, Harvey meminta empat smelter swasta, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa, membayar biaya pengamanan sebesar 500 hingga 750 dolar AS per ton.

    Biaya tersebut, menurut jaksa, dicatat seolah-olah sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.

    Harvey juga didakwa menginisiasi kerja sama penyewaan alat processing untuk pengolahan timah smelter swasta yang tidak memiliki orang kompeten atau competent person (CP). Kerja sama ini dilakukan dengan empat smelter swasta tanpa melalui studi kelayakan atau feasibility study.

    Selain itu, Harvey bersama empat smelter swasta sepakat dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah, dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah dari penambangan ilegal. Kerja sama tersebut tidak dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah maupun RKAB smelter dan perusahaan afiliasinya.

    Dalam perkara ini, Harvey Moeis didakwa menerima uang sebesar Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim. Dugaan tindak pidana ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Sebagian uang tersebut diduga mengalir ke sejumlah pihak, termasuk Sandra Dewi.

  • Kejati Kepri Tetapkan Tiga Orang Tersangka Korupsi Studio TVRI, Salah Satunya Pegawai

    Kejati Kepri Tetapkan Tiga Orang Tersangka Korupsi Studio TVRI, Salah Satunya Pegawai

    ERA.id – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan studio LPP TVRI Kepri tahun anggaran 2022.

    “Hari ini ditetapkan tiga tersangka dan penahanan perkara dugaan korupsi studio LPP TVRI Kepri, ketiganya langsung dilakukan penahanan di Rutan Tanjungpinang,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Kepri Yusnar Yusuf, dikutip Antara, Senin (9/12/2024).

    Yusna menyebut, ketiga tersangka terdiri atas dua orang dari pihak swasta dan satu orang pegawai LPP TVRI Kepri. Mereka adalah Direktur PT Timba Ria Jaya berinisial HT, dan AT selaku pihak swasta yang turut serta dalam kegiatan pekerjaan pembangnan Studio LPP TVRI Kepri tahun 2022 menggunakan bendera PT Daffa Cakra Mulia selaku konsultan perencana dan PT Bahana Nusantara selaku konsultasi pengawas.

    Tersangka berikutnya DO selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kegiatan pekerjaan pembangunan Studio LPP TVRI Kepri tahun 2022.

    Dalam perkara ini, hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tanggal 1 November 2024 menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan pengadaan dan pemilihan penyedia serta pelaksanaan dan pembayaran pada pekerjaan jasa konsultasi perencanaan, pembangunan fisik dan jasa konsultasi pengawasan.

    Penyimpangan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp9,1 miliar.

    Para tersangka melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Np 31 tahun 1999 tentang Tipidkor jucnto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor.

    Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepri Teguh Subroto menyebut penahanan para tersangka karena dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.

    “Tersangka ditahan di Rutan Kelas I Tanjungpinang selama 20 hari ke depan terhitung mulai 9 Desember sampai dengan 28 Desember mendatang,” katanya.

    Hingga kini penyidik telah memeriksa sebanyak 30 orang saksi terkait perkara tersebut.

  • Kalimat Rayuan Agus Buntung Rayu untuk Manipulasi Korban: Kamu Pikir Saya Modus Seperti Cowok Lain? – Halaman all

    Kalimat Rayuan Agus Buntung Rayu untuk Manipulasi Korban: Kamu Pikir Saya Modus Seperti Cowok Lain? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MATARAM – Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menemukan bukti baru kasus dugaan pelecehan seksual dengan tersangka pria disabilitas I Wayan Agus Suartama (21) alias Agus Buntung.

    Bukti baru yang ditemukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) oleh Polda NTB itu yakni video percakapan antara Agus dengan seorang korban.

    “Korban sempat merekam pelaku yang mendekati korban, jadi di handphone itu berbentuk video. Tetapi karena diletakkan di bawah tidak nampak gambarnya, yang nampak hanya suara. Tetapi itu mode video,” kata Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, Jumat (6/12/2024) lalu.

    Dalam video berdurasi sekitar 3 menit itu terdengar percakapan antara Agus dengan seorang calon korban yang diduga akan menjadi sasaran Agus.

    Agus dalam video tersebut terdengar lihai merayu korban dengan cara mengungkit-ungkit masa lalu korban.

    Seolah-olah ia mengetahui masa lalu korban dengan pacarnya.

    “Kamu pikir saya modus ya, seperti cowok-cowok lain, benarkan? Karena cowok-cowok itu juga hanya manfaatin kamu. Modusnya gini-gini, buktinya merusak  kamu,” rayu Agus dalam video itu.

