Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Guru Besar Fakultas Hukum UB Malang Soroti Kewenangan Polisi dalam RUU KUHAP

    Guru Besar Fakultas Hukum UB Malang Soroti Kewenangan Polisi dalam RUU KUHAP

    Malang, Beritasatu.com – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang I Nyoman Nurjana menyoroti kewenangan polisi di dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Ia menyoroti tentang kewenangan polisi yang dimulai dari tahapan penyelidikan dan penyidikan, sudah diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

    Menurut dia, kewenangan Polri dalam penegakan hukum sudah sangat jelas, termasuk penyerahan berita acara penyelidikan (BAP) kepada kejaksaan untuk menjadi dakwaan atau tuntutan.

    “Kepolisian tidak bisa langsung mengajukan hasil penyidikan ke pengadilan karena itu merupakan tugas jaksa yang membuat surat dakwaan,” katanya dalam keterangannya di Malang, Sabtu (25/1/2025). 

    Ia mengungkapkan terdapat pasal dalam RUU KUHAP yang dinilai dapat menimbulkan kerancuan dalam sistem ini. Salah satunya adalah Pasal 12 ayat (11) yang mengatur jika dalam waktu 14 hari polisi tidak menanggapi laporan masyarakat, maka masyarakat dapat langsung melaporkannya ke kejaksaan.

    Selain itu, pasal tersebut juga memberikan kewenangan kepada jaksa untuk menerima laporan masyarakat secara langsung.

    “Ini harus hati-hati. Dalam sistem peradilan pidana kita, kewenangan Polri sebagai penerima laporan sudah selaras, kecuali untuk tindak pidana khusus seperti korupsi karena kejaksaan memang memiliki kewenangan khusus dalam penyidikan,” tegas Prof I Nyoman.

    Dirinya juga menyoroti Pasal 111 ayat (2) dalam RUU KUHAP, yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh kepolisian. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.

    “Kewenangan jaksa untuk menyatakan sah tidaknya penangkapan dan penahanan ini merusak mekanisme yang sudah selaras. Ini dapat menimbulkan conflict of norms dan ketidakpastian hukum,” papar I Nyoman.

    Pihaknya juga menyoroti perubahan kewenangan kejaksaan berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2004 yang telah diperluas melalui UU Nomor 11 Tahun 2021. Perubahan ini, termasuk kewenangan untuk melakukan penyadapan dan intelijen, menurutnya sudah cukup luas.

    Jika kewenangan kejaksaan diperluas lagi melalui RUU KUHAP, hal ini akan semakin mengacaukan sistem peradilan pidana.

    I Nyoman menegaskan bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia adalah sistem yang terpadu.  Setiap lembaga penegak hukum memiliki kewenangan masing-masing yang sudah diatur dalam undang-undang, mulai dari kepolisian yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002.

    Sementara itu, untuk kejaksaan diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2021, hingga pengadilan yang diatur dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    “Penegakan hukum kita sudah jelas, tetapi jika jaksa diberikan kewenangan lebih luas, termasuk mengintervensi tahapan penyelidikan dan penyidikan yang menjadi kewenangan polisi, maka ini akan menimbulkan conflict of interest,” ujarnya.

    Ia mempertanyakan tentang RUU KUHAP ini apakah merupakan perubahan dari UU Nomor 8 Tahun 1981 atau rancangan untuk menggantikan undang-undang tersebut secara keseluruhan.

    “Jika ini belum jelas, maka perlu kehati-hatian. Jangan sampai perubahan ini merusak sistem yang sudah ada,” tegasnya.

    Meskipun RUU KUHAP ini masih dalam tahap pembahasan, ia mengingatkan tetapi perlu adanya masukan dari akademisi, praktisi hukum, dan pengamat hukum yang harus didengar dan diakomodasi oleh DPR.

    “RUU ini harus dibahas lebih hati-hati. Jangan sampai adanya perubahan justru merusak sistem peradilan pidana terpadu yang selama ini kita anut,” pungkas Prof I Nyoman terkait peran polisi dalam RUU KUHAP.

    Ia berharap dengan berbagai catatan kritis ini rancangan undang-undang tersebut dapat ditinjau ulang demi menjaga kepastian hukum dan keharmonisan kewenangan antarlembaga penegak hukum di Indonesia.

