Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Tantangan Program 3 Juta Rumah

    Tantangan Program 3 Juta Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah (Kementerian Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman) menggulirkan Program Pembangunan 3 Juta Rumah per tahun yang patut diapresiasi. Program itu tiga kali program sebelumnya Program Sejuta Rumah (PRS) per tahun pada era Jokowi.

    Apa saja faktor kunci keberhasilan (key success factors) yang wajib dipenuhi agar program itu berjalan mulus?

    Bagaimana kinerja PSR yang mulai berjalan pada 2015 ketika kekurangan rumah (backlog) mencapai 11,4 juta? PSR diharapkan dapat menekan backlog menjadi 6,8 juta dalam waktu 5 tahun sejak 2015. Sayangnya, setelah hampir 10 tahun, backlog justru naik menjadi 9,9 juta per 2023 (BPS).

    Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat (PUPR), target PSR mencapai 1.042.738 unit pada 2024. Hingga Agustus 2024, realisasi PSR mencapai 666.432 unit atau 63,9% dari target yang meliputi rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan untuk non-MBR. Realisasi dari 2015 hingga Agustus 2024 telah mencapai 9,8 juta unit rumah.

    Backlog boleh dikatakan akan terus mendaki sebab kebutuhan rumah mencapai 800.000 unit setahun. Oleh karena itu, Program Pembangunan 3 Juta Rumah setahun layak didukung.

    Lantas, apa saja faktor kunci keberhasilan yang wajib dipenuhi agar program tersebut berhasil?

    Pertama, Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) mengemukakan bahwa pencapaian program 3 juta rumah per tahun sulit terwujud jika hanya mengandalkan APBN.

    Anggaran perumahan pada 2024 tercatat Rp14 triliun sedangkan pada 2025 turun menjadi Rp5 triliun. Jika hanya mengandalkan APBN, hanya sedikit rumah yang bisa dibangun.

    Ada tiga terobosan. Pertama, penyediaan tanah gratis atau lahan murah untuk pembangunan rumah rakyat. Kedua, pengurangan atau penghilangan biaya perpajakan dan perizinan 21%. Biaya itu meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%, Pajak Penghasilan (PPh) 2,5%, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BBHTB) 5% dan retribusi 2,5%. Ketiga, efisiensi biaya material bangunan melalui sistem belanja terpusat (central purchasing) yang bisa dilakukan pengembang perumahan dalam (Kompas, 13/11/24).

    Kedua, terobosan itu membutuhkan koordinasi prima dengan kementerian lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung.

    Namun, rencana mengenai pengurangan atau penghilangan biaya perpajakan dan perizinan itu bisa bertentangan dengan rencana kenaikan penerimaan negara dari pajak. Bahkan pemerintah akan mengenakan pajak untuk ekonomi bawah tanah (underground economy) yang selama ini terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB).

    Koordinasi itu hendaknya diwujudkan dalam memorandum of understanding (MoU). Hal itu bertujuan untuk menciptakan komitmen dan sinergi dalam pembangunan rumah sejalan dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing kementerian.

    Ketiga, satu hal yang juga wajib diperhatikan adalah legalitas surat kepemilikan lahan sitaan negara untuk dijadikan rumah (gratis). Hal ini penting untuk memberikan jaminan keamanan bagi pemilik rumah. Bisa dibayangkan betapa nestapanya ketika di kemudian hari pemilik rumah digusur gegara tanah yang ditempati ternyata bermasalah.

    Keempat, sekalipun rumah sederhana, jangan pernah mengabaikan kualitas pembangunan rumah tersebut. Untuk itu, pemerintah perlu menetapkan spesifikasi rumah seperti material dan standar kualitas.

    Kelima, sumber pendanaan juga wajib dipertimbangkan dengan matang. Saat ini, likuiditas perbankan tergolong masih memadai. Hal tersebut tampak dari rasio alat likuid/non-core deposit yang mencapai 112,66% per September 2024 atau masih di atas ambang batas 50%. Selain itu, rasio alat likuid/dana pihak ketiga (DPK) tercatat 25,4% yang juga jauh di atas ambang batas 10%.