    Dalam rekaman video itu juga terdengar Agus sempat melontarkan kata-kata yang tidak pantas dengan mengandaikan dirinya berdua dengan korban di dalam sebuah kamar.

    “Walau kita berdua di kamar tidak bisa apa-apa, saya masih dimandiin sama mama saya. Saya tidak sama kayak cowok-cowok lain,” ucap Agus.

    Kombes Pol Syarief Hidayat menyebut rekaman video yang sudah dilakukan uji forensik digital itu menjadi bukti bahwa memang ada interaksi antara Agus sebagai pelaku dengan korban.

    Di video itu terdengar kalimat-kalimat manipulatif yang memanfaatkan kelemahan korban.

    Berdasarkan permintaan dari Kejaksaan Tinggi NTB, polisi selanjutnya akan melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).

    Syarief mengatakan permintaan tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.

    Penyidik akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kasus kekerasan seksual yang dilakukan Agus di sebuah homestay di Mataram.

    “Rekonstruksi pertama sudah ada yang versi korban kita akan lakukan rekonstruksi versi tersangka di TKP. Itu permintaan dari kejaksaan, itu hasil koordinasi kita dengan jaksa.”

    “Insya Allah Rabu, karena untuk saat ini kita masih menerima tamu dari pusat untuk mengevaluasi kerja-kerja kami,” jelas mantan Wakapolresta Mataram itu.

    Terpisah, Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB Joko Jumadi mengatakan, sampai saat ini jumlah korban Agus Buntung terus bertambah.

    Dari sebelumnya 13 orang, kini bertambah dua orang menjadi 15 orang.

    “Sekarang sudah 15 orang yang melaporkan ke kami, tujuh di antaranya sudah dilakukan pemeriksaan oleh polisi,” jelas Joko.

    Dia mengatakan 3 dari total 15 korban itu adalah anak di bawah umur. 

    Agus menggunakan modus yang sama seperti terhadap korban dewasa.

    “Mengajak ngobrol ada juga yang memacarinya, hampir sama semua modusnya, lokasinya juga di homestay yang sama,” kata Joko.

    Joko mengatakan dua dari tiga korban anak sudah diperiksa yang salah satunya mengaku berhasil kabur saat hendak dilecehkan.

    Dugaan kasus kekerasan seksual dilakukan Agus pada 7 Oktober 2024 lalu dan terungkap setelah korban membuat laporan.

    Akibat perbuatannya, Agus ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal 6C UU Nomor 12/2020 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, kasus kekerasan seksual dilakukan Agus di Nang’s Homestay yang terletak di Mataram.

    Di homestay tersebut terdapat 10 kamar yang berderet di depan dan belakang.

    Diduga korban kekerasan seksual lebih dari satu orang dan lokasinya di homestay yang sama.

    Kombes Pol Syarif Hidayat, mengaku telah memeriksa pemilik dan karyawan homestay untuk mengungkap kasus ini.

    “Dari keterangan karyawan dan pemilik homestay memang si pelaku ini selain membawa korban yang melapor ke kita, juga pernah membawa perempuan (lain),” bebernya, dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews.com, Kamis (5/12/2024).

    Salah seorang karyawan pernah melihat Agus membawa empat perempuan di waktu yang berbeda-beda.

    “Kalau pemilik homestay itu ada lima orang berbeda yang dibawa oleh pelaku,” lanjutnya.

    Mahasiswi yang melaporkan kasus ini menjadi korban pertama yang dibawa Agus ke homestay.

    Hingga saat ini, ada lima korban kekerasan seksual yang membuat laporan ke polisi.

    Diduga Agus membawa para korban ke homestay yang sama karena sudah nyaman.

    “Kalau yang ditangani oleh penyidik dalam berkas perkara itu ada empat orang yang menjadi korban dengan modus yang sama termasuk satu korban sebagai pelapor sendiri, jadi ada lima (korban),” imbuhnya.

    Meski penyandang tunadaksa, Agus dapat melakukan pelecehan lantaran kondisi korban lemah.

    “Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual,” tandasnya.

    Kombes Pol Syarif menyatakan Agus tak ditahan karena kooperatif menjalani pemeriksaan.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul: Rayuan Agus Pria Disabilitas ke Perempuan: ‘Kamu Pikir Saya Modus Ya?’