  • Wujudkan Good Governance, Pemkab Banyuwangi Lanjutkan Kerjasama Hukum dengan Kejari Banyuwangi

    Wujudkan Good Governance, Pemkab Banyuwangi Lanjutkan Kerjasama Hukum dengan Kejari Banyuwangi

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Pemkab dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi memperkuat kolaborasi dalam meningkatkan tata kelola pemerintahan yang bersih.

    Kerja sama ini diwujudkan melalui penandatanganan perpanjangan nota kesepakatan/Memorandum of Understanding (MoU) tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance) antara Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, dan Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Suhardjono, di Ruang Rempeg Jogopati, Kamis (24/1/2025).

    Ipuk mengatakan kolaborasi ini sangat penting untuk mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan, terutama dalam pembangunan dan pelayanan masyarakat. Menurut Ipuk, tantangan dalam mengelola pemerintahan semakin kompleks di era globalisasi, sehingga sinergi bersama ini sangat diperlukan untuk memastikan perlindungan dan kepastian hukum.

    “Saya berharap kerja sama yang terus terjalin ini dapat mendukung optimalisasi tugas-tugas pemerintahan sekaligus memastikan semuanya berjalan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Ipuk.

    Ipuk menyebut kerja sama ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan membangun kemitraan yang kokoh antara pemerintah daerah dan Kejari, khususnya dalam pencegahan dan penyelesaian masalah hukum.

    “Terutama langkah-langkah preventif yang tujuannya untuk kembali mengingatkan aturan-aturan yang berlaku. Terkadang PNS dalam melakukan kerja ini kurang komprehenaif memahami aturan, dan kami butuh legal assistance oleh Kejari,” kata Ipuk.

    Sementara itu, Kepala Kejari Banyuwangi, Suhardjono, menegaskan pendampingan yang diberikan fokus pada aspek hukum. Meliputi pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan layanan hukum.

    Ia menambahkan, analisis hukum diperlukan untuk memastikan kegiatan yang dilakukan memiliki dasar yang kuat dan tidak melanggar aturan, terutama ketika terdapat interpretasi berbeda terhadap regulasi.

    “Termasuk legal assistance dan pemberian legal opinion. Lewat kerjasama ini, kami berharap bisa memberikan manfaat yang lebih baik lagi untuk mewujudkan good governance di Banyuwangi,” pungkasnya. (kun)

  • Menkop Bentuk Satgas Revitalisasi Koperasi Bermasalah

    Menkop Bentuk Satgas Revitalisasi Koperasi Bermasalah

    Jakarta

    Kementerian Koperasi (Kemenkop) resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Revitalisasi Koperasi Bermasalah. Satgas tersebut bertugas untuk menangani sejumlah koperasi bermasalah yang ada di Indonesia.

    Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengatakan pembentukan Satgas tersebut melibatkan berbagai lembaga terkait, mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    “(Satgas) ini bertujuan merevitalisasi koperasi bermasalah. Keterlibatan berbagai stakeholders ditujukan untuk memperbaiki atau merevitalisasi suatu koperasi. Misalnya, PPATK dalam hal penelusuran aset koperasi. Satgas ini akan langsung bekerja,” kata Budi dalam keterangannya, Sabtu (25/1/2025).

    Budi menjelaskan ruang lingkup Satgas sebagai Tim Ad Hoc antar Kementerian/Lembaga terkait untuk mengkoordinasikan langkah-langkah penanganan koperasi bermasalah dengan tujuan mengutamakan pembayaran simpanan para anggota koperasi. Selain itu, Satgas itu juga berupaya menyehatkan kembali lembaga koperasinya dengan salah satu indikator utamanya adalah adanya pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) untuk membahas keberlangsungan usaha koperasi.

    Tidak hanya merevitalisasi koperasi, tugas dari Satgas juga menangani koperasi-koperasi bermasalah lainnya di daerah. Untuk itu, Budi menekankan perlunya koordinasi dengan Dinas Koperasi Provinsi/Kabupaten/Kota.

    “Dan Satgas berupaya untuk mengawal putusan homologasi pasca Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU,” imbuh Budi.

    Adapun strategi penanganannya melalui penggabungan atau merger antar koperasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan skala keekonomian koperasi.

