Kadisbud dan 2 Tersangka Korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta Musnahkan Barang Bukti Stempel Palsu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta
Iwan Henry Wardhana
(IHW), Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI Mohamad Fairza Maulana (MFM), serta Gatot Arif Rahmadi (GAR) selaku pemilik EO bodong, GR-Pro diduga memusnahkan sebagian
stempel palsu
sebelum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta melakukan penggeledahan.
Ketiganya merupakan tersangka dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta.
“Sebagian sudah berhasil dimusnahkan sebelum penggeledahan. Untung waktu penggeledahan belum semuanya (dimusnahkan),” ucap Kepala
Kejati Jakarta
Patris Yusrian Jaya, kepada wartawan di kantornya, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).
Selain stempel, ketiga tersangka memusnahkan dokumen lainnya yang dapat menjadi barang bukti tambahan atas kasus korupsi dana anggaran APBD 2023 itu.
“(Dimusnahkan stempel) untuk menghilangkan barang bukti,” kata Patris.
Ia menuturkan, ketiga tersangka mengakui bahwa mereka telah menyiapkan stempel-stempel palsu itu untuk mencairkan dana lewat surat pertanggungjawaban (SPJ).
“Yang jelas para pihak ini memang sudah mengaku bahwa mereka yang menyiapkan stempel-stempel palsu tersebut dan telah mereka gunakan,” katanya.
Kejati akan terus mendalami terkait kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini.
“Mengenai kerugian negara masih dihitung, kami membidik beberapa kegiatan yang potensial untuk dimanipulasi pada tahun 2023 dan 2024,” ucap Patris.
Adapun ketiga tersangka ditetapkan berdasarkan surat penetapan masing-masing.
Penetapan tersangka Iwan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025, Fairza dengan TAP-02/M.1/Fd.1/01/2025, dan Gatot dengan TAP-03/M.1/Fd.1/01/2025, semuanya tertanggal 2 Januari 2025.
Pemprov Jakarta menonaktifkan Iwan dan Fairza dari jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 (perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS).
Pekan depan, Kejati akan memanggil dua tersangka, Iwan Henry Wardhana (IHW) dan Mohamad Fairza Maulana (MFM).
Sementara itu, Gatot ditahan di Rumah Tahanan Negara Cipinang selama 20 hari ke depan usai ditetapkan sebagai tersangka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan
-
/data/photo/2025/01/02/677678b6be644.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kadisbud dan 2 Tersangka Korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta Musnahkan Barang Bukti Stempel Palsu Megapolitan 4 Januari 2025
-

Kisah Pilu Tukang Gerabah di Pemalang, Rela Jual Sawah agar Anak Masuk Polisi, Uang Rp900 Juta Raib – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Kasus penipuan dialami seorang pengrajin gerabah asal Pemalang, Jawa Tengah bernama Suratmo (57).
Korban mengalami kerugian hingga Rp900 juta setelah kedua anaknya tak lolos seleksi Bintara Polri.
Padahal korban sudah membayarkan uang tersebut ke oknum Polres Pemalang dengan janji anaknya jadi anggota polisi.
Kasi Humas Polres Semarang, Aipda Widodo, menyatakan kasus penipuan ini telah dilaporkan ke Propam.
“Ya, peristiwanya sudah lama, tetapi sudah ditindaklanjuti oleh penyidik dan Propam Polres Pemalang, dan sudah pelimpahan berkas ke kejaksaan,” tuturnya.
Sementara itu, Suratmo dan istrinya hanya bisa pasrah lantaran oknum polisi enggan mengembalikan uang Rp900 juta.
“Kebetulan niatan itu, sawah yang di Pantura laku terjual sehingga bisa untuk uang muka sebesar Rp500 juta,” ucapnya, Kamis (3/12/2025).
Kasus penipuan berawal ketika kedua putra Suratmo ingin mendaftar sebagai polisi melalui jalur Bintara di Polres Pemalang.
Teman Suratmo bernama Wahono mendengar hal tersebut dan mengiming-imingi dapat meloloskan kedua anak Suratmo.
Wahono merupakan ayah anggota polisi di Pemalang berpangkat Brigadir.
Kedua pihak kemudian membuat kesepakatan uang muka yang dibayarkan sebesar Rp500 juta.
