Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Mustahil Jokowi Cabut Laporan Tuduhan Ijazah Palsu

    Mustahil Jokowi Cabut Laporan Tuduhan Ijazah Palsu

    GELORA.CO -Kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) yang menjerat Roy Suryo cs diperkirakan akan terus menggelinding hingga pengadilan.

    “Rasanya tak elok juga laporan Jokowi terkatung-katung tanpa kejelasan. Untuk mencabutnya sudah mustahil pula, karena polemik dan sakwasangka seputar dugaan ijazah palsu ini sudah terlalu tebal dan meluas. Tak mudah untuk ditarik begitu saja,” kata Direktur ABC Riset & Consulting Erizal melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin 10 November 2025.

    Menurut Erizal,  penetapan tersangka Roy Suryo cs itu sudah tepat dan tak perlu pula digugat lewat praperadilan, kalau ingin langsung ke substansi masalah. Tapi itu haknya tersangka pula yang dijamin Undang-Undang.

    “Penetapan Roy Suryo cs sebetulnya kesempatan pula untuk menguji keilmuannya,” kata Erizal.

    Erizal melanjutkan, hal ini adalah langkah awal dan bukanlah langkah akhir bagi terungkapnya kebenaran soal dugaan ijazah palsu Jokowi itu. Sebab, penyidik masih harus memeriksa lagi Roy Suryo Cs sebelum diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum.

    Kalau pihak Kejaksaan cepat menyetujui akan cepat berlayar. Tapi kalau lambat, bukti-bukti dinilai belum mencukupi, maka akan butuh waktu lagi. Ini ujian juga bagi Kepolisian. 

    “Sebab, Jaksa tentu tak akan mau masuk pengadilan dengan bukti-bukti yang mentah, sementara kasus ini mendapat sorotan orang satu republik,” kata Erizal.

  • Saya Percaya Suami Saya Jalankan Tugas Sejujur-jujurnya

    Saya Percaya Suami Saya Jalankan Tugas Sejujur-jujurnya

    Jakarta

    Istri eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Franka Franklin menyakini suaminya telah menjalankan pekerjaanya dengan jujur. Franka menyakini Nadiem sudah melakukan yang terbaik selama menjalankan amanah tersebut.

    “Saya percaya bahwa suami saya dan semuanya sudah melakukan yang terbaik, dalam pekerjaannya, melaksanakan tugas dan amanah sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya,” kata Franka Franklin di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

    Franka berharap Nadiem akan mendapat keadilan dalam perkara ini. Dia berdoa proses hukum perkara ini berjalan transparan.

    “Saya juga berdoa semoga proses ini akan berjalan dengan baik dan transparan dan sebaik-baiknya, supaya kebenaran yang ada akan menemukan jalannya di proses berikutnya,” ujarnya.

    Dia mengatakan proses pemulihan kesehatan Nadiem juga berjalan baik. Dia menuturkan aksesnya dengan Nadiem juga tidak terhambat.

    Lebih lanjut, Franka juga menjelaskan aktivitas Nadiem di rumah tahanan. Dia mengatakan Nadiem membaca dan menulis buku hingga meditasi.

    “Menulis, baca buku, banyak doa sama-sama, meditasi sama-sama. Jadi itu sangat membantu semua mungkin lebih semangat menjalani,” ujarnya.

    Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI melimpahkan empat berkas perkara dan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ke jaksa penuntut umum (JPU) hari ini. Empat tersangka itu ialah:

    1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW)
    2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL)
    3. Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim
    4. Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM)

    (mib/yld)

  • Kejagung Limpahkan Berkas Nadiem Makarim dan 3 Tersangka Kasus Chromebook ke Kejari Jakpus

    Kejagung Limpahkan Berkas Nadiem Makarim dan 3 Tersangka Kasus Chromebook ke Kejari Jakpus

