Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Skandal Korupsi BBM Rp193,7 Triliun Bermuara Sampai Mana?

    Skandal Korupsi BBM Rp193,7 Triliun Bermuara Sampai Mana?

    Bisnis.com, JAKARTA – Publik dibuat geger dengan temuan skandal kasus korupsi tata kelola migas di lingkungan PT Pertamina (Persero) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Tidak tanggung-tanggung, total nilai kerugian negara atas pemufakatan jahat tersebut ditaksir mencapai Rp193,7 triliun. Hitungan itu bahkan baru merupakan kerugian dalam satu tahun, sedangkan praktik tersebut telah dijalankan sejak 2018 hingga 2023.

    Kejagung yang menangani kasus ini menyatakan, pada mulanya Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan 7 Orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023. 

    Para tersangka tersebut yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

    Selain itu, tersangka lainnya adalah AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Dalam perkembangan terbaru, Tim Penyidik pada Jampidsus menetapkan 2 orang tersangka pada perkara tersebut. Kali ini, Kejagung meringkus MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan EC selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Dengan demikian, Kejagung telah meringkus sebanyak 9 orang dalam pusaran kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

    Persongkolan Tersangka

    Kejagung membeberkan bahwa para tersangka telah terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam periode 2018–2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

    Berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, tersangka SDS, dan tersangka AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.

    Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak. Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS, produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai kualitas kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.

    Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor.

    Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

    Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi.

    Sementara itu, tersangka RS, tersangka SDS dan tersangka AP berperan dalam memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. Tersangka DM dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari tersangka RS untuk impor produk kilang.

    Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

    Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan komisi sebesar 13%–15% secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

    Sementara itu, dua tersangka baru yang diringkus diketahui memiliki melakukan skenario untuk mengimpor BBM yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Tersangka MK dan tersangka EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang.

    Tersangka MK memerintahkan dan memberikan persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88  dengan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92. 

    Tersangka MK dan tersangka EC melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term/pemilihan langsung (waktu berjangka) sehingga diperoleh harga wajar tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot/penunjukan langsung (harga yang berlaku saat itu) sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

    Tersangka MK dan tersangka EC mengetahui dan menyetujui adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%–15% secara melawan hukum dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.

  • Kejagung Disorot Soal Oplosan BBM Pertamina hingga Rugikan Negara Hampir Rp1.000 Triliun, Seringkali Bombastis di Awal

    Kejagung Disorot Soal Oplosan BBM Pertamina hingga Rugikan Negara Hampir Rp1.000 Triliun, Seringkali Bombastis di Awal

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi menyentil Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan korupsi di Pertamina.

    “Tapi seringkali narasi Kejaksaan ini hanya bombastis di awal,” kata Islah dikutip dari unggahannya di X, Jumat (28/2/2025).

    Islah mengatakan kerap kali kejaksaan menggembar-gemborkan dugaan korupsi dengan nilai fantastis. Sehingga buat heboh.

    “Nilainya dibuat fantastis supaya kesan penangkapannya mewah dan populer,” ujarnya.

    Namun dalam beberapa kasus, kata Islah. Seperti di kasus Timah dan Tom Lembong, belakangan kejaksaan tidak bisa membuktikan nilai korupsi dimaksud di awal.

    “Seperti kasus Timah yang konon ratusan triliun dan Tom Lembong ratusan miliar, belakangan berubah jadi sekedar ‘potensi’ kerugian negara,” jelasnya.

    Ia mengambil contoh kasus timah. Mulanya disebut Rp300 triliun. Tapi pembuktiannya tidak sebesar itu.

    “Nah itu dia. Kasus Timah nilai korupsinya dibilang Rp300 Triliun. Publik kaget. Tapi lebih kaget lagi ketika vonisnya hanya 6.5 tahun. Ya jelas, karena di persidangan pembuktiannya tidak sebesar itu,” terangnya.

    “Baru setelah banding, vonis bisa diperberat. Itupun karena kuatnya dorongan publik,” tambahnya.

    Sebelumnya Kejaksaan Agung mengatakan praktik oplosan bahan bakar minyak RON 90 menjadi RON 92 dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terjadi pada tahun 2018–2023.

    Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar untuk merespons adanya isu masih adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang beredar di masyarakat.

  • Kejati Jakarta Tangkap 1 Tersangka Kasus “Tilap” Uang Oknum Jaksa

    Kejati Jakarta Tangkap 1 Tersangka Kasus “Tilap” Uang Oknum Jaksa

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta telah menangkap satu buron dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terhadap oknum jaksa penuntut umum (JPU).