Korban kembali diminta uang tambahan Rp400 juta dengan dalih untuk jatah Kapolres Pemalang dan Kapolda Jawa Tengah.
“Saya transfer sebesar Rp 400 juta alasannya untuk Pak Kapolres dan Pak Kapolda, sehingga total keseluruhan yang sudah diberikan sebesar Rp 900 juta. Dan bukti kuitansi ada semua komplet,” tegasnya.
Dalam perjanjian, Wahono akan mengembalikan seluruh uang jika kedua anak Suratmo gagal masuk Bintara Polri.
Namun, Wahono tak menepati janjinya dan uang digunakan untuk judi online.
“Saya berharap agar kasus ini segera ditangani dan uang saya bisa kembali,” lanjutnya.
Tak hanya menyetorkan uang, korban juga menyerahkan ATM dan buku rekeningnya ke pelaku.
“Pelaku pangkatnya Briptu dan sekarang masih aktif,” katanya.
Selain gagal menjadi anggota polisi, anaknya juga dipekerjakan di Mapolres Pemalang dengan gaji Rp 600 ribu.
“Kata kapolresnya, karena korban menyerahkan sertifikat tanah berupa tanah rel anak ini kerja di kapolres jadi tukang sapu-sapu bergaji Rp600 ribu perbulan,” pungkasnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Oknum Polisi Pemalang Tipu Rp1,4 Miliar dengan Janji Masuk Kepolisian, Korban Malah jadi Tukang Sapu
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJateng.com/Andra Prabasari) (Kompas.com/Dedi Muhsoni)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/765901/original/052608800_1579067172-kejagung_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Periksa Ketum Asosiasi Petani Tebu Terkait Kasus Importasi Gula Kemendag – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa pihak Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 sampai dengan 2016.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, saksi yang diperiksa adalah HFR selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia periode 2022-2027. Dia menjalani pemeriksaan untuk tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong dan lainnya pada Jumat, 3 Januari 2025.
“Terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 atas nama tersangka TTL dan kawan-kawan,” tutur Harli dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dalam kasus korupsi importasi gula.
Soal penetapan tersangka, berdasarkan penerapan Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor pun jelas disebutkan memperkaya orang lain atau pun korporasi masuk dalam ranah korupsi.
“Ya inilah yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” tutur Dirdik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2024).
Dia menyatakan, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 sendiri telah merinci, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang merugikan keuangan negara, maka diancam pidana maksimal 20 tahun.
“Begitu juga Pasal 3, di sana hampir setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang ada padanya, yang dapat merugikan keuangan negara, diancam pidana dan seterusnya,” jelas dia.
“Artinya di dalam dua Pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” sambung Qohar.
-

Keberadaan Aipda Robig Sebelum Penembakan Gamma, Bukan Mau Pulang ke Asrama?
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Pengacara Aipda Robig Zaenudin, Herry Darman menceritakan keberadaan kliennya sebelum dan setelah penembakan.
Namun, ia keberatan terkait usulan rekontruksi ulang yang khusus mengulas aktivitas Aipda Robig Zaenudin (38) dari sebelum dan sesudah penembakan.
Usulan rekontruksi khusus Aipda Robig ini sebelumnya diajukan oleh kuasa hukum korban Gamma Zainal Abidin.
Herry keberatan soal rekontruksi khusus tersebut lantaran dinilai bakal menganggu penyidikan.
“Ketika ada proses rekontruksi tersebut malah menganggu proses penyidikan yang berdampak pula ke tahapan pemberkasan di Kejaksaan,” katanya saat dihubungi, Jumat (3/1/2025).
Padahal, kata dia, kliennya tinggal menunggu berkas P21 atau berkas dinyatakan lengkap dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Oleh karena itu, dia meminta kepada pihak yang menemukan fakta baru tinggal sampaikan saja ke penyidik.
“Kalau ada temuan baru silahkan sampaikan ke penyidik tapi pakai bukti jangan modal katanya,” tuturnya.
Meski demikian, dia membeberkan aktivitas kliennya dari sebelum dan sesudah peristiwa penembakan.
Dia mengklaim, Robig sebelum penembakan sedang perjalanan dari Mapolrestabes Semarang menuju ke rumah orangtuanya.