    Kejagung Limpahkan Berkas Nadiem Makarim dan 3 Tersangka Kasus Chromebook ke Kejari Jakpus
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung melimpahkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim (NAM) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). 
    Selain Nadiem, Kejagung juga melimpahkan tiga tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2019–2022.
    “Penyidik sudah (melimpahkan) tahap dua ke Kejari Jakarta Pusat. Hari ini tim sudah meluncur ke sana,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Senin.
    Tiga tersangka itu adalah Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020–2021, dan Mulyatsyah (MUL) selaku Direktur SMP Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020.
    Lalu, Ibrahim Arief (IBAM) selaku konsultan perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah di Kemendikbudristek.
    Adapun tersangka Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024 belum dilimpahkan ke JPU lantaran masih buron.
    Tersangka Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah tiba di lokasi pada pukul 10.04 WIB, tersangka
    Nadiem Makarim
    tiba pukul 10.27 WIB, dan tersangka Ibrahim Arief tiba pukul 11.06 WIB.
    Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah dan Nadiem hadir dengan diantar mobil tahanan dan didampingi para jaksa. Sedangkan tersangka Ibrahim Arief datang secara terpisah tanpa didampingi jaksa lantaran merupakan tahanan kota.
    Untuk selanjutnya, tim JPU Kejari Jakarta Pusat akan mempersiapkan surat dakwaan serta melimpahkan berkas perkara ke pengadilan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Segera Disidang, Kejagung Limpahkan Nadiem Makarim Cs ke Kejari Jakpus

    Segera Disidang, Kejagung Limpahkan Nadiem Makarim Cs ke Kejari Jakpus

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) limpahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ke Kejari Jakarta Pusat.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan satu dari empat tersangka yang dilimpahkan itu adalah eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.

    “Hari ini [Nadiem dkk] ini dilimpah tahap 2 ke Kejari Jakarta Pusat,” ujar Anang saat dihubungi, Senin (10/11/2025).

    Selain Nadiem, Anang pihaknya melimpahkan juga Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah periode 2020-2021 dan mantan Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL).

    Selanjutnya, Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM) turut dilimpahkan ke Kejari Jakpus.

    Adapun, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan Surat Dakwaan empat tersangka itu untuk nantinya dibacakan di PN Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Sekadar informasi, kasus ini berkaitan dengan pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk Chromebook untuk menunjang program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019-2022.

    Dari proyek tersebut, Nadiem Makarim Cs diduga telah memuluskan pengadaan Chromebook yang dinilai tidak efektif jika digunakan di daerah 3 T (terluar, tertinggal dan terdepan).

    Sementara itu, Kejagung juga telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan mark up dari selisih harga kontrak di luar CDM senilai Rp1,5 triliun.

  • 4
                    
                        Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
                        Nasional

