Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Sidang Eksepsi di PN Bondowoso: Ratusan Warga Kaligedang Padati Pengadilan

    Sidang Eksepsi di PN Bondowoso: Ratusan Warga Kaligedang Padati Pengadilan

    Bondowoso(beritajatim.com) – Sidang dengan agenda eksepsi dalam perkara dugaan penghasutan yang melibatkan tiga terdakwa, yakni Ahmad Yudi Purwanto alias Pak Afgan, Jumari alias H. Nawawi, dan Fajariyanto alias Wajar, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bondowoso .

    Sidang yang digelar di  ruangan Cakra  Pengadilan Negeri setempat dipimpin oleh Hakim ketua Randi Jastian Afandi SH  menarik perhatian ratusan warga Desa Kaligedang, Kecamatan Ijen, Bondowoso, yang mendatangi kantor PN Bondowoso untuk memberikan dukungan kepada para terdakwa.

    Sejumlah personel kepolisian tampak hadir untuk mengawal jalannya persidangan guna memastikan situasi tetap kondusif.

    Kuasa hukum para terdakwa, M. Ramli Himawan, dalam eksepsinya menyampaikan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Ia menilai dakwaan terhadap kliennya tidak jelas, terutama dalam menjelaskan relevansi antara perbuatan dan akibat yang dituduhkan.

    “Kami mendalilkan bahwa ada ketidakjelasan dalam dakwaan, terutama dalam menguraikan peristiwa yang dituduhkan kepada para terdakwa. Antara perbuatan dan akibatnya tidak ada relevansi yang jelas. Ada beberapa kalimat dalam dakwaan yang tidak eksplisit ditujukan kepada siapa,” ujar Ramli pada beritajatim .com usai sidang, Selasa (18/2/2025).

     

    Sidang eksepsi di PN Bondowoso yang juga dihadiri ratusan warga Desa Kaligedang, Kecamatan Ijen, Selasa (18/2/2025). (Deni Ahmad Wijaya/BeritaJatim.com)

    Ramli menekankan bahwa dalam eksepsi ini, pihaknya belum masuk ke pokok perkara, melainkan hanya membahas sistematika dakwaan dan unsur-unsur yang didakwakan kepada para terdakwa.

    Ia berharap majelis hakim dapat lebih jeli dalam menelaah keberatan yang diajukan oleh tim kuasa hukum.

    Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Bondowoso, Paulus Agung, menyatakan bahwa pihaknya tetap berpegang pada dakwaan yang telah disusun.

    “Sidang tahap eksepsi sudah dilaksanakan, dan kita masih menunggu putusan dari majelis hakim, apakah eksepsi diterima atau ditolak. Namun, kami tetap berprinsip bahwa dakwaan yang kami bacakan sudah sesuai dengan perbuatan para terdakwa,” ujar Paulus.

    Ia menambahkan bahwa jika eksepsi ditolak, maka sidang akan berlanjut ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi dari berbagai pihak, termasuk dari PTPN XII maupun masyarakat yang terkait dalam perkara ini.

    Untuk diketahui, kasus ini bermula dari program replanting kopi arabika di areal perkebunan PTPN XII di Kalisat-Jampit dan Blawan seluas 3.917,10 hektare.

    Program ini didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara PTPN XII dengan PTPN V sejak Mei 2022.

    Pada 16 November 2022, PTPN XII mengadakan sosialisasi dengan tokoh warga Desa Kaligedang dan perwakilan petani yang memiliki kerja sama olah usaha (KSU) tanaman hortikultura.

    Dari pertemuan tersebut, disepakati bahwa tidak akan ada program KSU/sewa lahan di areal Java Coffee Estate tahun 2023, dan petani diberi waktu hingga September 2023 untuk memanen tanaman mereka sebelum lahan dikembalikan kepada manajemen.

    Namun, setelah pembersihan lahan dimulai pada September 2023, muncul protes dari sejumlah warga yang mengaku telah mengelola lahan tersebut secara turun-temurun.

    Warga yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Abdi Ijen Raung mengajukan izin aksi unjuk rasa, namun tidak mendapatkan izin dari kepolisian dan disarankan untuk mediasi di Polres Bondowoso.

    Meskipun tidak mendapatkan izin, pada 20 Oktober 2023 sekitar pukul 08.00 WIB, sekitar 200 warga tetap melakukan aksi unjuk rasa ke kantor manajemen PTPN XII di Kalisat-Jampit.

    Aksi tersebut dipimpin oleh terdakwa Ahmad Yudi Purwanto alias Pak Afgan, Jumari alias H. Nawawi, dan Fajariyanto alias Wajar.

