Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Oknum Hakim di Kaltim Dilaporkan ke KY dengan Bukti Suap Rp 1,5 Miliar

    Oknum Hakim di Kaltim Dilaporkan ke KY dengan Bukti Suap Rp 1,5 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus menyerupai Ronald Tannur kembali terjadi setelah salah seorang hakim di Kalimantan Timur (Kaltim) dilaporkan ke Komisi Yudisial pada Kamis (9/1/2025) atas dugaan menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar. 

    Warga Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Yulianto yang didampingi kuasa hukumnya mengadukan seorang hakim di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, Kabupaten Berau Kaltim dengan tuduhan suap atau pelanggaran kode etik hakim. 

    Dugaan tersebut bermula dari sidang sengketa warisan tanah. Pihak Yulianto yang merupakan keluarga kandung ahli waris dikalahkan dalam sidang di PN Tanjung Redeb oleh majelis hakim. Sebagai bukti, pihak Yulianto memiliki saksi mata serta bukti kuitansi suap, dari kuasa hukum lawan kepada hakim. 

    Kuasa hukum pelapor, Syahrudin menyatakan dalam kuitansi itu, tertera serah terima uang sebanyak Rp 500 juta serta ponsel mewah kepada ketua majelis hakim berinisial “l” dan oknum hakim yang sudah terkena sanksi berinisial “M”. Bahkan pihak hakim awalnya sempat meminta suap sebesar Rp 2,5 miliar. Namun akhirnya, nominal suap yang disepakati menjadi Rp 1,5 miliar. 

    “Menurut saksi fakta yang datang ke kantor kami, awalnya itu negosiasi diminta Rp 2,5 miliar. Setelah tiga kali negosiasi akhirnya diputuslah Rp 1,5 miliar,” katanya kepada wartawan pada Kamis (9/1/2025).

    “Perjalanan waktu sebelum pengadilan ini putus si oknum ini menagih janji yang sudah disepakati sama lawan dengan mereka ini. Namun, ternyata si lawan ini dananya ini baru siap Rp 500 juta,” lanjut Syahrudin. 

    Tak hanya mengadukan ke Komisi Yudisial, pelapor juga membawa laporan dugaan suap atau pelanggaran kode etik hakim ini ke Badan Pengawas Kejaksaan Agung.

  • Kejagung Resmi Banding Vonis Helena Lim Cs

    Kejagung Resmi Banding Vonis Helena Lim Cs

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengajukan banding terhadap vonis Crazy Rich PIK, Helena Lim dalam kasus korupsi timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menilai vonis yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Tipikor ke Helena Lim belum setimpal.

    “Iya ajukan banding. Alasannya, putusan PN Tipikor belum memenuhi rasa keadilan hukum dan masyarakat,” ujar Harli saat dihubungi, Kamis (9/1/2025).

    Selain itu, dia menambahkan bahwa barang bukti yang telah dikembalikan kepada Helena Lim menjadi alasan lain pihaknya mengajukan banding.

    “⁠Ada beberapa barang bukti yg dalam outusan dikembalikan kepada terdakwa,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Helena telah divonis lima tahun penjara dan denda Rp750 juta dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah (TINS). Helena juga dibebankan uang pengganti Rp900 juta subsider satu tahun penjara.

    Tuntutan itu lebih rendah dari permintaan jaksa penuntut umum yang meminta Helena agar divonis delapan tahun pidana dan dibebankan harus membayar uang pengganti Rp210 miliar.

    Adapun, dalam dokumen banding yang diterima Bisnis, Kejagung juga turut menyatakan banding terhadap vonis terdakwa kasus timah lainnya.

    Banding itu diajukan kepada mantan Direktur Utama PT Timah Tbk. (TINS), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020 Emil Ermindra dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan.

  • Agus Buntung Histeris dan Bersujud Saat Digelandang ke Lapas

    Agus Buntung Histeris dan Bersujud Saat Digelandang ke Lapas

    Mataram, Beritasatu.com – I Wayan Agus Suartama atau yang lebih dikenal dengan sebutan Agus Buntung, tersangka kasus kekerasan seksual membuat kericuhan saat digelandang ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Lombok Barat, Kamis (9/1/2025). Agus Buntung histeris ketika hendak ditahan.

    Bahkan Agus sempat sujud ke kepala Kajati Mataram agar dirinya ditahan di rumahnya. Kedua orang tua Agus Buntung yang hadir berusaha menenangkan putra mereka. 

    Kepala Kejaksaan Negeri Mataram Ivan Jaka MW menjelaskan proses penyerahan tahap dua telah dilakukan oleh Polda NTB kepada Kejaksaan Negeri Mataram. Proses ini melibatkan tersangka Agus Buntung dan barang bukti yang terkait dengan kasus tersebut.

    “Penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polda NTB kepada Kejaksaan Negeri Mataram atas nama tersangka I Wayan Agus Suartama atau Agus Buntung telah dilakukan. Penahanan berdasarkan Pasal 21 KUHP, dan yang bersangkutan akan ditahan di Rutan Lapas Kelas II A Lombok Barat,” ujar Ivan Jaka.

    Ivan menjelaskan keputusan penahanan Agus Buntung telah memenuhi aspek hukum berdasarkan hasil kajian dari empat ahli, yaitu visum, psikolog, forensik, dan psikolog kriminal. Para ahli ini berasal dari Universitas Mataram (Unram), Universitas Indonesia (UI), hingga Universitas Gadjah Mada (UGM).

    “Tersangka juga telah memenuhi syarat objektif dan subjektif untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku,” tambahnya.

    Ivan Jaka mengatakan pihaknya melibatkan ahli visum, psikologi, dan forensik untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparan dan adil.

    Penanganan tersangka penyandang disabilitas seperti Agus Buntung memerlukan perhatian khusus. Lapas Kelas II A Lombok Barat diharapkan memiliki fasilitas yang mendukung kebutuhan penyandang disabilitas agar tersangka tetap dapat menjalani proses hukum dengan layak.

    Saat proses penyerahan, Agus Buntung terlihat panik dan histeris. Ia terus berteriak, mencerminkan kondisi psikologisnya yang terganggu. Kuasa hukum Agus, Kurniadi menilai kondisi tersebut disebabkan oleh keterbatasan fisik dan psikologis yang dialami tersangka sejak lahir.

    “Lihat sendiri, Agus teriak-teriak itu dampak psikologis. Agus ini membayangkan dirinya di dalam lapas, sementara ia bergantung penuh pada ibunya untuk kebutuhan dasar seperti makan, mandi, hingga buang air. Kekhawatiran ini sangat memengaruhi mentalnya,” jelas Kurniadi.

    Ia juga menekankan Agus adalah penyandang disabilitas, sehingga penempatan di lapas umum dinilai tidak sesuai. “Pada prinsipnya, kami apresiasi Polda NTB yang sebelumnya memberikan tahanan rumah. Namun, saya khawatir jika ia ditempatkan di lapas tanpa fasilitas khusus yang memadai untuk penyandang disabilitas,” tambahnya.

    Meski Agus Buntung telah ditetapkan sebagai tersangka, Kurniadi mengingatkan bahwa asas praduga tak bersalah tetap harus dijunjung tinggi.

  • Melas Minta Tak Ditahan, Agus Buntung: Mohon Pak, Biar Saya di Rumah, Ini Saja Kencing Saya Tahan – Halaman all

    Melas Minta Tak Ditahan, Agus Buntung: Mohon Pak, Biar Saya di Rumah, Ini Saja Kencing Saya Tahan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung, tersangka kasus dugaan pelecehan, keberatan menjalani masa penahanan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Bahkan ia memelas kepada jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Mataram, untuk mengubah statusnya sebagai tahanan rumah.

    “Mohon pak, biar saya di rumah, saya tidak biasa, ini saja terus terang saya tahan kencing,” kata Agus memelas dihadapan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram Ivan Jaka, Kamis (9/1/2025).

    Agus menangis histeris saat tahu dirinya harus ditahan di Lapas Kuripan Lombok Barat.

    Sebagai ibu, Ni Gusti Ayu Ari Padni, menenangkan Agus.