“Jadi perjalanan dari Polrestabes Semarang (Jalan Dr Sutomo) ke Kalipancur,” ungkapnya.
Namun, Robig berhenti di lokasi kejadian penembakan karena melihat ada para saksi yang saling kejar mengejar.
Peristiwa ini sudah muncul dalam rekontruksi yang dilakukan polisi di lokasi penembakan Jalan Candi Penataran Raya, Kalipancur, Ngaliyan, Kota Semarang pada Senin (30/12/2024).
Berikutnya, kejadian pasca penembakan.
Herry menyebut, Robig telah mencari korban yang ditembak.
Robig sempat menanyakan kepada penjual nasi goreng dan pengguna jalan yang melintas.
“Ada dua orang (yang ditanyai) satu orang jual nasi goreng satunya orang melintas, dapat petunjuk lalu dicari ketemu, Selepas itu diantar ke RSUP Kariadi,” terangnya.
Di rumah sakit itu, Robig bertemu satpam lalu menitipkan dua korban luka penembakan ke rumah sakit.
“Setelah itu klien saya melaporkan kejadian itu ke Polrestabes Semarang,” jelas Herry.
Menurut Herry, komandan dari Robig berinisial M turun ke lapangan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
“Setelah turun ke lapangan sampai seperti diberitakan media-media ditemukan sajam,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa Hukum keluarga Gamma dan AD, Zainal Abidin meminta Polda Jateng untuk melakukan rekontruksi kepada Aipda Robig dari urutan sebelum menembak dan selepas menembak.
“Supaya fair dua-duanya menjalani rekontruksi, tidak hanya anak-anak atau korban saja yang terus-menerus menjadi obyek,” terangnya.
Zainal telah menyampaikan permintaan itu kepada penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah, akan tetapi penyidik enggan menyanggupinya dengan alasan takut kasusnya melebar.
“Misal melebar sebenarnya tidak masalah yang penting tahu persis duduk perkara kasusnya,” katanya.
Selain asas keadilan, sambung Zainal, rekontruksi Aipda Robig perlu dilakukan lantaran untuk menjawab keraguan publik soal aktivitasnya sebelum penembakan.
Polisi menyebut, Aipda Robig ketika melakukan penembakan hendak pulang ke rumahnya di asrama polisi Polsek Gunungpati dari Mapolrestabes Semarang.
Apabila merujuk statemen tersebut, maka bertolak belakang dengan arah kendaraan Aipda Robig yang terekam CCTV.
“Jadi perlu rekontruksi itu supaya terungkap Robig dari mana kantor, rumah atau tempat lainnya,” tutur Zainal.
Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto mempersilahkan kepada kuasa hukum dari kedua belah pihak semisal ingin mengajukan rekontruksi bagi kasus pidana Aipda Robig.
Terkait dalih penyidik yang takut kasusnya melebar bilamana dilakukan rekontruksi khusus Aipda Robig, Artanto menyebut tergantung penyidik menilai masukan dari kedua belah pihak.
“Nanti penyidik yang mempertimbangkan,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus ini bermula ketika Aipda Robig Zaenudin (38) menembak tiga pelajar SMKN 4 Semarang masing-masing Gamma atau GRO (17) , SA (17) dan AD (16) di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024) pukul 00.19.
Gamma meninggal dunia dalam kejadian ini, SA alami luka tembak di tangan dan AD tergores di bagian dada.
Polisi telah menetapkan Aipda Robig sebagai tersangka sekaligus memecatnya dari lembaga kepolisian pada Senin (9/11/2024).
Pasal-pasal yang dikenakan terhadap Aipda Robig meliputi Pasal 80 ayat 3 junto pasal 76 C Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang perlindungan anak.
Dua pasal lainnya mencakup pasal 338 KUHP (pembunuhan) dan atau pasal 351 (penganiayaan) ayat 3 KUHP. (Iwn)
-

Penyidik dan Jaksa Dihadang, Presiden Korsel Batal Digelandang
Jakarta –
Presiden Korea Selatan (Korsel) yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, batal ditangkap atas penerapan darurat militer yang amat singkat. Dia menghadang para penyidik hingga pihak jaksa negara tersebut.
