Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Siasat Busuk Kades Ngariboyo Magetan Tilap Duit Pembangunan Gedung

    Siasat Busuk Kades Ngariboyo Magetan Tilap Duit Pembangunan Gedung

    Magetan (beritajatim.com) – Kepala Desa (Kades) Ngariboyo non-aktif, Sumadi, divonis 4,5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Tak hanya itu, ada pidana tambahan yakni diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp195.162.700. Jika tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman tambahan berupa kurungan selama 2 tahun.

    Pria dengan kumis tipis itu belum menyatakan langkah hukum selanjutnya, usai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan putusan pada Senin (20/1/2025). Sehingga, pemberhentian Sumadi dari jabatannya sebagai Kepala Desa Ngariboyo, Kecamatan Ngariboyo, belum bisa diproses.

    Proses hukum butuh waktu lebih dari setahun hingga Sumadi akhirnya dijatuhi vonis karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan Dana Desa Tahun Anggaran 2018-2019. Kasus korupsi yang dilakukan Sumadi mencuat sejak 13 Oktober 2023 lalu.

    Mencuat saat Kejari Magetan Geledah Kantor Desa Ngariboyo
    Jajaran Kejaksaan Negeri Magetan didampingi pihak terkait melakukan penggeledahan di Kantor Desa Ngariboyo, tempat Sumadi ngantor. Saat itu, sudah ada urugan di dekat kantor desa. Ternyata, dari urugan itulah, akal bulus Sumadi terkuak.

    Saat menggeledah, tak selembar berkas luput dari pemeriksaan. Hingga akhirnya, korps adhyaksa kala itu membawa sejumlah bendel berkas, sampai satu unit komputer diangkut untuk diperiksa lebih lanjut. Kala itu, Sumadi pun tak menghalangi atau mempersulit aparat penegak hukum.

    Kades Ngariboyo Sumadi saat memakai rompi tahanan usai terbukti melakukan korupsi, dia ditaha di Rutan Kelas II B Magetan, Rabu (8/5/2024)

    Pemeriksaan demi pemeriksaan dilakukan, akhirnya Kejari Magetan menetapkan Sumadi sebagai tersangka kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2018-2019 bersumber Dana Desa (DD), pada 8 Mei 2024.

    Kepala Kejaksaan Negeri Magetan Yuana Nurshiyam mengatakan, pihaknya mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan penahanan terhadap Sumadi. Pun, Sumadi langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Magetan Kelas IIB.

    ‘’Terdakwa ini terbukti melakukan tindak pidana dengan kerugian negara senilai Rp209.642.700. Kami sudah memeriksa sebanyak 22 orang saksi. Termasuk saksi ahli untuk mengusut kasus ini,’’ terang Yuana, pada 8 Mei 2024 lalu.

    Yuana menjelaskan, modus si kades dalam menilep duit ini adalah dengan membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif. Dalam SPJ tersebut dilaporkan bahwa membeli tanah urug, padahal tidak ada pembelian tanah urug.

    ‘’Dilaporkan dalam SPJ kalau membeli tanah urug dan membeli batu gebal. Dua item ini digunakan untuk membangun gedung serbaguna. Namun, setelah kami lakukan uji tes dan pemeriksaan ahli dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), ternyata tanah urug yang ada ini bukan dari tanah urug yang diadakan dari luar. Melainkan dari tanah hasil galian pondasi yang sudah ada, kemudian ditimbun ke sebelahnya. Nah, SPJ fiktif ini digunakan untuk mencairkan anggaran,’’ terangnya.

    Sumadi Diberhentikan Sementara
    Sumadi, saat itu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Magetan. Hingga kemudian di-nonaktifkan sebagai kades pada 6 Juli 2024. Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara Sumadi turun.

    “Dan nanti akan diganti dengan pelaksana harian oleh Sekretaris Desa (Sekdes),” ujar Eko Muryanto, Kepala DPMD Magetan, Jumat (6/7/2024) lalu.

    Penahanan anggaran Dana Desa dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 145 Tahun 2023 yang mengatur pemberhentian sementara dana desa jika kepala desa terlibat kasus hukum.

    “Kami juga sudah mengusulkan pemberhentian bantuan dana desa, hal itu sesuai dengan PMK No.145 Tahun 2023,” tambah Eko.

    Namun, beberapa pos anggaran vital tetap harus disalurkan agar pemerintahan desa dapat terus berjalan.

    “Tetap kami pilah, yang jadi amanah dari dana desa itu tidak boleh dihentikan. Contohnya operasional 3 persen dan ketahanan pangan maksimal 20 persen, itu tetap kami salurkan,” jelasnya.

    Proses Hukum Berlanjut di Pengadilan Negeri Surabaya
    Berkas kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa Sumadi masuk register Pengadilan Negeri Surabaya pada 11 September 2024 lalu dengan nomor perkara 102/Pid.Sus-TPK/2024/PN Sby. Sidang perdana dengan agenda pmebacaan dakwaan digelar pada 23 September 2024 secara daring.

    Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, istri terdakwa, PA mengakui bahwa sempat memberkan nota kosong.

    PA menyatakan bahwa dirinya memiliki usaha dagang bernama UD Jasuma. Dalam proyek pembangunan gedung serbaguna, ia menerima pesanan pasir urug dan batu bata. “Yang memesan adalah almarhum Pak Ngadimun,” ungkapnya pada Senin (4/11/2024).

    Dalam transaksi pembelian pasir dan batu bata, Ngadimun hanya diberikan nota berupa kwitansi kosong. “Saat membuat SPJ, baru saya serahkan kwitansi. Itu atas permintaan pelaksana, berupa kwitansi kosong,” jelas PA.

    Ia juga mengungkapkan bahwa stempel usaha UD Jasuma sering dipinjam oleh pihak Desa Ngariboyo. “Stempel Jasuma sering dipinjam desa,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa ia tidak pernah menandatangani dokumen pembelian urugan dan batu bata.

    PA mengakui bahwa pada tahun 2018-2019, ia pernah membeli tanah urug, namun lupa harga pastinya karena tanah tersebut dibeli dari pihak lain. “Sebagian tanah urug diambil dari Pak Gono, kira-kira harganya Rp20-30 juta. Saya dan Pak Gono sudah lama bekerja sama, jadi saya langsung bayar tanpa kwitansi, hanya secara lisan,” terangnya.

    Meskipun mengaku pernah membeli tanah urug dengan dump truk sebanyak satu atau dua kali PA menyebut bahwa pembangunan gedung serbaguna tersebut tidak pernah terwujud. “Sampai sekarang tidak ada urugan, tidak ada bangunan, hanya pondasi saja yang ada,” tutupnya.

    Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fajar Nurhesdi membacakan naskah tuntutan terhadap Sumadi pada 20 Desember 2024. JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar:

    Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    Berikut tuntutan JPU
    1. Pidana Penjara dan Denda:

    Menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dengan perintah agar tetap ditahan.

    Membebankan denda sebesar Rp200 juta. Apabila tidak dibayar, maka digantikan dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

    2. Pembayaran Uang Pengganti:

    Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp195.162.700.
    Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kewajiban tersebut.

    Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka terdakwa akan dikenakan pidana penjara tambahan selama 2 tahun 6 bulan.

    Jika terdakwa hanya membayar sebagian, maka jumlah yang dibayarkan akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan.

    Pemberhentian Belum Bisa Diproses
    Meski sudah diberhentikan sementara, Sumadi belum bisa diproses oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk mendapatkan SK Pemberhentian sebagai Kepala Desa Ngariboyo. Sumadi belum bisa dipecat sebelum ada kekuatan hukum tetap atau inkracht pasca putusan.