    Budi menyebut saat ini ada delapan koperasi sedang dalam pengawasan. Di antaranya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Koperasi Jasa Berkah Wahana Sentosa, KSP Sejahtera Bersama, KSP Pracico Inti Utama, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP Intidana, KSP Timur Pratama Indonesia, dan KSP Lima Garuda.

    Seiring berjalannya waktu, KSP Intidana dan KSP Sejahtera Bersama dapat keluar dari masa kritis. Kedua koperasi tersebut telah melaksanakan kewajiban melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai forum tertinggi untuk mengakomodir kepentingan anggota dan diharapkan berangsur-angsur dapat menjalankan usaha.

    Untuk enam koperasi lainnya, Budi menerangkan Satgas akan senantiasa memantau dan mendampingi proses PKPU/homologasi yang masih berlangsung hingga akhir tahun 2025, maupun di tahun 2026.

    “Tentunya, dengan memprioritaskan asset based resolution (resolusi aset) dan mendorong aparat penegak hukum mendahulukan proses homologasi (perdata) dengan mengedepankan asas ultimum remedium,” tegas Budi.

    (fdl/fdl)

  • Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    Kapan Paulus Tannos Diekstradisi ke Indonesia? Ini Kata KPK Hingga Pemerintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menyebut Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.

    Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.

    “Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” kata Fitroh kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).

    Lalu kapan Paulus Tannos diekstradisi?

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar.

    Sehingga buronan kasus korupsi e-KTP yang baru-baru ini tertangkap di Singapura itu bisa segera dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

    “Ya minta doanya mudah-mudahan semua prosesnya lancar,” kata Setyo di Gedung Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Jumat (24/1/2025).

    Sayangnya Setyo tidak bisa mengungkap proses penangkapan Paulus Tannos. 

    Sebab yang menangkap Paulus Tannos adalah aparat penegak hukum di Singapura, atas permintaan KPK.

    “Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi, ya kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar,” kata Setyo.

    Komisaris jenderal polisi itu juga bilang bahwa perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos yang semula Indonesia jadi Afrika Selatan tidak mengganggu proses ekstradisi dan penangkapan.

    “Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar,” ujar Setyo.

    Pemerintah Berupaya Mempercepat

    Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos. 

    Otoritas Singapura diketahui telah menangkap Paulus Tannos atas asus koruspsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri, terutama Interpol.

    Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu. 

    “Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).

    Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu. 

    Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura. 

    “Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses,” ujar Supratman.

    Buron KPK sejak 2021

    Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

    Ia lahir di Jakarta pada 8 Juli 1954.

    Namanya kembali menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penerbitan lima foto daftar pencarian orang (DPO) yang terlibat dalam kasus korupsi, Selasa (17/12/2024). 

     “Saat ini KPK masih terus melakukan pencarian untuk satu orang DPO pada 2017 dan empat orang pada DPO 2020-2024,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Konferensi Pers Kinerja KPK 2019-2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.

    Paulus Tannos menjadi buron KPK sejak 19 Oktober 2021.

    Ia ditetapkan sebagai tersangka atas pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nombro induk kependudukan secara nasional (e-KTP) tahun 2011 hingga 2013 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

    Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.

    “Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen,” ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

    Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.

    Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.

    “Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu,” ungkap Fajri.

    Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.

    Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.

    Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.

    Keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand.

    Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.

    “Iya betul (ubah kewarganegaraan, red). Informasi yang kami peroleh demikian,” ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/2023).

    Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.

    Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud. 

    Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.

    KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.

    Diduga salah satu indikasinya terkait perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Kalau dari sisi apakah itu menghalangi proses penyidikan, kan nyatanya tim penyidik tidak bisa membawa yang bersangkutan sekalipun sudah di tangan,” ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).

    KPK mengaku heran dengan perubahan identitas dan kewarganegaraan Paulus Tannos.

    “Ini yang kami tidak habis pikir, kenapa buronan bisa ganti nama di Indonesia dan punya paspor negara lain, sehingga pada kami saat menemukan dan menangkapnya tidak bisa memulangkan yang bersangkutan ke Indonesia,” kata Ali.

    Pergantian identitas ini memunculkan kecurigaan adanya pihak tertentu yang membantu proses tersebut. Anehnya, pergantian identitas ini dilakukan saat Tannos berada di luar negeri, yang seharusnya tidak memungkinkan.

