Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Alur dan Modus Tersangka Korupsi Minyak Mentah, Negara Tekor Ratusan Triliun

    Alur dan Modus Tersangka Korupsi Minyak Mentah, Negara Tekor Ratusan Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kasus bermula pengamatan korps Adhyaksa terkait keresahan masyarakat soal bahan bakar di Indonesia. Salah satu persoalan itu yakni terkait dengan BBM yang diproduksi Pertamina yang diduga kurang bagus.

    Singkatnya, setelah menemukan adanya dugaan tindak melawan hukum, Kejagung kemudian mengeluarkan sprindik yang teregister dengan Nomor: PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024 tertanggal 24 Oktober 2024.

    Kemudian, setelah dilakukan serangkaian proses penyidikan, penyidik menemukan kasus ini bermula saat pemerintah mengeluarkan Permen ESDM No.42/2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri. 

    Pada intinya, beleid tersebut mengatur soal pemenuhan minyak mentah dalam negeri yang wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. 

    Dalam hal ini, pertamina juga wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

    Namun demikian, berdasarkan fakta hukum yang ditemukan penyidik, petinggi anak usaha Pertamina malah melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

    Alhasil, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap secara optimal dan mengakibatkan pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.

    Selanjutnya, saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan dalih tidak ekonomis dan memiliki kualitas yang tidak sesuai. Hal ini membuat minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor.

    Di lain sisi, PT Kilang Pertamina Internasional justru malah melakukan impor minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Pembelian produk impor keduanya diduga dilakukan dengan lebih tinggi dibandingkan dengan produk dalam negeri.

    “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, dikutip Kamis (27/2/2025).

    Modus Kasus Pertamina

    Kasus ini melibatkan antara kubu penyelenggara dari anak usaha Pertamina dengan broker. Kedua belah pihak sepakat untuk mengatur pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang yang diduga bertujuan untuk keuntungan dengan cara melawan hukum.

    Salah satu modusnya yaitu dengan cara melakukan impor Ron 92 yang tidak sesuai dengan perencanaan atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. 

    Dalam hal ini, PT Pertamina Patra Niaga malah melakukan impor Ron 90 atau lebih rendah untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri.

    Kemudian, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) diduga telah memerintahkan tersangka Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis Ron 88 Premium dengan Ron 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga Ron 92.

    “Ron 90 atau di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi Ron 88 di blending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92,” ungkap Qohar.

    Selain itu, tersangka sekaligus Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi diduga telah melakukan mark up pada kegiatan impor tersebut.

    Atas tindakan itu, negara telah mengeluarkan fee sebesar 13%-15% secara melawan hukum yang kemudian tersangka sekaligus anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza diduga mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

    Sejumlah tindakan melawan hukum ini kemudian berimbas pada harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) BBM menjadi lebih tinggi saat dijual ke masyarakat.

    “Komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tutur Qohar.

    Kerugian Rp193,7 Triliun Belum Final

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan bahwa kerugian negara Rp193,7 triliun di kasus minyak mentah dan kilang Pertamina hanya terjadi pada 2023.

    Dia menjelaskan kerugian tersebut terdiri atas lima komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun.

    Kemudian, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi periode 2023 sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi 2023 sekitar Rp21 triliun.

    “[Dugaan nilai kerugian keuangan negara] Rp193,7 triliun itu pada tahun 2023,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (27/2/2025).

    Dengan demikian, hingga saat ini Kejagung masih menghitung kerugian negara kasus tersebut dengan menggandeng sejumlah ahli dan pihak terkait seperti BPKP.

    Terkait hal ini, Harli menyatakan bahwa kerugian negara kasus pengaturan ekspor dan impor minyak mentah ini bisa lebih dari Rp193,7 triliun.

    “Kalau melihat itu, karena kan ini di 2023. Nah, makanya tadi kita sampaikan, kalau ini di-trace misalnya sampai di 2018, 2019, sampai ke 2023. Nah, kita harapkan atau mungkin saja ini bisa lebih,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, berikut ini 9 tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero)-KKKS :

    1. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS)

    2. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF)

    3. Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR)

    4. VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono (AP)

    5. Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ)

    6. Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS)

    7. Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW)

    8. Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK)

    9. VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC) 

  • Korupsi Oplosan Pertamina Terjadi Antara 2018 – 2023, Dandhy Laksono: Itu Angka Cantik Sebelum Pilpres dan Pemilu

    Korupsi Oplosan Pertamina Terjadi Antara 2018 – 2023, Dandhy Laksono: Itu Angka Cantik Sebelum Pilpres dan Pemilu

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kasus dugaan korupsi oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina terungkap. Terjadi antara 2018 – 2023.

    Hal tersebut menuai sorotan publik. Jurnalis investigasi Dandhy Laksono mengatakan kemungkinan BBM yang dioplos sudah habis.

    “Kasusnya memang terjadi antara 2018-2023. Jadi yang oplosan mungkin sudah habis dikonsumsi rakyat Indonesia,” kata Dandhy dikutip dari unggahannya di X, Kamis (27/2/2025).

    Menurutnya, penting untuk pihak terkait mengakui adanya praktik tersebut. Agar kredibilitasnya bisa dipulihkan.

    “Kalau mau memulihkan kredibilitas, mending jelasin (akui) bahwa selama 5 tahun ada praktik seperti ini,” ujarnya.

    Di sisi lain, Dandhy menggaris bawahi. Bahwa di tahun 2018 dan 2023 ada momen besar setelahnya. Yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dan 2024.

    “Btw, 2018 dan 2023 itu angka cantik sebelum Pilpres dan Pemilu,” terangnya.

    Sebelumnya Kejaksaan Agung mengatakan praktik blending atau oplosan bahan bakar minyak RON 90 menjadi RON 92 dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terjadi pada tahun 2018–2023.

    Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar untuk merespons adanya isu masih adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang beredar di masyarakat.

    “Terkait adanya isu oplosan, blending, dan lain sebagainya, untuk penegasan, saya sampaikan bahwa penyidikan perkara ini dilakukan dalam tempus waktu 2018 sampai 2023. Artinya, ini sudah dua tahun yang lalu,” kata Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.

  • Kejagung Jawab Soal Kans Periksa Ahok di Kasus Korupsi Minyak Mentah

    Kejagung Jawab Soal Kans Periksa Ahok di Kasus Korupsi Minyak Mentah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan kans memeriksa mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di kasus minyak mentah dan kilang Pertamina.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak manapun jika terlibat dalam perkara ini, termasuk Ahok.

    “Ya saya jawab dari belakang ya, jadi siapapun yg terlibat dalam perkara ini,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2024).

    Namun demikian, Qohar menekankan bahwa pemeriksaan itu tentunya harus dibarengi dengan dokumen, keterangan saksi atau alat bukti yang ada.

    Oleh sebab itu, Kejagung bisa jadi memeriksa politisi PDI-Perjuangan (PDIP) itu apabila ditemukan keterangan maupun alat bukti yang merujuk terhadap Ahok.

    “Baik berdasarkan keterangan saksi, maupun berdasarkan dokumen atau alat bukti yang lain pasti akan kita panggil untuk dimintai keterangan, siapapun,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Ahok ditetapkan sebagai Komisaris Utama Pertamina per Juli 2023. Pengangkatan Ahok itu berdasarkan Kepmen BUMN Nomor SK-211/MBU/07/2023 tanggal 25 Juli 2023.

    Selang tujuh bulan kemudian atau tepatnya pada Februari 2024, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mundur dari jabatannya sebagai Komut Pertamina.

    Alasannya, Ahok mengundurkan diri dari jabatan Komut Pertamina lantaran ingin mendukung kampanye pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD pada Pilpres 2024

  • Pernyataan Prabowo, Erick Thohir, dan Bahlil soal Mega Korupsi Pertamina

    Pernyataan Prabowo, Erick Thohir, dan Bahlil soal Mega Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang melibatkan anak usaha PT Pertamina (Persero), yaitu PT Pertamina Patra Niaga, menjadi sorotan publik. Mulai dari Presiden Prabowo Subianto hingga pejabat tinggi di pemerintah pun memberikan tanggapan mengenai kasus ini, dengan sikap yang berbeda. 

    Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya untuk menangani dan membersihkan kasus tersebut. Hal tersebut disampaikan Presiden usai meresmikan Layanan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia yang digelar di The Gade Tower, Jakarta, pada Rabu (26/2/2025).

    Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa saat ini pemerintah tengah menangani persoalan mega korupsi yang terjadi di Pertamina. 

    “Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua. Oke, Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” ujarnya kepada wartawan. 

    Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan pendekatan yang lebih mendalam terkait penegakan hukum. 

    Erick mengungkapkan bahwa pihaknya sangat mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan menekankan pentingnya transparansi dalam setiap tahapan.

    “Kami kan sudah sampaikan bahwa memang penegakan hukum, kami harus hormati dan semua proses hukumnya pasti kita dukung,” ujar Erick setelah menghadiri peluncuran Bank Emas di Jakarta.

    Erick juga menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi, seperti yang telah dilakukan pada kasus-kasus sebelumnya, seperti korupsi PT Asabri dan PT Jiwasraya.

    Kendati demikian, Erick menuturkan soal penggantian Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, hal itu masih akan dibicarakan lebih lanjut dengan Komisaris Utama dan pihak terkait. 

    “Kan ada Komut [komisaris utama], Dirut nanti kami konsultasi, kami diskusi juga seperti apa TPA [Tim Penilai Akhir] proses berikutnya,” tandas Erick. 

    Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga ikut menanggapi kasus ini. Ketua Umum partai Golongan Karya (Golkar) ini menegaskan pentingnya menghargai proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

    Bahlil juga mengingatkan untuk menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah dalam setiap kasus yang ditangani. 

    “Kami dari Kementerian ESDM sangat menghargai proses hukum yang terjadi. Kami harus menghargai dan menyerahkan semuanya kepada teman-teman aparat penegak hukum yang melakukan itu,” ucapnya di Kementerian ESDM, Rabu (26/2/2025). 

    Meski begitu, terkait isu pengoplosan BBM Pertalite menjadi Pertamax, Bahlil membantah keras rumor tersebut.

    “Enggak ada [BBM oplosan]. Apanya yang kualitas? Kualitas kami kan sudah sesuai standar. Kan sudah ada semuanya. Jadi kalau mau membeli harga minyak yang bagus, harganya juga bagus. Mau setengah-setengah, ada juga setengah-setengah. Semua sudah ada speknya,” pungkas Bahlil.

    Sekadar informasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Kejagung RI mengemukakan bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang RON 92. Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar RON 90 atau sejenis pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi RON 92 atau sejenis pertamax.

  • Pertamina Pastikan Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas

    Pertamina Pastikan Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas

    Pertamina Pastikan Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Direktur Utama (Dirut) PT
    Pertamina
    (Persero) Simon Aloysius Mantiri memastikan produk
    Pertamax
    , jenis bahan bakar minyak (BBM) dengan angka oktan atau
    research octane number
    (RON) 92, telah memenuhi standar yang ditentukan.
    “Produk-produk Pertamina lainnya juga telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” ucapnya dalam siaran pers, Kamis (27/2/2025).
    Simon menjelaskan, produk BBM Pertamina secara berkala diuji dan diawasi secara ketat oleh
    Kementerian ESDM
    melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).
    Lebih lanjut, ia mengatakan, Pertamina menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung atas tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada 2018-2023.
    “Selama proses penyidikan tersebut, kami pastikan bahwa operasional Pertamina saat ini berjalan lancar. Kami akan terus mengoptimalkan layanan serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat,” kata Simon. 
    Pertamina, sebagai induk perusahaan dari berbagai lini bisnis energi, terus berupaya meningkatkan kinerja tata kelola yang baik (
    good corporate governance
    ) di seluruh Pertamina Group, termasuk melalui sinergi yang lebih kuat dengan Kejaksaan Agung.
    Simon mengapresiasi kepercayaan dan dukungan dari semua pihak terhadap kualitas produk-produk Pertamina selama ini.
    Dia juga meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan berbagai isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BNPT Fokus Perkuat Deradikalisasi dan Kesiapsiagaan Nasional

    BNPT Fokus Perkuat Deradikalisasi dan Kesiapsiagaan Nasional

    loading…

    Kepala BNPT Komjen Pol Eddy Hartono dalam Kegiatan Rapat Pimpinan Tahunan BNPT T.A. 2025 di Kantor Pusat BNPT Sentul, Kabupaten Bogor, Rabu (26/2/2025). Foto/Istimewa

    BOGOR – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) fokus memperkuat program deradikalisasi dan kesiapsiagaan nasional melalui Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) tahap 2 periode tahun 2025-2029. Hal itu diungkapkan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Eddy Hartono dalam Kegiatan Rapat Pimpinan Tahunan BNPT T.A. 2025 di Kantor Pusat BNPT Sentul, Kabupaten Bogor, Rabu (26/2/2025).

    “Kita juga perlu memprioritaskan pelaksanaan kolaborasi lintas unit dalam pelaksanaan kesiapsiagaan nasional, dengan anggaran yang kita punya sekarang kita perkuat program ini melalui RAN PE fase ke-2″ kata Eddy Hartono.

    Eddy pun menegaskan program deradikalisasi dalam lapas dan luar lapas harus terintegrasi. Dia mengungkapkan, deradikalisasi dalam lapas di dalamnya terdapat kolaborasi antara BNPT, Polri, Kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Sosial (Kemensos).

    Sedangkan di luar lapas terdapat Balai Pemasyarakatan (Bapas), TNI, dan unsur lainnya yang cakupannya akan lebih luas. Lebih lanjut, penguatan program Deradikalisasi dan Kesiapsiagaan melalui RAN PE tahap 2 periode tahun 2025 – 2029 selaras dengan Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

    RPJMN 2025-2029 merupakan penjabaran visi dan misi Presiden. “Salah satunya koordinasi sinergi antarinstrumen pertahanan dan keamanan dalam pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme disini lah rencananya peran RAN PE,” ungkapnya.

    RAN PE tahap 2 juga akan fokus mengikat pemerintahan daerah untuk ikut terlibat aktif dalam upaya-upaya pencegahan, salah satunya adalah meminta daerah menyusun Rencana Aksi Daerah Pencegahan Ekstremisme Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAD PE).

    “RAN PE fase kedua juga fokus implementasi di daerah. Dalam salah satu pasal di dalam Perpres itu diminta daerah untuk menyusun RAD PE,” kata Direktur Kerja Sama Regional Multilateral BNPT Dionisius Elvan Swasono saat menyampaikan paparan.

    Kepala BNPT dalam kesempatan ini juga melanjutkan arahan Presiden Prabowo Subianto yakni pentingnya BNPT untuk terus konsisten dalam menyebarkan narasi-narasi positif dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia.

    (rca)

  • Kronologi 2 Pejabat jadi Tersangka Baru Korupsi Tata Kelola Minyak, Perintahkan Oplos Ron 90 jadi Pertamax

    Kronologi 2 Pejabat jadi Tersangka Baru Korupsi Tata Kelola Minyak, Perintahkan Oplos Ron 90 jadi Pertamax

    PIKIRAN RAKYAT – Dua orang pejabat Pertamina menjadi tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sma (2019-2023). Mereka diduga memeritahkan proses oplosan pada produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90 agar menghasilkan RON 92.

    Kejaksaan Agung menyataian temuan adanya pengoplosan Pertamax ini ditemukan tim penyidik berdasarkan temuan alat bukti. Kedua tersangka berinisial MK, Direktur Pemasan Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga dan EC, VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.

    “Penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 (setara Pertalite) atau di bawahnya 88 di-blending dengan 92 (setara Pertamax). Jadi RON dengan RON sebagaimana yang sampaikan tadi,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Rabu, 26 Februari 2025 dikutip Pikiran-Rakyat.com dalam laman BBC News Indonesia.

    Kejagung juga menemukan bahwa dua tersangka ini mengetahui dan menyetujui mark up atau penggelembungan Harga kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF.

    Akibatnya, kata Qohar, Pertamina harus mengeluarkan fee 13% hingga 15% yang disebutnya “melawan hukum”. Uang itu kemudian mengalir ke tersangka lainnya MKAR dan DW, ungkapnya.

    Dalam keterangannya, Kejagung mengungkap bahwa ‘pengoplosan’ atau blending minyak mentah RON 92 dilakukan di terminal dan perusahaan milik MKAR. Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka GRJ.

    Dengan menetapkan dua tersangka baru, maka sejauh ini sudah ada sembilan orang tersangka dalam kasus ini.

    Siapa Saja Tersangka Kasus Korupsi Pertamina?

    Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp193,7 triliun, mereka adalah:

    Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

    RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; ⁠SDS, Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; ⁠YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; AP, VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina International; MKAR, Beneficially Owner PT Navigator Khatulistiwa; ⁠DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim; GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, penetapan tersangka itu usai penyidik memeriksa 96 saksi dan dua orang saksi ahli. Usai ditetapkan sebagai tersangka, semua tersangka langsun ditahan.

    Bagaimana Modus Korupsi Ini?

    Modus para tersangka yaitu mengondisikan produksi minyak bumi dalam negeri menjadi berkurang dan tidak memenuhi nilai ekonomis sehingga perlu impor dan melakukan mark up kontrak pengiriman minyak impor.

    Selain itu, modus lainnya adalah mengoplos impor minyak mentah RON 90 (setara Pertalite) dan kualitas di bawahnya menjadi RON 92 (Pertamax).

    “Jadi dia (tersangka) mengimpor RON 90, 88, dan di bawah RON 92. Hasil impor ini dimasukkan dulu ke storage di Merak (Banten). Nah, lalu di-blended [campur] lah di situ supaya kualitasnya itu jadi trademark-nya (merek dagang) RON 92,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat dihubungi BBC News Indonesia, Selasa, 25 Februari 2025.

    Atas perbuatan itu, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan dari kuasa hukum para tersangka.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dirut Pertamina tegaskan kualitas Pertamax sesuai standar

    Dirut Pertamina tegaskan kualitas Pertamax sesuai standar

    BBM Pertamina secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS)

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menegaskan produk Pertamax, jenis BBM dengan angka oktan (research octane number/RON) 92, dan seluruh produk Pertamina lainnya, telah memenuhi standar dan spesifikasi, yang ditentukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

    “Kami pastikan operasional Pertamina saat ini berjalan lancar dan terus mengoptimalkan layanan, serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat,” kata Simon di Jakarta, Kamis.

    Simon menjelaskan produk BBM Pertamina secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS).

    Simon mengatakan Pertamina menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung atas tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina dalam kurun 2018-2023.

    Ia pun memastikan selama proses penyidikan tersebut, operasional Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM kepada masyarakat tetap berjalan dengan lancar.

    Pertamina, lanjutnya, sebagai induk perusahaan dari berbagai lini bisnis energi, terus berupaya untuk meningkatkan kinerja tata kelola yang baik (good corporate governance) di dalam Pertamina Group, antara lain melalui sinergi yang lebih kuat dengan Kejaksaan Agung.