    Namun, bank juga dibatasi untuk tidak terlalu banyak membiayai satu sektor tertentu misalnya perumahan. Mengapa? Lantaran, hal itu bisa memicu potensi risiko konsentrasi kredit (Paul Sutaryono, Kompas, 12/11/24). Dengan bahasa lebih bening, pemerintah wajib mempertimbangkan sumber pendanaan lainnya di luar perbankan.

    Keenam, selain itu, pemerintah wajib menjamin kelancaran rantai pasokan (supply chain) bahan bangunan. Hal itu perlu dipertimbangkan sebagai salah satu variabel penting untuk mencapai target 250.000 sebulan atau 8.333 unit rumah sehari.

    Ketujuh, pembangunan perumahan dapat menggairahkan paling tidak 174 subsektor. Sebut saja, pasir, semen, batu kali, batu bata, cat, besi, kawat, paku, baja ringan, kayu, genteng dan arsitektur.

    Alhasil, sektor properti juga dapat membantu pemerintah dalam menekan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang mencapai 4,91% per Agustus 2024 turun 0,41 poin dari 5,32% per Agustus 2023.

    Kedelapan, Indonesia bisa belajar dari China yang membangun rumah susun bukan rumah tapak seperti penulis amati di Beijing. Rumah susun itu lebih strategis untuk mengatasi keterbatasan lahan.

    Kesembilan, Kementerian PRKP juga wajib menggandeng Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mengelola rumah subsidi melalui Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Mengapa? Lantaran selama ini Menteri PUPR sebagai Ketua Komite BP Tapera.

    BP Tapera memiliki fungsi untuk mengatur, mengawasi dan melakukan tindak turun tangan terhadap pengelolaan Tapera untuk melindungi kepentingan peserta. BP Tapera merupakan transformasi dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Bahkan BP Tapera sudah memiliki ekosistem pembiayaan pembangunan perumahan.

  • Peresmian Satgas Kelurahan Bersinar di Kota Kediri

    Peresmian Satgas Kelurahan Bersinar di Kota Kediri

    Kediri (beritajatim.com) – Pj Wali Kota Kediri Zanariah memberikan arahan saat Peresmian Satgas Kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar) tahun 2024, untuk Kelurahan Dandangan dan Kelurahan Ngampel. Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Lotus Garden Kota Kediri.

    Di kesempatan ini, Zanariah mendukung adanya Satgas Kelurahan Bersinar. Harapannya Kota Kediri bersih dari narkoba. Apalagi anak-anak generasi muda ini harus dijaga agar tidak terjerumus dalam narkoba yang akan menghancurkan masa depannya.

    “Selain menghancurkan masa depan orang yang menggunakan, dampak negatif lainnya perekonomian juga akan jatuh. Lihat saja di luar negeri banyak kota zombie karena narkoba ini. Karena kenyamanan dan keamanan kotanya tidak terjamin, sehingga tidak bisa jadi lokasi investasi,” terangnya.

    Kelurahan di Kota Kediri yang dinobatkan sebagai Kelurahan Bersinar masih 9 kelurahan saja. Pj Wali Kota Kediri berharap semua kelurahan bisa menjadi Kelurahan Bersinar. Namun hal itu butuh proses karena harus melalui banyak tahapan. Selain itu, dibutuhkan juga komitmen dan kesiapan dari kelurahan tersebut.

    Satgas Kelurahan Bersinar ini pun kerjanya harus silent karena menyangkut keamanannya. “Jadi tidak semua bisa diomongkan, namun kita hanya bisa merasakan bahwa kota kita nyaman,” tutupnya.

    Sementara itu, Kepala BNN Kota Kediri Yuda Wirawan mengungkapkan pentingnya satgas di kelurahan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, peran masyarakat itu dilindungi undang-undang. Salah satunya membentuk satgas anti narkoba di kelurahan. Kepolisian, Kejaksaan dan Pj Wali Kota Kediri tidak bisa bekerja sendiri tanpa kolaborasi, sinergi dengan seluruh masyarakat di Kota Kediri.

    Lebih lanjut, Yuda Wirawan mengungkapkan bahwa satuan tugas ini juga dilatih untuk memberikan informasi sosialisasi kepada masyarakat di sekitarnya. “Supaya minimal menjaga lingkungan keluarga sendiri, lingkup kelurahan atau secara garis besar Kota Kediri agar bersih dari narkoba,” tutupnya.