  • Diduga Korupsi, 2 Kepala BKBM Pasuruan Kota Diamankan Kejaksaan

    Diduga Korupsi, 2 Kepala BKBM Pasuruan Kota Diamankan Kejaksaan

    Pasuruan (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan berhasil mengungkap kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) kesetaraan nonformal dan dana pendidikan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kota Pasuruan. Dua orang kepala PKBM, yakni Iswanto dan Jumiati, telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Penetapan tersangka ini dilakukan bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia 2024, sebagai bentuk komitmen Kejari Pasuruan dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Pasuruan, Deni Niswansyah, mengungkapkan bahwa kedua tersangka diduga melakukan korupsi dana BOP yang bersumber dari APBN tahun 2021-2023 dan dana pendidikan dari APBD dalam periode yang sama.

    Modus operandi yang dilakukan kedua tersangka cukup rapi. Mereka diduga memalsukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dengan cara seolah-olah telah membeli sejumlah barang untuk kepentingan kegiatan belajar mengajar. Padahal, barang-barang tersebut tidak pernah dibeli atau bahkan kualitasnya jauh di bawah standar.

    “Misalnya, siswa seharusnya mendapatkan buku, tetapi hanya diberikan fotokopi. Begitu juga pengadaan barang seperti tong sampah yang ternyata tidak pernah direalisasikan,” jelas Deni.

    Akibat perbuatan kedua tersangka, negara mengalami kerugian yang cukup besar. Untuk kasus yang melibatkan Iswanto, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 621.687.121, sedangkan untuk kasus Jumiati, kerugian negara mencapai Rp 350.414.281.

    Atas perbuatannya, Iswanto telah ditahan di Lapas Kelas IIB Pasuruan. Sementara itu, Jumiati yang memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik, dilakukan penahanan kota.

    Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama pengelola dana pendidikan, untuk selalu transparan dan akuntabel dalam mengelola anggaran. Pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan dana yang merugikan masyarakat, khususnya para peserta didik. (ada/but)

  • Bos Smelter Timah Tamron Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 3,66 Triliun

    Bos Smelter Timah Tamron Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 3,66 Triliun

    Bos Smelter Timah Tamron Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 3,66 Triliun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemilik smelter
    timah
    swasta CV Venus Inti Perkasa, Tamron alias Aon dituntut membayar uang pengganti Rp 3.660.991.640.663,67 (Rp 3,66 triliun) dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung (Babel).
    Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung mengatakan, uang pengganti tersebut merupakan pidana tambahan dari tuntutan pokok yang diajukan kepada Majelis Hakim
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).
    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada Tamron utk membayar uang pengganti sebesar Rp 3.660.991.640.663,67,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin.
    Jaksa mengatakan, Tamron harus membayar uang pengganti tersebut maksimal satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terbit.
    Jika dalam waktu yang ditentukan tersebut Harvey belum membayar maka harta bendanya akan dirampas untuk negara guna menutupi uang pengganti.
    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar jaksa.
    Adapun dalam pokoknya, jaksa menuntut Tamron dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Jaksa menilai, Tamron terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama eks Direktur PT
    Timah
    Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan para bos perusahaan smelter swasta.
    Tamron juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
    “Menuntut agar majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Tamron dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangkan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” ujar jaksa.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Tinindo Internusa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
    Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kepala Desa Crabak Ponorogo Ditahan, Diduga Selewengkan Dana Desa Ratusan Juta

    Kepala Desa Crabak Ponorogo Ditahan, Diduga Selewengkan Dana Desa Ratusan Juta

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo resmi menahan Kepala Desa Crabak, Kecamatan Slahung, berinisial DW, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka pada Juli lalu. Penahanan ini terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2019 dan 2020.

    DW diduga menyalahgunakan wewenangnya sehingga menyebabkan kerugian negara yang mencapai ratusan juta rupiah. Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, menyampaikan bahwa penahanan terhadap DW dilakukan setelah proses penyelidikan menemukan bukti yang kuat atas penyimpangan tersebut.

    “Hari ini kami menahan DW, Kepala Desa Crabak, atas dugaan tindak pidana korupsi dana desa,” kata Agung Riyadi, Senin (9/12/2024).

    Menurut Agung, dana desa yang dikelola DW untuk tahun anggaran 2019 sebesar Rp783 juta dan tahun 2020 senilai Rp779 juta. Berdasarkan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur, kerugian negara akibat penyimpangan tersebut mencapai Rp343 juta.