    4 Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional Nasional

    Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada aktivis buruh, Marsinah.
    Penganugerahan dilakukan dalam upacara penganugerahan gelar
    pahlawan nasional
    2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
    “Tiga, almarhumah
    Marsinah
    tokoh dari Provinsi Jawa Timur,” ujar Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana saat membacakan penganugerahan
    gelar pahlawan nasional
    , Senin (10/11/2025).
    Gelar pahlawan nasional pun diberikan langsung oleh
    Prabowo Subianto
    kepada ahli waris dari Marsinah yang diusulkan dari Jawa Timur.
    Marsinah adalah buruh wanita asal Nganjuk, Jawa Timur. Dia bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
    Diberitakan Harian
    Kompas
    , 28 Juni 2000, Marsinah lahir pada 10 April 1969. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.
    Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.
    Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan, Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.
    Upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
    Kasus pembunuhan Marsinah berawal pada 3-4 Mei 1993, saat buruh pabrik pembuatan arloji, PT Catur Putra Surya (CPS), menuntut pemenuhan hak mereka.
    Setelah aksi mogok kerja tersebut, 11 dari 12 tuntutan tersebut dikabulkan, kecuali pembubaran Unit Kerja SPSI di PT CPS. Terkabulnya hasil perundingan tersebut tertuang dalam Surat Persetujuan Bersama.
    Namun, pada 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil oleh Kodim 0816 Sidoarjo dan mereka dipaksa untuk mengundurkan diri dari PT CPS, dengan alasan sudah tidak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. Mereka yang menolak mendapatkan intimidasi dan tindakan represif.
    Mendengar adanya pemanggilan Kodim 0816 Sidoarjo terhadap 13 rekan kerjanya, Marsinah menulis sepucuk surat untuk teman-teman buruhnya tersebut yang berisi petunjuk menjawab interogasi.
    Perempuan kelahiran 10 April 1969 itu juga berikrar di hadapan rekan-rekannya, “Kalau mereka diancam akan dimejahijaukan oleh Kodim, saya akan bawa persoalan ini kepada paman saya di Kejaksaan Surabaya.”
    Pada hari yang sama, 5 Mei 1994, Marsinah bersama seorang rekannya melayangkan surat protes kepada PT CPS yang diterima oleh pihak keamanan pabrik.
    Setelah itu, pada malam harinya, mereka pulang dan menyempatkan untuk berkunjung ke kediaman temannya.
    Namun, usai pertemuan di malam itu, pukul 22.00, Marsinah pergi entah ke mana dan menjadi yang terakhir kali bagi rekan-rekannya untuk melihat sosok perempuan itu.
    Pada 8 Mei 1993, segerombolan anak-anak menemukan jasad Marsinah terbujur kaku di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
    Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah, yang mengindikasikan bahwa Marsinah mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum dibunuh.
    Tewasnya Marsinah mendapatkan perhatian publik dan Presiden Soeharto saat itu. Satu bulan pertama pengusutan kasusnya, kepolisian sudah memeriksa sebanyak 142 orang.
    Namun, puncaknya terjadi pada 1 November 1993 dini hari, saat satuan intelijen menculik delapan orang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan Marsinah.
    Kedelapan orang tersebut merupakan orang-orang dari PT CPS, di mana salah satu yang diculik adalah pemilik pabrik, Judi Susanto.
    Judi Susanto dan tujuh orang lainnya diketahui mengalami siksaan berat untuk dipaksa mengakui bahwa mereka adalah dalang pembunuhan Marsinah.
    Selama penyelidikan dan penyidikan oleh Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur, disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya.
    Marsinah kemudian disebut dibawa ke rumah Judi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.
    Akhirnya, Judi Susanto dijatuhi vonis 17 tahun penjara. Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.
    Namun, saat itu Judi Susanto bersikeras menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Ia mengaku hanya dijadikan sebagai kambing hitam. Judi Susanto kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyatakan bebas.
    Hal serupa juga dilakukan para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman. Mereka naik banding hingga dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.
    Setelah itu, kasus pembunuhan Marsinah tidak menemui titik terang dan menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM di Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Resmi Limpahkan Berkas Nadiem Makarim dkk ke JPU

    Kejagung Resmi Limpahkan Berkas Nadiem Makarim dkk ke JPU

    Jakarta

    Kejaksaan Agung RI melimpahkan berkas perkara dan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Ada empat berkas yang dilimpahkan termasuk eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

    Pantauan detikcom di lokasi, Senin (10/11/2025) Nadiem Makarim tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), pukul 10.27 WIB. Nadiem mengenakan baju tahanan berwarna merah muda.

    Tangan Nadiem juga diborgol. Sementara tersangka lainnya telah tiba lebih dulu sebelum Nadiem.

    Istri Nadiem, Franka Franklin juga ikut hadir di Kejari Jakpus. Dia mengatakan kondisi Nadiem sudah semakin sehat.

    “Mau ketemu bapak (Nadiem) nanti. Alhamdulilahhh udah semakin sehat,” ujar Franka.

    “Iya hari ini ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tahap II. Nadiem dkk kecuali JT (Jurist Tan),” kata Kapuspenkum Kejagung RI Anang Supriatna saat dihubungi.