    Setelah diresmikan, para Satgas Kelurahan Bersinar dari Kelurahan Dandangan dan Ngampel ini menampilkan yel-yel mereka. Lalu diserahkan SK Wali Kota Kediri kepada Lurah dan Ketua Satgas Bersinar untuk masing-masing kelurahan oleh Pj Wali Kota Kediri yang didampingi Ketua BNN Kota Kediri.

    Turut hadir dalam acara ini Kepala Badan Kesbangpol Indun Munawaroh, Kasatresnarkoba Polres Kediri Kota Iptu Bowo Tri Kuncoro, Camat Kota Bagus Hermawan, Lurah Dandangan Rudi Winarko beserta Satgas Bersinar, Lurah Ngampel Subagyo beserta Satgas Bersinar, serta lurah-lurah yang telah mendapat penghargaan Kelurahan Bersinar. (nng/ted)

  • Kakortas Tipikor Polri: Kasus Pemerasan Firli Bahuri Akan Segera Diselesaikan Polda Metro Jaya

    Kakortas Tipikor Polri: Kasus Pemerasan Firli Bahuri Akan Segera Diselesaikan Polda Metro Jaya

    ERA.id – Polri mengatakan pihaknya masih mengusut kasus mantan Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga melakukan pemerasan terhadap eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan berjanji untuk segera menyelesaikan perkara tersebut.

    “Kemarin kami sudah diskusi bahwa (kasus pemerasan Firli Bahuri) ini tetap harus dilakukan, untuk dilakukan penyelesaian teman-teman penyidik dari Polda Metro Jaya,” kata Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK), Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Jenderal bintang dua Polri ini menjelaskan Firli sejatinya dipanggil untuk diperiksa pada Kamis (28/11) silam. Pemanggilan terhadap koruptor ini dalam rangka pemenuhan berkas perkara yang saat ini masih dinyatakan P-19 oleh kejaksaan.

    Namun, eks Ketua KPK ini absen dalam pemanggilan dengan mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan. Cahyono mengatakan pihaknya bersama penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sedang mengkaji langkah selanjutnya dalam menangani kasus korupsi ini.

    Terkait apakah Firli bakal dipanggil lagi, dia tak memberi jawaban secara gamblang.

    “Mungkin, mungkin (Firli dipanggil lagi), nanti kita lihat,” ucapnya.

    Cahyono pun mengatakan kasus dugaan pemerasan ini masih ditangani Polda Metro Jaya atau belum akan diambil alih penyidik Kortas Tipikor Polri. Dia memastikan penyidik tak mengalami hambatan dalam melengkapi berkas perkara koruptor tersebut.

    “Perlu kami sampaikan juga posisi direktorat Tipikor ini hanya sebagai tim asistensi. Jadi sifatnya hanya menilai hanya sebagai quality control terhadap kegiatan pelaksanaan penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya,” jelasnya.

    Diketahui, Firli Bahuri merupakan tersangka kasus pemerasan terhadap SYL dan dijerat Pasal 12e atau 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

    Mantan Ketua KPK ini tidak ditahan usai ditetapkan menjadi tersangka. Sebelumnya dia mengajukan gugatan praperadilan penetapan tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun, gugatannya ini belum diterima hakim. Firli kembali mengajukan praperadilan namun tak lama kemudian gugatan kedua itu dicabut.

    Polda Metro Jaya pun menyampaikan pihaknya juga mengusut kasus Firli Bahuri yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan melanggar UU KPK.

    Untuk kasus Firli Bahuri diduga melanggar Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK telah naik ke tahap penyidikan

  • Hindari Korupsi, Aktivis Minta KPK-Kejaksaan Awasi Kepala Daerah di Ujung Jabatan

    Hindari Korupsi, Aktivis Minta KPK-Kejaksaan Awasi Kepala Daerah di Ujung Jabatan

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Sejumlah kepala daerah di lingkup Sulawesi Selatan yang akan berakhir masa jabatannya pada Februari 2025 mendatang, ditengarai melakukan manuver di sisa masa jabatan yang rentan diwarnai penyalahgunaan jabatan.