    Agung menambahkan, modus operandi DW adalah menggunakan sebagian besar dana desa untuk keperluan pribadi, bukan untuk program pembangunan sebagaimana mestinya. DW bahkan telah mengakui bahwa uang tersebut dipakai untuk kepentingan pribadinya, meski Ia tidak merinci penggunaan tersebut secara spesifik.

    “Tersangka mengakui dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Namun, tidak dijelaskan secara rinci untuk apa saja uang itu dipakai,” jelasnya.

    Atas perbuatannya, DW dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Sebagai alternatif, DW juga didakwa melanggar Pasal 3 UU yang sama. Ancaman hukuman maksimal bagi DW adalah 20 tahun penjara.

    “Ancaman hukuman maksimal bagi tersangka adalah 20 tahun penjara,” tutup Agung. [end/suf]

  • Kejari Blitar Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi PDAM Sebesar Rp770 Juta

    Kejari Blitar Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi PDAM Sebesar Rp770 Juta

    Blitar (beritajatim.com) – Direktur PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Pasuruan berinisial YW ditetapkan tersangka kasus korupsi sebesar Rp770 juta oleh Kejari (Kejaksaan Negeri) Kabupaten Blitar, Senin (9/12/2024).

    YW ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsinya semasa menjabat sebagai Direktur PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar periode 2018-2022. Diketahui sebelum menjabat sebagai Direktur PDAM Kota Pasuruan, YW sempat menjabat sebagai Direktur PDAM Tirta Penataran Kabupaten Blitar.

    Semasa menjabat, YW diduga melakukan korupsi dua proyek pengeboran sumber air di dua titik yang berbeda di Kabupaten Blitar. Keduanya berada di Desa Panggungduwet Kecamatan Kademangan dan Desa Kesamben Kecamatan Kesamben.

    “Tersangka YW ini sebagai mantan Direktur PDAM Kabupaten Blitar dan saat ini yang bersangkutan aktif sebagai Direktur PDAM Pasuruan,” kata Andrianto Budi Santoso, PLH Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar.

    Mantan Direktur PDAM Kabupaten Blitar tersebut terbukti memberikan proyek pengeboran sumber air kepada pihak swasta secara asal-asalan. Pada pengeboran di Desa Panggungduwet Kecamatan Kademangan, proyek tersebut tidak menghasilkan air.

    Sementara di Desa Kesamben Kecamatan Kesamben, kapasitas dan kualitas air yang dihasilkan dari proyek pengeboran tersebut jauh dari standar. Diketahui bahwa pemilihan titik lokasi pengeboran sumber air ini dilakukan asal-asalan dan tanpa melakukan survei terlebih dulu.

    Akibat 2 proyek asal-asalan tersebut negara dirugikan mencapai Rp770 juta. “Ini bukan tersangka tunggal akan ada tersangka lain dan masih dalam pengembangan,” tegasnya.

    Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar menegaskan bahwa akan ada tersangka lain dalam kasus ini. Saat ini penyidik tengah memeriksa saksi lain dalam kasus korupsi tersebut. “Setelah ini akan kami kabari perkembangannya,” tandasnya. [owi/suf]

  • Suap Eksekusi Lahan, Uang Rp 202 Juta Dari Eks Panitera PN Jakarta Timur Sempat Dibelikan Mobil – Halaman all

    Suap Eksekusi Lahan, Uang Rp 202 Juta Dari Eks Panitera PN Jakarta Timur Sempat Dibelikan Mobil – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi Dede Rahmana mengaku menerima uang Rp 202,5 juta dari eks panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi terkait kasus suap eksekusi lahan milik PT Pertamina.

    Dede menganggap uang tersebut sebagai rezeki untuk anak.

    Hakim Anggota Suparman Nyompa awalnya curiga dengan nilai uang yang diterima Dede dari Rina.

    Menurut hakim uang Rp 202,5 juta yang diterima Dede cukup besar.

    “Kok bisa terlalu besar 200 juta, biasanya orang kalau diberikan, istilahnya cuma buat uang-uang rokok atau apa, ini kok besar sekali 200 juta?” tanya Hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Mendengar pertanyaan tersebut, Dede yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum sebagai saksi untuk terdakwa Rina Pertiwi mengaku tak tahu.

    “Ndak tahu Pak,” ucap Dede.

    Tak berhenti di situ, Hakim kembali mencecar Dede soal peranya dalam perkara sehingga bisa menerima uang ratusan juta dari Rina.

    Hakim bahkan membandingkan uang yang terima Dede dengan jasa makelar tanah yang biasanya mendapatkan fee 2,5 persen.