    ‘’Kami masih menunggu upaya hukum, baik dari JPU maupun terdakwa sendiri. Bisa jadi akan ada upaya banding. Sehingga, kami belum bisa proses untuk pemberhentian. Kami akan tunggu setelah tujuh hari pasca putusan, jika tidak ada upaya hukum lebih lanjut, kami akan minta salinan putusan untuk kemudian memproses pemberhentian. Setelah itu, akan kami tunjuk Penjabat Kades, ini nanti dari unsur PNS Pemkab Magetan,’’ kata Kepala DPMD, Eko Muryanto, Rabu (22/1/2025)

    Jika nanti Sumadi resmi dipecat, maka Desa Ngariboyo bakal menyusul enam desa lain yang dijadwalkan untuk menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) 2025. [fiq/beq]

  • Saling Tuding Kecurangan TSM Bobby Vs Edy di Sidang Sengketa Pilgub Sumut
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 Januari 2025

    Saling Tuding Kecurangan TSM Bobby Vs Edy di Sidang Sengketa Pilgub Sumut Nasional 23 Januari 2025

    Saling Tuding Kecurangan TSM Bobby Vs Edy di Sidang Sengketa Pilgub Sumut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang sengketa pemilihan gubernur (Pilgub) Sumatera Utara (Sumut) 2024 diwarnai dengan aksi saling menuding terkait kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) antara kedua pasangan calon.
    Pasangan calon nomor urut 1,
    Bobby Nasution
    -Surya, dan pasangan calon nomor urut 2,
    Edy Rahmayadi
    -Hasan Basri Sagala, saling menuduh melakukan kecurangan dalam proses pemilihan.
    Tuduhan awal muncul dari gugatan yang diajukan oleh Edy-Hasan, yang dibacakan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin (13/1/2025).
    Mereka menuduh Bobby Nasution, menantu Presiden Joko Widodo, melakukan
    kecurangan TSM
    .
    Kuasa hukum Edy-Hasan, Bambang Widjojanto (BW), menyatakan, adanya campur tangan atau cawe-cawe yang melanggar prinsip pemilihan.
    “Hanya di Pilkada Sumut, ada kantor Kejaksaan Negeri mengirimkan surat dinas pada tanggal 21 November 2024 yang meminta KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) untuk menginput suara masing-masing TPS (Tempat Pemungutan Suara),” kata Bambang.
    Edy-Hasan juga menilai pelanggaran TSM terjadi melalui berbagai upaya, termasuk pengerahan aparatur sipil negara dan keterlibatan Pj Gubernur Sumut, Agus Fatoni, untuk memenangkan Bobby Nasution.
    “Majelis ada orkestrasi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan pejabat-pejabat atau Penjabat Kepala Daerah, aparat penegak hukum, dan penyelenggara pemilihan,” ujar BW.
    Setelah sembilan hari, kubu Bobby-Surya mendapatkan kesempatan untuk menanggapi tuduhan tersebut.
    Dalam sidang yang berlangsung di
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) pada Rabu (22/1/2025), kuasa hukum Bobby, Qhaiszhar Iql Pandjaitan, menuduh Edy sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kecurangan TSM.
    Dalil mereka adalah, Edy Rahmayadi merupakan petahana yang memiliki lebih banyak peluang untuk menggerakkan ASN hingga membuat program yang bisa mengerek elektoral.
    “Sehingga pelanggaran yang bersifat TSM hanya dapat dilakukan oleh seorang petahana atau incumbent, in casu, pemohon sendiri,” ujar Qhaizhar.
    Ia menambahkan bahwa tuduhan pelanggaran yang disampaikan oleh Edy-Hasan merupakan tuduhan individu terhadap penyelenggara pemilu dan tidak menunjukkan adanya pelanggaran yang bersifat TSM.
    Dugaan pelanggaran TSM yang dilayangkan kubu Edy-Hasan juga dinilai tidak berkolerasi dan tidak mengubah hasil perolehan suara secara signifikan.
    “Terlebih dugaan pelanggaran yang didalilkan semua telah dilaporkan dan menjadi kewenangan Bawaslu, sehingga tidak relevan lagi dipersoalkan di Mahkamah,” imbuh Qhaiszhar.
     
    Namun, persidangan ini berakhir dengan pernyataan antiklimaks dari Bawaslu Provinsi Sumut.
    Koordinator Divisi Hukum dan Diklat Bawaslu Sumut, Payung Harahap, menyatakan bahwa tidak ada laporan atau temuan pelanggaran TSM dari kedua kubu.
    “Untuk TSM, Yang Mulia, kami tidak pernah menerima adanya laporan dan juga temuan pelanggaran TSM, Yang Mulia,” tutur Payung saat ditanya oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo.
    Pernyataan ini semakin menguatkan posisi Bobby Nasution yang dituduh melakukan kecurangan TSM oleh Edy.
    Bawaslu juga memastikan bahwa seluruh rekomendasi terkait penyelenggaraan pemilu telah ditindaklanjuti oleh KPU Provinsi Sumut, termasuk pemungutan suara susulan di 116 TPS yang terdampak banjir.
    Alasan banjir yang diajukan oleh Edy sebagai penyebab minimnya partisipasi pemilih juga dibantah oleh KPU Sumut, yang menyatakan telah melakukan pemungutan suara susulan dan lanjutan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jadi Tersangka Korupsi Pembebasan Lahan Tol, Kepala Kesbangpol Madiun Ditahan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        23 Januari 2025

    Jadi Tersangka Korupsi Pembebasan Lahan Tol, Kepala Kesbangpol Madiun Ditahan Surabaya 23 Januari 2025

    Jadi Tersangka Korupsi Pembebasan Lahan Tol, Kepala Kesbangpol Madiun Ditahan
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com 
    – Tim penyidik Kejari Kabupaten
    Madiun
    menahan Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) Kabupaten Madiun, Mashudi, pada Rabu (22/1/2025).
    Mashudi ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tukar guling tanah tol dalam proyek pembangunan Tol Madiun-Kertosono di Desa Cabean, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun, pada tahun 2016-2017.
    Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, Oktario Hartawan Achmad yang dikonfirmasi, Rabu (22/1/2025), mengatakan, Mashudi ditetapkan sebagai tersangka setelah tim penyidik Kejari Madiun memeriksa mantan Kabag Protokol dan Pimpinan Pemkab Madiun selama lima jam. Dari pemeriksaan itu, penyidik menemukan ditemukan dua alat bukti yang cukup.
    “Dari hasil pemeriksaan kami sudah memiliki dua alat bukti yang cukup. Sehingga ditetapkan sebagai tersangka sekaligus ditahan di Lapas Kelas 1 Madiun,” kata Oktario.
    Dari hasil penyidikan, Oktario menyatakan tersangka Mashudi yang saat itu menjabat sebagai Camat Sawahan dan selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAS) melakukan jual beli tanah yang dianggap melakukan perbuatan melawan hukum. Pasalnya, ada sejumlah persyaratan jual beli yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
    Akibat perbuatan tersangka, Oktario mengatakan negara dirugikan sebesar Rp 217 juta.
    Ia menambahkan, kasus yang menjerat Mashudi ini merupakan hasil pengembangan kasus korupsi pengadaan tanah pembangunan Tol Madiun-Kertosono. Dalam kasus penyidik menetapkan mantan Kepala Desa Cabean, Andi Kusumo Wibowo dan mantan Sekdes Cabean, Wahyudi sebagai tersangka dan kasusnya sudah putus di pengadilan.
    Saat persidangan tersangka Andi dan Wahyudi digelar muncul nama Mashudi dalam fakta-fakta persidangan. Dari fakta itu kemudian penyidik Kejari Madiun menindaklanjuti dengan penyidikan.
    Tersangka Mashudi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 dan Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sesuai pasal itu tersangka diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
    Dimintai tanggapannya saat hendak digiring ke mobil tahanan, Mashudi yang menggunakan rompi tahanan dengan tangan diborgol enggan banyak komentar. Mashudi hanya meminta doa dan restu terhadap kasus yang sementara menimpanya.
    “Mohon doa restunya,” kata Mashudi sambil berlalu menuju mobil tahanan.
    Penasihat Hukum (PH) tersangka Mashudi, Prijono mengajukan penangguhan penahanan lantaran kliennya saat ini menderita kanker paru paru stadium empat yang sudah lama. Untuk itu demi kepentingan kesehatan kliennya, Prijono mengajukan permohonan penangguhan penahanan untuk berobat.
    “Sehubungan dengan ditahannya Pak Mashudi pada hari ini, kami penasihat hukum mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Karena tersangka saat ini menderita sakit kanker paru paru stadium 4,” terang Prijono.
    Menurut Prijono, lantaran menderita kanker paru-paru stadium empat, kliennya harus menjalani kemoterapi di RS Dr. Soetomo Surabaya, pada Jumat (24/1/2025) mendatang.
    “Untuk itu kami akan mengupayakan permohonan untuk berobat. Karena kemoterapi ini sudah antre tiga bulan atau sejak Oktober 2024 lalu. Kalau tidak diperkenankan oleh penyidik, akan sia-sia sehingga harus antre 3-4 bulan lagi,” ungkap Prijono.
    Tak hanya itu, kliennya saat ini ketergantungan obat sehingga setiap 2-3 jam sekali harus minum obat. Apalagi saat ini kliennya sudah divonis menderita kanker paru-paru stadium empat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kala Hakim Cecar Polisi di Makassar: Masuk Akpol Harus Bayar?
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 Januari 2025

