Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Mafia Tanah Kuasai Pesisir, Negara Harus Sita Lahan Pagar Laut

    Mafia Tanah Kuasai Pesisir, Negara Harus Sita Lahan Pagar Laut

    GELORA.CO -Adanya nama warga yang dicatut dalam sertifikat di atas lahan pagar laut mengungkapkan permainan mafia tanah di Kabupaten Tangerang. 

    Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan alias Kang Tamil, meyakini bahwa alas hak yang menjadi landasan diterbitkannya PM1 oleh kepala desa merupakan berkas palsu. Dirinya mendorong agar Kejaksaan melakukan uji forensik terhadap kertas yang dilampirkan seolah sebagai alas hak tahun 70 dan tahun 80.

    “PM1 itu kan ada alas haknya yang katanya surat dari tahun 70-an bahkan 60-an, maka diuji forensik saja kertasnya, benar nggak dari tahun segitu. Kalau ternyata palsu, mafia sisilia dan mafia meksiko mesti berguru sama mafia tanah di Tangerang,” kata Kang Tamil kepada RMOL, Jumat, 31 Januari 2025.

    Akademisi Universitas Dian Nusantara ini menerangkan, bahwa permasalahan hak lahan tidak selesai dengan pembatalan sejumlah sertifikat HGB pagar laut yang dilakukan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid beberapa waktu yang lalu. Sebab, alas hak atas lahan tersebut masih ada. Untuk itu, seluruh lahan yang telah terbit di atas laut pantai utara Tangerang harus disita negara secara sah.

    “Sertifikat itu dokumen negara, artinya yang dibatalkan adalah pencatatan negara atas haknya. Tapi apakah haknya ikut batal, secara hukum ini bisa diperdebatkan karena alasnya ada, terlepas itu nanti dibuktikan palsu atau asli. Maka yang penting hak ini harus diambil alih negara, agar 10 atau 20 tahun ke depan tidak muncul lagi pengakuan atas lahan di atas laut itu milik orang per orang. Landasan hukumnya jelas Pasal 33 UUD 1945 dan UU 5/1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,” jelas Kang Tamil.

    Terkait pembatalan 50 sertifikat lahan laut yang dilakukan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Kang Tamil mengatakan bahwa pada aplikasi Sentuh Tanahku terlihat jelas seluruh pesisir utara Kabupaten Tangerang telah terkavling dan ada nomor sertifikatnya.

    “Pembatalan 50 itu bukan akhir, jelas kok di aplikasi milik ATR/BPN bisa kita lihat ratusan kavling terbentuk. Ini yang harus segera diambil alih negara,” terangnya.

    Proses kavling lahan laut tersebut mengingatkan Kang Tamil terhadap kasus 900 hektare dengan NIB yang dimiliki tiga orang, di mana saat itu dirinya berjuang untuk mengembalikan tanah warga di tiga Kecamatan di Kabupaten Tangerang, hingga akhirnya mendapat respon dari Menteri ATR/BPN saat itu, Sofyan Djalil.

    “2021 kami berjuang menyelamatkan tanah warga hingga akhirnya 2.989 sertifikat yang overlaping dikembalikan kepada warga oleh Menteri BPN Sofyan Djalil. Nah ini, apa pemainnya itu-itu juga? Kita serahkan pada proses hukum yang sudah berjalan, saya yakin Kejaksaan akan mengusut tuntas persoalan ini,” pungkasnya.

  • Profil Kombes Radjo Alriadi Harahap, Kabid Propam Polda Metro Jaya yang Tangani Kasus AKBP Bintoro

    Profil Kombes Radjo Alriadi Harahap, Kabid Propam Polda Metro Jaya yang Tangani Kasus AKBP Bintoro

    loading…

    Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap (kiri) dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi saat jumpa pers kasus dugaan pemerasan AKBP Bintoro. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap menangani kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro . Perwira Menengah (Pamen) Polri itu langsung dihadapkan persoalan dugaan pelanggaran kode etik anggota Polri usai upacara serah terima jabatan (sertijab), Kamis (9/1/2025).

    Sertijab dipimpin Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto di Balai Pertemuan Metro Jaya (BPMJ), Jakarta Selatan.