    “Atau memang saudara punya jasa besar untuk urusan ini, karena kalau hitung-hitungan besar sekali loh 200 juta. Kalau hitung-hitungan Rp 1 miliar, berarti 200 juta, 20 persen. Kalau jasa jual tanah saja, misalnya makelar kan 2,5 persen, ini 20 persen besar sekali loh?” tanya Hakim.

    Dede menyebut pada saat itu dirinya menganggap uang-uang yang diterimanya merupakan rejeki untuk anak-anaknya.

    “Rezeki saja pak. Tak tahu karena saya berdoa mudah-mudahan itu rezeki anak-anak, itu saja mikirnya,” kata dia.

    Dede pun menyebut uang tersebut sempat ia belikan mobil meskipun pada akhirnya dijual kembali.

    Setelah kasus tersebut mencuat, Dede mengaku telah menyerahkan uang yang diterimanya kepada pihak penyidik Kejaksaan.

    Adapun dari total Rp 202.500.000 yang diterimanya, Rp 200 juta di antaranya telah dikembalikan.

    “Diserahkan ke penyidik berapa?” tanya Hakim.

    “Rp 200 juta,” ucapnya.

    Dalam perkara ini sebelumnya, Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi didakwa telah menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 1 miliar terkait kepengurusan eksekusi lahan milik PT Pertamina.

    Sidang pembacaan dakwaan tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/11/2024).

    Adapun dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rina disebut telah menerima Rp 797,5 juta dari total suap Rp 1 Miliar.

    Jaksa menilai Rina selaku Pegawai Negeri Sipil (PN) patut diduga telah menerima suap dan atau gratifikasi disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

    “Yang bertentangan dengan kewajibannya jika diantara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut,” kata Jaksa Arief Setia Nugroho saat bacakan berkas dakwaan Rina di ruang sidang.

    Perkara itu bermula atas adanya gugatan secara perdata berupa ganti rugi yang diajukan ahli waris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap PT Pertamina atas lahan yang terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

    Terkait gugatan ini, ahli waris pun menunjuk kuasa terhadap seseorang bernama Ali Sofyan.

    Kemudian gugatan itu pun telah diputus PN Jakarta Timur sampai dengan putusan di tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Yang pada pokoknya menghukum PT Pertamina Persero membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000,” kata Jaksa.

    Setelah ada putusan PK tersebut, Ali Sofyan selaku kuasa ahli waris pada November 2019 menghubungi seseorang bernama Yohanes Jamburmias dan Sareh Wiyono untuk meminta bantuan persoalan tanahnya.

    Di mana kata Jaksa, Ali Sofyan meminta bantuan kepada Yohanes untuk menyelesaikan proses eksekusi ganti rugi yang belum dibayarkan PT Pertamina.

    Ketiganya pun sempat menggelar pertemuan beberapa kali untuk membicarakan hal tersebut di sebuah hotel di wilayah Bogor, Jawa Barat.

    Singkatnya, atas permintaan bantuan Ali Sofyan, Sareh menghubungi Rina yang saat itu menjabat Panitera PN Jakarta Timur untuk turut membantu proses eksekusi putusan PK tersebut.

    “Atas permintaan Sareh Wiyono tersebut kemudian terdakwa menyetujuinya,” ucap Jaksa.

    Setelah itu Sareh, Ali, dan Rina pun melakukan pertemuan di rumah Sareh di Cibinong, Kabupaten Bogor.

    Dari hasil pertemuan tersebut Ali Sofyan pun kemudian membuat surat kuasa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melakukan kepengurusan eksekusi putusan PK.

    Ketika memasukkan permohonan surat kuasa itu di PTSP PN Jakarta Timur, Ali Sofyan pun bertemu dengan terdakwa Rina Pertiwi.

    Sebelum adanya pertemuan antara Ali dan Rina, Sareh Wiyono kata Jaksa telah menghubungi Rina terlebih dahulu.

    “Dan saat itu Sareh Wiyono menyampaikan bahwa yang akan memasukkan permohonan eksekusi putusan PK perkara perdata adalah saksi Ali Sofyan agar dibantu terkait permohonan eksekusi dari saksi Ali Sofyan,” tutur Jaksa.

    Surat permohonan eksekusi itu pun kemudian diteruskan ke meja Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan dilakukan disposisi kepada Rina selaku panitera.