    Dalam aksi itu, mereka menyuarakan penolakan terhadap program replanting dan mengklaim bahwa PTPN XII tidak melakukan sosialisasi yang cukup kepada petani penggarap.

    Setelah aksi tersebut, terjadi beberapa insiden lain, termasuk pertemuan di Balai Desa Kaligedang pada 31 Oktober 2023, di mana terdakwa Ahmad Yudi Purwanto diduga menghasut warga untuk tidak menerima keputusan PTPN XII.

    Tak lama setelah pertemuan itu, ratusan warga melakukan aksi penanaman tanpa izin di lahan yang telah disiapkan untuk replanting.

    Selain itu, pada 22 Desember 2023, terdakwa Fajariyanto alias Wajar diduga memasang spanduk berisi tudingan terhadap manajemen PTPN XII yakni ‘Alih Fungsi Lahan Kemitraan Oleh Heri Sucioko Membunuh Ekonomi Masyarakat Ijen’.

    Akibat dari rangkaian peristiwa tersebut, pihak PTPN XII mengklaim mengalami kerugian sekitar Rp 11.250.000 akibat perusakan lahan dan tanaman yang telah ditanam dalam program replanting.

    Kini, para terdakwa harus menghadapi proses hukum atas dugaan tindak pidana menghasut untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

    Persidangan masih akan berlanjut dengan agenda putusan sela dari majelis hakim terkait eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum terdakwa. (awi/ted)

  • Rapat Paripurna Setujui RUU KUHAP Jadi Usul Insiatif DPR

    Rapat Paripurna Setujui RUU KUHAP Jadi Usul Insiatif DPR

    loading…

    Rapat paripurna ke-13 DPR masa sidang II menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi RUU inisiatif DPR. FOTO/FELLDY UTAMA

    JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP ) disetujui menjadi RUU inisiatif DPR . Hal ini diputuskan dalam forum rapat paripurna ke-13 DPR masa sidang II yang digelar pada hari ini, Selasa (18/2/2025).

    Dalam rapat paripurna, Wakil Ketua DPR Adies Kadir yang bertindak sebagai pimpinan melaporkan kepada seluruh anggota dewan pimpinan DPR telah menerima surat dari pimpinan Komisi III DPR . Surat tersebut berkaitan dengan usulan Komisi III mengenai RUU tentang KUHAP menjadi usul inisiatif DPR.

    Adies meminta persetujuan kepada seluruh anggota dewan yang hadir terkait usulan tersebut. “Sekarang, kami menanyakan kepada sidang yang terhormat, apakah acara rapat tersebut dapat disetujui?” tanya Adies.

    Seluruh anggota dewan yang hadir di ruang rapat menjawab setuju atas RUU KUHAP Ini menjadi usul inisiatif DPR RI.

    Sebelumnya, Pakar Hukum Suparji Ahmad menganggap konsep KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) yang menganut prinsip deferensial fungsional, setelah 43 tahun berlaku, baru terasa saat ini Aparat Penegak Hukum (APH) terkotak-kotak dalam kinerjanya. Hal itu, kata Suparji, tidak mencerminkan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) yang diharapkan. Akibatnya, lanjut dia, tidak tercapai apa yang diharapkan karena terganggunya sinkronisasi dan harmonisasi kinerja APH.

    “Contohnya, dan ini hanya contoh teoris saja, apabila terjadi rekayasa berkas perkara dalam proses penyidikan, maka Jaksa tidak bakal tahu karena menurut KUHAP, Jaksa hanya membaca apa yang ada di berkas perkara. Seandainya itu benar-benar terjadi, maka yang dirugikan adalah para pencari keadilan,” ujar Suparji, Rabu (12/2/2025).

    Suparji mengatakan, sebenarnya kejaksaan tidak akan pernah memperluas kewenangan atau bahkan mengambil kewenangan lembaga lain. Namun hal yang harus didorong adalah perubahan paradigma dalam mekanisme kerja antara Penyidik dan Jaksa. Baca Juga Guru Besar Hukum Nilai Kejaksaan Lebih Dipercaya Dampak Kerja Cepat.

    “Jika dulunya antara penyidik dan jaksa bekerja secara terpisah, menjadi penyidik dan jaksa bekerja bersama-sama dalam menegakkan hukum pidana,” jelasnya.

    Kondisi kerja yang kolaboratif antara Penyidik dan Jaksa inilah, menurut Suparji yang harus diatur secara jelas dalam KUHAP mendatang. Menurutnya, penyidik dan jaksa adalah lembaga yang ada dalam satu rumpun eksekutif, sehingga organ kelengkapan di dalamnya tidak boleh terkotak-kotak.