    Modusnya, dengan cara buru-buru melakukan tender pengadaan barang dan jasa untuk tahun anggaran 2025 yang baru saja diketuk palu di sejumlah daerah.

    Terkait indikasi ini, aktivis di Makassar meminta aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan agar melakukan pemantauan ketat.

    “Sebagai upaya pencegahan perilaku koruptif, KPK, Polri dan Kejaksaan harus melakukan pengawasan ketat. Ini untuk mencegah para kepala daerah di ujung masa jabatan gunakan aji mumpung yang bisa berujung pada korupsi,” pinta Dimas Harun, di Makassar, Senin malam, 10 Desember 2024.

    Dimas Harun mengatakan bahwa ini memang mesti menjadi perhatian.

    Menurutnya, ini berlaku untuk semua kepada-kepala kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya.

    Dimas menegaskan, mereka perlu tetap berhati hati agar tidak salah langkah di akhir periode kepemimpinannya.

    “Jadi, memang tidak mesti terburu buru menyelesaikan segala program yang ada karena mengingat semua sudah mau berakhir masa jabatannya di bulan Februari. Jangan sampai kesannya terburu buru dan kemudian yang terjadi adalah indikasi korupsi terhadap pengadaan barang dan jasa,” ujarnya, Selasa (10/12/2024).

    Ia mengatakan, pejabat yang akan berakhir masa jabatannya mesti berhati-hati.

    “Ini mesti diantisipasi dengan cara tidak terburu buru dalam melaksanakan program atau proyek yang ada. Jangan sampai hanya karena mau menender pengadaan barang dan jasa lantas melakukan semua cara agar masih bisa mengendalikan proyek atau program yang ada,” tegasnya.

  • Homestay Jadi Tempat Rekonstruksi Kasus Asusila Agus Buntung, Lokasi Tersangka Bawa 5 Wanita Berbeda – Halaman all

    Homestay Jadi Tempat Rekonstruksi Kasus Asusila Agus Buntung, Lokasi Tersangka Bawa 5 Wanita Berbeda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus Buntung (21), pria disabilitas di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), direncanakan akan mengikuti proses rekonstruksi kasus dugaan pelecehan seksual, Rabu (11/12/2024) hari ini. 

    Rencana itu dibenarkan oleh Kuasa hukum tersangka, Ainuddin.

    Sementara itu rekonstruksi digelar oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Terdapat sejumlah tempat yang menjadi lokasi rekonstruksi.

    Di antaranya Taman Udayana, Islamic Center dan Homestay.

    Ainuddin berharap dengan rekonstruksi tersebut membuat kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan disabilitas tersebut, menjadi terang benderang dan semua peristiwa yang dianggap menjanggal bisa terungkap.

    “Misalnya ada keraguan penyidik, kekaburan informasi dari saksi maupun korban bisa terungkap dalam rekonstruksi tersebut,” jelasnya, Selasa (10/12/2024), mengutip TribunLombok.com.

    Ainuddin juga mengatakan pihaknya masih mendiskusikan untuk mengajukan pra-peradilan, terlebih kasus tersebut sudah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi NTB.

    Pengakuan Agus Buntung Vs Pengakuan Korban 

    Ainuddin mengatakan berdasarkan pengakuan Agus dalam pemeriksaan di Polda NTB, antara tersangka dan korban sebetulnya ada kesepakatan untuk melakukan hubungan seksual tersebut.

    “Sebelum diantar ke kampus didepan ada adegan mesum oleh orang lain, si perempuan mengatakan bagusnya adegan yang tadi,” kata Ainuddin.

    Ainuddin menjelaskan setelah percakapan tersebut, korban membawa Agus melewati Islamic Center, disana korban meminta Agus untuk duduk lebih depan.

    “Ditanya oleh korban di mana tempat yang bagus untuk melakukan itu, Agus mengatakan tahu sehingga dibawalah ke homestay tersebut,” jelasnya.

    Namun pada saat itu kepada korban, Agus mengaku tidak memiliki uang sehingga ada perjanjian tersangka akan menggantikan uang korban.

    Namun usai melakukan berhubungan di homestay tersebut Agus tidak menganti uang korban, hal tersebut yang membuat korban marah kepada Agus karena tidak memberikan yang yang dijanjikan sebelumnya. 