Sebagai informasi, kediaman Presiden Korsel, dilansir Yonhap News Agency, Jumat (3/1/2025), sempat didatangi oleh penyidik. Mereka memasuki kediaman Presiden Yook untuk menahan Yoon atas kegagalannya memberlakukan darurat militer bulan lalu.
Namun demikian, kedatangan penyidik mendapatkan berbagai rintangan. Mereka bahkan diblokir oleh pasukannya di dekat kediaman.
Tak cuma itu, para pendukung garis kerasnya juga berada di depan kediaman Yook di ibu kota Seoul itu. Upaya penyidik hingga kejaksaan pun tidak membuahkan hasil.
Tak hanya itu, pihak kejaksaan juga mengalami kendala serupa. Pada akhirnya, penyidik hingga jaksa pun batal menangkap Presiden Yoon.
Penyidik Korsel Datangi Kediaman Presiden Yoon
Foto: (Yonhap/via REUTERS)
Penyidik Korea Selatan tiba di luar kediaman Presiden Yoon Suk Yeol pada Jumat dini hari waktu setempat. Penyidik datang untuk melakukan penangkapan buntut deklarasi darurat militer.
Dilansir AFP, Jumat (3/1/2025), mobil-mobil yang membawa penyelidik melaju di luar kediamannya di pusat kota Seoul, yang diiringi oleh banyak polisi.
Dari pantauan AFP, puluhan bus polisi dan ratusan polisi berseragam berjejer di jalan di luar kompleks di pusat kota Seoul.
“Pelaksanaan surat perintah penangkapan untuk Presiden Yoon Suk Yeol telah dimulai,” kata Kantor Investigasi Korupsi, yang sedang menyelidiki pernyataan darurat militer Yoon, dengan para penyelidik dan polisi terlihat memasuki kediaman presiden.
Anggota tim keamanan Yoon sebelumnya juga sempat memblokir upaya penggerebekan polisi di kediaman presidennya.
Penyidik dan Jaksa Dihadang
Foto: (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Penyidik dan Jaksa Korea Selatan sendiri menghadapi tantangan selama upaya penangkapan tersebut. harus melewati barikade keamanan yang super ketat untuk masuk ke rumah Yoon.
“Eksekusi surat perintah penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol telah dimulai,” ujar Kantor Investigasi Korupsi (CIO) dilansir AFP, Jumat (3/1/2025).
Penyidik CIO termasuk jaksa senior Lee Dae-hwan dibiarkan melewati barikade keamanan yang ketat untuk memasuki kediaman Yoon guna melaksanakan penangkapan. Namun, mereka dihadang oleh militer.
“Mereka dihadang oleh unit militer di dalam setelah masuk,” ujar kantor berita Yonhap dalam laporan AFP.
Terbaru, dilihat di Kantor berita Yonhap, Tim Keamanan Kepresidenan menolak penggeledahan yang dilakukan penyidik di kediaman Yoon. Namun, belum ada laporan rinci mengenai itu.
Presiden Korsel Ambil Langkah Hukum
Foto: Reuters
Pihak Presiden Korsel Yoon tidak tinggal diam merespons kedatangan penyidik hingga pihak kejaksaan. Salah satu perwakilan hukum Yoon, Yun Gap-geun, mengatakan pelaksanaan surat perintah penangkapan itu ilegal. Sebab, kata dia, saat ini pihak Yoon mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi Korsel.
“Pelaksanaan surat perintah yang ilegal dan tidak sah tidak sah,” kata Yun Gap-geun kepada Yonhap.
“Karena prosedur keberatan terhadap surat perintah tersebut sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi dan pengadilan, (kami) akan mengambil tindakan hukum atas situasi yang tidak sah dari pelaksanaan surat perintah ilegal tersebut,” katanya.
Tim pembela Yoon telah mengajukan perintah untuk menangguhkan surat perintah tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Mereka juga menyampaikan keberatan terhadap pelaksanaan surat perintah tersebut ke Pengadilan Distrik Barat Seoul.
Oposisi Minta Pasukan Keamanan Presiden Korsel Mundur
Foto: (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Sementara itu, Partai oposisi Korea Selatan yang menguasai mayoritas parlemen meminta presidential security service (PSS) atau pasukan pengamanan Presiden Yoon Suk Yeol untuk bekerja sama dalam penangkapan. Mereka menegaskan bahwa aksi penghadangan penangkapan bisa diproses hukum.