    Kala Hakim Cecar Polisi di Makassar: Masuk Akpol Harus Bayar? Regional 23 Januari 2025

    Cecar Polisi di Makassar, Hakim: Masuk Akpol Harus Bayar?
    Tim Redaksi
    MAKASSAR, KOMPAS.com –
    Tiga anggota polisi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus penipuan modus lulus pendidikan taruna Akademi Kepolisian (Akpol).
    Sidang lanjutan itu digelar di Ruang Purwoto Suhadi Gandasubrata, Pengadilan Negeri (PN)
    Makassar
    , Jalan RA Kartini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (22/1/2025).
    Dari tiga saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Makassar menghadirkan secara langsung yakni Munawir dan Andi Ainul, sedangkan satu saksi yakni Ali Munawar memberikan keterangannya secara daring.
    Mereka pun memberikan kesaksiannya secara bergantian di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Frengklin B Tamara.
    Berdasarkan fakta persidangan dari keterangan para saksi, terdakwa Andi Fatmasari Rahman (AFR) ini menjalin komunikasi ke mereka sejak Juni 2024.
    Beberapa pertanyaan pun dilontarkan para hakim ke tiga saksi tersebut. Salah satu pertanyaan bahkan sempat membuat para saksi hanya bisa diam.
    Awalnya, salah satu hakim anggota mempertanyakan soal keberanian saksi Munawir untuk menawarkan diri bisa membantu meluluskan calon taruna Akpol setelah berkomunikasi dengan rekannya bernama Subhan.
    “Saudara Munawir, kenapa Anda yakin percaya sama Subhan?,” tanya hakim.
    “Karena itu kayak (dianggap) adik saya, saya sempat pertanyakan, bagaimana, tapi dia (Subhan) bilang aman bang,” jawab Munawir.
    “Pernah berurusan dengan masalah seperti ini?,” tanya hakim lagi.
    “Belum pernah,” timpal Munawir.
    “Dia (Subhan) sebut ada kenal sebut itu Ali Munawar, anggota Mabes (Polri) jago urus,” tambah Munawir.
    Hakim pun kembali bertanya, soal kesepakatan jika nantinya dalam pengurusan perekrutan calon taruna Akpol, korban malah dinyatakan tidak lulus.
    “Perjanjian kemarin kalau tidak lulus itu uang dikembalikan 100 persen, tapi belum kembali semua, yang belum kembali sisa Rp 300 juta,” kata Munawir.
    Hakim kembali mencecar Munawir soal kerugian korban yang mencapai Rp 4,9 miliar. Munawir mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
    Menurutnya, komunikasi antara Andi Ainul dan terdakwa Andi Fatmasari dilakukan sejak Juni 2024 dan sepengetahuan dirinya dana yang dirimkan terdakwa hanya Rp 1 miliar.
    “Kami komunikasi itu di bulan 6 yang mulia, kami tidak tau kalau sebelumnya. Kami tidak komunikasi dari awal,” kata dia.
    Kesaksian kedua dibeberkan oleh Andi Ainul. Menurutnya, korban yakin dapat diluluskan kerena pernyataan Munawir yang mempunyai kenalan langsung dari Mabes Polri.
    “Kebetulan satu kantor (dengan Munawir) yang mulia, saya disampaikan yang urus di sana orang Mabes,” ucap Andi Ainul.
    “Kenapa saudara berani menyampaikan kepada terdakwa ini kalau mau
    masuk Akpol
    hubungi saya?,” tanya Hakim.
    “Itu hari, spontan saya telepon (terdakwa), saya liat
    story
    di handphone. Kebetulan kakaknya (terdakwa) polisi,” jawab dia.
    “(Terdakwa) Andi Fatmasari ngomong katanya sempat aada jalur kita tau untuk Mabes. Saya bilang iya ada, kemarin saya disampaikan pak Munawir,” tambah Andi Ainul.
    Hakim pun melontarkan pertanyaan panas kepada kedua anggota polisi tersebut. Keduanya pun sontak hanya bisa terdiam.
    “Apakah penerimaan Akpol harus pake uang dibayar?,” ujar Hakim.
    “Siap tidak yang mulia,” timpal kedua saksi.
    “Kalau tidak, kenapa berani menyampaikan itu ?. Itu saya pengen tau itu, susah jawabnya kan pak,” beber Hakim.
    “Siap (susah),” jawab kedua saksi.
    Saksi ketiga yakni Ali Munawar juga mengaku hanya sebagai perantara memperkenalkan Subhan ke rekannya bernama Purnomo.
    Ali Munawar menyebutkan, Purnomo yang berstatus masyarakat sipil pernah menyampaikan bahwa bisa meluluskan orang ikut pendidikan taruna Akpol.
    “Saya cuma memperkenalkan Subhan ke teman saya namanya Purnomo. Purnomo ini pernah menawarkan ke saya kalau ada yang mau masuk Akpol bilang sama saya,” ucap Ali Munawar.
    Ali Munawar bahkan mengaku tidak mengetahui soal uang senilai Rp 1 miliar yang diminta Subhan melalui Munawir sebagai jaminan dapat diluluskan Akpol.
    “Saya tidak pernah menerima transferan itu, karena saya kurang tahu. Setahu saya Rp 850 juta,” beber dia.
    Ali Munawar mengaku memang kenal dengan Subhan yang merupakan juniornya di kepolisian. Olehnya itu, dia hendak membantu Subhan.
    “Menolong junior, (Subhan berdinas) masih di Mako Brimob. Karena waktu itu yang komunikasi dengan saya itu Subhan,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Belum Ditahan, Selebgram Cut Salsabila Jadi Tersangka Dugaan Penganiayaan Anak di Bawah Umur

    Belum Ditahan, Selebgram Cut Salsabila Jadi Tersangka Dugaan Penganiayaan Anak di Bawah Umur

    Pekanbaru, Beritasatu.com – Selebgram Cut Salsabila diduga melakukan penganiayaan anak dibawah umur. Meski sudah ditetapkan tersangka,  pihak kepolisian belum menahan Cut Salsabila.

    Sidang lanjutan kasus dugaan penganiayaan dan penyerangan anak di bawah umur yang diduga dilakukan selebgram Cut Salsabila digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (22/1/2024). Sidang mengagendakan pemeriksaan saksi dari pihak korban.

    Saksi yang diperiksa adalah korban AHM (18), saksi R merupakan teman pria korban dan ibu kandung AHM Weni Mulyono. Sidang digelar di ruang inklusi yang dipimpin oleh Hakim Ketua Hendah Karmila Dewi.

    Berdasarkan keterangan korban AHM dalam persidangan, peristiwa penganiayaan itu terjadi pada Rabu, 13 Desember 2023 di outdoor salah satu restoran cepat saji di mal SKA Pekanbaru.