    Berikut ini daftar empat tersangka dalam kasus ini yang dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) hari ini:

    Sebelumnya, penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dengan tersangka Nadiem Makarim tetap dilanjutkan setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Nadiem. Hakim menyatakan penyidikan dan penahanan yang dilakukan Kejagung terhadap Nadiem sudah sesuai dengan prosedur.

    (mib/azh)

  • Tiga Kasus Korupsi Mengguncang Ponorogo Sepanjang 2025, Ini Deretannya

    Tiga Kasus Korupsi Mengguncang Ponorogo Sepanjang 2025, Ini Deretannya

    Ponorogo (beritajatim.com) – Tahun 2025 menjadi catatan kelam bagi Kabupaten Ponorogo. Dalam kurun sebelas bulan terakhir, tercatat tiga kasus korupsi besar menyeret sejumlah pejabat publik, aparatur negara, hingga pihak swasta. Praktik lancung itu terjadi di sektor pendidikan, perbankan, hingga layanan kesehatan, menodai semangat reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan di Bumi Reog.

    1. Penyalahgunaan Dana BOS di SMK PGRI 2 Ponorogo

    Kasus pertama muncul dari dunia pendidikan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo pada Senin, 28 April 2025, resmi menetapkan Syamhudi Arifin (SA), Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo, sebagai tersangka dalam dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) periode 2019–2024.

    Kepala Seksi Intelijen Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, menyebut penetapan itu dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti kuat. SA diduga menggunakan sebagian dana BOS tidak sesuai peruntukan hingga merugikan keuangan negara.

    Sebelumnya, pada 12 November 2024, tim penyidik melakukan penggeledahan besar-besaran di sekolah tersebut. Sejumlah dokumen, perangkat elektronik, hingga unit bus dan dua mobil disita sebagai barang bukti. Bahkan, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Aries Agung Paewai turut diperiksa untuk memperkuat konstruksi perkara.

    Kasus ini menjadi sinyal awal tahun yang getir bagi dunia pendidikan Ponorogo, karena muncul di tengah semangat transparansi pengelolaan dana BOS.

    2. Kredit Fiktif BRI Unit Pasar Pon Ponorogo

    Belum reda kasus di sektor pendidikan, Kejari Ponorogo kembali membongkar praktik korupsi di dunia perbankan rakyat. Pada Kamis, 26 Juni 2025, kejaksaan menetapkan empat tersangka berinisial SPP, NAF, DSKW, dan Lette dalam kasus kredit fiktif di BRI Unit Pasar Pon Ponorogo. Salah satu tersangka, Lette, hingga kini masih buron.

    Keempatnya diduga menyalahgunakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun 2024 dengan modus memanfaatkan identitas fiktif dan memanipulasi data penerima kredit. Akibatnya, negara mengalami kerugian yang masih dalam proses penghitungan.

    “Ini merupakan kasus yang merugikan keuangan negara, maka undang-undang yang digunakan adalah UU Tindak Pidana Korupsi,” tegas Agung Riyadi.

    Kasus ini menambah panjang daftar penyimpangan di sektor keuangan lokal. Di tengah upaya pemerintah menyalurkan kredit untuk pemberdayaan UMKM, justru muncul praktik sistematis yang melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan daerah.

    3. OTT KPK Menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko

    Kasus paling menghebohkan sekaligus menutup tahun 2025 adalah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjaring Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.

    Dalam konferensi pers Minggu (9/11/2025) dini hari, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap detail dugaan suap terkait pengurusan jabatan dan fee proyek di RSUD dr. Harjono Ponorogo.

    Semua bermula dari laporan bahwa dr. Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono, akan diganti. Merasa posisinya terancam, Yunus diduga berkoordinasi dengan Sekda Agus Pramono untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diserahkan kepada bupati agar tidak dimutasi.