    Aspidsus Kejati Jakarta, Syarief Sulaeman Nahdi mengatakan tersangka itu merupakan kuasa hukum korban Robot Trading Fahrenheit berinisal OS.

    “Sudah semalam ditangkap jam 1,” ujar Syarief saat dikonfirmasi, Jumat (28/2/2025).

    Dia menambahkan, kini status OS sudah menjadi tersangka dan langsung ditahan di Rutan Salemba cabag Kejari Jakarta Selatan.

    “Ditahan di Rutan [Kejari] Jakarta Selatan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, kasus ini telah menyeret Kasi Intel Kejaksaan Negeri Landak Kalimantan Barat, Azam Akhmad Akhsya (AZ). Kala itu, Azam menjadi jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara Robot Trading Fahrenheit.

    Singkatnya, JPU kemudian melaksanakan eksekusi pengembalian barang bukti kurang lebih Rp61,4 miliar pada 23 Desember 2023. 

    Namun, atas bujuk rayu kuasa hukum korban berinisial BG dan OS, uang tersebut kemudian dikondisikan. Pengkondisian itu terjadi dalam dua tahap.

    Pertama, OS bakal mengembalikan uang Rp23,2 miliar kepada korban. Namun, dari uang itu, sebanyak Rp17 miliar diduga “ditilap” dan dibagikan masing-masing Rp8,5 miliar untuk Azam dan OS. Sisanya, Rp6,2 miliar dikembalikan ke korban.

    Kemudian, Azam kembali mendapatkan jatah Rp3 miliar dari pengembalian uang yang dilakukan oleh BG senilai Rp38,2 miliar. Dalam hal ini, BG juga diduga mendapatkan jatah Rp3 miliar. Alhasil, total uang yang diduga diperoleh Azam sebesar Rp11,5 miliar. 

    Adapun, Kepala Kejati Jakarta, Patris Yusrian Jaya menuturkan bahwa Azam telah menyimpan uang bagiannya di salah satu honorer Kejari Jakarta Barat. Uang itu juga sudah digunakan untuk kepentingan pribadi.

    “Dan saudara AZ uang ini digunakan untuk kepentingan pribadi, beli aset, dan sebagian lagi masuk di rekening istri,” ujar Patris di kantornya, Kamis (27/2/2025) malam.

  • Usut Korupsi Rumah Bersubsidi, Kejati Bali Segel Alat Berat dan Puluhan Rumah
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        28 Februari 2025

    Usut Korupsi Rumah Bersubsidi, Kejati Bali Segel Alat Berat dan Puluhan Rumah Denpasar 28 Februari 2025

    Usut Korupsi Rumah Bersubsidi, Kejati Bali Segel Alat Berat dan Puluhan Rumah
    Tim Redaksi
    BULELENG, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali tengah mengusut kasus dugaan
    korupsi rumah bersubsidi
    yang diduga melibatkan salah satu pengembang perumahan di Kabupaten
    Buleleng
    , Provinsi Bali.
    Dalam penyidikan kasus tersebut, penyidik
    Kejati Bali
    menyita dan menyegel sejumlah alat berat serta puluhan unit rumah bersubsidi.
    Sebanyak tiga unit ekskavator, satu unit
    dump truck
    , dan satu mobil disita penyidik pada Kamis (27/2/2025) malam.
    Penyidik juga menyita satu unit rumah beserta tanah di Desa Pemaron.
    Sebelumnya, pada Rabu (26/2/2025), penyidik menyegel 26 unit rumah bersubsidi dengan rincian 23 unit di Desa Tejakula, satu unit rumah di Desa Kubutambahan, dan dua unit rumah di Desa Panji.
    Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Operasi Kejati Bali, Anak Agung Ngurah Jayalantara, menjelaskan bahwa seluruh aset yang disita diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi rumah bersubsidi.
    “Kata dia, Kejati Bali tengah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi rumah bersubsidi. Penyidik menemukan indikasi penyelewengan rumah bersubsidi. Rumah tersebut seharusnya diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun tidak pada peruntukannya. Modusnya meminjam identitas masyarakat berpenghasilan rendah untuk rumah bersubsidi. Setelah itu dijual kepada masyarakat yang tidak berhak,” ungkap dia.
    Dalam penanganan kasus ini, kejaksaan akan berkoordinasi dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), yang merupakan penyelenggara program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
    “Kami akan koordinasi dengan BP Tapera selaku pemilik FLPP, bagaimana skema hukum yang bisa dilakukan. Karena yang membiayai BP Tapera bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” lanjut dia.
    Ia menambahkan bahwa seluruh aset yang disita merupakan milik perusahaan pengembang PT PPL.
    Puluhan unit rumah bersubsidi disita dengan pertimbangan agar tidak dipindahtangankan.
    “Jadi kami amankan, sita, dan segel supaya tidak berpindah tangan ke orang lain,” jelasnya.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemprov Jakarta: 356 Anak-Perempuan Jadi Korban Kekerasan Sejak Awal 2025

    Pemprov Jakarta: 356 Anak-Perempuan Jadi Korban Kekerasan Sejak Awal 2025

    Jakarta

    Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mencatat sebanyak 356 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi sejak awal 2025. Pihaknya berupaya membangun sinergi dengan berbagai pihak salah satunya dengan pihak kepolisian.

    Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary menyebut, data tersebut tercatat sejak Januari hingga 26 Februari 2025.

    “Pada Januari hingga 26 Februari 2025, ada sebanyak 356 korban. Kami berupaya berkolaborasi untuk memperkuat perspektif penegak hukum dalam menangani kasus perempuan dan anak, termasuk disabilitas. Menerapkan pasal yang tepat dalam proses penegakan hukum, menerapkan alat bukti yang khusus dalam kasus perempuan dan anak, khususnya kekerasan seksual,” kata Miftah dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).

    “Selain itu meningkatkan upaya dalam membantu korban mendapatkan akses kepada layanan rehabilitasi psikososial; serta mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam proses penegakan hukum,” lanjutnya.

    Di sisi lain, untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, Miftah menjelaskan Dinas PPAPP bersama aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus dengan maksimal seluruh laporan kepolisian terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    Jika pelaku adalah anak, Miftah mengatakan maka perlu dilakukan restorative justice dan diversi. Namun, jika pelaku merupakan orang dewasa, maka proses kepolisian harus dijalankan hingga pelimpahan berkas ke kejaksaan.

    “Namun, jika pelaku merupakan orang dewasa, maka proses kepolisian harus dijalankan hingga pelimpahan berkas ke kejaksaan,” ujarnya.

    Selain dengan kepolisian, Dinas PPAPP juga memperkuat kolaborasi yang lebih optimal dengan APH lainnya, seperti Kejaksaan dan Pengadilan untuk mempererat koordinasi terkait kasus yang ditangani oleh UPT Pusat PPA Provinsi DKI Jakarta.

    Selain dengan kepolisian, Dinas PPAPP juga memperkuat kolaborasi yang lebih optimal dengan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya, seperti Kejaksaan dan Pengadilan untuk mempererat koordinasi terkait kasus yang ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat PPA Provinsi DKI Jakarta.

    “Terkait upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang akan terus berlanjut pada 2025, yaitu melaksanakan sosialisasi,bimtek, pelatihan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ungkapnya.

    Selain itu, pihaknya akan terus mengampanyekan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan sasaran masyarakat dan melibatkan berbagai pihak seperti anak, orangtua, sekolah, lembaga masyarakat, perwakilan pemuda dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), seperti Abang None, Duta Pora

    “Lalu kami akan melakukan edukasi kepada masyarakat melalui media sosial Dinas PPAPP serta menyebarluaskan media informasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di kanal-kanal milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bentuk penayangan di videotron, penyebarluasan poster, infografis, leaflet, dan lain-lain,” imbuhnya.

    Untuk diketahui, total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama tahun 2023 tercatat sebanyak 1.682 korban. Kemudian pada tahun 2024 tercatat sebanyak 2.041 orang, dengan rincian korban Perempuan Dewasa sebanyak 893 orang dan korban Anak sebanyak 1.148 orang.

    (bel/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Imam Shamsi Ali Desak Dirut Pertamina dan Menteri Mundur: 950 Triliun? That’s a Lot of Money

    Imam Shamsi Ali Desak Dirut Pertamina dan Menteri Mundur: 950 Triliun? That’s a Lot of Money

    Di posisi kedua, Pertamina menjadi sorotan akibat dugaan skandal pencampuran bahan bakar minyak (BBM) yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Kasus ini melibatkan anak perusahaan Pertamina, yakni Pertamina Patra Niaga, yang diduga mencampurkan BBM bersubsidi dengan non-subsidi untuk meraup keuntungan besar secara ilegal.

    Sementara itu, Bank Indonesia berada di peringkat ketiga dalam skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang mencatatkan nilai korupsi hingga Rp 138 triliun. Dana yang seharusnya digunakan untuk menyelamatkan perbankan nasional pasca-krisis ekonomi justru diselewengkan oleh sejumlah pihak.

    Selain itu, berbagai kasus korupsi besar lainnya juga mencatatkan kerugian yang tidak kalah fantastis. Misalnya, PT Dutapalma dengan dugaan korupsi Rp 78 triliun terkait penyerebotan lahan, TPPI dengan kerugian Rp 37,8 triliun akibat penjualan kondensat ke pihak asing, serta ASABRI yang mengalami skandal pengelolaan dana investasi senilai Rp 22,7 triliun.

    Beberapa kasus lain yang turut mencuri perhatian adalah PT Jiwasraya (Rp 16,8 triliun) dalam skandal manipulasi laporan keuangan, PT Musim Mas (Rp 12 triliun) terkait izin ekspor sawit mentah, serta Garuda Indonesia (Rp 9,37 triliun) dalam kasus pengadaan pesawat CRJ. Tak ketinggalan, proyek BTS 4G di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) juga dikaitkan dengan dugaan korupsi senilai Rp 8 triliun.

    Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2018 hingga 2023, total kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp 968,5 triliun atau mendekati Rp 1.000 triliun. Dengan angka sebesar ini, skandal di Pertamina berpotensi menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. (zak/fajar)

  • Bersinergi dengan kejaksaan, Pertamina jamin BBM di SPBU berkualitas

    Bersinergi dengan kejaksaan, Pertamina jamin BBM di SPBU berkualitas

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Bersinergi dengan kejaksaan, Pertamina jamin BBM di SPBU berkualitas
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 26 Februari 2025 – 21:11 WIB

    Elshinta.com – PT Pertamina Patra Niaga bersinergi dengan aparat kejaksaan guna menjamin seluruh produk bahan bakar minyak (BBM), yang dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) berkualitas untuk masyarakat.

    Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, meminta agar masyarakat tidak perlu merasa resah dengan isu BBM oplosan.

    Menurut dia, pihaknya menjamin BBM yang dijual di SPBU Pertamina sudah sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Artinya, lanjut Heppy, produk bahan bakar Pertamax adalah BBM, yang sesuai dengan RON 92 dan Pertalite memiliki RON 90.

    “Masyarakat tidak perlu resah untuk menggunakan BBM Pertamina, karena BBM yang dipasarkan saat ini sudah sesuai spesifikasi,” katanya.

    Di sisi lain, tambah Heppy, Pertamina Patra Niaga juga menghormati proses hukum, yang saat ini sedang berjalan di Kejaksaan Agung RI.

    Ia mengatakan Pertamina Patra Niaga bersama Kejaksaan Agung RI akan terus bersama-sama dan berkomitmen menuntaskan proses hukum tersebut.

    “Pertamina Patra Niaga dan kejaksaan juga akan saling berkoordinasi termasuk dalam menuntaskan perkara ini,” ujarnya.

    Menurut Heppy, Pertamina berjanji untuk terus berbenah demi mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) termasuk bersinergi dengan aparat Kejaksaan Agung RI.

    “Pertamina Patra Niaga akan terus melakukan perbaikan tata kelola dalam rangka mewujudkan good corporate governance termasuk bersinergi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia,” sebut Heppy.

    Sumber : Antara

  • Kejagung Geledah Lokasi Blending Pertamax hingga Istana Buka Suara

    Kejagung Geledah Lokasi Blending Pertamax hingga Istana Buka Suara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah perusahaan yang diduga menjadi lokasi blending pertamax di Merak, Banten.

    Selain itu, penyidik juga terus menelusuri jejak keterlibatan anak dari pengusaha Mohammad Riza Chalid, Muhammad Kerry Adiranto Riza, dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah sub holding Pertamina. 

    Belum lama ini, penyidik antikorupsi gedung bundar telah menggeledah 3 tempat sekaligus. Lokasi pertama kediaman Riza Chalid di Jalan Panglima Polim, Melawai Jakarta Selatan, kemudian rumah di Jalan Jenggala II, Jakarta Selatan dan sebuah perusahan di Merak, Banten.

    “[Kemarin] penyidik melakukan penggeledahan [di rumah Riza Chalid] di jalan Panglima Polim 2,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar di Kejagung, Kamis (27/2/2025). 

    Harli menuturkan bahwa di rumah di Jalan Jenggala II, Jakarta Selatan penyidik kembali menyita 144 bunder berkas. Semetara terkait perusahaan di Merah, penyidik menduga menjadi tempat blending produk kilang jenis RON 88 Premium dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Adapun, perusahaan itu tercatat milik anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    “Di kota Cilegon ya di satu tempat yaitu PT OTM (cek) yang diduga sebagai storage atau tempat depo, yang menampung minyak yang diimpor dan itu sekarang sedang berlangsung juga,” jelasnya.

