6 Terdakwa Kasus 20 Kg Sabu di Pontianak Dituntut Hukuman Mati
Tim Redaksi
PONTIANAK, KOMPAS.com
– Sebanyak enam terdakwa kasus peredaran 20 kilogram sabu dan 10 kilogram pil ekstasi dituntut hukuman mati dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Selasa (25/2/2025).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Kalbar I Wayan Gedin Arianta mengatakan, jaksa penuntut umum menilai, berdasarkan fakta-fakta persidangan, alat bukti, serta keterangan saksi dan ahli.
Kemudian dikuatkan dengan petunjuk serta keterangan masing-masing para terdakwa yang berkasnya terpisah, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana narkotika.
“Sidang pembacaan tuntutan dihadiri keenam terdakwa, yakni YA, M, J, M, Y, dan MH,” kata Wayan dalam keterangan tertulis, Rabu (26/2/2025).
Wayan menerangkan, dalam tuntutan jaksa penuntut umum, keenam terdakwa melanggar Pasal 114 atau Pasal 112 juncto Pasal 132 Undang-undang tentang Narkotika.
“Atas perbuatan tersebut, jaksa penuntut umum menuntut para terdakwa dengan hukuman pidana mati,” ungkap Wayan.
Kemudian untuk barang bukti narkotika dirampas dan dimusnahkan. Sarana yang tidak memiliki nilai ekonomis dirampas untuk dimusnahkan dan sarana berupa mobil dan sepeda motor dirampas untuk negara serta biaya perkara dibebankan kepada negara.
“Setelah pembacaan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada pihak terdakwa dan penasihat hukumnya untuk mengajukan pembelaan yang dijadwalkan pada sidang berikutnya,” tutup Wayan.
Sidang tersebut dipimpin hakim ketua, Dewa Gede Budhy Dharma, didampingi dua hakim anggota yakni Widya Kusumaningrum, dan Nisa Amelia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kejaksaan
-

Kejagung Buka-bukaan Awal Mula Bongkar Korupsi Minyak Mentah: Ada Keluhan Kualitas BBM
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap awal mula penyidik mengusut perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengemukakan bahwa pihaknya mengamati berbagi bentuk keresahan yang terjadi di tengah masyarakat.
Salah satu persoalan itu yakni keluhan masyarakat soal kualitas BBM dari Pertamina yang diduga kurang bagus. Adapun, sprindik kasus ini teregister dengan Nomor: PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 24 Oktober 2024.
“Nah, awalnya itu kita masuknya dari situ [informasi terkait kualitas BBM], lalu dibuat telaahannya, kemudian dilakukan penyelidikan,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (26/2/2025).
Dia menambahkan, isu kualitas BBM itu kemudian dihubungkan dengan persoalan lain seperti kenaikan harga bahan bakar.
Setelah itu, penyidik kemudian mengembangkan informasi polemik terkait BBM tersebut. Singkatnya, Kejagung menemukan periode kasus ini dimulai dari periode 2018-2023.
“Nah, sementara penyelidikannya kan sudah di 2024. Tapi peristiwa-peristiwa itu dijadikan merangkai, menguatkan argumentasi kita untuk masuk,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS pada Senin (24/2/2025).
Tujuh tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker, kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.
Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.
-

Nasib 2 Mahasiswa Penyuka Sesama Jenis Kepergok Mesum di Banda Aceh, Dijatuhi Hukuman Cambuk – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, Banda Aceh – Mahkamah Syariyah Banda Aceh menjatuhkan vonis cambuk terhadap dua mahasiswa, AI dan DA, pada Senin, 24 Februari 2025.
AI dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 85 kali, sementara DA 80 kali.
Keduanya dinyatakan bersalah melakukan hubungan sesama jenis di tempat kos AI di kawasan Rukoh, Banda Aceh.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Dr. Hj Sakwanah, majelis hakim menemukan bahwa kedua terdakwa melanggar Pasal 63 ayat 1 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Peristiwa ini terjadi pada 7 November 2024, ketika AI menghubungi DA melalui Instagram untuk bertemu di tempat kosnya.
Keduanya digerebek warga setempat dalam keadaan bugil setelah melakukan praktik liwat.
Pertimbangan Hakim
Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal dalam menjatuhkan vonis.
Hal yang memberatkan adalah pelanggaran syariat Islam yang dilakukan kedua terdakwa.
Namun, hakim juga mencatat bahwa DA adalah mahasiswa berprestasi yang tidak pernah bermasalah dengan hukum, yang menjadi pertimbangan meringankan.
AI, sebagai pihak yang menyediakan tempat dan mengajak DA, menerima vonis cambuk lebih berat.
Tanggapan Terdakwa dan Jaksa
Selama proses persidangan, kedua terdakwa terlihat lesu saat hakim membacakan putusan.
Mereka berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut dan menerima putusan tanpa mengajukan keberatan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Alfi an, menyatakan bahwa vonis tersebut sesuai dengan tuntutan JPU dan menambahkan bahwa eksekusi cambuk belum bisa dipastikan kapan akan dilaksanakan, baik bulan ini atau saat Ramadhan.
“Kita belum bisa pastikan apakah dalam bulan ini juga atau saat Ramadhan nantinya,” ujar Alfi an, menekankan bahwa banyak pihak terlibat dalam proses eksekusi cambuk.
(Prohaba.co/Muliadi Gani)
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
-

Tom Lembong Tak Pegang Sepeserpun Uang Korupsi Gula Rp565 M, tapi Tetap Diselidiki
PIKIRAN RAKYAT – Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) tidak termasuk ke daftar sembilan tersangka yang harus membayar kerugian dalam kasus korupsi impor gula. Ia sejauh ini terbukti tidak memegang sepeserpun uang ratusan miliar rupiah yang sudah disita Kejaksaan Agung (Kejagung).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyebut, Tom Lembong tak diminta ikut bayar kerugian negara sebab kerugian itu tak terjadi saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag).
Adapun kerugian negara imbas korupsi importasi gula itu mencapai Rp578 miliar. Nilai itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Ini adalah kerugian di tahun 2016, yang pada saat itu pejabatnya bukan Pak Menteri Perdagangan saat itu, bukan Pak Thomas Lembong,” kata Abdul Qohar, dalam jumpa pers, Selasa, 25 Februari 2025.
“Jadi karena bukan pada masa beliau, maka kerugian itu tidak dibebankan kepada para tersangka yang disangkakan melanggar ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi bersama-sama dengan Pak Thomas Lembong,” ujarnya menambahkan.
Meski begitu, Qohar belum menyatakan ada tidaknya keuntungan bagi Tom Lembong dalam dugaan korupsi tersebut. Ia menyatakan, semuanya akan terbuka dalam persidangan.
“Bahwa apakah ada aliran uang Pak TTL. Ini nanti akan kita lihat bersama di depan persidangan. Perkara ini untuk dua tersangka yang terdahulu saat ini sudah dalam tahap penuntutan dan insyaallah dalam minggu ini akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk disidangkan,” ujar dia.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Tom Lembong, yang diduga terlibat dalam impor gula yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tom sebelumnya juga mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, gugatan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan karena status tersangka yang dijatuhkan kepadanya oleh Kejaksaan Agung telah sah dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Rincian 9 Tersangka Sumber Uang Sitaan Kejagung
Qohar mengungkapkan bahwa uang ratusan miliar tersebut berasal dari sembilan tersangka yang berasal dari perusahaan gula swasta, yaitu:
Tonny Wijaya N.G. (TW) selaku Direktur Utama PT Angels Products (AP) sebesar Rp150.813.450.163,81. Wisnu Hendraningrat (WN) selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF) sebesar Rp60.991.040.276,14. Hansen Setiawan (HS) selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ) sebesar Rp41.381.685.068,19. Indra Suryaningrat (IS) selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI) sebanyak Rp77.212.262.010,81. Then Surianto Eka Prasetyo (TSEP) selaku Direktur Utama PT Makassar Tene (MT) sebesar Rp39.249.282.287, 52. Hendrogianto Antonio Tiwon (HAT) selaku Direktur PT Duta Sugar International (DSI) sebanyak Rp41.226.293.608,16. Ali Sanjaya B. (ASB) selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM) sebesar Rp47.868.288.631,28. Hans Falita Hutama (HFH) selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM) sebesar Rp74.583.958.290,79. Eka Sapanca (ES) selaku Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU) Rp32.012.811.588,55. ***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-
/data/photo/2019/04/15/96065825.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Enggak Malu Ambil Uang Hasil Keringat Rakyat? Megapolitan 26 Februari 2025
Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga: Enggak Malu Ambil Uang Hasil Keringat Rakyat?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Putra (35), warga Kebagusan, Jakarta Selatan mempertanyakan moral para tersangka yang terlibat kasus dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
“Memangnya tidak malu mengambil uang dari hasil keringat rakyat? Giliran sudah jadi tersangka, muka kalian malah lesu,” ujar Putra dengan kesal saat dihubungi
Kompas.com,
Rabu (26/2/2025).
Sebagai pengguna Pertamax selama bertahun-tahun, menurut Putra, kasus pengoplosan ini mencerminkan betapa parahnya kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
Oleh karena itu, Putra menyarankan agar pemerintah pusat bekerja lebih ekstra. Sebab, tanggung jawab sepenuhnya ada di pundak pemerintah.
“Kasihan masyarakat mulu yang dirugikan. Kaum atas malah ketawa-ketiwi,” kata dia.
Sementara, Rizky Widyanto (28), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan sudah tujuh tahun menggunakan Pertamax untuk motor Honda PCX miliknya.
Alasannya, dia ingin membantu negara dengan tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite. Namun, Rizky kecewa begitu mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax.
Niat baiknya menggunakan bahan bakar berkualitas justru dikhianati oleh para tersangka dalam kasus tersebut yang memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan rakyat.
“Niatnya mau sadar diri enggak pakai subsidi, bantu negara, eh enggak tahunya begini,” keluh Rizky.
Rizky pun merasa rugi menggunakan Pertamax sejak 2018 lalu. Padahal, dalam satu pekan dia mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk mengisi bahan bakar.
“Niatnya (juga) biar lebih enak dan kencang saja nih motor, pakai Pertamax. Eh enggak tahunya sugesti doang,” kata Rizky.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Surat Dakwaan Tuntas, Tom Lembong Segera Disidang
Jakarta –
Berkas perkara mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus dugaan korupsi impor gula akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tom Lembong akan segera disidang.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. Selain Tom, Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus yang juga merupakan tersangka pada kasus tersebut juga dilimpahkan hari ini.
“Hari ini kami sampaikan kepada media bahwa jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) akan melimpahkan ke Pengadilan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam importasi gula atas nama TTL dan CS,” kata Harli kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).
“Kami sekarang sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan proses pelimpahannya ke Pengadilan Tipikor,” lanjutnya.
Saat ditanya mengenai kemungkinan uang pengganti yang akan dibebankan terhadap Tom Lembong dalam kasus itu, Harli menyebut perihal itu harus melihat pada poin-poin yang didakwakan jaksa terhadap Tom.
“Karena ini kan masih berproses. Misalnya, apakah JPU mendakwakan yang bersangkutan menerima sesuatu? Nah ini kan harus dikonteks lagi, diverifikasi,” ucap Harli.
“Ini susahnya. Misalnya di dalam surat dakwaan, dia ada menerima sesuatu, misalnya. Berarti kan harus ada kewajiban terhadap pembayaran uang pengganti. Tapi bahwa kemarin pengembalian itu sudah memenuhi uang penggantinya, kerugiannya seluruhnya, mungkin itu bisa ditaksirkan seperti itu. Makanya harus kita lihat dulu surat dakwaannya seperti apa,” jelasnya.
Mengenai itu, kata dia, akan berproses sampai adanya putusan hakim dalam perkara itu. Karena itu, pihaknya masih akan menunggu putusan pengadilan atas perkara itu berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Oh iya dong, sampai putusan itu inkrah, karena kan itu yang saya sebutkan tadi. Kalau ternyata jaksa penuntut umum misalnya membuat dalam surat dakwaannya bahwa yang bersangkutan menerima atau menikmati, sekian misalnya,” ucap Harli kembali menerangkan.
“Kita kan belum lihat surat dakwaannya. Nah ini diverifikasi ternyata benar. Berarti kan beban itu kan tetap ada. Tetapi karena pengembaliannya misalnya sudah penuh, maka kan nggak perlu. Itu yang dimaksudkan kemarin,” pungkas dia.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Tom Lembong dan Charles Sitorus telah ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian Kejagung kembali menetapkan 9 tersangka lainnya. Sehingga total tersangka kasus impor gula menjadi 11 orang.
Tom juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan. Namun, gugatan praperadilan Tom ditolak Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Artinya status tersangka Tom Lembong sudah sah dan sesuai aturan hukum.
Perbuatan Tom Lembong dkk diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 578 miliar. Atas perbuatannya, Tom Lembong dkk dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
(yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-
/data/photo/2024/12/04/675060d0c2364.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Kejagung Minta Publik Tak Khawatir, BBM yang Beredar Bukan Hasil Oplosan Nasional
Kejagung Minta Publik Tak Khawatir, BBM yang Beredar Bukan Hasil Oplosan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kejaksaan Agung (
Kejagung
) menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dengan modus mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax terjadi pada 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar memastikan, BBM yang beredar di masyarakat saat ini bukanlah hasil oplosan dan tidak ada kaitannya dengan kasus yang sedang diusut.
“Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Harli Siregar saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Harli menjelaskan, berdasarkan hasil temuan sementara, Direktur Utama PT
PertaminaPatra Niaga
Riva Siahaan membeli dan membayar minyak RON 92.
Namun, minyak yang datang justru jenis RON 90 dan 88.
“Fakta hukum yang sudah selesai (peristiwanya) bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga itu melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92, berdasarkan
price list
-nya. Padahal, yang datang itu adalah RON 88 atau 90,” lanjut Harli.
Saat ini, penyidik juga masih mendalami apakah minyak RON 88 dan RON 90 ini, pada tahun 2018-2023, langsung didistribusikan kepada masyarakat atau tidak.
“Kami kan harus mengkaji berdasarkan bantuan ahli. Misalnya, kalau yang datang RON 90, RON 90 itu kan Pertalite. Nah, apakah Pertalite ini juga sewaktu diimpor langsung didistribusi?” kata Harli.
Diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga telah terjadi pengoplosan Pertamax dengan Pertalite dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Dilansir dari keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-
blend
atau dioplos menjadi Pertamax.
Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah, kemudian dilakukan
blending
di Storage/Depo untuk menjadi RON 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau
subholding
Pertamina.
Keempatnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).
Sedangkan tiga broker yang menjadi tersangka adalah MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2022/12/02/63897cd0e4847.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