    Agus Disebut Sering Bawa Wanita ke Homestay 

    Agus Buntung disebut-sebut sering membawa wanita yang berbeda ke homestay.

    Hal itu menurut pengakuan pemilik dan karyawan homestay. 

    Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, menurut hasil pemeriksaan, Homestay tersebut menjadi lokasi Agus, pria tanpa dua tangan merudapaksa korbannya.

    “Dari keterangan karyawan dan pemilik homestay memang si pelaku ini selain membawa korban yang melapor ke kita, juga pernah membawa perempuan (lain),” katanya, dikutip dari tayangan YouTube tvOneNews.com, Kamis (5/12/2024).

    Karyawan homestay mengaku melihat Agus membawa empat perempuan berbeda ke penginapan tersebut.

    “Kalau pemilik homestay itu ada lima orang berbeda yang dibawa oleh pelaku,” ungkapnya.

    Syarif menduga, pelaku membawa para korbannya ke homestay yang sama karena merasa nyaman dengan tempat tersebut.

    Agus Tersangka Pelecehan Seksual

    Dilaporkan juga polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap Agus Buntung sebagai tersangka kasus pelecehan seksual secara fisik terhadap mahasiswi berinsial MA di Mataram, Nusa Tenggara Barat atau NTB, Senin (9/12/2024).

    Informasi ini disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Polisi Syarif Hidayat.

    “Hari ini memang kami agendakan melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka atas nama Agus (IWAS),” kata Syarif dalam keterangannya di Mataram, Senin.

    “Jadi, pemeriksaan belum selesai, masih jalan,” ujarnya.

    Ia pun memastikan pihaknya tetap memperhatikan pemenuhan hak-hak tersangka sebagai penyandang disabilitas dalam proses pemeriksaan.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Nanda Lusiana Saputri)(TribunLombok.com/Robby Firmansyah) (Kompas.com/Isnaya Helmi)

  • Dapat Untung Ratusan Miliar dari Hasil Korupsi, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara

    Dapat Untung Ratusan Miliar dari Hasil Korupsi, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara

    ERA.id – Terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dituntut pidana penjara selama 12 tahun terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015–2022.

    “Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, dikutip Antara, Senin (9/12/2024).

    Selain pidana penjara, Harvey juga dituntut pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.

    JPU turut menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider pidana penjara selama enam tahun.

    Dengan demikian menurut JPU, Harvey telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

    Dalam melayangkan tuntutan kepada Harvey, JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan, yakni perbuatan Harvey tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

    Kemudian, perbuatan Harvey dinilai telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, yaitu sejumlah Rp300 triliun, telah menguntungkan diri Harvey sebesar Rp210 miliar, serta Harvey berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

    “Namun terdapat pula hal meringankan yang dipertimbangkan, yakni terdakwa Harvey belum pernah dihukum sebelumnya,” ucap JPU menambahkan.

    Selain Harvey, dalam persidangan yang sama terdapat pula Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT yang mendengarkan pembacaan tuntutan.

    Suparta dituntut untuk dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang sama dengan Harvey, sehingga dituntut dengan pasal yang sama. Dengan begitu, Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider pidana penjara selama delapan tahun.

    Sementara Reza dituntut agar dinyatakan secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sehingga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Untuk itu, JPU menuntut Reza agar dikenakan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan. Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa tersebut diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

    Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Dalam kasus itu, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun.

    Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan TPPU dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Sementara itu, Reza diduga tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • CIO Akan Ajukan Surat Perintah Penangkapan Independen Mantan Menhan Korea Selatan

    CIO Akan Ajukan Surat Perintah Penangkapan Independen Mantan Menhan Korea Selatan

    ERA.id – Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) Korea Selatan akan mengajukan surat perintah penangkapan terhadap mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun.

    Surat perintah penangkapan itu dikeluarkan oleh CIO sebagai bagian dari penyelidikan independen atas peran Kim dalam deklarasi darurat militer beberapa waktu lalu. Surat ini bisa dikeluarkan apabila permintaan jaksa tidak ditolak oleh pengadilan.

    “Kami dapat mengajukan surat perintah penangkapan secara independen dari permintaan jaksa,” kata pejabat CIO, dikutip Yonhap News, Selasa (10/12/2024).