    Radjo menggantikan Kombes Bambang Satriawan yang dimutasi sebagai Kabag Binpam Ropaminal Divpropam Polri. Radjo sebelumnya menjabat Kabag Binpam Ropaminal Divpropam Polri, jadi hanya tukar posisi saja.

    Sebelum berdinas di Divpropam Polri, dia mengemban amanah sebagai Direktur Samapta Polda Bali. Kini, Radjo menangani kasus AKBP Bintoro yang juga menyeret Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung.

    Bintoro diduga melakukan pemerasan terhadap anak bos Prodia. Akibat terseret kasus Bintoro, Gogo turut dilakukan penempatan khusus (patsus) oleh Propam Polda Metro Jaya. Bintoro diduga memeras anak bos Prodia yang menjadi tersangka pembunuhan.

    Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal menceritakan terseretnya Bintoro dan Gogo dalam kasus dugaan pemerasan. Awalnya kasus pembunuhan perempuan berinisial FA (16) di kamar hotel kawasan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan oleh tersangka AN dan B sempat mandek. Alasannya, terkendala teknis.

    “5 bulan. Alasan yang bersangkutan teknis dan koordinasi seperti pemenuhan P19 saksi ahli dan lainnya,” ujar Ade.

    Pemberkasan kasus pembunuhan dengan tersangka AN dan B itu sempat mandek saat ditangani Bintoro yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Kasus baru bisa dirampungkan saat ditangani Gogo yang menjadi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    “16 Desember 2024 sudah Kasat Reskrim baru AKBP Gogo Galesung. Sudah dilimpahkan, ditahan Kejaksaan dan setahu saya tidak sedarah,” ucapnya.

    Propam Polda Metro Jaya langsung turun tangan menangani kasus dugaan pemerasan terhadap anak pengusaha hingga miliaran rupiah yang dilakukan Bintoro dan Gogo. Kasusnya sekarang masih didalami lebih lanjut dan sudah ada 11 saksi yang diperiksa.

    “Kami sudah tangani sejak Sabtu (25/1/2025) yang bersangkutan dan bersamaan waktu sudah kami amankan,” ujar Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap, Senin (27/1/2025).

    Bintoro telah diperiksa Paminal Polda Metro Jaya buntut kasus dugaan pemerasan anak pengusaha. Bintoro juga tengah didalami lebih lanjut perihal pelanggaran etiknya.

    (jon)

  • Soal Dugaan Suap Kasus Pagar Laut Tangerang, Nusron Klaim Bukan Kewenangannya untuk Menangani – Halaman all

    Soal Dugaan Suap Kasus Pagar Laut Tangerang, Nusron Klaim Bukan Kewenangannya untuk Menangani – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menanggapi soal dugaan suap dalam penerbitan sertifikat di atas perairan Tangerang, Banten.

    Nusron mengakui, hingga saat ini, pihaknya belum menemukan adanya dugaan suap yang dimaksud tersebut.

    “Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu kalau di internal kita,” kata Nusron seusai rapat di Komisi II DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Nusron lalu menjelaskan, perihal dugaan suap itu sebenarnya bukan kewenangan kementerian untuk menanganinya.

    Melainkan, sudah menjadi kewenangan aparat penegak hukum (APH), apabila ditemukan dugaan tindak pidana nanti.

    “Kalau masalah suap dan tindak pidana yang lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian, itu kewenangan APH bisa dipolisi, bisa di Kejaksaan,” ujar Nusron.

    Saat ini, APH diketahui tengah menyelidiki kasus tersebut dan tak menutup kemungkinan mencari dugaan tindak pidananya.

    “Mereka APH ini sudah on going jalan, sudah berjalan untuk proses sampai ke sana,” ungkapnya.

    8 Pegawai ATR/BPN Kena Sanksi Berat Buntut Kasus Pagar Laut

    Sebelumnya, Nusron mengatakan pihaknya telah memberikan sanksi berat kepada delapan pegawai ATR/BPN terkait penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area pagar laut Tangerang, Banten.

    Dari delapan pegawai, Nusron mengatakan, enam dijatuhi sanksi berat berupa pembebasan dan pemberhentian dari jabatannya. 

    Sementara itu, dua pegawai lainnya dijatuhi sanksi berat.