    KPK mencatat uang yang berpindah tangan mencapai Rp1,25 miliar, dengan pembagian Rp900 juta untuk Bupati Sugiri dan Rp325 juta untuk Sekda Agus. Selain itu, ditemukan pula fee proyek RSUD senilai Rp1,4 miliar yang melibatkan rekanan swasta bernama Sucipto.

    “Dari jual beli jabatan hingga pemerasan proyek, inilah pola korupsi berantai yang kita temukan,” ungkap Asep.

    KPK kemudian menetapkan empat tersangka, yakni Sugiri Sancoko (Bupati Ponorogo), Agus Pramono (Sekda), Yunus Mahatma (Direktur RSUD), dan Sucipto (pihak swasta). Keempatnya kini ditahan untuk penyidikan lebih lanjut.

    Penetapan itu menjadi pukulan berat bagi pemerintahan Ponorogo. Sosok Sugiri, yang dikenal dekat dengan masyarakat lewat slogan “Oke frenn!”, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji.

    Tiga kasus besar yang mencuat sepanjang 2025 ini memperlihatkan rapuhnya tata kelola pemerintahan daerah. Dari dunia pendidikan hingga birokrasi tertinggi, pola penyimpangan kekuasaan yang berulang menunjukkan bahwa integritas publik di Ponorogo masih menghadapi ujian berat. [end/beq]

  • 3
                    
                        Delapan Bulan Jelang Pensiun, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Abdul Muis Diberhentikan Setelah Putusan MA
                        Regional

    3 Delapan Bulan Jelang Pensiun, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Abdul Muis Diberhentikan Setelah Putusan MA Regional

    Delapan Bulan Jelang Pensiun, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Abdul Muis Diberhentikan Setelah Putusan MA
    Tim Redaksi
    LUWU UTARA, KOMPAS.com –
    Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, tak menyangka pengabdiannya selama puluhan tahun di dunia pendidikan harus berakhir dengan keputusan pahit.
    Delapan bulan menjelang masa pensiun, ia resmi diberhentikan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap.
    Putusan itu tertuang dalam MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.
    Kasus yang menjerat
    Abdul Muis
    bermula dari perannya sebagai bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 1
    Luwu Utara
    pada 2018.
    Ia ditunjuk oleh rapat orang tua siswa dan pengurus komite untuk mengelola dana sumbangan sukarela.
    “Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orang tua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” kata Abdul Muis kepada Kompas.com saat ditemui di sekretariat
    PGRI
    Luwu Utara, Senin (10/11/2025).
    Muis menjelaskan bahwa dana yang dikelola merupakan hasil kesepakatan rapat bersama orang tua siswa, bukan pungutan sepihak.
    “Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya.
    Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.
    Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.
    “Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.
    Sekolah pun harus mencari guru honor baru. Namun, proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.
    “Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.
    Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.
    “Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.
    Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.
    “Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.
    Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.
    Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.
    “Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.
    Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.
    “Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.
    Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.
    Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.
    “Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.
    “Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.
    Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.
    “Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.
    Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah. Sebagian ia gunakan membantu guru honor.
    Kasus Abdul Muis memantik aksi solidaritas dari PGRI Luwu Utara di halaman DPRD Luwu Utara pada Selasa (4/11/2025).
    Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.
    “Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.
    PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.
    Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:
    Kasus Abdul Muis menjadi cerminan batas kabur antara sumbangan sukarela dan pungutan liar di sekolah negeri.
    Komite sekolah sejatinya adalah mitra lembaga pendidikan, bukan penanggung jawab utama pendanaan. Namun di banyak daerah, keterbatasan anggaran memaksa mereka berperan lebih.
    “Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Mulai Sidik Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah di Petral

    Kejagung Mulai Sidik Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah di Petral

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait pengadaan minyak mentah di Pertamina Energy Trading Limited (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna mengatakan kasus ini sudah naik penyidikan per Oktober 2025.

    “Sudah naik penyidikan per Oktober ini,” kata Anang saat dikonfirmasi, Senin (10/11/2025).