  • Alasan Kejagung Pilih BUMN Kelola Aset Sitaan Lahan 200 Ribu Hektare

    Alasan Kejagung Pilih BUMN Kelola Aset Sitaan Lahan 200 Ribu Hektare

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menitipkan lahan seluas 200 ribu hektare ke Kementerian BUMN. Jaksa Agung ST Burhanuddin berharap penitipan aset hasil sitaan ke BUMN ini bisa menghasilkan keuntungan bagi pemerintah.

    “Pada hari ini kami tadi dapat koordinasi untuk ada rencana bahwa hasil sitaan kejaksaan untuk PT Duta Palma. Ini luasannya sekarang sekitar 200 ribu hektare dan kami dari tim penyidik itu akan mengupayakan bahwa aset ini supaya bisa sementara untuk penitipannya kami akan serahkan ke Pak Menteri BUMN,” ujar Burhanuddin, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (18/2/2025).

    “Sehingga aset-aset ini tetap terjaga dan khususnya jangan sampai produknya itu menurun dan tentunya diharapkan nantinya tetap bisa menghasilkan keuntungan bagi pemerintah dan khususnya adalah pada masyarakat yang ada dan hidup menggantungkan kepada PT Duta Palma,” sambungnya.

    Burhanuddin juga mengatakan kasus Duta Palma sampai saat ini belum final. Sehingga sementara pengelolaannya dilakukan Duta Palma.

    “Kenapa kami memilih BUMN? Karena ini kan perkara ini belum final, jadi belum ada keputusan akhir. Dan sementara ini pengelolaannya kan masih oleh Duta Palma. Dan untuk kelangsungan, jangan terjadi apa-apa mungkin pengurangan produk atau apapun terhadap barang bukti ini, kami titipkan. Kenapa BUMN? Karena yang bisa mengelola dan punya satu institusi yang bisa mengelola adalah di BUMN,” tuturnya.

    Menteri BUMN Erick Thohir menambahkan, pengelolaan aset oleh BUMN juga dilakukan untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Duta Palma. Erick Thohir menilai ada pelindungan yang harus diberikan kepada masyarakat sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi.

    “Tadi yang disampaikan jangan sampai nanti karena ini terjadi permasalahan tapi akhirnya terjadi pelepasan pegawai. Masyarakat yang bagian menjadi inti plasma tidak mendapatkan haknya,” ujar Erick Thohir.

    Tidak hanya itu, Erick Thohir menjelaskan pengelolaan aset dilakukan agar tidak ada barang masuk atau keluar secara ilegal. Hal itu diantisipasi karena perkara korupsi PT Duta Palma belum berakhir.

    “Lalu juga jangan sampai juga karena ini tidak bertuan akhirnya banyak barang-barang yang masuk ke pasaran secara ilegal ataupun makan nanti dikirim keluar lagi secara ilegal karena tidak ada istilahnya yang menjaga,” ujar Erick Thohir.

    (idn/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Erick Thohir: BUMN dapat mandat jaga aset sitaan PT Duta Palma

    Erick Thohir: BUMN dapat mandat jaga aset sitaan PT Duta Palma

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan pihaknya akan menjaga aset sitaan dari Kejaksaan Agung terkait dengan kasus korupsi PT Duta Palma Group.

    Hal ini disampaikan oleh Erick usai menghadiri rapat koordinasi bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta, Selasa. Erick mengatakan, Kementerian BUMN akan selalu bersinergi dengan Kejaksaan Agung, termasuk dalam hal pemulihan aset atau asset recovery.

    “Bapak JA (Jaksa Agung) ingin berkolaborasi bersama kami supaya aset sitaan ini tidak terjadi penurunan, sehingga sesuai dengan visi pemerintah dan Bapak Presiden bahwa tindak pidana korupsi harus ditegakkan, tapi perlindungan daripada aset yang baik dan bermanfaat bagi negara dan masyarakat tetap terlindungi,” ujar Erick dalam jumpa pers yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.

    Aset sitaan ini berupa lahan seluas kurang lebih 200 ribu hektar, yang dititipkan secara sementara kepada Kementerian BUMN.

    Erick menyebut, pihaknya akan menjaga aset tersebut agar produktivitas dari perusahaan tersebut tidak menurun. Menurutnya, banyak masyarakat yang menggantungkan hidup terhadap PT Duta Palma.

    Kementerian BUMN, kata Erick, akan memastikan bahwa penugasan dari Kejaksaan Agung dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan bagi negara dan masyarakat.

    “Jangan sampai nanti karena terjadi permasalahan tapi terjadi pelepasan pegawai, masyarakat yang mendapat inti plasma tidak mendapatkan haknya. Lalu, jangan sampai karena ini tidak bertuan jadi masuk barang-barang ke pasaran secara ilegal maupun dikirim ke luar negeri secara ilegal,” ucap Erick.

    Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan melakukan pertemuan dengan Erick Thohir untuk menitipkan aset hasil sitaan dari Kejaksaan seluas 200 ribu hektar.

    Penitipan tersebut bertujuan agar tidak ada karyawan yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran kasus korupsi dari PT Duta Palma masih dalam proses persidangan.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Aliansi BEM SI Bakal Gelar Puncak Aksi Indonesia Gelap Kamis Pekan Ini

    Aliansi BEM SI Bakal Gelar Puncak Aksi Indonesia Gelap Kamis Pekan Ini

    loading…

    Aliansi BEM SI bakal menggelar puncak aksi unjuk rasa bertajuk Indonesia Gelap di Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2025. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bakal menggelar puncak aksi unjuk rasa bertajuk Indonesia Gelap di Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2025. Aksi tersebut akan menyuarakan 13 tuntutan kepada pemerintah.

    Koordinator Pusat BEM SI, Herianto mengatakan aksi di setiap daerah berlangsung sejak Senin dan hari ini Selasa (18/2/2025). Namun, puncak aksi akan digelar Kamis, 20 Februari 2025di Jakarta. “Untuk rencana aksinya di hari Kamis,” kata Herianto.

    “Tidak ada yang batal, hari ini masih berlanjut aksi di setiap daerah sesuai dengan instruksi surat yang telah kita keluarkan bahwa Senin-Selasa itu akan aksi serentak di daerah masing-masing lalu puncak aksi terpusatnya di Jakarta nanti di Kamis,” tambahnya.

    Herianto membeberkan tuntutan aksi dari aliansi BEM SI terdapat 13 poin bertajuk ‘Indonesia Gelap’ di antaranya cabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah hingga evaluasi total program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Yang hasilnya terjadi kesepakatan dengan membawa tajuk besar ‘Indonesia Gelap” dengan beberapa isu dan tuntutan di antaranya cabut proyek strategis nasional (PSN): wujudkan reformasi agraria sejati; wujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis; tolak revisi UU Minerba; hapuskan Multifungsi ABRI; sahkan RUU Masyarakat Adat,” katanya.

    Termasuk mencabut Inpres No. 1 tahun 2025; Evaluasi total MBG; Realisasikan anggaran tunjangan kinerja (Tukin) dosen; desak Prabowo keluarkan Perpu perampasan aset; tolak RUU TNI, Polri dan Kejaksaan; Efisiensi Kabinet Merah Putih; tolak revisi Peraturan DPR tentang Tata Tertib; dan reformasi Polri.

    (cip)

  • Erick Thohir Temui Jaksa Agung, Ini yang Dibahas

    Erick Thohir Temui Jaksa Agung, Ini yang Dibahas

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin bertemu dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (18/2/2025).

    Dalam pertemuan itu, Jaksa Agung akan  menitipkan lahan sitaan sebesar 200.000 hektare terkait PT Duta Palma Group ke Kementerian BUMN.

    Burhanuddin mengatakan rencana penitipan sitaan itu dilakukan agar lahan milik Duta Palma itu tetap berproduksi untuk menghasilkan keuntungan baik bagi pemerintah maupun masyarakat.

    “Ini luasnya sekarang sekitar 200.000 hektare dan kami dari tim penyidik itu akan mengupayakan bahwa Aset ini supaya bisa sementara, untuk penitipannya kami akan serahkan ke Pak Menteri BUMN,” ujarnya di Kejagung, Selasa (18/2/2025).

    Dia menjelaskan bahwa alasan pihaknya menitipkan aset sitaan itu ke BUMN lantaran badan usaha plat merah itu dinilai paling mampu mengelola lahan tersebut.

    Dengan demikian, penitipan aset tersebut diharapkan dapat menjadi ladang keuntungan untuk masyarakat yang menggantungkan hidupnya di lahan yang di sita itu.

    “Sehingga aset-aset ini tetap terjaga dan khususnya jangan sampai produknya itu menurun dan tentunya yang diharapkan nantinya tetap bisa menghasilkan keuntungan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menekankan bahwa penitipan aset ini bisa menjadi solusi untuk mencegah PHK massal terkait Duta Palma Group.

    Di samping itu, kerja sama ini ini juga sebagai upaya pencegahan dari peredaran produk secara ilegal baik di dalam atau luar negeri lantaran lahan tersebut berstatus tidak bertuan.

    “Jangan sampai nanti karena ini terjadi permasalahan tapi akhirnya terjadi pelepasan pegawai. Masyarakat yang bagian menjadi inti plasma tidak mendapatkan haknya,” pungkasnya.

  • DPR Respons Demo “Indonesia Gelap”: Itu Ciri Khas Mahasiswa…

    DPR Respons Demo “Indonesia Gelap”: Itu Ciri Khas Mahasiswa…

    DPR Respons Demo “Indonesia Gelap”: Itu Ciri Khas Mahasiswa…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Pimpinan DPR
    RI memberikan tanggapan terhadap aksi demonstrasi mahasiswa di sejumlah daerah yang mengusung tema “
    Indonesia Gelap
    ”, pada Senin (17/2/2025).
    Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menilai, aksi tersebut merupakan bentuk kreativitas mahasiswa dalam mengekspresikan aspirasi mereka terkait berbagai persoalan yang ada.
    “Ya itu kan cara-cara berdemokrasi yang baik, menyalurkan aspirasi melalui demo-demo. Yang seperti itu memang ciri khas mahasiswa,” ujar Adies, kepada wartawan di Gedung DPR RI, Selasa (18/2/2025).
    Adies menegaskan bahwa aksi demonstrasi merupakan tindakan yang sah dan dilindungi oleh konstitusi.
    Ia juga percaya bahwa setiap generasi mahasiswa memiliki cara unik dalam menyampaikan aspirasi mereka.
    “Ya kan sah-sah saja itu kan aspirasi ya dulu kita zaman kuliah juga begitu. Kita menyampaikan aspirasi dengan berbagai cara-cara dengan kreativitas masing-masing,” kata Adies.
    Sebelumnya, ribuan mahasiswa menggelar aksi serentak di berbagai kota, termasuk Jakarta, Bandung, Lampung, Surabaya, Malang, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, dan Bali.
    Tema “Indonesia Gelap” yang diusung mencerminkan kekhawatiran masyarakat mengenai masa depan negara serta seruan agar pemerintah lebih berpihak kepada rakyat dalam setiap kebijakan yang diambil.
    Di Jakarta, aksi demonstrasi terpusat di kawasan Patung Kuda, di mana ratusan mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil bergabung dalam protes tersebut.
    Massa aksi yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengajukan 13 tuntutan kepada pemerintah, menyoroti berbagai kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat.
    “Aksi ini merupakan panggilan kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal jalannya pemerintahan demi terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia,” ujar Bagas Wisnu, Jenderal Lapangan Aksi Indonesia Gelap, dalam orasinya.
    Berikut adalah 13
    tuntutan mahasiswa
    dalam aksi ini:
    1. Ciptakan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis serta batalkan pemangkasan anggaran pendidikan.
    2. Cabut proyek strategis nasional yang dianggap merugikan rakyat dan wujudkan reforma agraria sejati.
    3. Tolak revisi Undang-Undang Minerba yang dinilai membungkam kritik akademisi.
    4. Hapuskan multi fungsi ABRI untuk mencegah represi terhadap masyarakat sipil.
    5. Sahkan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi hak-hak mereka.
    6. Cabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang dianggap merugikan sektor pendidikan dan kesehatan.
    7. Evaluasi total program makan gratis agar tepat sasaran dan tidak sekadar alat politik.
    8. Realisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen untuk kesejahteraan akademisi.
    9. Mendesak penerbitan Perppu tentang perampasan aset untuk memberantas korupsi.
    10. Tolak revisi UU TNI, Polri, dan Kejaksaan yang dinilai menguatkan impunitas aparat.
    11. Rombak Kabinet Merah Putih untuk mengatasi pejabat yang dinilai bermasalah.
    12. Tolak revisi tata tertib DPR yang dianggap dapat memperkuat kesewenang-wenangan lembaga legislatif.
    13. Reformasi total Kepolisian RI demi menghilangkan budaya represif dan meningkatkan profesionalisme.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Respons KPK hingga Polri soal Proteksi Berlapis BUMN dan Danantara

    Respons KPK hingga Polri soal Proteksi Berlapis BUMN dan Danantara

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengesahan amandemen Undang-undang No.19/2003 menjadi babak baru bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). UU memberikan berbagai macam proteksi berlapis mulai dari perombakan status modal, proses audit, hingga pernyataan bahwa kerugian BUMN bukanlah kerugian negara.

    “Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugiannya bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara,” demikian tertulis dalam penjelasan pasal 4B yang dikutip Bisnis, dalam draf UU BUMN tertanggal 4 Februari 2025, yang dikutip Selasa (17/2/2025).

    Dalam catatan Bisnis, klausul ini sejatinya tidak berbeda dengan Daftar Inventarisasi Masalah RUU BUMN pada tanggal 16 Januari 2025. RUU BUMN yang diparipurnakan itu telah mengubah sejumlah paradigma mengenai pengelolaan BUMN.

    Ada dua poin penting dalam beleid baru tersebut yang telah disahkan DPR itu. Pertama, tentang pembentukan Badan Pengelola Investasi alias BPI Danantara. Kedua, tentang status BUMN dan adopsi prinsip business judgement rule. 

    Adopsi prinsip ini memiliki banyak implikasi misalnya penegasan bahwa BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara serta kerugian yang diderita oleh BUMN tidak dianggap sebagai kerugian negara. 

    Keberadaan pasal mengenai kerugian BUMN dan status direksi, komisaris hingga dewan pengawas yang bukan penyelenggara negara, mempersempit ruang bagi otoritas penegakan hukum untuk bergerak jika terjadi kasus fraud dalam proses investasi atau pengelolaan BUMN. 

    Padahal, baik dalam UU BUMN existing maupun UU hasil revisi, modal maupun UU BUMN yang telah disahkan oleh paripurna, bersumber dari APBN salah satunya melalui penyertaan modal negara alias PMN.

    Kendati demikian, dalam UU baru tersebut, ada perubahan besar dalam paradigma mengenai modal di BUMN. UU existing, terutama di Pasal 4, menegaskan bahwa modal BUMN adalah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Salah satunya melalui penyertaan modal negara alias PMN. 

    Ketentuan mengenai sumber lain dalam struktur modal BUMN dalam UU Existing  terdapat dalam pasal mengenai privatisasi, misalnya pasal 74 ayat 1a yang secara eksplisit mengatur bahwa tujuan privatisasi adalah memperluas kepemilikan masyarakat di perusahaan Persero.

    Menteri BUMN dan Ketua Komisi VI DPR di DPRPerbesar

    Namun demikian, dalam RUU BUMN yang disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pekan lalu, ada perubahan besar dalam struktur modal BUMN. Pertama, pemerintah dan DPR telah menyepakati bahwa modal BUMN adalah bagian dari keuangan BUMN, bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan, yang dikelola secara good corporate governanance. Pasal mengenai kekayaan negara yang dipisahkan telah diubah frasanya menjadi keuangan BUMN.

    Kedua, sumber modal BUMN berasal dari APBN maupun non-APBN. Sumber modal dari APBN mencakup dana tunai, barang milik negara, piutang negara dari BUMN atau perseroan terbatas, atau aset negara lainnya. Sementara itu, untuk modal non-BUMN bisa berasal dari keuntungan revaluasi aset, kapitalisasi cadangan, agio saham, hingga sumber lain yang sah.

    Sementara itu, dalam beleid baru yang segera diundangkan tersebut, ada sebuah klausul berupa penegasan bahwa penyertaan modal negara alias PMN yang telah diberikan ke BUMN statusnya adalah kekayaan BUMN dan tanggung jawabnya berada di tangan BUMN.  

    Hal itu diperjelas dalam Pasal 4A ayat 5 bagian penjelasan yang berbunyi: “BUMN adalah badan hukum privat yang modalnya merupakan milik dan tanggung jawab BUMN sebagai badan hukum baik yang berasal dari APBN maupun non-APBN. Oleh karenanya harus dibina dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.” 

    Dalam catatan Bisnis, penjelasan pasal-pasal tersebut juga selaras dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Tohir saat memberikan pernyataan usai rapat paripurna di DPR beberapa waktu lalu. Waktu itu, Erick mengemukakan dua poin penting dalam amandemen UU BUMN tersebut. 

    Pertama, penegasan pengelolaan aset BUMN sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik, dilakukan secara akuntabel, dan selaras dengan perundang-undangan. Kedua, mengatur status kekayaan BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan ditegaskan agar lebih fleksibel dalam menjalankan aksi korporasi.

    Erick menyatakan bahwa beleid itu, beserta ketentuan lainnya dalam Perubahan Ketiga RUU BUMN, diharapkan memperkuat daya saing BUMN dan mendukung target pertumbuhan ekonomi sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

    Bukan Penyelengara Negara

    Selain soal status modal BUMN, draf amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN juga menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara.  

    Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN. Pasal tersebut menegaskan bahwa organ dan pegawai badan bukan penyelenggara negara. 

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

    Sedangkan pasal 87 angka 5 RUU tersebut juga menegaskan bahwa pegawai BUMN bukan bagian dari penyelenggara negara.

    Namun demikian, ketentuan itu melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sementara itu, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat. 

    Adapun ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.

    Dalam catatan Bisnis, ketentuan itu berpotensi bertentangan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh sejumlah aparat penegak hukum baik itu KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung. Apalagi pasal 2 UU No.28/1999 telah memasukan pegawai BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.

    Kebal Audit?

    Selain perubahan status modal, amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) versi draf paripurna tanggal 4 Februari 2025, memberi mandat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Badan Pengelola Investasi atau BPI Danantara.

    Namun demikian, beleid baru yang segera berlaku itu memangkas kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam memeriksa laporan keuangan BUMN.

    Badan Pemeriksa Keuangan alias BPKPerbesar

    Beleid yang memangkas kewenangan lembaga auditor negara itu tertuang dalam Pasal 71 ayat 1. Pasal itu menekankan bahwa pemeriksaan keuangan tahunan perseroan dilakukan oleh akuntan publik yang penetapannya melalui mekanisme rapat umum pemegang saham alias RUPS. 

    Padahal jika mengacu kepada UU existing terutama Pasal 71 ayat 1, pemeriksaan laporan keuangan perseroan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan melalui RUPS. Auditor eksternal, salah satunya adalah BPK.  

    BPK selama ini bisa melakukan audit pemeriksaan laporan keuangan, laporan kinerja, hingga penyusunan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu alias PDTT terhadap BUMN.

    Namun dalam beleid yang baru diparipurnakan pekan lalu itu, BPK hanya diberikan kewenangan untuk melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu alias PDTT, itupun harus berdasarkan permintaan DPR. Pemeriksaan PDTT adalah pemeriksaan yang ditujukan khusus diluar pemeriksaan keuangan reguler. 

    “Pemeriksaan dengan tujuan tertentu hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN,” demikian tulis draf RUU BUMN versi 4 Februari 2025, dikutip Kamis (13/2/2025).

    Adapun, dalam beleid baru yang tinggal menunggu penomoran dari istana itu, ditegaskan bahwa akuntan publik yang berwenang untuk memeriksa laporan keuangan BUMN harus yang telah terdaftar di BPK. Selain itu, BPK juga tetap diberi mandat untuk memeriksa keuangan Badan Pengelola Investasi alias BPI Danantara.

    Hal itu tertuang dalam Pasal 3K yang berbunyi: “Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Badan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

    KPK Bakal Mengkaji 

    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengkaji revisi Undang-undang (UU) tentang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang telah disahkan DPR pekan lalu. Beleid tersebut di antaranya mengatur soal kerugian negara pada BUMN. 

    Sebagaimana diketahui, terdapat banyak kasus korupsi yang ditindak oleh penegak hukum mulai dari KPK hingga Kejaksaan Agung (Kejagung) yang bermula dari kerugian keuangan negara melalui BUMN.

    Ada sederet direksi maupun petinggi lainnya di perusahaan pelat merah yang yang dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    Menanggapi perubahan pada UU BUMN itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto masih irit berkomentar. Namun, dia memastikan bakal menugaskan lembaganya untuk mengkaji lebih lanjut beleid yang baru disahkan DPR itu. 

    “Saya akan tugaskan Biro Hukum untuk mengkaji pasal-pasal dalam UU tersebut sehingga ada penafsiran yang tepat,” ujar Setyo kepada Bisnis melalui pesan singkat, Selasa (11/2/2025).

    Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menilai, aturan soal business judgement rule alias BJR bukan suatu hal yang baru. Dia pribadi tak memandang bahwa aturan baru dalam beleid tersebut bisa disalahgunakan menjadi dalih berkelit dari jerat pidana bagi petinggi BUMN. 

    Menurutnya, perlindungan terhadap direksi BUMN sudah diatur dalam UU tentang Perseroan Terbatas (PT). 

    Fitroh tidak menampik bahwa penegak hukum perlu lebih berhati-hati dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Dia menekankan bahwa penegak hukum harus bisa membuktikan adanya indikasi niat jahat (mens rea) dalam kasus-kasus kerugian keuangan negara. 

    “Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati dalam menerapkan pasal 2 atau 3 khususnya dalam bisnis, harus benar-benar ada niat jahat dan bukan sekedar asal rugi menjadi korupsi. Sebagaimana pernah saya sampaikan dalam fit and proper [test pimpinan KPK, red],” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (2/2/2025). 

  • LPEM UI Minta Penertiban Kawasan Hutan Tidak Membabi Buta

    LPEM UI Minta Penertiban Kawasan Hutan Tidak Membabi Buta

    loading…

    Perpres No 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan sebaiknya tidak dijalankan secara membabi buta tanpa melihat sejarah munculnya tumpang tindih lahan kepala sawit di kawasan hutan tersebut. Foto/Dok. SINDOnews

    JAKARTA – Peraturan Presiden (Perpres) No 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan sebaiknya tidak dijalankan secara membabi buta tanpa melihat sejarah munculnya tumpang tindih lahan kelapa sawit di kawasan hutan tersebut. Berjalannya kegiatan ekonomi di lahan sawit tersebut harus menjadi prioritas agar kebijakan yang diambil pemerintah tidak malah merugikan kepentingan masyarakat secara luas.

    Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Dr Eugenia Mardanugraha mengungkapkan penertiban lahan yang membabi berakibat buruk pada iklim investasi di Indonesia. ”Perpres ini tujuannya baik tapi jangan dijalankan secara membabi buta. Itu merugikan rakyat Indonesia sendiri. Misalnya membabi buta itu pokoknya semua pengusaha harus dipidana, harus membayar. Kalau cuma membayar saja sih bisa dihitung. Tapi misalkan dipaksa diambil lahannya terus bagaimana? Jangan sampai terjadi yang seperti begitu,” kata Eugenia dalam keterangannya pada Selasa (18/2/2025).

    Menurut dia, Satgas Penertiban Kawasan Hutan sebaiknya melakukan verifikasi lahan-lahan sawit tersebut secara detail sebelum melakukan penertiban. Hal tersebut penting dilakukan karena setiap lahan memiliki asal-usul sendiri-sendiri.

    Menurut dia, lahan sawit yang ada saat ini kebanyakan warisan dari zaman Pemerintahan Presiden Soeharto. Saat itu, Pemerintah Orde Baru mengundang para pengusaha untuk berinvestasi di industri kelapa sawit. Hanya saja, dokumentasi kepemilikan lahan kala itu tidak rapi seperti sekarang. ”Masalah administrasi pertanahan yang tidak beres tersebut dibiarkan hingga puluhan tahun hingga sekarang sehingga terjadi tumpang tindih, yang harusnya lahan kawasan hutan dijadikan perkebunan sawit,” ujarnya.

    Melihat proses tersebut, dia mengharapkan pemerintah tidak mengambil alih begitu saja. Namun, harus melalui proses yang jelas dan berkeadilan. Apalagi, di atas lahan-lahan sawit tersebut rata-rata sudah ada kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak pihak.

    ”Saya kurang setuju (direbut kembali). Mereka kan juga sudah berkontribusi untuk Indonesia. Dulunya hutan, ditanam sawit, sawitnya dijual. Multiflier ekonominya sudah besar,” papar anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini.

    Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut dari total 16,38 juta hektare kebun kelapa sawit terdapat lebih kurang 3,3 juta hektare lahan berada di dalam kawasan hutan.

    Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah bermusyawarah dengan seluruh stakeholder di industri sawit untuk menemukan jalan terbaik. Kalau misalnya ada sanksi denda, hal tersebut bisa dilakukan dengan perhitungan yang jelas. ”Intinya jangan sampai menjadi lahan kosong yang tidak ada nilai ekonominya karena diambil alih oleh pemerintah. Jangan sampai nilai ekonominya turun,” paparnya.

    Dia berharap pemerintah tidak mengedepankan sanksi pidana dalam penyelesaian masalah tumpang tindih lahan ini. ”Semuanya bisa dibicarakan secara baik baik,” imbuhnya.

    Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres No 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan. Aturan ini juga mengatur pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang bertugas melaksanakan penertiban kawasan hutan melalui penagihan dikenakan sanksi denda administratif, pidana, penguasaan kembali kawasan hutan dan pemulihan aset di kawasan hutan.

    Satgas akan dipimpin Menteri Pertahanan sebagai Ketua Pengarah dengan Wakil Ketua antara lain Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri. Anggota terdiri dari Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Agraria, Menteri ATR/BPN, Menteri Keuangan, Menteri LHK, Kepala BPKP. Sebagai Ketua Pelaksana Satgas adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Wakil Ketua Pelaksana antara lain Kepala Staf Umum TNI, Kepala Bareskrim, Deputi Bidang Investigasi BPKP.

    (poe)

  • Kejagung Siap Hadapi Kasasi Harvey Moeis dalam Kasus Korupsi Timah

    Kejagung Siap Hadapi Kasasi Harvey Moeis dalam Kasus Korupsi Timah

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan siap menghadapi kasasi yang diajukan Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi timah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun.

    “Tentu (siap menghadapi kasasi Harvey Moeis),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi pada Senin (17/2/2025).

    Harli juga menegaskan pengajuan kasasi Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah ke Mahkamah Agung (MA) merupakan hak hukum setiap terdakwa. “Memang itu hak yang bersangkutan,” ungkapnya terkait sikap Kejagung.

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah, dari vonis sebelumnya menjadi 20 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar.

    Setelah menerima putusan tersebut, Harvey Mooeis memilih untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Suami selebritas Sandra Dewi itu, berharap mendapatkan putusan yang lebih ringan terkait kasus korupsi timah yang kasusnya sempat ditangani Kejagung.