    “Nah, kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” beber Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    “Delapan orang ini sudah diperiksa oleh Inspektorat dan sudah diberikan sanksi oleh Inspektorat. Tinggal proses peng-SK-an sanksinya, dan penarikan mereka dari jabatannya tersebut,” ujarnya.

    Berikut daftar pegawai yang dijatuhi sanksi atas terbitnya SHGB dan SHM tersebut.

    JS, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang pada masa itu. 
    SH, Ex-Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.
    ET, Ex-Kepala Seksi Survei dan Pemetaan. 
    WS, Ketua Panitia A. 
    YS, Ketua Panitia A. 
    NS, Panitia A. 
    LM, Ex-Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET. 
    KA, Ex-PLT, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.

    Sebelumnya, Nusron sudah membatalkan sebanyak 50 SHM dan SHGB di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada 24 Januari 2025. 

    Pembatalan sertifikat ini, bertujuan untuk menegakkan keabsahan dan kepastian hukum atas lahan di wilayah pagar laut Tangerang.

    “Hari ini, kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat, baik itu hak milik SHM maupun itu Hak Guna Bangunan (HGB),” tegas Nusron kepada awak media, Jumat (24/1/2025).

    “Satu satu, dicek satu-satu, karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas Hari ini ada lah. Kalau sekitar 50-an ada kali,” ungkapnya.

    50 sertifikat yang dibatalkan tersebut, terdiri dari sebagian milik SHGB PT Intan Agung Makmur atau IAM, serta sebagian SHM atau perorangan.

    Proses pembatalan dimulai dari pengecekan dokumen yuridis, prosedur, hingga fisik atau material. 

    MAKI Laporkan Perangkat Desa dan Oknum Pegawai BPN ke Kejagung

    Kabar terbaru, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan korupsi penerbitan Sertifikat HGB dan SHM atas pembangunan pagar laut di perairan Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Jakarta, pada Kamis (30/1/2025).

    Adapun, pihak yang dilaporkan mulai dari perangkat desa hingga oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang, Banten.

    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.

    “(Maksud kedatangan) memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun SHM di lahan laut Utara Tangerang yang populer dibangun pagar laut,” kata Boyamin kepada wartawan di Gedung Kejagung RI, Jakarta.

    Alasan pelaporan terhadap sejumlah oknum perangkat desa itu karena mereka dinilai turut mengurus SHM kepemilikan tanah itu sejak tahun 2012.

    Pasalnya, menurut Boyamin, penerbitan sertifikat pembangunan pagar laut di Tangerang itu merupakan palsu.

    “Terbitnya sertifikat diatas laut itu saya meyakini palsu karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023.”

    “Kalau ada dasar klaim tahun 80 tahun 70 itu empang dan lahan artinya itu sudah musnah sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat,” ucap Boyamin.

    Atas dasar itu, dia kemudian melayangkan laporan terhadap beberapa oknum kepala desa.

    Mulai Desa Kohod, Pakuhaji, dan oknum pejabat di tiga kecamatan lainnya yakni Kronjo, Tanjung Kait, dan Pulau Cangkir.

    Sejumlah oknum kepala desa itu diduga melanggar Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tentang pemalsuan buku atau daftar khusus administrasi.

    “Di mana, di sana diatur Pasal itu berbunyi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan pidana denda Rp50 juta minimal, maksimal Rp250 juta,” Jelas Boyamin.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Fahmi Ramadhan) 

  • Setelah Heboh Pagar Laut Misterius Kini Geger 460 Hektare Laut di Perairan Subang Punya Sertifikat – Halaman all

    Setelah Heboh Pagar Laut Misterius Kini Geger 460 Hektare Laut di Perairan Subang Punya Sertifikat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Polemik pagar laut misterius di Tangerang dan Bekasi belum usai.

    Kini muncul kehebohan baru di jagat media sosial X atau Twitter, apa?

    Ada sertifikat hak milik (SHM) untuk 460 hektare lahan di wilayah perairan Kabupaten Subang. 

    Informasi itu diunggah Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, HAM dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, melalui akun X pribadinya, Kamis (30/1/2025). 

    Dalam akun X pribadinya, Mahfud MD menyebut di Subang ada 460 hektare laut yang dikapling dengan modus membeli tanah dari rakyat.

    “Tanahnya tidak ada (yang ada hanya laut), sertifikatnya ada,” tulis Mahfud MD.