    KPK mengungkap Paulus Tannos kini tak lagi memegang paspor Indonesia. 

    Ia telah mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara di salah satu negara Afrika Selatan dengan nama baru.

    Akibat perubahan ini, KPK terhalang untuk membawa Paulus kembali ke tanah air guna menghadapi hukum atas keterlibatannya dalam kasus megakorupsi e-KTP.

    “Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya,” ujar Ali.

     

     

  • KPK Masih Lengkapi Syarat Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos ke Indonesia

    KPK Masih Lengkapi Syarat Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos ke Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus berupaya memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Singapura untuk mengekstradisi buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin (PT) ke Indonesia.

    “Terlepas sistem hukum yang berbeda antara pemerintah Indonesia dengan Singapura, Pemerintah Indonesia melalui KPK, Kementerian Hukum, Polri dan Kejaksaan Agung, saat ini sedang berupaya memenuhi persyaratan ekstradisi dalam rangka pemulangan buronan tersangka PT,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dikutip dari Antara, Sabtu (25/1/2025).

    Tessa tidak menjelaskan soal persyaratan atau dokumen apa saja yang menjadi syarat ekstradisi tersebut. Namun, KPK memastikan semua instansi terkait terus berkoordinasi untuk memastikan Paulus Tannos bisa dipulangkan ke Indonesia.

    KPK berharap ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dilaksanakan agar proses hukum kasus e-KTP yang menjeratnya yang sempat tertunda di Indonesia, bisa cepat diselesaikan.

    Paulus Tannos ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Negeri Singa pada 17 Januari 2025.

    Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison, setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.

    KPK telah menetapkan Paulus Tannos sebagai tersangka kasus e-KTP pada 13 Agustus 2019. Direktur utama PT Sandipala Arthaputra itu diumumkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014–2019 Miryam S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Paulus Tannos tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK karena sudah kabur ke luar negeri. Dia mengganti nama dan menggunakan paspor negara lain untuk keluar dari Indonesia.

    Paulus Tannos telah masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

    KPK sempat melacak Tannos di Thailand pada 2023, namun penangkapannya terkendala karena Interpol belum menerbitkan red notice atau permintaan penangkapan terhadap dia.

    Paulus Tannos selama ini diketahui tinggal di Singapura dan diduga sudah mengubah kewarganegaraan.

    Peran Paulus Tannos dalam Kasus E-KTP
    Paulus Tannos diduga berperan besar dalam kasus e-KTP. Ketika proyek itu dimulai pada 2011,  Tannos diduga sempat menggelar pertemuan beberapa kali dengan pihak vendor serta tersangka Isnu Edhi dan Husni Fahmi di sebuah rumah toko di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. 

  • Kasus Suami Bakar Istri hingga Tewas di Kupang Diserahkan ke Kejaksaan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        25 Januari 2025

    Kasus Suami Bakar Istri hingga Tewas di Kupang Diserahkan ke Kejaksaan Regional 25 Januari 2025

    Kasus Suami Bakar Istri hingga Tewas di Kupang Diserahkan ke Kejaksaan
    Tim Redaksi
    KUPANG, KOMPAS.com –
    Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal (Satkreskrim) Kepolisian Resor
    Kupang
    Kota, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah merampungkan berkas perkara kasus seorang suami berinisial Gabriel Sengkoen yang membakar istrinya Mbatti Mbana hingga tewas.
    Kasus itu dilimpahkan bersama tersangka Gabriel ke Kejaksaan Negeri Kota Kupang.
    “Kasus pembakaran tragis yang menewaskan Mbatti Mbana memasuki proses tahap 2 setelah dinyatakan P21, kemarin,” kata Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung, kepada Kompas.com, Sabtu (25/1/2025).
    Sebelum diserahkan ke Kejaksaan, lanjut Aldinan, tersangka dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Titus Ully Kupang untuk diperiksa kesehatannya.
    Proses pelimpahan tersangka dan barang bukti berjalan lancar dan telah diterima oleh Jaksa Penuntut Umum.
    “Diharapkan keadilan bagi korban MM dapat terwujud melalui proses hukum yang transparan dan adil,” kata Aldinan.
    Aldinan menyebutkan, kasus ini adalah bentuk kejahatan yang harus ditindak tegas untuk memberikan efek jera.
    “Kejahatan seperti ini adalah ancaman bagi kemanusiaan dan tidak dapat ditolerir. Kami memastikan proses hukum terhadap tersangka berjalan sesuai prosedur agar keadilan bagi korban dan keluarganya dapat terwujud,”kata dia.
    Aldinan juga mengimbau masyarakat Kota Kupang, agar lebih peduli terhadap segala bentuk kekerasan yang terjadi di dalam kehidupan berkeluarga dan masyarakat.
    “Jangan ragu untuk melaporkan segala bentuk kekerasan, peran masyarakat sangat penting untuk mencegah hal-hal serupa terjadi,”kata Aldinan.
    Sebelumnya diberitakan, Mbatti Mbana (44), warga BTN Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menderita luka parah usai dibakar suaminya, Gabriel Sengkoen (34).
    Ibu rumah tangga (IRT) itu harus menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Umum WZ Johannes Kupang karena mengalami luka bakar serius di tubuhnya.
    “Kejadiannya kemarin setelah mencoblos di TPS (tempat pemungutan suara). Kondisi luka bakar korban mencapai 90 persen,” kata Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung kepada Kompas.com, Kamis (28/11/2024) malam.(K57-12)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Hendy Siswanto Dukung LSM Antikorupsi Terus Kritisi Pemkab Jember