    Hanya saja, Anang tidak menjelaskan secara detail terkait dengan penyidikan tersebut secara detail, baik itu ada atau tidaknya penggeledahan hingga duduk perkara dari kasus tersebut.

    “Belum terinfo dari penyidik,” imbuh Anang.

    Meskipun demikian, Anang menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengusutan ini.

    Pasalnya, lembaga anti-rasuah itu juga sudah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terkait dengan kasus minyak tersebut.

    “Sedang dikoordinasikan dengan KPK,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pihaknya telah menemukan dugaan korupsi dalam pengadaan minyak dan produk jadi kilang periode 2019-2015. 

    Budi menjelaskan perkara terkait Petral ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) tahun 2012-2014.

    “Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi lainnya berupa kerugian negara yang diakibatkan dari pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang pada periode 2009-2015,” ujar Budi di Jakarta pada Senin (3/11/2025).

  • Nama Najeela Shihab Muncul di BAP Nadiem Makarim, Proyek Laptop Diduga Bermasalah

    Nama Najeela Shihab Muncul di BAP Nadiem Makarim, Proyek Laptop Diduga Bermasalah

    GELORA.CO  – Tim kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, Tabrani Abby, menyatakan bahwa nama Najeela Shihab termasuk ke dalam WhatsApp Group (WAG) kliennya. Menurutnya, hal itu sebagaimana tertuang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nadiem Makarim.

    Ia menjelaskan, WA Group awalnya dinamakan Edu.org yang dibuat pada Juli 2019, sesaat setelah Nadiem mendapat panggilan dari Joko Widodo, Presiden RI terpilih saat itu, bahwa akan diangkat menjadi Mendikbud.

    Sebagaimana tertuang di dalam BAP Nadiem Makarim disebutkan, atas rencana penunjukan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dibuatlah WA Group berisi pakar dan orang-orang kompeten yang mungkin bisa bergabung saat dirinya dilantik. Di dalam WA Group Edu.org itu Nadiem menyebut beberapa nama seperti Jurist Tan, Fiona, dan Najeela Shihab.

    Setelah Nadiem dilantik, WA Group itu berubah nama menjadi Mas Menteri Core Team. Isinya para pakar, tokoh dan tim staf khusus Nadiem. Tabrani menekankan, WA Group yang dibuat sebelum Nadiem menjadi Mendikbudristek merupakan hal yang wajar.

    “Jangankan mau jadi menteri, di kantor saya pun kalau mau ada proyek baru juga bikin WAG kok. Dari WAG Nadiem ini faktanya bisa dilihat, dibaca dan disampaikan dengan jujur. Ada WAG Edu.org sebelum Nadiem jadi menteri, lalu berubah jadi Mas Menteri Core Team setelah dilantik. Dan di WAG itu ada nama Najeela. Itu juga penjelasan Pak Nadiem,” kata Tabrani kepada wartawan, Senin (10/11).

    Dalam kesempatan terpisah, Najeela mengakui berada di dalam satu WA Group bersama Nadiem Makarim. Menurutnya, isi WA Group itu terdiri dari mitra pendidikan independen dan eksternal.

    “Saya bersama total puluhan orang lainnya, ada di beberapa grup WhatsApp bersama Nadiem Makarim maupun mitra-mitra pendidikan independen dan eksternal, serta pejabat-pejabat kementerian selain Nadiem Makarim,” ucapnya.

    Adapun, Nadiem Makarim terjerat proyek pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di seluruh Indonesia, khususnya wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan nilai anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan bahwa pengadaan laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Meski demikian, kebijakan ini dinilai tidak efektif untuk menunjang pembelajaran di daerah 3T yang sebagian besar belum memiliki akses internet memadai.

    Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021, mantan staf khusus Mendikbudristek Jurist Tan, serta mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek Ibrahim Arief.

    Menurut hasil perhitungan awal, akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun. Kerugian itu terdiri dari dugaan penyimpangan pada pengadaan item software berupa Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp 480 miliar dan praktik mark up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun