Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Kejaksaan Tahan 7 Tersangka Korupsi Pajak Kendaraan Senilai Rp 1,9 Miliar

    Kejaksaan Tahan 7 Tersangka Korupsi Pajak Kendaraan Senilai Rp 1,9 Miliar

    Jambi, Beritasatu.com – Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bungo kembali menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pajak kendaraan di UPT Samsat Bungo, Jambi yang merugikan negara sebesar Rp 1,9 miliar. Sudah ada tujuh tersangka yang ditahan kejaksaan saat ini.

    “Ketiga tersangka perkara dugaan korupsi pajak kendaraan di UPT Samsat Bungo yang telah ditahan Kejari adalah ⁠HF (50), kepala UPT Samsat, IR (44) kasi pelayanan Samsat, dan⁠ ⁠MS (53) kasir Bank Jambi yang ditempatkan di Samsat,” kata Kasi Penkum Kejati Jambi Noly, Sabtu (8/2/2025).

    Penetapan ketiga tersangka baru tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan dan gelar perkara Tim Penyidik Kejari Bungo. 

    Ketiga tersangka korupsi pajak kendaraan pada 2019 tersebut merupakan satu rangkaian peristiwa yang tidak terpisahkan dengan peranan empat orang lainnya yang lebih dahulu ditahan jaksa.

    Keempat tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya pada 31 Januari 2025, yakni Bendahara Penerima UPTD Samsat Bungo inisial MS (43), PTT Badan Keuangan Daerah Samsat Bungo inisial AHS, PHL UPT Samsat Bungo inisial RS, dan sekuriti di Jasa Raharja Samsat Bungo berinisial MS.

    Dalam kasus ini, kata Noly, total ada tujuh tersangka yang ditahan penyidik Kejari Bungo dan nilai kerugian negaranya Rp 1,9 miliar. 

    “Terhadap keseluruhan tersangka tersebut telah ditahan selama 20 hari di Lapas Bungo,” ujarnya dikutip dari Antara.

    Penyidik Kejari Bungo sedang melengkapi berkas perkara para tersangka korupsi pajak kendaraan tersebut untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jambi guna proses persidangan.

  • Kejagung Belum Temukan Aliran Dana ke Isa Rachmatarwata di Kasus Jiwasraya

    Kejagung Belum Temukan Aliran Dana ke Isa Rachmatarwata di Kasus Jiwasraya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengindikasikan belum adanya temuan aliran dana yang diterima langsung oleh mantan Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

    Sebagaimana diketahui, pria yang kini menjabat direktur jenderal (dirjen) anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu kini ditetapkan tersangka dan resmi ditahan per 7 Februari 2025. 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan, penetapan Isa sebagai tersangka dengan jerat pasal kerugian negara pada Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak mengharuskannya menerima langsung uang (kickback) korupsi. 

    “Kualifikasi perbuatan delik dalam UU Tipikor ada berbagai jenis al: merugikan keuangan negara [pasal 2,3, dalam pasal ini tidak ada keharusan seseorang pelaku menerima kickback karena bisa juga menguntungkan orang lain atau korporasi], ada suap [pasal 5], gratifikasi [pasal 12 B], dll,” jelasnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Sabtu (8/2/2025). 

    Sebagaimana diketahui, Kejagung menduga Isa selaku kepala Bapepam-LK pada 2009 lalu memberikan persetujuan kepada Jiwasraya untuk memasarkan produk asuransi JS Saving Plan. Padahal, Isa diduga mengetahui kala itu Jiwasraya tengah mengalami insolvensi atau kondisi perusahaan tidak sehat. 

    Sebagian dana premi sebesar total Rp47,8 triliun yang diterima Jiwasraya selama 2014-2017 itu lalu diinvestasikan ke reksadana dan saham oleh tiga petinggi Jiwasraya, yang kini sudah berstatus terpidana. Investasi itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

    Kendati belum ditemukannya aliran dana, Harli menyebut penyidik Jampidsus akan mendalami apabila Isa turut menerima uang panas korupsi Jiwasraya. 

    “Dalam proses penyidikan ini tentu penyidik akan mendalami juga apakah yang bersangkutan ada menerima atau menikmati hasil kejahatan itu,” terang Harli. 

    Saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai aliran dana sejauh ini, Harli irit bicara. Dia memastikan penyidik akan mendalami peran Isa lebih jauh melalui pemeriksaan saksi-saksi ke depannya. 

    “Yang bersangkutan baru ditetapkan tersangka kemarin dan saksi-saksi akan dipanggil untuk yang bersangkutan, kita lihat aja bagaimana perkembangannya ya,” tutup Harli.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar memaparkan, Isa ditetapkan tersangka pada pengembangan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan investasi Jiwasraya pada beberapa perusahaan selama periode 2008-2018. Kasus itu dikenal merugikan keuangan negara hingga Rp16,8 triliun.

    “Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah diperoleh selama penyidikan, tim penyidik telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang tersangka yaitu tersangka IR selaku kepala biro perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan [Bapepam-LK] periode tahun 2006 s.d. 2012,” ujar Qohar pada konferensi pers, Jumat (7/2/2025).

    Isa dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. pasal 18 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Sebelumnya, Korps Adhyaksa sejak beberapa tahun lalu telah menetapkan sejumlah tersangka pada kasus tersebut. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dan mantan Kepala Divisi Investasi Syahmirwan. 

    Kemudian, mantan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Heru Hidayat, mantan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto serta mantan Direktur PT Hanson Internasional Tbk. Benny Tjokrosaputro. Keenam orang tersebut juga sudah berstatus terpidana usai sejumlah upaya banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK). 

    Kemudian, pada perjalanannya Kejagung turut menetapkan mantan Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa Tbk. (HADE) Piter Rasima serta mantan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi. 

    Namun, Fakhri diketahui bebas pada tingkat kasasi di Mahkamah Aguung (MA). 

  • Keputusan Isa Rachmatarwata yang Seret Dirinya jadi Tersangka Kasus Jiwasraya

    Keputusan Isa Rachmatarwata yang Seret Dirinya jadi Tersangka Kasus Jiwasraya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran mantan Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmatarwata, yang kini menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). 

    Untuk diketahui, Isa kini resmi ditahan oleh penyidik Jampidsus Kejagung untuk 20 hari pertama sejak 7 Februari 2025. Dia menjalani masa tahanan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar memaparkan, Isa ditetapkan tersangka pada pengembangan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan investasi Jiwasraya pada beberapa perusahaan selama periode 2008-2018. Kasus itu dikenal merugikan keuangan negara hingga Rp16,8 triliun.

    “Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah diperoleh selama penyidikan, tim penyidik telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu orang tersangka yaitu tersangka IR selaku kepala biro perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) periode tahun 2006 s.d. 2012,” ujar Qohar pada konferensi pers, Jumat (7/2/2025).

    Isa dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. pasal 18 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Qohar menjelaskan, menteri BUMN pada Maret 2009 sebelumnya menyatakan bahwa Jiwasraya menghadapi kondisi insolvensi atau kategori tidak sehat. Per 31 Desember 2008, perusahaan asuransi pelat merah itu mengalami kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.

    Kondisi tersebut disebabkan oleh kerugian pada tahun-tahun sebelum 2008 dari sederet bisnis produksi asuransi Jiwasraya yakni adanya ketimpangan asset dan liability sebesar minus Rp5,7 triliun. 

    Menteri BUMN, selaku perpanjangan tangan negara sebagai pemegang saham perusahan pelat merah, lalu mengusulkan upaya penyehatan Jiwasraya ke menteri keuangan. Caranya, dengan penyertaan modal sebesar Rp6 triliun dalam bentuk zero coupon bond dan kas untuk mencapai tingkat solvabilitas. 

    Usulan penyehatan itu tidak disetujui karena risk based capital atau RBC Jiwasraya sudah mencapai minus 580% atau bangkrut. 

    Untuk mengatasi kondisi keuangan perseroan pada awal 2009, para petinggi Jiwasraya pun membahas rencana restrukturisasi bisnis asuransi perseroan. Petinggi Jiwasraya dimaksud adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi Syahmirwan. Kini ketiganya sudah berstatus terpidana. 

    Ketiganya lalu membuat produk JS Saving Plan untuk menutupi kerugian Jiwasraya. Produk itu mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi yakni 9-13%, di kala suku bunga rata-rata dari Bank Indonesia (BI) hanya 7,50-8,75%.

    Pembuatan produk itu, jelas Qohar, mendapatkan persetujuan dari kepala Bapepam-LK saat itu yakni tidak lain adalah Isa Rachmatarwata. Jabatannya saat itu memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap suatu produk asuransi yang ingin dipasarkan. 

    Padahal, pasal 6 Keputusan Kementerian Keuangan (KMK) No.422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebelumnya sudah mengatur bahwa perusahaan perasuransian tidak boleh memasarkan produk baru dalam keadaan insolvensi. 

    Meski demikian, produk JS Saving Plan tetap disetujui oleh Isa setelah melakukan beberapa pertemuan dengan Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan di Kantor Bapepam-LK. 

    Isa lalu disebut menerbitkan dua surat yang berisi Jiwasraya bisa memasarkan produk JS Saving Plan, yaitu Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.10214/BL/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Produk Asuransi Baru Super Jiwasraya Plan. 

    Kemudian, Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.1684/MK/10/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Perjanjian Kerjasama Pemasaran Produk Super Jiwasraya dengan PT ANZ Panin Bank. 

    “Padahal tersangka IR tahu kondisi PT AJS [Asuransi Jiwasraya] saat itu dalam keadaan insolvensi,” jelas Qohar. 

    Adapun, pemasaran produk JS Saving Plan dengan struktur bunga dan benefit tinggi kepada pemegang polis membebani keuangan perusahaan karena tidak dapat diimbangi dengan hasil investasi.

    Berdasarkan data general ledger premi Jiwasraya, dana yang diterima melalui JS Saving Plan selama 2014-2017 mencapai Rp47,8 triliun. Beberapa dari dana premi yang diterima melalui JS Saving Plan itu lalu diinvestasikan oleh Hendrisman, Hary dan Syahmirwan ke dalam reksadana dan saham tanpa disertai prinsip good corporate governance (GCG) dan manajemen risiko investasi.  

    Kejagung menyebut adanya transaksi tidak wajar terhadap beberapa saham antara lain milik PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP), PT SMR Utama Tbk. (SMRU), PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM), PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP), PT Hanson International Tbk. (MYRX), PT Semen Baturaja Tbk. (SMBR), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk. (BJBR), PT PP Properti Tbk. (PPRO) serta beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui manajer invesasti. 

    “Sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian,” jelas Qohar. 

    Kerugian keuangan negara pada kasus Jiwasraya yang sudah diusut sejak sekitar 5 tahun yang lalu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) No.06/LHP/XXI/03/2020. Audit tersebut menemukan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp16,8 triliun pada pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya periode 2008-2018. 

    Isa bukan satu-satunya pihak yang sudah dibawa ke proses hukum atas kasus megakorupsi Jiwasraya. 

    Selain Hendrisman, Hary dan Syahmirwan, Korps Adhyaksa sebelumnya telah menetapkan mantan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Heru Hidayat, mantan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto serta mantan Direktur PT Hanson Internasional Tbk. Benny Tjokrosaputro sebagai tersangka. Keenam orang tersebut juga sudah berstatus terpidana usai sejumlah upaya banding, kasasi maupun peninjauan kembali (PK). 

    Kemudian, pada perjalanannya Kejagung turut menetapkan mantan Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa Tbk. (HADE) Piter Rasima serta mantan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi. Namun, Fakhir diketahui bebas pada tingkat kasasi di Mahkamah Aguung (MA). 

  • Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

    Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

    MASA kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama dua periode meninggalkan permasalahan yang signifikan dalam berbagai aspek, terutama dalam bidang ekonomi dan hukum. Warisan kebijakan yang ditinggalkan tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga menyisakan sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintahan berikutnya. 

    Dua isu yang paling banyak disoroti adalah meningkatnya utang negara dan berbagai persoalan hukum yang muncul selama maupun setelah kepemimpinannya.

    Salah satu kebijakan utama Jokowi adalah pembangunan infrastruktur yang masif, yang dilakukan dengan mengandalkan pinjaman dalam dan luar negeri. Total utang pemerintah meningkat secara signifikan selama pemerintahannya. 

    Pada awal kepemimpinan Jokowi di tahun 2014, total utang pemerintah berada di kisaran Rp 2.600 triliun, sementara pada akhir masa jabatannya di tahun 2024, angka tersebut mendekati Rp 8.444,87 triliun.

    Tahun / Utang dalam bentuk triliun 

    2014 / 2.608,78

    2015 / 3.165,13

    2016 / 3.515,02

    2017 / 3.938,70

    2018 / 4.418,30

    2019 / 4.779,28

    2020 / 6.074,56

    2021 / 6.908,87

    2022 / 7.733,99

    2023 / 8.000,00

    2024 / 8.444,87

    Data Kementerian Keuangan 

    Pemerintahan Jokowi mengklaim bahwa peningkatan utang ini digunakan untuk investasi jangka panjang yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti jalan tol, bandara, dan proyek kereta cepat. 