    “Saya dari luar Starbucks dan dia dari dalam. Waktu antri saya lihat dia di belakang saya tetapi saya tidak ngomong apa-apa. Setelah bayar, saya lihat dia duluan selesai bayar. Dia dan ibunya duduk di luar. Dia kembali ke cashier dan saya keluar duduk,” korban berinisial AHM, Rabu (22/1/2025).

    “Tak lama setelah itu ada yang menyiram pakai air putih di dalam gelas oleh terdakwa. Saya bertanya kenapa? Maaf ya aku sengaja katanya. Iya aku sengaja mau apa kau dan terdakwa langsung pergi,” kata AHM kepada hakim.

    Selang beberapa saat, korban yang tak terima disiram dengan air, akhirnya membalas perlakukan terdakwa dengan menyiramkan air ke kepalanya.

    “Setelah itu dia (terdakwa) tiba-tiba menjambak dan mencakar sehingga saya terjatuh ke lantai dan dia sangat brutal menganiaya saya. Saya berusaha untuk melepaskan jambakannya dan dia tidak mau melepaskan. Akibatnya, saya luka gores dan lebam. Luka lecet di pelipis, pipi kanan dan lengan kanan,” tutur AHM.

    Setelah kejadian, korban bersama keluarga melaporkan peristiwa dugaan penganiayaan tersebut ke Polresta Pekanbaru.

    Kuasa hukum korban dari LBH Pemuda Sahabat Hukum Indonesia (PSHI) Bayu Saputra seusai persidangan mengatakan, pihaknya menuntut keadilan terhadap korban yang saat kejadian masih dibawah umur.

    “Sampai saat ini pelaku penganiayaan yang korbannya anak ibu Weni belum ditahan. Sidang tadi baru pemeriksaan saksi baik saksi korban, orang tua maupun saksi pada saat kejadian. Tetapi saksi dari Jco tidak hadir. Kami harap kasus ini cepat selesai, korban mendapat keadilan supaya ada efek jera dari pelaku,” kata Bayu.

    Dijelaskan Bayu, untuk memastikan keamanan saksi ndan korban, pihaknya akan meminta bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Kita meminta LPSK untuk membantu mengawal kasus ini karena korban sudah dijadikan tersangka dalam kasus anak. Yang mana kasusnya sama penganiayaan juga terhadap pelaku saat ini,” ungkapnya.

    “Kami minta bantu LPSK agar korban tidak dibully lagi di media sosial karena tekanan mental saat ini karena tekanan mental sangat dirasakan korban,” lanjut Bayu.

    Kuasa hukum korban mendesak pihak penegak hukum agar menahan Cut Salsa yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Seharusnya pelaku harus ditahan. Ada Undang-Undang yang mengatakan pelaku bisa tidak ditahan. Namun, pada saat ini kejadiannya pelaku malah mem-bully korban di media sosial. Makanya, kami sangat menyayangkan kenapa ini tidak ditahan memang efeknya sangat luar biasa. Kenapa tidak ditahan? Kejaksaan juga tidak menahan,” tutur Bayu.

    Pihak keluarga menurut Bayu, sudah memaafkan pelaku tetapi hingga saat ini tidak ada iktikad baik oleh pihak terdakwa untuk meminta maaf kepada orang tua korban secara kekeluargaan.

    Soal kasus bully di media sosial terhadap kliennya, Bayu akan mempertimbangkan untuk melaporkan pelanggaran UU ITE. “Akan kami pertimbangan untuk laporan itu selanjutnya,” tutur Bayu.

    Ibu korban, Weni Mulyono mengungkapkan, dirinya menyayangkan langkah pelaku yang melaporkan kembali anaknya AHM ke polisi.

    “Dijadikan tersangka itu membuat saya sangat kecewa dan anak saya kena mentalnya. Dia harus ke hipnoterapi, ke psikolog. Sekarang dia takut buka handphone karena di-bully setiap hari oleh pihak keluarganya. Sebagai seorang ibu saya akan memperjuangkan anak saya untuk mendapatkan keadilan dan efek jeranya bagi pelaku itu,” ungkapnya.

    Ditemui terpisah, pengacara Cut Salsabila, Daud Pasaribu, menegaskan, pihaknya berupaya melakukan mediasi, tetapi tidak mendapatkan titik temu.

    “Tadi sudah kita dengar bahwa pihak korban menutup pintu perdamaian. Setelah ini Mari kita berdamai, tapi kalau menutup pintu untuk berdamai dari mana bisa perdamaian itu terjadi,” kata Daud.

    Soal kliennya disebut melakukan penyerangan, Daud membantah hal itu.

    “Kami akan buktikan fakta yang berbeda. Siapa yang menyerang, siapa yang datang ke tempatnya itu akan kami buktikan. Ini saksi dari jco sendiri belum hadir dan CCTV juga tidak pernah muncul. Aneh ini, mal sebesar itu CCTV mati saat kejadian,” pungkasnya Daud.

    Diungkap Daud, keterangan korban di persidangan kontradiktif dengan berita acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian.

    “Fakta sebenarnya yang mengetahui kejadian itu adalah AHM, R, Cut Salsa dan beberapa saksi di sekitar itu,” pungkasnya.

  • Tanpa Kecelakaan, Mobil Pensiunan Brigjen TNI Berjalan Tanpa Ban Depan Dari Gunung Sahari ke Marunda – Halaman all

    Tanpa Kecelakaan, Mobil Pensiunan Brigjen TNI Berjalan Tanpa Ban Depan Dari Gunung Sahari ke Marunda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Teka-teki penyebab tewasnya Brigjen TNI (Purn) Hendrawan Ostevan yang jasadnya ditemukan mengambang di perairan Dermaga Marunda, Jakarta Utara, masih misterius.

    Terkini, polisi menemukan fakta baru perihal kondisi mobil Toyota Vios hitam yang sempat dikendarai korban dan tercebur di perairan Marunda.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menuturkan, mobil Toyota Vios yang dikendarai korban melintas di Jalan Gunung Sahari tanpa ban bagian depan kanan.

    Hal itu berdasarkan pemantauan dari penyidik atau analisa CCTV.

    “Itu faktanya di Gunung Sahari penyidik memperoleh fakta dari rekaman CCTV,” kata Ade kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2025).

    Dari rekaman CCTV, terlihat mobil yang dikendarai Brigjen TNI (Purn) Hendrawan Ostevan melintas di Jalan Gunung Sahari dengan tiga ban.

    “Belakang lengkap. (Tapi), yang kanan depan tanpa ban, tapi masih ada pelek-nya,” jelasnya.

    Polisi belum mengetahui apakah ban itu dicuri atau memang Hendrawan sengaja berkendara tanpa menggunakan ban depan sebelah kanan.

    Sebab, proses penyelidikan oleh kepolisian masih berlangsung.

    Namun, dari olah TKP dan rekaman CCTV lainnya, mobil Toyota Vios milik eks anggota Badan Intelijen Negara (BIN) itu melaju dengan kecepatan rendah, yakni 35 Km/jam, saat berjalan lurus di Kade 07-08 sampai ujung Dermaga KCN Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, hingga akhirnya terjatuh ke perairan, Kamis (9/1/2025) dini hari.

    Berdasarkan rekaman CCTV, korban mulanya terlihat mengendarai mobil Toyota Vios berpelat nomor B 1606 LB.

    Saat itu mobil korban masuk ke Dermaga KCN Marunda sekitar pukul 00.35 WIB.

    “Diperkirakan kecepatan mobil sesaat sebelum jatuh ke laut adalah 35 km/jam,” kata Ade Ary.

    Tim penyidik Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Puslabfor Bareskrim Polri juga sudah melakukan olah TKP lanjutan dan melakukan pemeriksaan fisik.

    Pada saat olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan pada Selasa (21 Januari 2025), polisi memanfaatkan satelit untuk menentukan titik koordinat serta memeriksa kondisi cuaca, kecepatan angin, dan kelembapan pada saat peristiwa terjadi.

    “Tidak ditemukan tanda-tanda kecelakaan lalu lintas yang terjadi sebelum mobil jatuh ke laut,” ucap dia.