    Bupati Hendy Siswanto Dukung LSM Antikorupsi Terus Kritisi Pemkab Jember

    Jember (beritajatim.com) – Bupati Hendy Siswanto mendukung lembaga swadaya masyarakat (LSM) antikorupsi terus mengkritisi Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Banyaknya laporan dugaan korupsi birokrasi kepada aparat penegak hukum selama ini adalah bentuk kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah.

    “Laporan pada saat pilkada kemarin adalah bagian dari kepedulian dan itu bagian checks and balancing LSM terhadap penggunaan APBD. Saya berharap ke depan LSM terus melakukan seperti ini, karena ini akan menjadi hal yang baik buat kita semua,” kata Hendy, Sabtu (25/1/2025).

    Hendy mengingatkan kembali tentang ketidaksempurnaan manusia. “Kita perlu kontrol dari teman-teman lain. Saya yakin niat teman-teman LSM dan masyarakat baik, untuk kebermanfaatan. Tidak mungkin punya niatan lain selain membantu kita,” katanya.

    Menjelang pemilihan kepala daerah tahun lalu, sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala desa dilaporkan oleh beberapa LSM ke polisi dan kejaksaan. Bahkan Sekretaris Daerah Hadi Sasmito ditahan dengan dugaan korupsi dana papan reklame.

    Hendy berterima kasih kepada jajaran Kepolisian Resor Jember dan Kepolisian Daerah Jawa Timur yang telah bekerja profesional dalam menegakkan hukum dan menangani sejumlah laporan yang masuk. “Teman-teman kejaksaan, Pak Kajari, dan Bu Kajati istimewa dan sangat profesional, memberikan pembelajaran bagi kita semua agar lebih berhati-hati,” katanya.

    “Laporan dari siapapun juga, mau benar atau salah, esensinya adalah mengontrol kita. Selama kita bekerja dengan benar, insyaallah aman semua,” kata Hendy.

    Moch. Sholeh, aktivis LSM Mina Bahari yang banyak bergerak di sektor kelautan, mengapresiasi sikap Hendy. “Walaupun mendapatkan kritik bertubi-tubi, dan bahkan beliau juga dilaporkan dengan dugaan yang bermacam-macam, namun beliau tetap memberi dukungan,” katanya.

    Sholeh menilai sikap Hendy ini sewajarnya ditunjukkan. “Seorang pemimpin yang demokratis menyadari konsekuensi untuk menerima kritik maupun berbagai laporan,” katanya.

    Mashudi alias Agus MM, pegiat antikorupsi Jember yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah daerah era Bupati Hendy Siswanto dan Wakil Bupati Muhammad Balya Firjaun Barlaman, menilai pernyataan Hendy tersebut akan memperkuat masyarakat sipil di hadapan negara.

    “Beliau selama ini welcome dan positif merespons setiap kritik, menanggapi dan melakukan pembenahan ketika kritik kami dianggap sebagai solusi untuk memperbaiki kebijakan penggunaan anggaran dan pelayanan kepada masyarakat,” kata pegiat BIJAK (Bersama Insan Jember Anti Korupsi) ini.

    Agus menilai keterbukaan ini harus dilanjutkan ke depan oleh pemerintah kabupaten dengan diimbangi keterbukaan anggota DPRD Kabupaten Jember. “Toh selama ini DPRD Jember dalam melakukan fungsi pengawasannya selalu menginginkan keterbukaan,” katanya.

    Aktivis Government Corruption Watch Jember Andi Sungkono mengatakan, keinginan Hendy ini sesuai dengan filosofinya. “Zero tolerance to corruption. Tugas pokok dan fungsi LSM adalah mengawasi, mengkritisi, dan melaporkan ke aparat hukum bila terjadi dugaan tindak pidama korupsi. Siapapun bupatinya, siapapun kepala daerahnya,” katanya.

    Government Corruption Watch berkomitmen membantu Pemerintah Kabupaten Jember untuk menekan terjadinya tindak pidana korupsi. “Korupsi merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Andi.

    Andi sudah mengantungi sekian informasi untuk ditelisik dan diverifikasi sebelum ditindaklanjuti ke proses hukum. “Kalau layak dilaporkan, kami akan laporkan,” katanya. [wir]

  • Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Januari 2025

    Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari Nasional 25 Januari 2025

    Tersangka Kasus E-KTP Paulus Tannos Ditahan di Singapura Selama 45 Hari
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, tersangka kasus korupsi e-KTP
    Paulus Tannos
    ditahan sementara di Singapura selama 45 hari.
    “Sampai adanya putusan pengadilan, (ditahan dari) tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus Tannos,” ujar Tessa dalam keterangan yang diterima pada Sabtu (25/1/2025).
    Ia menjelaskan, penahanan Tannos di Singapura melalui proses yang panjang lewat jalur
    police to police
    (
    provisional arrest
    ).
    Penahanan dilakukan atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Mabes Polri.
    “Pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur
    police to police (provisional arrest)
    berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu ke Divhubinter Mabes Polri,” kata Tessa.
    Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratomo, sebelumnya menyampaikan bahwa
    provisional arrest
    dikabulkan untuk jangka waktu 45 hari.
    Dalam periode ini, Pemerintah Indonesia melalui lembaga terkait akan melengkapi formal request dan dokumen yang dibutuhkan untuk proses ekstradisi.
    Sebagai informasi, Tannos ditahan setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan
    provisional arrest request (
    PAR) dari Pemerintah Indonesia pada 17 Januari 2025.
    KBRI Singapura bekerja sama dengan atase Kejaksaan dan atase Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk memfasilitasi proses PAR sejak awal melalui koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung Singapura dan lembaga anti-korupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
    “Ini merupakan implementasi pertama Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, yang menunjukkan komitmen kedua negara dalam menegakkan hukum dan hasil kesepakatan bilateral,” tambahnya.
    Dubes Suryo juga menegaskan bahwa tujuan utama dari ekstradisi ini adalah untuk melanjutkan proses hukum terhadap Paulus Tannos.
    “Sesuai dengan prinsip ekstradisi, ekstradisi dilakukan untuk penuntutan pidana. Oleh karena itu, kedua negara memastikan semua persyaratan hukum acara terpenuhi,” katanya.
    Proses penahanan sementara ini memberikan waktu bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk melengkapi dokumen formal yang dibutuhkan dengan batas waktu yang sudah ditentukan.
    Adapun
    Paulus Tannos ditangkap
    oleh otoritas Singapura pada 17 Januari 2025 lalu setelah berstatus buron sejak 19 Oktober 2021.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Ungkap Proses Penahanan Sementara Paulus Tannos di Singapura Lewat Perjanjian Ekstradisi

    KPK Ungkap Proses Penahanan Sementara Paulus Tannos di Singapura Lewat Perjanjian Ekstradisi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap penahanan sementara buronannya, Paulus Tannos oleh otoritas Singapura dilakukan atas permintaan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri. Proses ini disebut sesuai aturan perjanjian ekstradisi.

    “Pengajuan penahanan sementara atau provisional arrest dilakukan oleh KPK melalui jalur police to police berdasarkan perjanjian ekstradisi, yaitu melalui jalur Interpol dalam hal ini melalui Divisi Hubinter Mabes Polri. Kami mengirim permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada VOI, Sabtu, 25 Januari.