    Ia pribadi juga khawatir dengan kondisi Agus seandainya ditahan di lapas.

    Karena selama ini Agus bergantung kepadanya dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

    “Dia tidak bisa sendiri, mau cebok mau apa, kalau dia normal saya lepas,” kata Padni.

    Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi NTB Iwan Setiawan menjelaskan alasan Agus ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat.

    Jaksa khawatir Agus Buntung akan mengulangi perbuatannya.

    “Pertimbangan mengingat korban yang dilakukan terdakwa IWAS lebih dari satu, dikhawatirkan nanti terdakwa IWAS bisa mengulangi perbuatannya,” kata Iwan, Kamis (9/1/2025).

    Agus ditahan selama 20 hari ke depan di Lapas sembari menjalani proses hukum.

    Dia juga memastikan ruang tahanan yang ditempati Agus layak untuk penyandang disabilitas. 

    Agus yakin tak bersalah

    I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung merasa tidak bersalah.

    Ia yakin dan percaya bakal lolos dari dakwaan pelecehan yang dialamatkan kepadanya.

    “Kebenaran pasti akan terungkap, kebenaran pasti akan terungkap,” kata Agus Buntung, Kamis (9/1/2025).

    Kolase foto IWAS alias Agus Buntung dilimpahkan dari Polda NTB ke Kejari Mataram, Kamis (9/1/2025). (TribunLombok.com/Ahmad Wawan Sugandika)

    Sebelumnya, penyidik Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) melimpahkan Agus Buntung ke jaksa setelah berkas perkara pelecehan seksual dinyatakan lengkap.

    Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, berkas perkara Agus dinyatakan P21 pada 7 Januari 2025.

    “Berdasarkan koordinasi dengan Kejaksaan, hari ini 9 Januari kami sepakati untuk tersangka Agus dilakukan penyerahan barang bukti dan tersangka di Kejaksaan (negeri),” kata Syarif, Kamis (9/1/2025).

    Syarif menjelaskan sebelum tersangka Agus dibawa diserahkan ke Kejari Mataram, polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

    “Kewajiban kami untuk melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap tersangka, apakah tersangka dalam keadaan sehat secara jasmani untuk diserahkan ke Kejaksaan,” kata Syarif.

    Mantan Wakapolresta Mataram mengatakan dalam proses penanganan kasusnya, penyidik sudah memeriksa 14 orang saksi dan lima orang ahli.

    Penyidik juga sudah melakukan rekonstruksi atau reka ulang adegan pada 11 Desember 2024.

    Agus Buntung memeragakan 49 adegan dari 28 adegan yang disiapkan.

    Polda NTB juga melakukan koordinasi dengan Komisi Disabilitas Daerah (KDD) untuk korban pelecehan seksual yang dilakukan penyandang disabilitas.

    Agus dijerat pasal 6 huruf A dan atau huruf E atau pasal 15 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana  Kekerasan Seksual (TPKS), juncto Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta. 

     

     

    Sumber: Tribun Lombok

  • Viral Kadis Perindag Halbar Malut Aniaya Pendemo, Pelaku Ditangkap

    Viral Kadis Perindag Halbar Malut Aniaya Pendemo, Pelaku Ditangkap

    Jakarta

    Viral aksi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), Maluku Utara, Demisius O Boky menganiaya warga bernama Hardi Dano Dasim. Penganiayaan itu terjadi saat Hardi menggelar aksi demonstrasi memprotes kelangkaan minyak tanah.

    “Awalnya saya sendiri datang ke kantor Disperindag dan UKM, dengan membawa sejumlah pamflet dan pengeras suara. Saya datang ke kantor mau aksi,” ujar Hardi dilansir detikSulsel, Rabu (8/1/2025).

    Peristiwa itu terjadi di Kantor Disperindag Halmahera Barat, Rabu (8/1) pukul 10.00 WIT. Kehadiran Hardi di kantor Disperindag untuk mempertanyakan kelangkaan minyak tanah, dan dugaan pungutan liar terhadap pedagang BBM eceran yang melibatkan oknum pejabat Disperindag. Video penganiayaan ini viral di media sosial.