    Tim investigasi khusus dari kejaksaan sejauh ini sedang mencari surat perintah pengadilan untuk menangkap Kim secara resmi.

    Di sisi lain, Pengadilan Seoul memulai sidang dakwaan untuk memutuskan apakah akan mengeluarkan surat perintah penangkapan atau tidak. Sidang itu dilakukan tanpa kehadiran Kim, yang dia janjikan sebelumnya akan datang.

    Lewat pengacaranya, Kim meminta maaf dan akan bertanggung jawab penuh atas kondisi dan situasi yang terjadi pasca deklarasi darurat militer. Ia juga mengatakan bahwa bawahannya hanya mematuhi perintahnya saja.

    “Saya sangat meminta maaf karena menyebabkan kegelisahan dan ketidaknyamanan yang besar pada masyarakat. Semua tanggung jawab atas situasi ini ada di tangan saya. Bawahan saya setia menjalankan perintah saya dan misi yang diberikan kepada mereka. Saya meminta keringanan hukuman bagi mereka,” kata Kim.

    Presiden Yoon Suk-yeol mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam atas saran Kim di tengah kebuntuan politik yang semakin meningkat dengan Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi. Ia membatalkan perintah tersebut enam jam kemudian setelah Majelis memberikan suara untuk mengakhirinya.

    Kim mengajukan pengunduran dirinya setelah kehebohan yang terjadi di Korea Selatan. Ia mengaku bertanggung jawab atas huru-hara yang terjadi dan juga keputusan darurat militer tersebut. Sementara Yoon menerima surat pengunduran dirinya pada Kamis (5/12)

  • Boyamin Saiman Ungkap Alasan Gugat Polda Metro dan Kejati DKI Jakarta dalam Perkara Firli Bahuri – Halaman all

    Boyamin Saiman Ungkap Alasan Gugat Polda Metro dan Kejati DKI Jakarta dalam Perkara Firli Bahuri – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman beberkan alasan pihaknya menggugat Polda Metro Jaya dan Kejati DKI Jakarta soal perkara melibatkan eks pimpinan KPK Firli Bahuri.

    Diketahui Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

    Menggugat Dirreskrimsus Polda Metro Jaya dan Kejati Jakarta.

    Gugatan tersebut soal dugaan penghentian penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

    Boyamin Saiman mengatakan alasan Polda Metro Jaya dan Kejati Jakarta jadi pihak termohon. Agar ada kejelasan mengenai perkara kasus pemerasan yang dilakukan eks pimpinan KPK Firli Bahuri.

    “Prinsipnya kita ini sebenarnya penuntasan perkara. Karena kita korban, korban korupsi sebagai masyarakat meminta itu diproses,” kata Boyamin Saiman kepada awak media di PN Jaksel, Selasa (10/12/2024). 

    Ia menegaskan jika perkara tersebut sudah dihentikan atau SP3. Menurutnya itu kewenangan penyidik.

    “Tapi yang pasti kami gugat praperadilan juga. Kalau sekarang belum ada buktinya hitam putih (SP3) saja sudah kita gugat. Apalagi nanti kalau ada buktinya hitam putih,” kata Boyamin.

    Kemudian dikatakan Boyamin, pihaknya meyakini penetapan tersangka Firli itu sah. Hal itu dikarenakan eks pimpinan KPK tersebut pernah mengajukan prapradilan dan ditolak.

    “Jadi otomatis ini sebagai ikhtiar kami, memaksa istilahnya begitu, memaksa penyidik untuk menuntaskan perkara ini,” terangnya.

    Lanjutnya kenapa kemudian supaya lengkap, penuntut pun digugat jadi termohon dua yaitu Dirreskrimsus Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi Jakarta. Supaya tidak saling lempar bola.

    “Kalau saya gugat polisi alasannya, oh jaksanya (Beralasan), kita gugat polisi, nanti jaksanya. maka kita gugat dua-duanya penyidik dan penuntut. Supaya apa? Mereka bisa menjawab apa sih yang terjadi dan kenapa ini berlarut-larut?” jelasnya.

    Atas hal itu Boyamin Saiman menegaskan jawabannya akan terungkap besok pada persidangan praperadilan lanjutan di PN Jakarta Selatan.