    Divhubinter Polri, sambung Tessa, kemudian menyurati Interpol Singapura. Mereka juga menginstruksikan atase kepolisian Indonesia di Singapura melakukan monitoring dan berkoordinasi lebih lanjut.

    Surat ini diteruskan ke Singapore Police Force (SPF) yang kemudian menghubungi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Sebab, perkara yang ditangani menyangkut dugaan pidana korupsi.

    Selanjutnya, kejaksaan Indonesia di Singapura berkoordinasi dengan CPIB, Attorney General Chambers, dan pengadilan Singapura. Langkah ini dilakukan karena penahanan harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan.

    “Pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara atase kepolisian, atase kejaksaan dan penyidik,” jelas Tessa.

    Setelah syarat terpenuhi, buronan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu kemudian ditahan sementara di Singapura. Upaya paksa ini berlaku selama 45 hari.

    “(Berproses, red) sampai adanya putusan pengadilan tanggal 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara PT,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

    Adapun dalam persidangan pada 23 Januari, dilansir dari surat kabar The Straits Times, Paulus Tannos melalui kuasa hukumnya mengklaim kebal dari penuntutan. Ia berdalih mengantongi paspor diplomat Guinea-Bissau yang merupakan negara di Afrika Barat.

    Namun, otoritas setempat justru mengatakan sebaliknya. Paspor diplomatik itu tidak terakreditasi oleh Kementerian Luar Negeri Singapura.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Paulus Tannos yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) pada 2019.

    Ia diumumkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Isnu Edhi Wijaya selaku mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI); anggota DPR RI 2014-2019 Miryam S Haryani; dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

    Paulus kemudian buron dan masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 2021. Ia sempat nyaris tertangkap tapi karena berganti nama dan paspor akhirnya upaya itu gagal.

    Penangkapan ini lantas berhasil dilaksanakan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari. Meski begitu, belum disampaikan mengenai lokasi penangkapan Paulus Tannos.

    “Iya, betul (penangkapan pada 17 Januari, red). Kami dikabari oleh attorney general Singapore, yang bersangkutan berhasil diamankan oleh CPIB Singapore,” ujar Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri, Irjen Krishna Murti kepada VOI, Jumat, 24 Januari.

  • Kejagung Ikut Dalami Indikasi Korupsi Polemik Pagar Laut di Tangerang

    Kejagung Ikut Dalami Indikasi Korupsi Polemik Pagar Laut di Tangerang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan ikut mendalami dugaan korupsi terkait penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di lokasi Pagar Laut, Tangerang.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan saat ini pihaknya masih memantau proses penanganan dugaan korupsi tersebut oleh lembaga terkait.

    “Kami sedang mengikuti secara seksama perkembangannya di lapangan, dengan mengedepankan instansi atau lembaga leading sector yang sedang menangani,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (25/1/2025).

    Dia menekankan, korps Adhyaksa akan terlibat secara aktif untuk melakukan kajian maupun pendalaman terkait dengan indikasi rasuah pada penerbitan SHGB dan SHM di Tangerang tersebut.

    “[Kejagung] secara proaktif melakukan kajian dan pendalaman apakah ada informasi atau data yang mengindikasikan peristiwa pidana terkait tipikor,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman telah melaporkan dugaan korupsi pada penerbitan SHGB dan SHM di lokasi Pagar Laut, Tangerang ke KPK.

    Boyamin menilai, lembaga antirasuah itu perlu meminta klarifikasi terhadap Menteri ATR/BPN sebelum Nusron Wahid. Pasalnya, HGB dan SHM yang diterbitkan untuk pagar laut itu tidak dilakukan saat Nusron menjabat.

     Hanya saja, Boyamin tak memerinci siapa Menteri ATR yang dimasukkannya ke daftar pihak yang perlu diklarifikasi oleh KPK nantinya. 

    “Ada dua Menteri, yang jelas bukan Pak Nusron Wahid. Jadi yang sebagian besar Menteri A, yang sepuluhan persen Menteri B. Artinya yang Menteri awal itu mendatangkan sekitar 90% dari 200 sekian [HGB dan SHM, red] tadi. Yang 10% Menteri setelahnya,” ungkap Boyamin.