“Siapa pun yang menghalangi pelaksanaan surat perintah penangkapan akan dihukum atas tuduhan menghalangi tugas resmi khusus dan terlibat dalam pemberontakan,” kata perwakilan Partai Demokrat Park Chan-dae, seperti dilansir BBC, Jumat (3/1/2025).
Sementara itu, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat Yoon telah meminta penyidik untuk menahan diri. Menurutnya penangkapan itu upaya yang tidak masuk akal.
“Upaya tidak masuk akal untuk menangkap presiden yang sedang menjabat,” katanya.
Presiden Korsel Batal Ditangkap
Foto: (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Penyidik Korea Selatan (Korsel) membatalkan upaya penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol. Pembatalan ini disampaikan langsung Kantor Investigasi Korupsi atau Corruption Investigation Office (CIO).
“Mengenai pelaksanaan surat perintah penangkapan hari ini, diputuskan bahwa eksekusi secara efektif tidak mungkin untuk dilakukan karena kebuntuan yang sedang berlangsung,” ujar CIO dilansir AFP, Jumat (3/1/2025).
“Kekhawatiran terhadap keselamatan personel di lokasi menyebabkan keputusan untuk menghentikan eksekusi,” imbuhnya.
Halaman 2 dari 6
(maa/maa)
-

5 Korporasi Jadi Tersangka Kasus Timah, Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta memperketat pengawasan terhadap industri pertambangan, usai lima korporasi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyematkan status tersangka kepada lima korporasi. Lima perusahaan yang menjadi tersangka baru dalam perkara tindak pidana korupsi timah diantaranya, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.
Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan Dan Konservasi asal Universitas Indonesia (UI) Budi Riyanto mengatakan, kelima pemain di industri pertambangan Tanah Air memiliki izin resmi dari pemerintah, sehingga selama beroperasi mendapat pengawasan dari otoritas.
Dia meragukan sikap Kejagung yang menjadikan kelima korporasi sebagai tersangka dalam korupsi komoditas timah. Apalagi, dasar penetapan tersangka hanya mengacu pada potensi nilai kerusakan lingkungan yang dianggap sebagai kerugian keuangan negara sebesar Rp300 triliun.
“Pertanyaannya, siapa sih yang harus bertanggung jawab ini? Jangan terus pemerintah lepas tangan begitu saja, tetapi dia sebagai regulator pengawas. Apalagi dari korporasi itu kan ada izin. Ada izin yang masih hidup, berarti ada pengawasan,” ujarnya, Jumat (3/1/2025).
Selain itu, lanjutnya, nilai kerugian keuangan negara yang dimaksud belum dapat dibuktikan di pengadilan.
Menurutnya, masalah kerusakan lingkungan punya parameter dan harus dihitung secara holistik. Diperlukan perhitungan yang matang secara komprehensif oleh scientific authority.
Ahli di bidang hukum pertambangan Abrar Saleng memandang bahwa Kejagung terkesan mempersoalkan aktivitas perusahaan tambang yang secara resmi mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).
Menurutnya, perusahaan yang telah memperoleh IUP punya tanggung jawab terhadap lingkungan atau kawasan yang diekploitasi. Hal inipun bisa diawasi oleh pemerintah.
“Justru penambang-penambang yang punya izin yang dipersoalkan. Justru yang ilegal nggak dipersoalkan. Padahal yang ilegal itu, itu tidak, tidak ada, tidak ada tanggung jawab lingkungannya,
Tidak ada tanggung kewajibannya juga pada negara,” ungkapnya.
Abrar menjelaskan, kasus pertambangan jika terjadi pelanggaran biasanya diselesaikan secara administrasi dan bukan pidana.
Jika terjadi tindak pidana dalam perusahaan penambangan, maka selain sanksi administrasi, yang berhak melakukan penyidikan adalah polisi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM, bukan lembaga lain atau didasarkan pada hitungan ahli lingkungan.
“Kalau khusus dunia pertambangan diragukan atau perhitungan ahli karena orang tambang juga bisa menghitung kerugian lingkungan, bukan cuma orang pertanian,” ujarnya.