    “Maka itu kita tunggu besok jawabannya. Kita kan sudah memakai mekanisme praperadilan itu sudah lama, sejak awal reformasi sebagai mekanisme kontrol sosial terhadap penegak hukum sebagai mekanisme audit kinerja kepada penegak hukum,” kata Boyamin Saiman.

    “Dengan cara inilah kami menangis kepada hakim bahwa (Kasus Firli) ini berlarut-larut. Sebagai korban korupsi kita juga rugi. Karena paling tidak uang pengganti atau apapun di dalam korupsi menjadi tidak segera terbayar. itulah yang kami gugat, mengadu kepada hakim nanti yang akan memutuskan,” tandasnya.

    Firli Tak Penuhi Panggilan

    Terkait kasus yang menjerat Firli, sebelumnya eks Ketua KPK itu sekaligus tersangka kasus pemerasan terhadap SYL Firli Bahuri untuk kesekian kalinya mangkir dari panggilan penyidik kepolisian.

    Pada panggilan yang sejatinya dilakukan Kamis (28/11/2024) lalu Firli kembali absen.

    Hal itu disampaikan oleh Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan.

    “Untuk tersangka FB melalui kuasa hukumnya Ian Iskandar pada pukul 10.54 wib pagi ini telah menyampaikan kepada penyidik bahwa tersangka FB tidak hadir memenuhi panggilan penyidik hari ini,” ucapnya.

    Selanjutnya tim penyidik akan melakukan konsolidasi terkait hal ini, untuk menentukan langkah-langkah tindak lanjut dalam rangka penyidikan.

    Diketahui, Firli berstatus sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sejak akhir tahun lalu. 

    Firli diduga memeras SYL terkait pengusutan perkara korupsi di Kementerian Pertanian yang dilakukan oleh KPK.

  • Bejat! Dosen di Makassar Cabuli Tiga Anak Tirinya Selama Bertahun-tahun

    Bejat! Dosen di Makassar Cabuli Tiga Anak Tirinya Selama Bertahun-tahun

    GELORA.CO – Seorang ayah tiri di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) berinisial I (51), diduga tega mencabuli tiga anak tirinya. Korban masing-masing berinisial AA (23), AP (21), dan AU (18).

    Peristiwa dugaan pencabulan ini terjadi sejak 2017 hingga 2022. Pelaku juga diketahui merupakan oknum dosen Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar. Akibat perbuatan pelaku, ketiga korban kini mengalami trauma.

    “Iya (pelaku oknum dosen di PIP Makassar), PNS (pegawai negeri sipil),” kata Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gowa, Ipda Risman Tegar kepada awak media, Selasa (10/12/2024).

    Sementara itu, Kasi Humas Polres Gowa Iptu Usman Jaya Kuling mengatakan, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan. Pihaknya juga telah melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa.

    “Sudah diserahkan ke kejaksaan, tahap II. Sudah (ditahan di kejaksaan),” ujar Usman.

    Selain itu, ia menuturkan bahwa penetapkan I sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yakni; berdasarkan keterangan korban dan hasil pemeriksaan psikologi forensik.

    “Alat bukti yang kami gunakan itu keterangan saksi. Saksi-saksi dari bersaudara ini, kemudian tantenya korban, kemudian bapak (kandung) korban, kemudian dari hasil pemeriksaan psikologi forensik,” tandasnya.

    Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 82 ayat 1 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ditambah Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan Berlanjut.

    “Dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan denda paling banyak Rp5 miliar,” pungkasnya.

  • Sering Kalah di Praperadilan, Ini Saran untuk KPK

    Sering Kalah di Praperadilan, Ini Saran untuk KPK

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali mendulang kekalahan di proses praperadilan. Teranyar, di praperadilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau Paman Birin. KPK diminta mempelajari cara Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut perkara hukum.

    “Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko, dalam keterangan yang dikutip Selasa, 19 Desember 2024. 

    Cecep membandingkan praperadilan yang dilakukan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dan praperadilan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong. KPK kalah di praperadilan Paman Birin sementara Kejagung menang di praperadilan Tom Lembong.

    Cecep menyebut KPK harus belajar dari Kejagung, supaya tak kalah dalam praperadilan. Apalagi, penanganan perkara yang diusut KPK sangat spesifik, yakni hanya terkait tindak pidana korupsi.