    Lebih parah lagi, kata dia, nama warga ada yang dicatut sebagai pemilik sertifikat tanahnya, padahal warga yang bersangkutan tidak tahu dan tidak merasa punya sertifikat tanah tersebut. 

    “Bapak Presiden, benang merah mafia tanah dan laut mudah dibaca. Tugas Bapak sangat berat, tapi Bapak harus melawan kelelahan dan semoga terus sehat utk melawan mafia ini,” katanya.

     

    Respons Bupati Subang

    Sementara itu, Penjabat Bupati Subang, Ade Afriandi mengaku baru tahu ada warga yang dicatut namanya sebagai pemilik SHM untuk 460 hektare lahan perairan laut di Kampung Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon.

    “Saya juga baru baca kaitan dengan warga Subang namanya dicatut di sertifikat,” ujar Ade.

    Saat ini, kata dia, Pemda Subang sedang berkordinasi dengan Badan Pertanahan (BPN) untuk melihat data konkrit soal SHM lahan yang berada di wilayah perairan.

    “Saya rencana akan berkunjung ke kantor pertanahan untuk menyampaikan informasi kemudian seperti apa yang diketahui oleh ATR BPN Subang soal itu. Tapi sampai hari ini saya belum dapat itu daftar namanya,” katanya.

    Ade memastikan, pemerintah bakal mencari tahu kebenaran soal kabar pencatutan nama warga untuk SHM itu, termasuk mencari penyebab hal tersebut bisa terjadi.

    “Dari informasi masyarakat melalui media saya dalam konteks kepentingan masyarakat Subang yang namanya dicatut perlu dikonfirmasi dan perlu didiskusikan apakah itu betul, dan kalau betul bagaimana bisa terjadi dan pengawasan lanjutan agar tidak terulang,” ucapnya.

     

    Status Laut Bersertifikat di Legonkulon dan Patimban Subang: Sudah Dibatalkan BPN Jabar Tahun 2023

    Kasus ratusan hektar laut bersertifikat di Subang terus menuai sorotan dari masyarakat.

    Selain laut yang disertifikatkan sebanyak 500 bidang, juga sertifikat program TORA tersebut mencatut nama para nelayan setempat.

    Kepala BPN/ATR Subang Hermawan, saat dikonfirmasi awak media menegaskan bahwa sertifikat laut sebanyak 500 bidang di pesisir Utara Subang meliputi wilayah Legonkulon dan Patimban sudah dibatalkan sejak 2023 lalu.

    “Sertifikat tersebut sudah dibatalkan oleh BPN Jabar dan Kejagung pada 2023 dan sudah dihapus dari sistem,” ujar Hermawan, Kamis(30/1/2025) saat ditemui di kantornya.

    Terkait penetapan laut disertifikatkan melalui program TORA, pihak BPN menyebut berdasarkan peta tahun 1942.

    “Di peta tersebut, 500 bidang yang disertifikatkan itu sepenuhnya merupakan daratan,” ucapnya.

    “Saat pengukuran 2021, lahan tersebut sedikit tergenang dan saat ini semuanya sudah jadi lautan akibat abrasi,” imbuhnya.

    Terkait penarik sertifikat, Hermawan menyebut sertifikat tak masalah sekalipun tidak ditarik juga karena sertifikat untuk 500 bidang tersebut sudah dibatalkan.

    “Sertifikatnya sudah ditarik, dan sudah dihapus dari sistem, sekalipun tidak ditarik sertifikat tersebut tak bisa digunakan untuk kepentingan apapun,” katanya.

    “Jadi sebenarnya masalah sertifikat laut ini sudah clear dan sudah dibatalkan oleh pihak Kanwil BPN  Jabar dan Kejaksaan Agung,” imbuhnya lagi.

    Senada juga disampaikan oleh PJ.Bupati Subang Ade Afriandi menyebut kasus laut bersertifikat di Patimban tersebut sudah dibatalkan.

    “Laut bersertifikat tersebut sudah dibatalkan sejak 2021, semuanya sudah clear,”ucapnya.

    Terkait adanya pengaturan nama nelayan di sertifikat tersebut, pihak PJ Bupati akan memanggil pihak desa, karena semua pasti awalnya dari pihak desa.

    ” Kami akan minta keterangan pihak desa seperti apa awalnya nama nelayan dicatut namanya untuk sertifikat tersebut,” katanya.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Berdasarkan investigasi aktivis lingkungan Subang, di pesisir Utara Subang khususnya di kawasan kecamatan Legonkulon terdapat Ratusan hektare laut  telah disertifikat oleh BPN Subang.

    Ironisnya, sertifikat hak milik (SHM) tersebut keluar melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada 2021 dengan mencatut ratusan nama nelayan setempat.

    Aktivis lingkungan Subang, Asep Sumarna Toha mengungkapkan, dalam Program TORA 2021, ATR/BPN Kabupaten Subang telah menerbitkan sertifikat untuk 500 bidang seluas 900 hektare. 

    Dari jumlah itu, 307 bidang ternyata merupakan objek laut seluas 462 hektare, yang dimulai dari Teluk Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon hingga perairan Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Subang.

    “Awalnya kita dapat informasi dari masyarakat bahwa ada beberapa bidang yang bersertifikat, maka kita turun dan kita mendapatkan data dari BPN berupa nominatif 500 bidang dan kita juga mendapatkan sertifikat surat ukur satu bendel, dan ini yang terindikasi lautnya 307 bidang,” kata Asep Sumarna, Kamis(30/1/2025).

    Asep menjelaskan, penerbitan sertifikat oleh ATR/BPN didasarkan Surat Keterangan Desa (SKD) dilengkapi Akta Jual Beli (AJB).

    Semestinya, tanah atau objek laut yang telah bersertifikat, dikuasai atau dimanfaatkan oleh warga pemiliknya. Namun faktanya, nama-nama yang tercatat sebagai penerima sertifikat sama sekali tidak mengetahuinya.

    “Nama-nama penerima manfaat itu yang tercatat sebagai penerima manfaat SHM yang 500 bidang itu, 99 persen mereka itu tidak menerima, tidak mengetahui bahwa mereka tercatat sebagai penerima manfaat,” kata Asep.

    Atas hal tersebut, kata Asep, pihaknya telah melaporkan ke Kejaksaan Agung.

    Setelah diteliti, Kejagung merekomendasikan agar sertifikat itu dibatalkan karena cacat prosedural, cacat hukum, dan cacat administrasi.

    “Dan per akhir November 2023 oleh ATR/BPN Provinsi itu resmi dibatalkan laut bersertifikat tersebut,” katanya.(tribun network/thf/TribunJabar.com)

  • Pakar Hukum UMM Beri Masukan DPR Soal Pembahasan RUU KUHAP

    Pakar Hukum UMM Beri Masukan DPR Soal Pembahasan RUU KUHAP

    Malang (beritajatim.com) – Para pakar hukum dan akademisi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji tentang pentingnya penyesuaian dan keselarasan regulasi hukum kejaksaan dengan KUHP agar tercipta sistem peradilan yang lebih efektif dan berkeadilan.

    Dekan Fakultas Hukum UMM Prof Tongat mengatakan rencana pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang kini dilakukan oleh Komisi III DPR RI harus mendetailkan distribusi kewenangan lembaga hukum dalam menangani perkara tindak pidana. Tujuannya, mengantisipasi ada tumpang tindih kewenangan antar lembaga hukum.

    “Distribusi kewenangan masing-masing lembaga hukum harus diperjelas supaya tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan. KUHAP itu kan sebagai induk penegakan hukum, sehingga menjadi rujukan terhadap semua aturan tentang penegakan hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan, kehakiman,” ujar Tongat, Kamis, (30/1/2025).

    Tongat menyatakan keberadaan RUU KUHAP harus memperjelas porsi dan masing-masing posisi lembaga hukum. Seperti terkait dengan pelaporan tindak pidana yang selama ini menjadi kewenangan kepolisian, jika juga diberikan kepada kejaksaan berpotensi menimbulkan ketidakjelasan atau samar.

    Tongat juga mengkritik tentang restorative justice dan urgensinya sebagai penyelesaian perkara pidana dalam perspektif RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP. Dia menyebut perlunya sinkronisasi antar lembaga penegak hukum, sehingga penerapan restorative justice bisa berjalan lebih konsisten.

    “Kemunculan ide gagasan Restorative Justice itu maka saya pikir lebih dini dilakukan lebih baik. Kalau lebih dini dilakukan artinya harus dilakukan di tingkat kepolisian. Karena kepolisian adalah start mekanisme peradilan pidana. Jadi semakin dini semakin baik untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses peradilan pidana,” ujar Tongat.

    Menurutnya perlua ada aturan yang jelas pendelegasian ke lembaga penegak hukum yang dinilai paling strategis untuk melaksanakan restoratif justice. Tujuannya untuk menghindari berbagai dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses peradilan pidana.

    Sementara itu, Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum PTM, Assoc. Prof. Dr. Faisal, S.H., M.Hum., menyoroti urgensi sinkronisasi antara RUU Kejaksaan dan KUHP guna memastikan efisiensi serta kejelasan dalam proses hukum di Indonesia. Menurutnya perubahan regulasi harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum.

    “Penyesuaian regulasi kejaksaan dan KUHP adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana kita berjalan dengan lebih efisien dan selaras dengan kebutuhan hukum yang berkembang,” ujar Faisal.

    Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, menjelaskan mengenai kebijakan hukum pidana dalam pelaksanaan tugas kejaksaan. Menurutnya, dalam menjalankan tugasnya, kejaksaan harus berpegang pada prinsip keadilan dan proporsionalitas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

    “Tugas kejaksaan dalam penegakan hukum harus selalu didasarkan pada asas legalitas serta menjunjung tinggi hak asasi manusia,” ujar Trisno. (luc/ian)

  • KPK Belum Bertemu Paulus Tannos, Buronan Kasus e-KTP yang Ditangkap di Singapura

    KPK Belum Bertemu Paulus Tannos, Buronan Kasus e-KTP yang Ditangkap di Singapura

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bertemu dengan buronan kasus pengadaan e-KTP, Paulus Tannos seusai ditangkap di Singapura. Kini, pemerintah Indonesia fokus merampungkan proses ekstradisi yang bersangkutan.

    “Belum bertemu Paulus Tannos,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Namun demikian, Tessa menyampaikan, KPK menjalin koordinasi erat dengan Kementerian Hukum (Kemenkum), Divisi Hubinter Polri serta memiliki hubungan baik dengan Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura. Hal-hal tersebut diyakini dapat mempercepat upaya ekstradisi Paulus Tannos.

    “Apakah sudah ada kunjungan ke sana setelah proses penangkapan? Sampai saat ini belum ada. Karena, dari pihak Indonesia termasuk KPK masih berusaha memenuhi persyaratan yang diajukan dalam proses ekstradisi tersebut, sehingga fokusnya itu saja,” ujarnya.

    Tessa mengaku, Kementerian Hukum (Kemenkum) optimistis proses ekstradisi Paulus Tannos bisa segera dilakukan. Dia meyakini ekstradisi dapat terlaksana sebelum batas waktu yang telah ditentukan.

    “Orang-orang kita dalam arti baik perwakilan atase kepolisian di sana maupun dari Kemenlu yang bisa juga mengecek langsung ke sana. Namun, kalau untuk penyidik sendiri dari KPK belum ada yang ke sana,” ucapnya.

    Sementara sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan pemerintah terus berupaya merampungkan proses ekstradisi Paulus Tannos. Koordinasi dengan para pihak terkait masih terus dilakukan.

    “Saat ini Kementerian Hukum terus berkoordinasi bersama dengan KPK, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan juga Kementerian Luar Negeri dalam rangka mempercepat proses pelaksanaan ekstradisi terhadap yang bersangkutan,” kata Supratman di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    Selain itu, Supratman mengungkapkan, telah dibentuk tim kerja antara Kementerian Hukum bersama Direktur OPHI, KPK, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan juga Kementerian Luar Negeri. Sudah disepakati juga terkait waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan proses tersebut.

    “Saya perlu menegaskan bahwa batas waktu untuk kita mengajukan permohonan dan seluruh kelengkapan berkas itu 45 hari lama waktu yang dibutuhkan, dan itu akan berakhir di 3 Maret 2025. Namun demikian, terkait hal ini tentu hasil koordinasi yang sangat baik terkait hal ini saya yakin dan percaya dalam waktu yang singkat hal tersebut bisa dipenuhi,” tutur Supratman.

  • Kejagung Mulai Selidiki Dugaan Korupsi di Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Mulai Selidiki Dugaan Korupsi di Pagar Laut Tangerang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) membenarkan soal penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait dugaan korupsi penerbitan SHM dan SHGB di perairan Tangerang.

    Sebelumnya, beredar soal surat permintaan data dari Kejagung ke Kepala Desa Kohod terkait kasus tersebut. Dalam surat itu, memuat Kejagung tengah melakukan penyelidikan dengan Nomor: PRIN- 01/F.2/Fd. 1/01/2025 tertanggal 21 Januari 2025.

    “Ya, surat yang beredar itu surat dari kita. Saya sudah konfirmasi ke teman-teman di Pidsus,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar di kantornya, Kamis (30/1/2025).

    Dia menekankan bahwa saat ini pihaknya masih dalam proses penyelidikan berupa pengumpulan bahan, data dan keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan atau Pulbaket.

    Pengumpulan bahan itu, kata Harli, dilakukan agar korps Adhyaksa tidak tertinggal dalam mendapatkan informasi terkait persoalan hukum yang ada.

    “Ini sifatnya penyelidikan, pulbaket. Jadi tidak mendalam seperti katakanlah proses penyelidikan dan seterusnya. Kami hanya mengumpulkan bahan data keterangan,” tambahnya.

    Adapun, Harli menegaskan, saat ini pihaknya masih belum mendalami secara intensif terkait dengan polemik pemagaran laut di Tangerang itu.

    Sebab, saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih melakukan pengusutan temuan pagar laut tersebut.

    “Kami kejaksaan tentu akan mendahulukan instansi atau lembaga atau kementerian yang menjadi leading sektor dalam hal ini. Katakan misalnya KKP atau dan lain sebagainya,” pungkasnya.

  • Nusron Wahid Singgung Suap dalam Kasus Pagar Laut – Halaman all

    Nusron Wahid Singgung Suap dalam Kasus Pagar Laut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengaku belum menemukan adanya dugaan suap dalam penerbitan sertifikat di atas perairan Tangerang, Banten.

    “Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu kalau di internal kita,” kata Nusron seusai rapat di Komisi II DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Namun, Nusron menyebut bahwa untuk menangani apabila ditemukan praktik siap bukanlah kewenangan kementerian.

    Menurutnya, apabila ditemukan dugaan tindak pidana, maka aparat penegak hukum (APH) bisa menanganinya.

    “Kalau masalah suap dan tidak pidana yang lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian, itu kewenangan APH bisa dipolisi, bisa di Kejaksaan,” ujar Nusron.

    Nusron menuturkan bahwa saat ini APH tengah menyelidiki kasus tersebut dan tak menutup kemungkinan mencari dugaan tindak pidananya.

    “Mereka APH ini sudah on going jalan, sudah berjalan untuk proses sampai ke sana,” ungkapnya.

    Dalam rapat, dia mengungkapkan bahwa pihaknya telah 6 pejabat ATR/BPN terkait penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di atas perairan tersebut.

    Nusron mengatakan, selain melakukan pencopotan, pihaknya juga memberikan sanksi berat terhadap 2 pegawai.

    “Kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada mereka yang terlibat kepada 6 pegawai dan sanksi berat  kepada 2 pegawai,” tuturnya.

    Delapan pegawai tersebut di antaranya JS, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang saat itu, SH, eks Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.

    Kemudian, ET, eks Kepala Seksi Survei dan Pemetaan, WS, Ketua Panitia A, YS, Ketua Panitia A, NS, Panitia A, LMX, Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET, KA, eks Plt Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran. (Tribunnews.com/Fersius Waku)

     

     

  • Nusron Pecat 8 Pegawai ATR Kasus Pagar Laut, Aparat Hukum Lakukan Penyelidikan – Page 3

    Nusron Pecat 8 Pegawai ATR Kasus Pagar Laut, Aparat Hukum Lakukan Penyelidikan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memecat terhadap delapan pegawainya. Sanksi ini diberikan terkait atau buntut pagar laut di perairan Tangerang, Banten.

    Menurutnya, sanksi berat pemecatan ini diberikan kepada delapan orang itu karena apa yang dilakukan mereka masih dalam produk tata usaha negara yaitu penerbitan sertifikat.

    “Karena produknya itu adalah produk tata usaha negara, katun, keputusan tata usaha negara maka sanksinya adalah sanksi administrasi negara yaitu adalah masalah dicopot dan sebagainya,” kata Nusron kepada wartawan usai rapat bersama dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Meski begitu, perkara ini bisa saja masuk ke dalam ranah pidana. Jika memang ditemukan atau menyajikan dokumen palsu dalam penerbitan sertifikat.

    “Kecuali kalau disitu ada unsur-unsur mens rea misal dia yang bersangkutan terima suap, terima sogokan atau apa, itu baru masuk pidana. Tapi tidak menutup kemungkinan dokumen-dokumen yang disajikan oleh pihak-pihak pemohon itu adalah dokumen-dokumen yang tidak benar,” tegasnya.

    “Misal dokumen palsu atau dokumen apa, itu mungkin bisa masuk dalam ranah pidana di ranah pidana adalah kemalsuan dokumen,” sambungnya.

    Jika memang masuk ke dalam ranah pidana, atau adanya dugaan suap, kader Partai Golongan Karya (Golkar) ini memastikan, aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan sudah siap bekerja.

    “Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu kalau di internal kita. Tapi kalau masalah suap dan tindak pidana yang lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian,” ucapnya.

    “Itu kewenangan APH bisa di polisi, bisa di Kejaksaan dan mereka APH ini sudah on going jalan, sudah berjalan untuk proses sampai ke sana,” pungkasnya.

     

     

  • Sentil Kepala Desa Wilayah HGB Pagar Laut, Dede Yusuf: Saya Dengar Kadesnya Naik Rubicon

    Sentil Kepala Desa Wilayah HGB Pagar Laut, Dede Yusuf: Saya Dengar Kadesnya Naik Rubicon

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf mengaku heran dengan banyaknya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ada di kawasan pagar laut di Tangerang yakni, Kelurahan Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

    Hal ini dia sampaikan langsung dalam rapat kerja (raker) dengan Menteri ATR/BPN RI, Nusron Wahid, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

    “Agak unik ini karena Desa Kohod ini hampir mayoritas 263 bidang [HGB] 390 hektare ada di situ, di desa lain, malah tidak ada, mungkin ada satu desa yang 3 bidang gitu ya,” ujarnya dalam rapat itu.

    Legislator Demokrat ini mengklaim bahwa dirinya sudah memahami dan melihat benang merah persolan dari kasus pagar laut di Tangerang itu. Menurut pemahamannya, pagar laut ini usulan dari desa dan bahkan saat ini Kepala Desa Kohod sudah dipanggil kejaksaan.

    “Tetapi sekali lagi, saya masih bingung Pak Nusron kenapa Desa Kohod paling banyak dibanding dengan desa lain ya? Saya dengar kepala desanya naik Rubicon, kami saja belum tentu kebeli di sini,” katanya.

    Dengan demikian, dirinya merasa heran mengapa banyak HGB di Desa Kohod, padahal jika ditilik lebih dalam, di daerah sana tak ada peluasan PSN sama sekali.

    “Jadi ini menandakan ada permainan antara pengembang atau pengusaha dengan wilayah-wilayah tertentu yang dimudahkan dan uniknya ini Kabupaten Tangerang ini cukup banyak,” ucapnya.

    Lebih jauh, eks Wakil Gubernur Jawa Barat ini mengapresiasi langkah Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang telah melakukan tindakan kepada oknum ATR yang berkaitan dengan kasus pagar laut di pesisir utara Tangerang, Banten tersebut.

    Sebagai informasi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menyebut telah mencopot enam orang pegawai pertanahan terkait dengan pagar laut di pesisir utara Tangerang, Banten. 

    Nusron mengatakan bahwa pencopotan enam pegawai ini dilakukan berdasarkan hasil investigasi dan audit yang dilakukan pihaknya. Selain mencopot, Nusron juga memberikan sanksi berat kepada dua pejabat. 

    “Kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada 6 pegawai dan sanksi berat kepada 2 pegawai,” kata Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR, Kamis (30/1/2025).  

    Nusron menyampaikan bahwa kedelapan pegawai tersebut sudah dilakukan pemeriksaan dan diberikan sanksi oleh inspektorat ATR/BPN.