-

Pengembalian Keuangan Negara Paling Besar 2024 di Bojonegoro Soal Korupsi dari Kasus Mobil Siaga Desa
Bojonegoro (beritajatim.com) – Jumlah pengembalian keuangan negara dari penanganan tindak pidana korupsi yang ditangani penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro sepanjang 2024 paling besar berasal dari kasus korupsi pengadaan mobil siaga desa tahun 2022.
Jumlah pengembalian keuangan negara dari penanganan perkara yang menyeret lima orang tersangka itu sebesar Rp4,9 miliar dengan total kerugian negara sebesar Rp5,3 miliar. Penyidikan kasus tersebut kini sudah selesai dan akan segera memasuki tahap persidangan.
“Barang bukti yang berhasil disita Rp4,9 miliar atau persisnya Rp4.997.000.000,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro, Muji Martopo, Jumat (3/1/2025).
Muji mengungkap, berkas dakwaan dari lima tersangka kasus pengadaan mobil siaga desa yang menggunakan anggaran Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) 2022 itu kini sedang dalam proses penyusunan dakwaan.
“Prosesnya sekarang sedang dilakukan penyusunan surat dakwaan,” ujarnya ketika memaparkan perkara tindak pidana khusus (pidsus) di gedung Korps Adhyaksa Jalan Rajekwesi Bojonegoro.
Sementara perkara pidsus lainnya yang sudah dilakukan penuntutan dan inkracht antara lain perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dugaan penyimpangan dana BOS atas nama inisial SE, sudah diputus 1 tahun 8 bulan penjara. Perkara ini telah dieksekusi pada 24 April 2024.
Berikutnya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan Desa Deling, Kecamatan Sekar, atas nama N, dijatuhi pidana penjara 1 tahun subsidair kurungan untuk dendanya 2 bulan. Denda sebesar Rp50 juta. Perkara ini dilakukan banding dan diputus 2 tahun 6 bulan. Perkara ini sekarang dalam proses kasasi.
Lalu kasus BPR terdapat 2 perkara, yakni atas nama S dan IV yang diputus 2 tahun, dan perkara atas nama IV dan HP yang juga diputus sama, yakni selama 2 tahun penjara.
Pada kasus dugaan korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Desa di Kecamatan Padangan, rata-rata diputus 4 tahun penjara. Salah satu terdakwa perkara ini sedang melakukan banding, atas nama MS. [lus/kun]
-

Anggota DPR Desak KPK dan Kejaksaan Agung Selidiki Hakim yang Vonis Rendah Harvey Moeis – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran oleh hakim yang memvonis ringan terdakwa Harvey Moeis.
Harvey hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara meskipun negara dirugikan hingga Rp 300 triliun dalam kasus yang melibatkan sektor timah.
“Ya saya selaku anggota DPR RI mendorong agar Kejaksaan dan KPK sesuai kewenangannya melakukan penyelidikan dalam perkara ini,” kata Umbu saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (3/1/2025).
Umbu menilai, vonis 6,5 tahun untuk Harvey Moeis sangat menciderai rasa keadilan di masyarakat.
Dia mengaitkan kasus Harvey Moeis dengan vonis bebas terhadap Ronald Tanur di Surabaya dalam dugaan pembunuhan.
Kasus tersebut kemudian terungkap melibatkan tindak pidana suap, di mana hakim, pengacara, dan pihak lain menjadi tersangka.
“Nah, hal ini yang kita khawatirkan. Bukan tidak mungkin atau patut diduga perkara-perkara sejenis ini akan terjadi seperti ini. Maka kita minta mendorong Kejaksaan, KPK untuk menjalankan tugas dan kewenangannya membuka tabir perkara ini,” ujar Umbu.
Umbu juga mengapresiasi langkah Kejaksaan yang telah mengajukan banding atas putusan Harvey Moeis.
Umbu berharap putusan di tingkat banding dapat mencerminkan keadilan dan memberikan efek jera, terutama dalam upaya menyelamatkan aset negara.
“Rp 300 triliun ini sangat besar, orang mencuri ayam saja ancamannya 5 tahun kan begitu. Jadi itu yang kami dorong agar adanya rasa keadilan di masyarakat tumbuh kembali,” ungkapnya.
Harvey Moeis dijatuhi vonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Selain itu, Harvey diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar atau subsider 6 tahun penjara jika tidak melunasi.
Ia terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Harvey juga dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