    Brigjen TNI (Purn) Hendrawan Ostevan ditemukan tewas mengambang oleh nelayan di perairan Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, pada Jumat (10/1/2025) petang.

    Selanjutnya, jasad korban dievakuasi petugas Polairud.

    Saat evakuasi, petugas menemukan sebuah dompet kulit yang berisi kartu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Intelijen Negara (BIN).

    Adapun mobil korban baru berhasil ditemukan dan dievakuasi petugas pada Sabtu (18/1/2025) pukul 08.55 WIB, sekitar lima meter dari bibir dermaga Pelabuhan Marunda dengan kedalaman 6 meter di bawah permukaan air, dan tak jauh dari penemuan jasad korban.

    Tim penyelam dari Basarnas Special Group (BSG) menemukan kendaraan dalam posisi terbalik di dalam lumpur.

    Petugas selanjutnya melakukan pemeriksaan umum kendaraan untuk jejak/tols mark pada bumper depan dan belakang, 4 roda, 4 pintu, kaca depan, kaca kanan depan, hand break, persneling, dan stir mobil.

    Hasilnya, mobil tersebut ditemukan dalam kondisi rusak, yakni bumper depan rusak, kaca depan pecah, dan ban depan hilang serta penuh lumpur.

    Namun, dari pemeriksaan tersebut, petugas tidak menemukan bukti adanya tanda-tanda mobil itu mengalami kecelakaan.

    “Tidak ditemukan tanda-tanda kecelakaan lalu lintas yang terjadi sebelum mobil jatuh ke laut,” ungkap Ade.

    Dia menyampaikan proses pendalaman saat ini masih terus berlangsung dilakukan tim gabungan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Puslabfor.

    “Kami akan berkoordinasi dengan berbagai ahli. Fakta itu didapatkan selanjutnya dilakukan pendalaman,” imbuhnya.

    Keluar Rumah 8 Januari dan Tak Kembali

    Tribunnews sempat mendatangi rumah Hendrawan Ostevan di Perumahan Kejaksaan Agung, kawasan Tebet, Jakarta pada Rabu (15/1/2025).

    Dari informasi yang diperoleh, diketahui Hendrawan Ostevan tinggal bersama istri, anak dan cucunya di

    Rumah Hendrawan berlantai dua dengan berpagar warna merah.

    Dari informasi yang diperoleh, diketahui Hendrawan Ostevan tinggal bersama istri, anak dan cucunya.

    Namun, saat itu tampak tidak adanya aktivitas di rumah tersebut. Apalagi, kondisi perumahan juga terbilang sepi dan hanya terlihat lalu lalang penghuni serta pekerja di wilayah Tebet.

    Petugas keamanan setempat, Andi, mengatakan, memang kondisi rumah Hendrawan Ostevan sepi. Sebab, penghuni sedang beraktivitas di luar rumah dan bekerja.

    Dia mengungkapkan, Hendrawan kerap meninggalkan rumah dengan mobil sedan Vios hitam untuk pergi, dan kembali ke rumahnya.

    Apalagi, Hendrawan merupakan penghuni lama di perumaha

    “Biasanya keluar perumahan sebentar saja, nggak lama. Trus balik lagi ke rumah,” ujarnya.

    Andi juga mengatakan, rekannya sempat melihat Hendrawan Ostevan meninggalkan rumahnya pada 8 Januari 2025. Setelahnya, Hendrawan tidak kembali ke rumahnya.

    Saat itu, Hendrawan mengendarai mobil sedannya dan pergi.

    Dia menjelaskan, jika seluruh daftar tamu dan penghuni yang keluar masuk perumahan tercatat di buku. Termasuk rekaman CCTV yang menunjukan mobil yang dikendarai Hendrawan keluar dari perumahan.

    “Tanggal 8 Januari 2025, keluar (perumahan), habis itu tidak balik. Di CCTV pun terlihat keluar, tapi di CCTV ada error tanggal merekamnnya. Tapi kami untung punya catatan warga yang keluar masuk,” terangnya.

    Tujuan Awal Tangerang Tapi Putar-putar di Bogor

    Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, pihak keluarga menyatakan korban mulanya berangkat dari rumah menuju suatu tempat di wilayah Tangerang.

    “Dari rumah, berdasarkan keterangan keluarga, (korban akan) ke Tangerang,” kata Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ressa Marasabessy, Kamis (16/1/2025).

    Namun dari penelusuran polisi juga terungkap, korban sempat berkendara berputar-putar sampai ke Bogor.

    Sebelum akhirnya mobil itu mengarah ke kawasan Marunda.

    “Dari situ, berdasarkan analisa IT, ya korban ini muter-muter sampai ke Bogor, ke Senen, ujungnya ke Cilincing,  dan berakhir ke Marunda tersebut,” ungkap Kasubdit Resmob. (Tribunnews.com/Kompas.com)

     

  • Integritas Tinggi, Kabupaten Batang Unggul Secara Nasional di SPI 2024

    Integritas Tinggi, Kabupaten Batang Unggul Secara Nasional di SPI 2024

    TRIBUNJATENG.COM, BATANG – Pencapaian luar biasa kembali diraih Kabupaten Batang.

    Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan Kabupaten Batang sebagai yang terbaik di tingkat nasional. 

    Keberhasilan ini menjadi bukti nyata keberhasilan kepemimpinan Penjabat Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, dalam menerapkan pemerintahan yang berintegritas.

    “Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran Pemkab Batang dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Lani Dwi Rejeki dalam keterangan rilis seusai launching SPI 2024 di Gedung KPK Jakarta, Rabu (22/1/2025).

    Penilaian SPI 2024 dilakukan dengan meninjau berbagai aspek tata kelola pemerintahan, seperti transparansi, akuntabilitas, hingga pelayanan publik. 

    Kabupaten Batang berhasil unggul atas seluruh kabupaten lainnya di Indonesia berkat penerapan tata kelola yang konsisten dan komprehensif.

    “Prestasi ini memotivasi kami untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mempertahankan standar integritas yang tinggi dalam menjalankan pemerintahan,” tambah Lani.

    Ia juga berharap prestasi ini bisa di pertahankan dan terus ditingkangkan, tidak hanya dalam penilaian tapi dibuktikan dan implementasi secara realita di Pemkab Barang. 

    “Integritas benar-benar di pertahanan terus dan tingkatan terus menerus,” ujarnya.

    Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan memaparkan hasil survei integritas secara nasional.

    “Ada peningkatan skor SPI.”

    “Jadi, kalau sebelumnya kita ada di bawah 70 nasional, sekarang lewat 70,” terangnya.

    Pahala menjelaskan bahwa secara nasional, skor SPI masih berada di kategori kuning atau waspada.

    Menurutnya, masih ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki.

    “Jadi kira-kira secara nasional, baru ada di tingkat yang kuning bawah,” ujarnya.

    KPK melibatkan 41 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dalam pelaksanaan serta analisis hasil SPI.

    Selain itu, KPK bekerja sama dengan 641 instansi yang terdiri atas 94 kementerian/lembaga, 545 pemerintah daerah, dan 2 BUMN.

    Total responden yang disurvei berjumlah 601.453 orang.

    Proses survei dimulai dari kementerian/lembaga/perangkat daerah mengirimkan data populasi.

    Kemudian dilakukan sampling responden, pengiriman link kuesioner melalui WhatsApp dan email, lalu pengisian kuesioner.

    Dari data yang dipaparkan, kementerian, lembaga nonkementerian, dan pemerintah daerah dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan anggaran dan jumlah pegawai: besar, sedang, dan kecil.

    Kategorinya pun dibagi menjadi tiga, yaitu merah (rentan), kuning (waspada), dan hijau (terjaga).

    Meski ada peningkatan skor SPI, KPK menegaskan pentingnya peningkatan terus-menerus dalam integritas nasional.

    Pahala menekankan bahwa kerja sama antara berbagai instansi dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan budaya integritas yang kuat di seluruh Indonesia.