    “Tujuan saya untuk mempertanyakan kelangkaan minyak tanah dan ada dugaan pungli (pungutan liar) salah satu pejabat dinas ke pengecer,” katanya.

    Dihubungi terpisah, Kapolres Halmahera Barat AKBP Erlichson mengatakan saat ini Demisius telah ditahan di polres. Demisius akan menjalani proses hukum lebih lanjut.

    “(Demisius) sudah diamankan dan sedang proses hukum di Polres Halbar. Penahanan sampai berkas perkara lengkap dan kami limpahkan ke kejaksaan,” imbuh Erlichson.

    (rdp/idh)

  • Kejagung: Eks Ketua PN Surabaya Dapat Jatah Rp236 Juta di Kasus Ronald Tannur

    Kejagung: Eks Ketua PN Surabaya Dapat Jatah Rp236 Juta di Kasus Ronald Tannur

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono  mendapatkan jatah sebesar SGD 20.000 dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang setara Rp236 juta (kurs Rp11.840) itu berasal dari tersangka Lisa Rachmat dan diberikan kepada oknum Hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik.

    “Sejumlah 20.000 SGD untuk Ketua Pengadilan Negeri Surabaya,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).

    Harli menambahkan, selain Ketua PN Surabaya, uang dari pengacara Ronald Tannur itu juga akan diberikan kepada Panitera PN Surabaya Siswanto sebesar SGD 10.000.

    Namun demikian, uang ratusan juta itu belum sempat diserahkan oleh tersangka Erintuah Damanik.”Dan 10.000 SGD untuk saksi Siswanto selaku panitera belum diserahkan kepada yang bersangkutan dan masih dipegang oleh saksi Erintuah Damanik,” imbuhnya.

    Adapun, kata Harli, secara total uang dari Lisa Rachmat yang diberikan kepada tiga oknum Hakim PN Surabaya sebesar SGD 140.000.

    Tiga hakim itu di antaranya Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Heru dan Mangapul memiliki jatah sebesar SGD 36.000, sementara Erintuah sebesar SGD 38.000 pada Juni 2024. Selain itu, Lisa Rachmat juga kembali menyerahkan uang SGD 48.000 kepada Erintuah pada 29 Juni 2024. 

    “Kemudian saksi Erintuah Damanik merumuskan redaksional untuk putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur lalu dilakukan revisi oleh saksi Heru Hanindyo,” tutur Harli.

    Singkatnya, setelah serangkaian kongkalikong itu, Majelis Hakim PN Surabaya yang terdiri dari Erintuah, Heru, dan Mangapul membacakan vonis bebas terhadap kasus penganiayaan Ronald Tannur.

  • Kejagung Buka Suara soal Kasus Pengusaha Sawit Kemplang Pajak Rp300 Triliun

    Kejagung Buka Suara soal Kasus Pengusaha Sawit Kemplang Pajak Rp300 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan respons soal penindakan kasus terkait 300 pengusaha sawit yang diduga mengemplang pajak.

    Jampidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah mengatakan saat ini pihaknya telah selesai mempelajari 300 pengusaha sawit nakal tersebut.

    “Ini secara menyeluruh sudah dipelajari,” ujar Febrie di Kejagung, dikutip Kamis (9/1/2025).

    Dia menambahkan Kejagung juga telah memilah antara perusahaan yang bakal ditindak secara administrasi dan diproses ke meja hijau.

    “Mana akan kita majukan ke persidangan, mana nanti diselesaikan secara administrasi,” imbuhnya.

    Di samping itu, Febrie juga menuturkan bahwa kasus itu memiliki korelasi dengan pengusutan perkara tata kelola sawit di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

    “Pasti berkorelasi. Semua kejahatan di lahan-lahan sawit ini pasti kerugiannya itu-itu juga. Apa contohnya? Ya ilegal gain. Tanpa surat itu punya negara, dia menghasilkan uang triliun ya itu hak negara,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mengungkap bahwa Jaksa Agung siap menindak 300 pengusaha sawit nakal yang mengemplang pajak. 

    Kondisi ini telah menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp300 triliun. Dugaannya, para pengusaha nakal itu tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan rekening bank di Indonesia.

    Pada tahap pertama, kata Hashim, para pengusaha sawit tersebut siap membayar sekitar Rp189 triliun dalam waktu dekat.

    “Sudah dikasih laporan ke Pak Prabowo, yang segera bisa dibayar Rp189 triliun dalam waktu singkat. Tapi tahun ini, atau tahun depan, bisa tambah Rp120 triliun lagi sehingga Rp300 triliun itu masuk ke kas negara,” kata Hashim di Menara Kadin Indonesia, Rabu (23/10/2024).

  • Penyebab Kematian Liam Payne Dikonfirmasi Akibat Politrauma

    Penyebab Kematian Liam Payne Dikonfirmasi Akibat Politrauma

    Jakarta

    Jenazah mendiang Liam Payne telah selesai menjalani pemeriksaan. Penyebab kematian member One Direction itu yakni akibat politrauma.

    Diberitakan BBC, Penyebab medis kematiannya dikonfirmasi oleh Dr Roberto Victor Cohen sebagai “politrauma”.

    “Sementara penyelidikan sedang berlangsung di Argentina mengenai keadaan kematian Liam, yang tidak menjadi kewenangan hukum saya, diperkirakan bahwa untuk mendapatkan informasi yang relevan guna membahas secara khusus bagaimana Liam meninggal, diperlukan waktu melalui jalur resmi Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan,” kata Koroner Senior Crispin Butler.

    Dikutip dari laman Tampa General Hospital, politrauma adalah istilah umum yang menggambarkan pasien yang mengalami beberapa cedera traumatis sekaligus. Dikenal juga sebagai trauma multipel, yang menggambarkan seseorang yang mengalami cedera kepala serius atau luka bakar serius.

    Laporan autopsi awal yang dirilis tak lama setelah kematian Payne, mengindikasikan bahwa ia meninggal karena beberapa luka serta perdarahan dalam dan luar tubuh.

    Para koroner mengkonfirmasi saat itu ada 25 luka dalam otopsi cocok dengan luka yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian. Mereka mencatat bahwa cedera kepala yang dialami Payne cukup untuk menyebabkan kematian.

    Sementara perdarahan dalam dan luar pada tengkorak, toraks, perut, dan anggota badan berkontribusi terhadap kematian Payne.

    Mereka juga mengonfirmasi bahwa tidak ditemukan luka yang bersifat defensif, dan tidak ada luka yang menunjukkan adanya keterlibatan pihak ketiga.

    Hasil Toksikologi

    Laporan toksikologi yang dirilis pada November 2024 oleh kantor kejaksaan mengatakan ditemukan adanya kandungan alkohol, kokain, dan obat antidepresan yang diresepkan dalam sistem tubuh Payne saat kematiannya.

    Penyanyi tersebut dimakamkan di sebuah pemakaman di pedesaan Inggris pada tanggal 20 November. Orang-orang yang hadir dalam pemakamannya termasuk pacarnya Kate Cassidy, dan mantan rekan satu band One Direction Harry Styles, Louis Tomlinson, Zayn Malik, serta Niall Horan.

    (sao/kna)

  • Agus Buntung Berontak Teriak saat Ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat

    Agus Buntung Berontak Teriak saat Ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat

    GELORA.CO  – Tersangka kasus dugaan pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung berontak saat hendak ditahan.

    Agus Buntung juga teriak-teriak saat dijebloskan ke Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat mulai Kamis (9/1/2025) hingga 20 hari ke depan. 

    Kuasa hukum Agus Buntung, Kurniadi membenarkan kliennya berontak saat mendapatkan kabar akan ditahan di Lapas.

    “Tadi teriak-teriak di dalam itu merupakan dampak psikologis, Agus ini membayangkan sejak lahir sampai sekarang bergantung dengan ibunya,” kata Kurniadi.

    Kurniadi mengatakan sebelum dilakukan penahan seharusnya Agus juga dilibatkan untuk melihat sendiri ruang tahanan yang akan tempati.

    Pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada Kejaksaan Tinggi NTB agar Agus tetap sebagai tahanan rumah.

    “Pelaku ini penyandang disabilitas harus dilakukan perhatian khusus, jangan ujug-ujug tanpa dasar yang jelas melakukan penahan rutan,” kata Kurniadi.

    Bukan hanya penilaian dari sejumlah pihak lalu kemudian dinyatakan layak untuk penyandang disabilitas.

     

    Agus Buntung Ditahan 20 Hari

    Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka mengatakan, penahan terhadap Agus akan dilakukan selama 20 hari ke depan.

    “Setelah dilakukan gelar yang bersangkutan (Agus) dilakukan tahanan rutan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kuripan Lombok Barat,” kata Ivan.

    Ivan mengatakan keputusan melakukan penahanan terhadap tersangka Agus sudah memenuhi aspek hasil visum, psikolog forensik, psikolog kriminal.

    “Yang bersangkutan terpenuhi syarat objektif dan perbuatannya,” tegas Ivan.

    Ivan menjelaskan ruang tahanan Agus sudah disiapkan secara khusus untuk penyandang disabilitas.

    Tidak hanya itu juga nantinya tersangka akan mendapatkan tenaga pendamping.

    Agus disangkakan pasal 6 huruf A dan atau huruf E atau pasal 15 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana  Kekerasan Seksual (TPKS), juncto Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 300 juta

  • Ditahan, Agus Buntung Kini Huni Sel Khusus di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat – Halaman all

    Ditahan, Agus Buntung Kini Huni Sel Khusus di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MATARAM – I Wayan Agus Suartama alias Agus buntung kini ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat.

    Penahanan Agus Buntung jadi kewenangan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram setelah selesai pelimpahan tahap dua dari Polda NTB. 

    Kepala Kejari Mataram Ivan Jaka mengatakan, penahan terhadap Agus Buntung akan dilakukan selama 20 hari ke depan mulai Kamis (9/1/2025).

    “Setelah dilakukan gelar yang bersangkutan (Agus) dilakukan tahanan rutan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kuripan Lombok Barat,” kata Ivan, Kamis (9/1/2025).

    Ivan mengatakan keputusan melakukan penahanan terhadap tersangka Agus sudah memenuhi aspek hasil visum, psikolog forensik, psikolog kriminal.

    “Yang bersangkutan terpenuhi syarat objektif dan perbuatannya,” tegas Ivan.

     

    Ruang Tahanan Agus Buntung Disiapkan Secara Khusus

    Ivan menjelaskan ruang tahanan Agus Buntung sudah disiapkan secara khusus untuk penyandang disabilitas.

    Tidak hanya itu juga nantinya tersangka akan mendapatkan tenaga pendamping.

    Kuasa hukum tersangka Kurniadi mengatakan sebelum Agus Buntung ditetapkan sebagai tahanan Lapas pihaknya sudah mengajukan permohonan kepada Kejaksaan Tinggi NTB agar tersangka tetap sebagai  tahanan rumah.

    “Pelaku ini penyandang disabilitas harus dilakukan perhatian khusus, jangan ujug-ujug tanpa dasar yang jelas melakukan penahan rutan,” kata Kurniadi.

    Kolase foto IWAS alias Agus Buntung dilimpahkan dari Polda NTB ke Kejari Mataram, Kamis (9/1/2025). (TribunLombok.com/Ahmad Wawan Sugandika)

    Kurniadi mengatakan saat mendapatkan kabar bahwa akan ditahan di Lapas, Agus Buntung sempat memberontak.

    “Tadi teriak-teriak di dalam itu merupakan dampak psikologis, Agus ini membayangkan sejak lahir sampai sekarang bergantung dengan ibunya,” kata Kurniadi.

    Kurniadi mengatakan sebelum dilakukan penahan seharusnya Agus juga dilibatkan untuk melihat sendiri ruang tahanan yang akan tempati.

    Bukan hanya penilaian dari sejumlah pihak lalu kemudian dinyatakan layak untuk penyandang disabilitas.

    Agus disangkakan pasal 6 huruf A dan atau huruf E atau pasal 15 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana  Kekerasan Seksual (TPKS), juncto Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp 300 juta.