    Namun, kritik bermunculan mengenai efektivitas investasi ini. Beberapa proyek infrastruktur menghadapi kesulitan dalam memberikan return on investment yang diharapkan, sehingga memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan fiskal negara.

    Selain itu, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami peningkatan. Walaupun masih dalam batas aman menurut standar internasional, namun tekanan terhadap anggaran negara semakin besar karena meningkatnya pembayaran bunga utang. 

    Untuk menutupi utang, Pemerintah Jokowi  berupaya meningkatkan rasio pajak terhadap PDB dengan memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan menerapkan berbagai insentif serta sanksi bagi pelanggar pajak.

    Selama era Jokowi, rasio pajak (perbandingan antara penerimaan pajak) mengalami fluktuasi sebagai berikut:

    2015: 10,76%

    2016: 10,36%

    2017: 9,89%

    2018: 10,24%

    2019: 9,76%

    2020: 8,33% (terendah, dipengaruhi oleh pandemi Covid-19)

    Meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan rasio pajak, capaian tersebut belum mencapai target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024, yaitu 10,7%-12,3%.

    Untuk menggenjot penerimaan pajak, pemerintah Jokowi pada April 2022 menaikkan Tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%.

    Pemerintah Prabowo sebagai penerus Rezim Jokowi harus menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan antara membayar kewajiban utang dan menjaga belanja publik tetap optimal. Ini menjadi beban yang cukup berat dari rezim sebelumnya.

    Di bidang hukum, pemerintahan Jokowi juga meninggalkan sejumlah permasalahan yang menjadi sorotan. Beberapa di antaranya adalah terkait dengan kebijakan hukum yang kontroversial serta dugaan korupsi di berbagai proyek strategis nasional.

    Pertama, revisi Undang-Undang KPK. Salah satu kebijakan yang paling kontroversial adalah revisi Undang-Undang KPK pada 2019, yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Revisi ini mengubah struktur kelembagaan KPK dan mengurangi independensinya. 

    Akibatnya, kinerja pemberantasan korupsi di era Jokowi dianggap menurun, dengan beberapa kasus besar yang tidak terselesaikan atau proses hukumnya berjalan lambat.

    Kedua, kasus dugaan korupsi proyek strategis nasional. Sejumlah proyek infrastruktur yang digagas Jokowi juga menjadi sorotan karena adanya dugaan korupsi. Misalnya Proyek Irigasi Lembudud di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. Proyek ini, yang dimulai pada tahun 2018 dengan anggaran sekitar Rp 19,9 miliar, bertujuan untuk mendukung pertanian padi organik di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. 

    Namun, pada tahun 2023, Kejaksaan Negeri Nunukan menemukan indikasi kerugian negara sekitar Rp 11 miliar akibat proyek yang tidak selesai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk pejabat pembuat komitmen, konsultan pengawas, dan pelaksana kontrak

    Di era Jokowi proyek pengadaan bansos Covid-19 yang menyeret beberapa pejabat tinggi, serta berbagai kasus di sektor energi dan pangan. Berbagai pihak menilai kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana proyek-proyek besar tersebut.

    Kasus yang cukup ramai sekarang ini PSN PIK 2 di Banten, ada dugaan keterlibatan Jokowi di dalam proyek yang penuh kontroversi itu. Majalah Tempo menuliskan ada dugaan Sugianto Kusuma (Aguan) pemilik Agung Sedayu Group mendapatkan PSN PIK setelah membantu IKN.

    Dugaan keterlibatan korupsi mantan Wali Kota Solo itu menyebabkan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) memasukkan nama Jokowi, mantan Presiden Indonesia, sebagai salah satu finalis untuk “Person of the Year” dalam kategori korupsi.

    Ketiga, kriminalisasi aktivis dan oposisi. Selama pemerintahan Jokowi, berbagai aktivis dan tokoh oposisi melaporkan adanya peningkatan kriminalisasi terhadap mereka yang bersuara kritis terhadap pemerintah. Beberapa undang-undang seperti UU ITE sering digunakan untuk membungkam kritik. Kasus-kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintahan Jokowi terhadap kebebasan berekspresi dan demokrasi.

    Kasus kriminalisasi terhadap aktivis:

    -Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti: Keduanya menghadapi proses hukum setelah mengkritik kebijakan pemerintah terkait isu HAM dan lingkungan. 

    -Ravio Patra: Aktivis ini ditangkap dengan tuduhan menyebarkan pesan provokatif, meskipun ia mengklaim bahwa akun WhatsApp-nya diretas.

    -Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan: Keduanya ditangkap dengan tuduhan menyebarkan informasi yang menimbulkan keonaran terkait penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja

    Data Kriminalisasi:

    2020: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat 132 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan 157 korban, termasuk dugaan kriminalisasi terhadap aktivis. 

    2019: YLBHI melaporkan 47 kasus dugaan kriminalisasi masyarakat sipil dengan 1.019 korban. 

    2024: SAFEnet mencatat 30 kasus kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi di ranah digital selama Januari-Maret, dengan 52 orang terjerat kasus tersebut. 

    Mantan Presiden Jokowi meninggalkan warisan yang kompleks bagi pemerintahan Prabowo. Di satu sisi, investasi besar dalam infrastruktur diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian. 

    Namun, di sisi lain, beban utang yang besar menuntut kebijakan fiskal yang hati-hati agar tidak menimbulkan krisis ekonomi di masa depan.

    Presiden Prabowo pun melakukan efisiensi dengan memangkas anggaran di berbagai lembaga negara.rmol news logo article

    *Penulis adalah Aktivis 98

  • Penegakan Hukum Kasus Pagar Laut Tangerang Diharapkan Berbasis Fakta

    Penegakan Hukum Kasus Pagar Laut Tangerang Diharapkan Berbasis Fakta

    loading…

    Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli berharap penegakan hukum kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten berbasis fakta, bukan asumsi ceroboh dari segelintir pihak. Foto/Dispenal

    JAKARTA – Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli berharap penegakan hukum kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten berbasis fakta, bukan asumsi ceroboh dari segelintir pihak. Menurut dia, kasus pagar laut bukan sekadar persoalan administrasi pertanahan.

    Dalam analisisnya, dia menilai penanganan kasus tersebut bisa menjadi cerminan bagaimana hukum dapat dijalankan secara serampangan jika tidak berbasis pada fakta yang kuat. “Ketika lembaga penegak hukum bertindak atas dasar asumsi tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan semakin terkikis,” ujar Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Sabtu (8/2/2025).

    Dirinya mengingatkan tentang legalitas sertifikat tanah di wilayah perairan yang seharusnya ditangani dengan pendekatan regulasi yang jelas, bukan sekadar opini atau tekanan politik sesaat. Dia berpendapat, jika hukum terus dipermainkan sesuai dengan kepentingan tertentu, maka bukan hanya keadilan yang terancam, tetapi juga stabilitas investasi dan kepastian hukum di Indonesia.

    Lebih lanjut Pieter mengatakan bahwa kebenaran mungkin bisa ditenggelamkan, tapi bakal selalu mencari celah untuk muncul ke permukaan. Akan tetapi, ujar dia, dalam sistem yang dipenuhi kepentingan dan prasangka, tidak semua kebenaran dapat diterima begitu saja, terutama oleh mereka yang menolak menerima kenyataan.

    “Kasus pagar laut di Tangerang menjadi contoh nyata betapa penegakan hukum yang sembrono dapat menciptakan kegaduhan yang merugikan banyak pihak,” kata Mantan Ketua Komisi III DPR ini.

    Dia pun berharap, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak tergesa-gesa berasumsi adanya tindak korupsi dalam kasus ini tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam. Pasalnya, jika dugaan ini tidak berdasar, konsekuensinya bukan hanya hanya mencederai kredibilitas institusi hukum, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang berdampak luas.

    “Masyarakat pun mempertanyakan, bagaimana mungkin wilayah perairan bisa memiliki sertifikat tanah? Apakah ada pelanggaran regulasi atau justru pemerintah sendiri yang tidak konsisten dalam menafsirkan hukum? Pertanyaan ini harus dijawab dengan pendekatan hukum yang jelas, bukan sekadar opini dan asumsi belaka,” tuturnya.

  • Praktisi dorong Indonesia lakukan reformasi hukum secara komprehensif

    Praktisi dorong Indonesia lakukan reformasi hukum secara komprehensif

    Kita perlu melakukan reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan

    Jakarta (ANTARA) – Praktisi hukum sekaligus Presiden DPP Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Andi Syafrani mendorong agar dilakukan reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan untuk memastikan keadilan dan kesetaraan kepada masyarakat Indonesia.

    “Kita perlu melakukan reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan, sehingga dapat memastikan keadilan dan kesetaraan di Indonesia,” kata Andi Syafrani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.

    Dalam diskusi yang digelar Institut Hukum IPRI itu, para pembicara juga menyoroti beberapa pasal yang dianggap kontroversial dan dapat memicu impunitas dalam penegakan hukum. Diskusi itu bertajuk “Telaah Kritis: Impunitas dan Kontroversi Undang-Undang Kejaksaan”.

    Para pembicara juga membahas bagaimana undang-undang Kejaksaan memengaruhi sistem peradilan di Indonesia dan apa saja tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.

    “Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini (No 11/2021) telah memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Kejaksaan Agung, sehingga dapat memicu impunitas dan penyalahgunaan wewenang,” kata ahli hukum pidana dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Alfitrah.

    Acara ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi para praktisi hukum, akademisi, dan masyarakat umum untuk bersama-sama mencari solusi atas permasalahan hukum yang kompleks ini.

    Dengan adanya diskusi ini, diharapkan muncul rekomendasi dan langkah-langkah konkret untuk memperbaiki sistem peradilan dan memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan tanpa adanya impunitas.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kasus Pagar Laut Tangerang, Penegakan Hukum Harus Berbasis Data dan Fakta – Halaman all

    Kasus Pagar Laut Tangerang, Penegakan Hukum Harus Berbasis Data dan Fakta – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Hukum dan Politik, Pieter C Zulkifli, menyatakan penegakan hukum terhadap kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten, harus berdasarkan data dan fakta.

    Ia mengatakan penanganan kasus ini dapat menjadi cerminan bagaimana hukum bisa dijalankan tidak sesuai ketentuan jika tidak berbasis pada data dan fakta yang kuat.

    “Ketika lembaga penegak hukum bertindak atas dasar asumsi tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan semakin terkikis,” kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (8/2/2025).

    Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini mengingatkan tentang legalitas sertifikat tanah di wilayah perairan yang seharusnya ditangani dengan pendekatan regulasi yang jelas, bukan sekadar opini maupun tekanan politik.

    Jika hukum dipermainkan atas kepentingan tertentu, kata dia, maka bukan hanya keadilan yang terancam, tetapi juga stabilitas investasi dan kepastian hukum.

    Diberitakan, Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di wilayah berdirinya pagar laut di Tangerang. 

    Saat ini, penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tengah berupaya meminta sejumlah dokumen kepada Kepala Desa Kohod, Arsin. 

    Dokumen yang diminta adalah Buku Letter C Desa Kohod terkait kepemilikan atas hak di areal pemasangan pagar laut di perairan laut Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Sprinlidik bernomor PRIN-01/F.2/Fd.1/01/2025.

    Diketahui dokumen yang diminta adalah Buku Letter C Desa Kohod terkait kepemilikan atas hak di areal pemasangan pagar laut di perairan laut Kabupaten Tangerang.

    Pieter Zulkifli mengingatkan pihak Kejagung tidak tergesa-gesa menyimpulkan adanya tindak korupsi dalam kasus ini tanpa melakukan penyelidikan mendalam.

    Jika dugaan ini tidak berdasar, konsekuensinya bukan hanya mencederai kredibilitas institusi hukum, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang berdampak luas.

    “Masyarakat pun mempertanyakan, bagaimana mungkin wilayah perairan bisa memiliki sertifikat tanah? Apakah ada pelanggaran regulasi atau justru pemerintah sendiri yang tidak konsisten dalam menafsirkan hukum? Pertanyaan ini harus dijawab dengan pendekatan hukum yang jelas, bukan sekadar opini dan asumsi belaka,” kata dia.

    Pieter juga menyoroti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam penanganan sertifikasi di wilayah pagar laut Tangerang. 

    “Sikap represif tanpa mempertimbangkan berbagai aspek lainnya justru berpotensi merugikan kepentingan negara. Logika hukum yang digunakan haruslah berbasis regulasi yang berlaku, bukan hanya berdasarkan kepentingan politik atau tekanan publik sesaat,” katanya.

    Dia menerangkan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, hak atas tanah tidak hanya terbatas pada daratan tetapi juga mencakup wilayah perairan atau perbatasan pesisir.

    Proses pengajuan hak ini bahkan harus melalui Kementerian Kelautan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

    Selain itu, dalam Pasal 1 angka (7) PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak atas Tanah, disebutkan bahwa perizinan terkait kegiatan yang memanfaatkan ruang laut adalah legalitas yang diberikan kepada badan usaha atau masyarakat untuk menjalankan usahanya di wilayah perairan pesisir dan laut.

    Dengan demikian, kata dia, secara yuridis tanah di bawah air memang dapat disertifikatkan. Sehingga, proses hukum dalam kasus pagar laut harus mengikuti kerangka regulasi tersebut.

    Untuk itu, ia menekankan agar kejaksaan bekerja secara profesional dan transparan, tanpa intervensi politik atau kepentingan tertentu. 

    Selain Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri juga tengah menelusuri masalah munculnya pagar laut di Tangerang, dari sisi keabsahan terbitnya sertifikat HGB dan SHM.

    Dan saat ini, Dittipidum Bareskrim Polri telah menemukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau pemalsuan akta otentik yang menyangkut terbitnya sertifikat HGB dan SHM tersebut sehingga proses hukum kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.

     

  • PPATK telah koordinasi dengan APH soal uang judol jadi aset kripto

    PPATK telah koordinasi dengan APH soal uang judol jadi aset kripto

    Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2024). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc/am.

    PPATK telah koordinasi dengan APH soal uang judol jadi aset kripto
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 07 Februari 2025 – 15:19 WIB

    Elshinta.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan bahwa telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) mengenai perputaran uang judi daring atau online (judol) menjadi aset kripto.

    “Sudah kami kirim ke APH,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

    Sementara itu, dia mengungkapkan bahwa uang hasil judi daring sebesar Rp28,48 triliun telah dialihkan menjadi aset kripto selama 2024. Adapun total perputaran dana judi online berdasarkan data PPATK, kata dia, mencapai Rp359,8 triliun. Kemudian, kata Ivan, sebanyak Rp14,73 triliun dialihkan menjadi valuta asing, dan diduga dipakai untuk kebutuhan operasional judi daring.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung turut menyoroti aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Asep Nana Mulyana, mengungkapkan terdapat aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,3 triliun.

    “Para pelaku semakin mahir melakukan penipuan investasi berbasis kripto yang merugikan negara kita dengan menggunakan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk menghilangkan jejak transaksi, cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar-blockchain tanpa terdeteksi,” kata Asep dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (3/2).

    Sumber : Antara

  • Penerapan Dominus Litis dalam RKUHAP Perlu Kehati-hatian

    Penerapan Dominus Litis dalam RKUHAP Perlu Kehati-hatian

    loading…

    Pakar Hukum Pidana Indah Sri Utari menilai penerapan asas dominus litis atau pengendali perkara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Foto/Ilustrasi/SindoNews

    JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Indah Sri Utari menilai penerapan asas dominus litis atau pengendali perkara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Dia menuturkan, asas dominus litis dalam hukum pidana bahwa pada dasarnya kejaksaan memiliki kewenangan menentukan apakah suatu perkara pidana akan diajukan ke pengadilan atau tidak.

    Selain itu, Korps Adhyaksa juga punya kewenangan untuk menentukan jalannya perkara, termasuk menentukan tuduhan, menentukan pembuktian, dan argumen hukum. “Pada dasarnya, prinsip-prinsip asas dominus litis dalam hukum pidana itu adalah kewenangan menentukan perkara. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan suatu perkara pidana akan diajukan ke pengadilan atau tidak,” ujarnya, Sabtu (8/2/2025).

    Dia berpendapat, kemungkinan adanya keterbatasan pengetahuan di pihak kejaksaan menjadi masalah. Potensi terjadinya penyalahgunaan asas tersebut juga menjadi masalah, karena bisa disalahgunakan oleh kejaksaan untuk menunda atau mengganggu proses jalannya peradilan.

    “Jangan salah bahwa di dalam sebuah peradilan pidana itu adalah sebuah sistem-sistem yang terdiri dari subsistem. Subsistem kepolisian yaitu penyidikan, kejaksaan penuntutan, pengadilan yaitu hakim memutuskan perkara dan LP,” kata Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini.

    Dia mengungkapkan, semua lembaga itu harus memiliki kewenangan yang sama dan bersinergi. Menurut dia, sistem itu harus ditopang oleh subsistem yang sederajat karena jika ada dominasi kewenangan, maka bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan.