    “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” kata Cecep.
     

    Senada, pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa, menilai KPK mesti memperkuat bukti dari niatan jahat. Sehingga, kata dia, KPK jangan hanya mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang disertai penyadapan.

    “Namun harus mengkonstruksi (membangun) suatu perkara sejak awal dengan mengumpulkan seluruh bukti tanpa melanggar hukum acara (formil). Hal inilah yang sering dilakukan pidsus Kejaksaan,” kata Beni.

    Berdasarkan itu pula, kata Beni, hakim tunggal pada PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan Tom Lembong. Menurut Beni, hal tersebut mesti jadi pelajaran KPK.

    “Karena hal itu pula, (KPK) perlu mengkonstruksi suatu perkara sejak awal. Sehingga terkumpul seluruh bukti dengan tanpa melanggar hukum acara/formilnya suatu perkara,” ungkap Beni.

    Menurut dia, membangun konstruksi kasus dari awal jauh lebih sulit ketimbang mengandalkan OTT yang selalu berdasarkan pengintaian dan penyadapan. Membangun kasus dari awal itu membutuhkan pemahaman hukum tinggi khususnya soal tindak pidana korupsi. 

    Karena itu, kata Beni, penyidik pada KPK penting untuk belajar dari Jampidsus, Kejagung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah kalah ketika digugat praperadilan. 

    “KPK kendati punya kewenangan supervisi, tidak perlu malu untuk studi banding ke Jampidsus Kejagung untuk belajar mempertahankan argumentasi dalam menghadapi praperadilan. Itu sebabnya, penting mendiskusikan hal tersebut terutama dalam rangka menyiapkan roadmap pemberantasan korupsi ke depan,” kata Beni.

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali mendulang kekalahan di proses praperadilan. Teranyar, di praperadilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau Paman Birin. KPK diminta mempelajari cara Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut perkara hukum.
     
    “Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko, dalam keterangan yang dikutip Selasa, 19 Desember 2024. 
     
    Cecep membandingkan praperadilan yang dilakukan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dan praperadilan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong. KPK kalah di praperadilan Paman Birin sementara Kejagung menang di praperadilan Tom Lembong.
    Cecep menyebut KPK harus belajar dari Kejagung, supaya tak kalah dalam praperadilan. Apalagi, penanganan perkara yang diusut KPK sangat spesifik, yakni hanya terkait tindak pidana korupsi.
     
    “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” kata Cecep.
     

    Senada, pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa, menilai KPK mesti memperkuat bukti dari niatan jahat. Sehingga, kata dia, KPK jangan hanya mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang disertai penyadapan.
     
    “Namun harus mengkonstruksi (membangun) suatu perkara sejak awal dengan mengumpulkan seluruh bukti tanpa melanggar hukum acara (formil). Hal inilah yang sering dilakukan pidsus Kejaksaan,” kata Beni.
     
    Berdasarkan itu pula, kata Beni, hakim tunggal pada PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan Tom Lembong. Menurut Beni, hal tersebut mesti jadi pelajaran KPK.
     
    “Karena hal itu pula, (KPK) perlu mengkonstruksi suatu perkara sejak awal. Sehingga terkumpul seluruh bukti dengan tanpa melanggar hukum acara/formilnya suatu perkara,” ungkap Beni.
     
    Menurut dia, membangun konstruksi kasus dari awal jauh lebih sulit ketimbang mengandalkan OTT yang selalu berdasarkan pengintaian dan penyadapan. Membangun kasus dari awal itu membutuhkan pemahaman hukum tinggi khususnya soal tindak pidana korupsi. 
     
    Karena itu, kata Beni, penyidik pada KPK penting untuk belajar dari Jampidsus, Kejagung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah kalah ketika digugat praperadilan. 
     
    “KPK kendati punya kewenangan supervisi, tidak perlu malu untuk studi banding ke Jampidsus Kejagung untuk belajar mempertahankan argumentasi dalam menghadapi praperadilan. Itu sebabnya, penting mendiskusikan hal tersebut terutama dalam rangka menyiapkan roadmap pemberantasan korupsi ke depan,” kata Beni.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)