    Simon mengapresiasi kepercayaan dan dukungan semua pihak terhadap kualitas produk-produk Pertamina selama ini, serta meminta agar masyarakat tenang dan tidak terprovokasi dengan berbagai isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

    Pernyataan tersebut merespons keresahan masyarakat akibat ramainya pemberitaan terkait BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.

    Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

    RON 90 tersebut kemudian dilakukan pencampuran (blending) di penyimpanan atau depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

    Kabar tersebut menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023. Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    Atas hal tersebut, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso Fadjar menegaskan produk Pertamax yang sampai ke masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

    “Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing,” ucap Fadjar ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kejagung: Bos Pertamina Patra Niaga Perintahkan Oplos Pertamax

    Kejagung: Bos Pertamina Patra Niaga Perintahkan Oplos Pertamax

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta baru dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023. Kejagung menduga dua tersangka baru, yang merupakan bos PT Pertamina Patra Niaga, memerintahkan oplos Pertamax.  

    Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan Maya dan Edward berperan melakukan pembelian bahan bakar RON 90 atau lebih rendah atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), yang telah ditetapkan sebagai tersangka. 

    Hanya saja, Qohar mengatakan pembelian bahan bakar itu tidak sesuai perencanaan. Sebab, kata dia, seharusnya pembelian itu dilakukan untuk pembelian RON 92 atau sejenis Pertamax.

    “Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Selanjutnya, Maya juga diduga telah memerintahkan Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 Premium dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga RON 92.

    “Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” tambahnya.

    Kemudian, Maya dan Edward juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung. 

    Namun dalam pelaksanaannya, kedua tersangka justru menggunakan metode spot atau penunjukan langsung sehingga PT Pertamina Patra Niaga harus membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

    Selain itu, Kejagung mengatakan Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui soal mark up kontrak shipping Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YF). 

    Perbuatan itu kemudian telah membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%-15% kepada PT Navigator Khatulistiwa yang diketahui melawan hukum.

    “Fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” pungkasnya.

    Atas perbuatan itu, Maya dan Edward disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018–2023.

    Pada Senin (24/2), penyidik menetapkan tujuh orang tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku PT Pertamina International Shipping.

    Tersangka lainnya, yakni Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Kejagung menjelaskan posisi kasus ini adalah pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

  • Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

    Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

    PIKIRAN RAKYAT – Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan identitas dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Penetapan ini menambah daftar tersangka menjadi sembilan orang. Berikut ini dua tersangka baru yang ditahan oleh Kejagung:

    Maya Kusmaya (MK): Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

    Edward Corne (EC): VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Proses Penetapan Tersangka

    Penetapan kedua tersangka ini dilakukan setelah Kejagung melakukan penyidikan kepada keduanya, yang sebelumnya berstatus sebagai saksi.

    “Terhadap dua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah nomor 19/F.2/FD.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025. Ini untuk tersangka Maya Kusmaya. Sedangkan untuk tersangka Edward Corne berdasarkan penetapan tersangka nomor 20/F.2/FD.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025,” papar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.

    Total Tersangka

    Dengan penetapan ini, hingga Rabu, 26 Februari 2025 malam, telah ditetapkan 9 tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Dampak dan Kerugian Negara

    Kasus korupsi ini diduga telah menyebabkan kerugian negara yang sangat signifikan. Menurut informasi yang didapat, kerugian negara mencapai angka Rp193,7 Triliun. Rincian dari kerugian tersebut antara lain:

    Kerugian dari kegiatan ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, dengan jumlah kerugian mencapai Rp35 Triliun.

    Kerugian dari kegiatan impor minyak mentah melalui DMUT/Broker, dengan jumlah kerugian mencapai Rp2,7 Triliun.

    Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau. Upaya penegakan hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.

    Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor energi. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan hasil yang optimal bagi kepentingan negara.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News