    “Mungkin juga di dalam di kejaksaan ada kemungkinan terjadinya penundaan penuntutan, kejaksaan bisa jadi menunda penuntutan terhadap seseorang tersangka tanpa alasan yang jelas. Sehingga memungkinkan tersangka untuk melarikan diri atau menghancurkan barang bukti,” tuturnya.

    Lebih lanjut dia mengatakan, di dalam sistem peradilan pidana itu perlu adanya due process of law (proses hukum yang adil, red). Selain itu, kata dia, bisa saja terjadi penyalahgunaan penuntutan.

    Dia menilai tak menutup kemungkinan kejaksaan bisa saja menyalahgunakan wewenang penuntutan untuk menghentikan penuntutan atau untuk menargetkan lawan politik maupun lawan bisnis. Dia menganggap semua itu serba mungkin, karena dominasi, super atau pemberian kewenangan yang lebih dalam subsistem yang sama di dalam sistem peradilan pidana.

    “Sehingga penerapan dominus litis di dalam Revisi KUHAP nanti perlu juga ke hati-hatian apalagi kalau asas dominus litis akan dimasukkan di dalam UU Kejaksaan. Karena ini perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah institusi yang menjadi super power yang kemudian menerapkan kehati-hatian di dalam proses penerapan sebuah sistem,” pungkasnya.

    (rca)

  • Update Polemik Kebun Binatang Bandung, 2 Pimpinan Yayasan Margasatwa Resmi Ajukan Praperadilan!

    Update Polemik Kebun Binatang Bandung, 2 Pimpinan Yayasan Margasatwa Resmi Ajukan Praperadilan!

    JABAR EKSPRES – Dua orang pimpinan Yayasan Margasatwa yakni RBB dan S resmi mengajukan praperadilan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Kebun Bintang Bandung atau Bandung Zoo.

    Diketahui sebelumnya, RBB dan S yang merupakan pimpinan Yayasan Margasatwa, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) atas dugaan kasus tindak pidana tersebut.

    “Benar kami sudah mengajukan praperadilan, dan agenda Senin masuk ke pembuktian. Demikian,” ucap Kuasa hukum Yayasan Margasatwa, Idrus Mony, saat dikonfirmasi oleh Jabar Ekspres melalui Pesan singkat, Sabtu (8/1).

    BACA JUGA: Tak Ada Ampun, Jelang Ramadhan Satpol PP Kota Bandung Sisir Pelanggaran secara Besar-Besaran

    Sementara itu, berdasarkan informasi yang didapat, praperadilan kedua pimpinan Yayasan Margasatwa tersebut, kini telah teregister secara resmi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2025/PN Bdg dan 3/Pid.Pra/2025/PN Bdg.

    Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar, Sri Nurcahyawijaya mengatakan bahwa praperadilan tersebut merupakan hak dari pada tersangka. Namun yang pasti, pihaknya kata dia, sudah siap menyampaikan pertimbangannya dalam kasus tersebut.

    “Karena berkas penyidikan Bisma maupun Sri (RBB dan S) saat ini sudah masuk dalam tahap prapenuntutan. Sehingga kami meyakini praperadilan keduanya nanti akan gugur di pengadilan,” ungkap Cahya sapaan akrabnya saat dikonfirmasi terpisah.

    BACA JUGA: 2 Kali Masuk RPJMD, Dewan Minta Pemkot Kaji Ulang Program Bandung Bebas Macet

    Untuk saat ini, RBB sendiri telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) Kelas 1 Kebonwaru Bandung untuk kepentingan proses penyidikan. Sedangkan untuk S, kata Cahya telah dilakukan penahanan di Rutan Perempuan Bandung.

    Sebelumnya, Kejati Jabar pada beberapa waktu lalu resmi menetapkan dua orang tersangka dalam penyalahgunaan atas tanah yang berlokasi di kawasan Kebun Binatang Bandung.

    Dua orang tersangka berinisial RBB yang merupakan ketua yayasan dan S yang merupakan Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Bandung, diduga telah melakukan tindak penyalahgunaan tanah seluas sekitar 139.943 meter persegi yang terletak di Jalan Tamansari nomor 6 dan 285 meter persegi di nomor 4 yang didapatkan oleh kedua tersangka melalui transaksi jual beli sebanyak 12 bidang.