    Setelah menerima disposisi, Rina kemudian membuat resume nomor 11 di mana salah satu isi dari resume tersebut adalah bahwa PT Pertamina selaku termohon eksekusi merupakan BUMN, maka penyitaan tidak bisa dilakukan.

    Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara.

    “Karena itu, maka pelaksanaan eksekusi tidak didahului dengan sita eksekusi dan pelaksanaan eksekusi membebankan pemenuhan isi putusan tersebut untuk dimasukkan dalam anggaran DIPA Pada para termohon eksekusi tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya,” jelas Jaksa.

    Namun, lanjut Jaksa, pada faktanya Rina selaku Panitera tidak menjalankan aturan yang tertera dalam resume tersebut.

    Di mana kata Jaksa Rina tetap melakukan proses eksekusi keputusan PK tersebut dengan menyita rekening sebesar Rp 244.604.172 milik PT Pertamina.

    “Bahwa pada tanggal 2 Juni 2020 juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Asmawan mendatangi BRI Jakarta Veteran untuk melakukan sita eksekusi berdasarkan surat tugas Nomor 05 tgl 29 Mei 2020 dan Berdasarkan berita acara eksekusi tgl 2 Juni 2020 nomor 5 Jo Nomor 11 Jo 127 Jo 162 Jo 1774 K Jo Nomor 79 PK telah dilakukan blokir rekening atas nama PT Pertamina Persero yang tersimpan di BRI Cabang Jakarta Veteran Jakarta Pusat sebesar Rp 244.604.172,” terang Jaksa.

    Setelah adanya penyitaan, tahap selanjutnya adalah proses pencairan uang ganti rugi yang kemudian diserahkan kepada Ali Sofian.

    Usai menerima uang ganti rugi, Ali Sofian kemudian memberikan uang kepada para pihak yang telah membantu proses eksekusi tersebut termasuk Rina.

    Adapun dalam dakwaannya, Jaksa menyebut bahwa Rina telah menerima suap total Rp 1 miliar dari Ali Sofyan selaku pemberi hadiah.

    “Maka total uang yang diterima terdakwa dari saksi Ali Sofian melalui saksi Dede Rahmana yaitu sebesar Rp 1 miliar dengan rincian sebesar Rp 797.500.000 diterima oleh terdakwa dan sisanya sebesar Rp 202.500.000 diberikan oleh terdakwa kepada saksi Dede Rahmana,” pungkasnya.

  • Kejari Tuban Sosialisasikan Pencegahan Korupsi ke Pengguna Jalan

    Kejari Tuban Sosialisasikan Pencegahan Korupsi ke Pengguna Jalan

    Tuban (beritajatim.com) – Kejari (Kejaksaan Negeri) Tuban memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) dengan bagi-bagi kaos sambil menyosialisasikan pencegahan korupsi. Kejari Tuban juga mengajak masyarakat berperan aktif dalam partisipasi pencegahan korupsi.

    Kepala Kejari Tuban Imam Sutopo mengatakan, pada 2023 hingga 2024, angka korupsi di Tuban tidak menunjukkan kenaikan signifikan. Namun demikian, partisipasi masyarakat dalam pencegahan korupsi tergolong aktif dan berkontribusi besar.

    “Pelaporan masyarakat terhadap dugaan korupsi cukup banyak dan membantu upaya penindakan kami,” ucap Imam, Senin (9/12/2024).

    Ia juga menyampaikan, untuk memperingati Hakordia tahun 2024 pihaknya memberikan kaos dan stiker kepada pengguna jalan di sekitar Jalan Veteran Tuban. “Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut memerangi korupsi,” tegasnya.

    Imam juga menambahkan, melalui kegiatan tersebut pihaknya ingin menanamkan pentingnya melawan korupsi demi pembangunan di daerahnya masing-masing. “Kami berharap peringatan ini menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat,” imbuhnya.

    Sementara itu, edukasi yang diberikan ini sangat berkesinambungan dan diperlukan agar masyarakat memahami dampak korupsi terhadap pembangunan. “Hakordia penting untuk meningkatkan kesadaran bahwa korupsi adalah musuh bersama,” tegasnya.

    Ia juga meminta masyarakat Tuban aktif dalam melaporkan dugaan tindakan korupsi di Kejari. Kolaborasi antara masyarakat dan penegak hukum menjadi kunci keberhasilan pemberantasan korupsi.

    “Ini adalah komitmen bersama untuk menjadikan Tuban lebih bersih, transparan, dan berintegritas,” pungkasnya. [ayu/suf]