    Dengan adanya survei ini, diharapkan semua pihak dapat bekerja sama untuk memperbaiki dan meningkatkan integritas di semua sektor.

    Plt Kepala Inspektorat Kabupaten Batang, Rusmanto menjelaskan bahwa SPI ini menggunakan metode penilaian dari tiga kategori utama, yakni internal, eksternal, dan ahli (expert).

    “Internal diambil dari pegawai Pemkab Batang.”

    “Eksternal melibatkan masyarakat pengguna layanan seperti mereka yang mengurus KTP, KIR, atau membayar pajak dan jurnalis.”

    “Penilaian dilakukan untuk memastikan tidak ada pungli atau pelayanan yang berbelit-belit.”

    “Sedangkan kategori ahli melibatkan pihak-pihak, Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri, Polres, Ombudsman, BPK, BPKP, pensiunan, wartawan dan LSM atau NGO, advokat, hingga mitra CSR yang bekerja sama dengan Kabupaten Batang,” papar Rusmanto.

    Ia menambahkan bahwa survei ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pelayanan publik, penegakan hukum, tata kelola pemerintahan, proses mutasi, pengangkatan pegawai. 

    Termasuk keteladanan pimpinan, penanganan korupsi, benturan kepentingan, transparansi informasi, akses layanan, nepotisme dan gratifikas hingga transaksi lainnya.

    Rusmanto juga menyebut bahwa SPI pertama kali diadakan pada 2017.

    Meski begitu, Kabupaten Batang baru mencatat prestasi signifikan di tingkat nasional pada 2024.

    “Sebelumnya, kami hanya berada di posisi ketiga terbaik di Jawa Tengah dengan skor 80,88, tetapi belum masuk peringkat nasional.

    Alhamdulillah, tahun ini kami berhasil menjadi yang terbaik secara nasional dengan skor 80,5 dengan kategori tipe kabupaten besar yang memiliki anggaran mencapai Rp1.598 miliar, jumlah pegawai 6.001 orang.”

    “Ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan,” ungkapnya.

    Dengan pencapaian ini, Pemkab Batang semakin optimis untuk terus membangun tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, sekaligus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

    Berikut perolehan SPI di Jawa Tengah yakni untuk Kategori Provinsi Tipe Besar: Provinsi Jateng 79,5 (hijau), Kategori Kota Tipe Sedang: Kota Tegal 80,6 (hijau), Kategori Kota Tipe Kecil: Kota Pekalongan 82,3 (hijau) dan Kategori Kabupaten Tipe Besar Kabupaten Batang 80,5 (hijau). (*)

  • Kemenkop bentuk satgas baru untuk tangani koperasi bermasalah

    Kemenkop bentuk satgas baru untuk tangani koperasi bermasalah

    Bekasi, Jawa Barat (ANTARA) – Kementerian Koperasi akan kembali membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani sejumlah koperasi bermasalah yang ada di Indonesia.

    “(Satgas Koperasi) sudah hampir selesai,” kata Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono ditemui di sela panen perdana ikan kakap putih dan ikan kerapu yang diproduksi oleh Koperasi Mambo Mina Mekar Sejahtera di kawasan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu.

    Ferry menyampaikan satgas tersebut telah siap untuk diluncurkan. Meski begitu, Wamenkop tidak menyebutkan waktu rencana peluncuran satgas itu.

    “Nanti ini di sesi yang lain ya (penyampaian waktu peluncuran),” ujar Ferry.

    Kendati demikian, Wamenkop menyebutkan bahwa pembentukan Satgas Koperasi melibatkan berbagai unsur mulai Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    “Unsur-unsurnya dari kejaksaan, dari polisi, BPKP, dan dari PPATK juga sudah memasukkan nama-nama (anggota Satgas). Jadi tinggal kamu launching saja,” kata Ferry.

    Sebelumnya, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyampaikan bahwa pembentukan satgas bertujuan merevitalisasi koperasi bermasalah. Saat ini, delapan koperasi sedang dalam pengawasan.

    Koperasi yang diawasi meliputi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Koperasi Jasa Berkah Wahana Sentosa, KSP Sejahtera Bersama, KSP Pracico Inti Utama, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP Intidana, KSP Timur Pratama Indonesia, dan KSP Lima Garuda.

    “Tujuan utama dari pembentukan satgas ini adalah untuk mengidentifikasi dan merevitalisasi koperasi-koperasi tersebut. Kami ingin memastikan koperasi kembali beroperasi dengan sehat dan transparan, sehingga dapat memberikan manfaat optimal bagi anggotanya,” ujar Budi Arie dalam unggahan di akun Instagramnya, @budiariesetiadi, pada 9 November 2024.

    Budi Arie berharap koperasi bermasalah dapat segera direstrukturisasi.

    “Dengan demikian, koperasi tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga simpan pinjam yang dapat diandalkan oleh masyarakat,” katanya.

    Hingga saat ini, baru Rp3,4 triliun dari total tagihan Rp26 triliun yang telah dibayarkan koperasi bermasalah. Satgas serupa pernah dibentuk Kementerian Koperasi di masa Menteri Teten Masduki. Namun, satgas tersebut dibubarkan pada 2022.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pernah Dipergoki Istri, Pimpinan Ponpes di Jakarta Timur Tetap Cabuli Santrinya, Beraksi 5 Tahun – Halaman all

    Pernah Dipergoki Istri, Pimpinan Ponpes di Jakarta Timur Tetap Cabuli Santrinya, Beraksi 5 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Aksi seorang pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, berinisial CH (47), bikin geleng-geleng kepala keheranan.

    Pasalnya, CH tega mencabuli sejumlah santri laki-laki ponpesnya dalam kurun waktu bertahun-tahun lamanya.

    Mirisnya, pimpinan ponpes tersebut masih tetap melanjutkan aksi bejatnya itu meski sudah dipergoki sang istri dan kerabatnya.

    “Anehnya sudah beberapa kali kepergok oleh istrinya dan juga saudaranya,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly saat memberi keterangan di Mapolres Metro Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025), dilansir dari TribunJakarta.com.

    Kala itu, istri dan kerabat CH sebenarnya sudah memperingatkan agar tersangka tidak kembali melakukan ulahnya, namun pria berusia 47 tahun itu tetap mencabuli sejumlah santri di rumahnya dan ruang pimpinan.

    CH melakukan aksinya di rumah yang masih berada di area ponpes saat istrinya sedang tidak berada di rumah, dan di ruang pribadi pimpinan ponpes.

    “Tapi masih tetap dan tetap dilakukan pimpinan pondok pesantren ini. Tersangka memberikan uang kepada korban dan mengancam tidak memberitahukan kejadian kepada siapapun,” sebut Nicolas.

    Modus Pencabulan Pimpinan Ponpes

    CH melancarkan aksi bejatnya terhadap para santrinya sejak tahun 2019 hingga 2024. Dengan dua korban yang sudah melapor yakni MFR (17) dan RN (17).

    Nicolas mengungkapkan bahwa modus CH dalam mencabuli para santrinya yakni dengan menggunakan tipu daya dan meminta korban memijat.

    Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa CH berdalih mencabuli santri agar penyakit dalam tubuh tersangka keluar.

    “Setelah terpuaskan nafsunya, maka penyakit yang ada di dalam tubuh tersangka akan keluar. Tersangka akan sembuh,” sebut Nicolas.

    Tipu daya mengeluarkan penyakit dari dalam tubuh ini selalu disampaikan CH saat mencabuli para santri di rumahnya yang masih berada dalam satu area dengan ponpes.

    CH juga mencabuli santri di ruang pimpinan ponpes yang akses masuknya hanya dimiliki tersangka, sehingga ulahnya luput dari pengawasan para pengurus lainnya.

    “Itu (tipu daya) yang selalu disampaikan kepada korban. Setelah melakukan pencabulan tersangka juga memberikan uang, dan mengancam korban tidak boleh memberitahukan kejadian,” jelas Nicolas.

    Guru Ponpes Juga Cabuli Santri

    Diberitakan sebelumnya, selain CH sang pimpinan rupanya guru ponpes kawasan Duren Sawit, Jaktim yang berinisial MCN (26) juga menjadi tersangka pencabulan.

    Namun ternyata, kedua oknum pengurus ponpes itu saling tidak mengetahui aksi bejat mereka masing-masing.

    Adapun santri korban pencabulan MCN, antara lain ARD (18) , IAM (17) dan YIA (15).

    Tersangka MCN, sang guru ponpes melakukan pencabulan sejak 2021-2024 di ruang kamar pribadinya.

    “Penyidikan sampai saat ini (kedua kasus) tidak ada hubungan sama sekali, mereka juga tidak saling mengetahui kegiatan mereka dengan anak-anak santri di pondok pesantren,” ujar Nicolas.

    Nicolas juga mengatakan bahwa para korban yang secara psikologis berada di bawah tekanan dan ancaman awalnya sempat tidak berani menceritakan tindak pencabulan CH.

    Terlebih, ada relasi kuasa yang kuat antara tersangka selaku pemilik, pengasuh, sekaligus guru di pondok pesantren yang dihormati para santri dan guru-guru lain.

    “Mereka juga sebagai santri, mereka memandang pimpinan, pengasuhan, ataupun guru sebagai orang-orang yang harus dihormati. Apalagi juga mereka diancam,” ucapnya.

    Perbuatan bejat 2 oknum pengurus ponpes ini baru terungkap saat para korban menceritakan hal yang mereka alami.

    Para korban baru bisa menceritakan kasus dialami kepada orang tua karena sudah tidak kuat dengan segala tipu daya, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka.

    Cerita para korban tersebutlah yang akhirnya membuat para orangtua melaporkan CH ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.

    “Saat ini mereka mampu bercerita ke orang tuanya karena sudah tidak tahan atas perlakuan tersangka. Jadi sudah tidak tahan ajakan, bujuk rayu, dan ancaman dilakukan tersangka,” tutur Nicolas.

    Terancam 20 Tahun Penjara

    Baik CH dan MCN kini sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan.

    Keduanya dijerat dengan Pasal 76E juncto Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    Sesuai undang-undang tersebut, tindak pidana yang dilakukan orang terdekat di lingkungan anak seperti orangtua, pengasuh, pendidik akan diperberat.

    Oleh karena itu, ancaman hukuman akan ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena kedua tersangka adalah guru dan pengasuh para korban.

    “Pelakunya itu ada relasi kuasa dengan para korban, sehingga ancaman pidana akan lebih diperberat,”

    “Dari 15 tahun ditambah sepertiga. Karena mereka (korban) di bawah tekanan, juga sebagai santri mereka memandang pimpinan, pengasuhan, atau pun guru orang yang harus dihormati,” papar Nicolas.

    Dengan begitu, bila ancaman hukuman maksimal dalam Pasal 76E juncto Pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 diatur 15 tahun penjara, karena diperberat maka menjadi 20 tahun penjara.

    CH dan MCN kini sudah ditahan di Mapolres Metro Jakarta Timur untuk proses hukum lebih lanjut, sebelum berkas perkara kedua tersangka pelecehan itu dilimpahkan ke kejaksaan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pemilik Pondok Pesantren di Duren Sawit Pernah Tepergok Istri Saat Cabuli Santrinya

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

  • Mencari Otak di Balik Pagar Laut Tangerang

    Mencari Otak di Balik Pagar Laut Tangerang

    JAKARTA – Kuman diseberang lautan terlihat, gajah dipelupuk mata tidak terlihat. Pribahasa ini mungkin laik ditujukan kepada semua aparatur negara di pemerintah daerah hingga pusat. Wilayah perairan alias laut seharusnya bukan merupakan wilayah private. Nyatanya, di perairan Tangerang justru berdiri pagar laut yang panjangnya tak main-main, mencapai 30,16 kilometer!

    Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman RI (ORI), pagar laut sepanjang 30,16 km itu berdampak pada 16 desa di 6 kecamatan, termasuk Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga. Wilayah ini masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang diatur oleh Perda Nomor 1 Tahun 2023. Kawasan ini meliputi berbagai zona penting seperti zona perikanan tangkap, pelabuhan perikanan, hingga zona pariwisata dan pengelolaan energi.

    Fakta itulah yang membuat ORI menginvestigasi dugaan maladministrasi dalam pemagaran laut tersebut. Ketua ORI, Mokhammad Najih mengungkapkan, investigasi dilakukan secara langsung oleh perwakilan Ombudsman Provinsi Banten dengan supervisi dari ORI. Meski membutuhkan waktu, tim investigasi akan mencari tahu siapa pihak yang melakukan maladministrasi.

    “Karena masih dalam proses, kami belum bisa menyampaikan tentang adanya dugaan malaadministrasi itu dilakukan oleh pihak siapa. Apakah itu oleh pihak pemerintahan di tingkat daerah, atau oleh kantor kementerian, atau lembaga di tingkat pusat. Kesulitan yang sedang kami hadapi adalah belum adanya kejelasan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap pemasangan pagar tersebut,” tutur Najih dalam keterangan pers, Kamis 16 Januari 2025.

    Dia menerangkan, berbagai pihak yang diminta keterangan Ombudsman kompak menjawab tidak mengetahui pemasangan pagar itu. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang selama ini dianggap paling bertanggung jawab, juga tidak memberi jawaban lugas.

    “Pihak KKP yang sudah dihubungi, dimintai keterangan oleh Ombudsman memberikan penjelasan bahwa kementerian belum pernah menerbitkan izin apapun terkait dengan pemagaran laut. Demikian juga pihak pemerintahan di tingkat daerah, juga masih belum ada yang merasa bahwa ada instansi mana atau pihak mana yang mengajukan perizinan,” imbuhnya.

    Ombudsman RI (ORI) datangi pagar laut (Istimewa)

    Najih menegaskan, Ombudsman akan tetap menelusuri dugaan maladministrasi dalam kasus pemasangan pagar laut tersebut. “Kami tidak ingin bermain di air keruh, kami ingin melihat lebih jernih siapa yang melakukan maladministrasi. Mudah-mudahan dalam waktu 30 hari ke depan kami sudah memperoleh hasil yang kami harapkan,” tukasnya.

    Bersamaan dengan berlangsung investigasi oleh ORI, Najih mendorong seluruh pihak untuk mendukung langkah yang telah dilakukan oleh KKP yang melarang adanya aktivitas apa pun di area pagar laut tersebut. Sebab, hal itu diperlukan agar bisa melihat persoalan dengan lebih jernih, meski pada saat bersamaan Ombudsman menerima keluhan dari masyarakat ihwal hambatan menangkap ikan lantaran harus memutar untuk pergi ke laut.

    Hambatan tersebut, lanjut Najih, membuat nelayan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk melaut. Ombudsman memperkirakan kerugian yang mungkin diderita nelayan sebesar Rp9 miliar akibat pemagaran laut di Tangerang tersebut. Penghitungan kerugian dilakukan dengan memperkirakan kerugian nelayan akibat tambahan jarak untuk melaut. Dengan adanya pagar laut itu, nelayan harus memutar kurang lebih 30 kilometer. Hal itu menyebabkan nelayan menghabiskan tiga liter BBM dari sebelumnya hanya satu liter.

    Di sisi lain, ORI juga melihat ada upaya memecah belah masyarakat di tengah polemik pemasangan pagar laut di perairan Tangerang. Pasalnya, di tengah kontroversi yang muncul, ada kelompok masyarakat bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang mengaku sebagai pemasang pagar. Mereka mengklaim pembangunan dilakukan untuk mencegah abrasi dan mengurangi dampak gelombang besar. Koordinator JRP, Sandi Martapraja, mengaku masyarakat sekitar ikut membangun pagar laut tersebut. Tapi, kata Najih, klaim tersebut justru berbeda dengan pengaduan masyarakat sekitar kepada Ombudsman yang mengatakan keberadaan pagar itu justru menimbulkan masalah.

    Polisi, Kejagung dan Pemprov Banten Mustahil Tidak Mengetahui Persoalan Pagar Laut

    “Kebingungan” Ombudsman inilah yang membuat Wakil Ketua Komisi III DPR, Hinca Panjaitan menyentil aparat penegak hukum berkaitan dengan pagar laut di Tangerang. Politikus dari Fraksi Partai Demokrat ini menilai, seharusnya Polri dan Kejaksaan Agung mengetahui pemagaran tersebut. Dia juga mempertanyakan sikap Direktorat Polisi Air dan Udara Polda Banten yang hingga kini belum memberikan penjelasan terkait pagar laut sepanjang 30,16 kilometer.

    “Kepolisian pasti enggak mungkin enggak tau, Polres Tangerang misalnya atau Polda Banten kan gitu kan. Apalagi lokasinya masuk ke dalam ZEE sejauh 12 mil. Zona itu kan masuk ke dalam wilayah atau bidang Polisi Air. Jadi itu kalau bagian dari kejahatan dia harusnya juga tau,” tandasnya.

    Hinca menambahkan, Komisi III DPR juga akan menanyakan pada Kejaksaan Agung terkait pemagaran laut mengingat saat Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2 diresmikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut didampingi Kejagung.

    “Ini harus dikejar, PSN, Proyek Strategis Nasional yang di-launching oleh Presiden Jokowi, waktu itu selalu didampingi oleh Kejaksaan Agung, ya kan? Khususnya Jaksa Agung Muda bidang Datun dan intelijen, jadi dia pastinya tau karena dia masuk proyek strategis yang di PIK 2, itu dikejar juga,” kata dia.

    Wakil Ketua Komisi III DPR, Rano Alfath meminta pelaku pemasangan pagar laut di Tangerang ditindak tegas. Pasalnya, pagar laut tersebut bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Selain itu, pagar tersebut dapat memunculkan potensi konflik kepentingan karena daerah tersebut merupakan zona perikanan strategis untuk mata pencaharian warga.

    “Hal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan ketimpangan dan merusak ekosistem perairan yang menjadi penopang ekonomi rakyat setempat. Jika dibiarkan, hal ini akan berdampak sistemik pada ketahanan ekonomi pesisir di Kabupaten Tangerang,” tukasnya.

    Politikus dari Fraksi PKB ini menyatakan bahwa pelaksanaan PSN yang kerap dikaitkan dengan kasus pemagaran laut, bukan menjadi masalah utama. Menurut dia, permasalahan utamanya adalah pelaksanaannya yang kerap melewati aturan. “PSN itu tidak salah, yang salah adalah pelaksananya. Pemerintah pusat dan daerah harus memperhatikan hal ini lebih serius ke depannya. Penting untuk membentuk badan khusus yang bisa menjamin pelaksanaan PSN yang baik dan adil,” tambah Rano.

    Sementara itu, Pakar Hukum Tata Ruang Unpad, Maret Priyanta menilai bahwa Pemerintah Provinsi Banten harus lebih aktif dalam menyelesaikan persoalan pagar laut di perairan Tangerang. Pasalnya, Pemprov Banten memiliki kewenangan pengawasan sehingga seharusnya mengetahui tujuan pembangunan pagar laut tersebut.

    Dia menjelaskan, berdasarkan Perda 1 Tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Banten, perairan sepanjang 30,16 kilometer yang dipagar masuk di ruang laut dengan peruntukan sebagai zona perikanan tangkap, zona pelabuhan, dan rencana waduk lepas pantai. Dengan demikian, ketika ada pemagaran, Pemda seyogyanya yang mengetahui terlebih dahulu tujuan pembangunan apakah sesuai aturan RTRW yang sudah dibuat atau tidak.

    “Apalagi lokasi pembangunan berada di bawah 12 mil laut yang pengaturan RTRW-nya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Maka Pemprov Banten seharusnya dapat lebih berperan aktif dalam upaya pengawasan pada wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan wilayah administratif daratnya,” tukas Maret.

    Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang, seluruh kegiatan pemanfaatan di ruang laut harus sesuai dan didasarkan pada peruntukan yang sudah diatur oleh RTRW Provinsi Banten dan semua pihak yang melakukan pemanfaatan ruang laut wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten,

    “Karena itu langkah KKP dalam melakukan penyegelan terhadap pagar laut tersebut telah tepat, sebab aktivitas itu tidak mengantongi KKPRL. KKP memiliki kewenangan dan tanggung jawab termasuk pengawasan pada seluruh kegiatan yang berada ruang laut, sehingga langkah yang diambil saat ini sudah tepat,” tambah Maret.

    Manajer kampanye infratruktur dan tata ruang Walhi, Dwi Sawung menyatakan, jika pagar laut tersebut merupakan struktur awal pembangunan reklamasi maka akan berdampak besar pada lingkungan. Salah satunya, akan mengubah ekosistem di pesisir pantai yang akan rentan tenggelam jika air laut pasang. Selain itu, juga berdampak pada mata pencaharian warga sekitar sebagai nelayan.

    “Kami menduga ini untuk reklamasi dari grid pemasangan bambu dan metodenya, mirip sekali dengan proses reklamasi dari arah darat. Ini bukan pemecah ombak karena kalau pemecah ombak bahan baku yang digunakan material lebih padat dan rapat bukan dari bambu,” ungkapnya.

    Agung Sedayu Group Bantah Terlibat Pembangunan Pagar Laut

    Terpisah, kuasa hukum PSN PIK 2 (Agung Sedayu Group), Muannas Alaidid menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam pemasangan pagar laut di pesisir Tangerang. Dia menyinggung pernyataan Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto serta Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti yang menyebutkan belum ada pihak yang mengajukan izin pemagaran laut, sebagaimana tertera dalam badan berita. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara PSN PIK 2 dengan keberadaan pagar laut.

    “Tidak ada keterlibatan Agung Sedayu Group dalam pemasangan pagar laut. Kami menegaskan hingga saat ini tidak ada bukti maupun fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut,” tegasnya.

    Pagar laut Tangerang Diantara 6 Gedung Bertingkat (Ist)

    Muannas menerangkan, kawasan komersil PIK 2 dengan kawasan PSN adalah dua wilayah yang berbeda. Menurutnya, kawasan PIK 2 diperoleh melalui izin lokasi dari Pemda dan jual beli dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

    “PIK 2 juga tidak dapat dilepaskan dari sejarahnya sejak tahun 2011, khususnya terkait pengembangan kawasan di utara Tangerang, ide kota baru sebagai pengembangan wilayah yang sesuai Perda Kabupaten Tangeran No.13 Tahun 2011, bahwa pengembangan kawasan baru di Pantai Utara Tangerang sebagai bentuk penganekaragaman kegiatan selain industri dan permukiman,” jelasnya.

    Adapun kawasan PSN yang ditetapkan Presiden RI Joko Widodo, berada di sekitar kawasan komersial PIK 2, yakni pengembangan Green Area dan Eco-City yang dinamai Tropical Coastland. Kawasan PSN di PIK 2 tersebut merupakan hutan mangrove yang dahulu sangat kritis, fungsi lindungnya sudah sangat minim. Karena itu, pemerintah mengusulkan kawasan ini dikembangkan sebagai PSN agar daya dukung lingkungan bisa dimaksimalkan dan bisa berdampak pada ekonomi serta pariwisata skala besar.

    Muannas juga menepis tuduhan PSN dan proyek PIK 2 melanggar RTRW atau mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Dia memastikan pengembangan proyek tersebut dilakukan dengan pengawasan ketat dari instansi terkait. Sebab, Agung Sedayu Group memiliki komitmen tinggi untuk melibatkan masyarakat lokal dalam setiap tahap pembangunan.

    Bahkan, dalam proyek PIK 2 berbagai program CSR perusahaan telah dijalankan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, termasuk nelayan. Muannas memastikan Agung Sedayu Group tidak pernah melakukan tindakan yang menghalangi akses masyarakat, termasuk nelayan, ke sumber daya laut.