    Perintah Oplos Pertamax

    Di sisi lain, penyidik telah mengungkap fakta baru dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023. Kejagung menduga dua tersangka baru, yang merupakan bos PT Pertamina Patra Niaga, memerintahkan oplos Pertamax.  

    Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan Maya dan Edward berperan melakukan pembelian bahan bakar RON 90 atau lebih rendah atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), yang telah ditetapkan sebagai tersangka. 

    Hanya saja, Qohar mengatakan pembelian bahan bakar itu tidak sesuai perencanaan. Sebab, kata dia, seharusnya pembelian itu dilakukan untuk pembelian RON 92 atau sejenis Pertamax.

    “Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Selanjutnya, Maya juga diduga telah memerintahkan Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 Premium dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga RON 92.

    “Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” tambahnya.

    Kemudian, Maya dan Edward juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung. 

    Namun dalam pelaksanaannya, kedua tersangka justru menggunakan metode spot atau penunjukan langsung sehingga PT Pertamina Patra Niaga harus membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

    Selain itu, Kejagung mengatakan Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui soal mark up kontrak shipping Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YF). 

    Perbuatan itu kemudian telah membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%-15% kepada PT Navigator Khatulistiwa yang diketahui melawan hukum.

    “Fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” pungkasnya.

    Istana Buka Suara

    Semetara itu, Istana Kepresidenan meminta supaya kasus korupsi di PT Pertamina terkait tata kelola minyak mentah menjadi pembelajaran bagi BUMN lainnya dalam memperbaiki tata kelola.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa meskipun kasus yang melibatkan Pertamina Patra Niaga bukanlah masalah yang terjadi di tubuh utama Pertamina, tetapi pemerintah mendukung sepenuhnya Kejaksaan. 

    Menurutnya, langkah ini dianggap penting dalam upaya memerangi korupsi, sebagaimana telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Hasan menekankan bahwa korupsi harus diberantas di seluruh lembaga negara, baik di pusat maupun daerah, termasuk di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemerintah juga mendorong Pertamina untuk terus memperbaiki tata kelola agar perusahaan ini bisa berkembang lebih baik dan lebih transparan.

    “Pertamina adalah aset besar bangsa Indonesia, salah satu kekuatan ekonomi kita dan mungkin satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk dalam jajaran Fortune 500,” ujar Hasan.

    Dalam hal ini, Hasan menilai tindakan bersih-bersih di Pertamina sangat didukung agar nantinya perusahaan tersebut menjadi lebih akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan dalam tata kelolanya.

    Pemerintah berharap dengan perbaikan ini juga dilakukan oleh BUMN lainnya, sehinga akan lebih efisien dan manfaatnya dapat dirasakan oleh lebih banyak masyarakat Indonesia.

    Mengomentari langkah-langkah perbaikan tata kelola, Hasan menjelaskan bahwa bukan hanya Pertamina yang perlu melakukan perubahan, tetapi seluruh institusi negara dan BUMN juga harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam operasionalnya.

    Pemerintah, melalui Presiden, juga telah melakukan efisiensi anggaran di APBN, dan ini harus diikuti oleh sektor BUMN untuk menciptakan hasil yang optimal.

    “Sebenarnya bukan hanya di Pertamina ya, tetapi di seluruh institusi negara, di seluruh BUMN, langkah-langkah perbaikan tata kelola. Kan Presiden dari sisi pengelolaan APBN kan sudah melaksanakan efisiensi, supaya lemak-lemak yang ada dalam belanja APBN selama ini itu bisa dihilangkan,” ucapnya.

  • Jaksa Azam Pakai Rp 11,5 M Hasil Tilap Barang Bukti Milik Korban Trading Fahrenheit untuk Beli Aset – Halaman all

    Jaksa Azam Pakai Rp 11,5 M Hasil Tilap Barang Bukti Milik Korban Trading Fahrenheit untuk Beli Aset – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Azam Akhmad Akhsya alias AZ, tersangka kasus suap barang bukti kasus Robot Trading Fahrenheit menggunakan hasil kejahatannya untuk membeli sejumlah aset.

    Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Putra mengatakan, aset itu dibeli Azam usai mendapatkan bagian Rp 11,5 miliar yang dihasilkannya dari menilap uang barang bukti yang semestinya dikembalikan kepada korban Robot Trading Fahrenheit.

    Uang yang ditilap itu merupakan hasil kongkalikong Azam dengan kuasa hukum para korban yakni BG dan OS yang dalam kasus ini juga turut terlibat.

    “Saudara AZ uang ini digunakan untuk kepentingan pribadi membeli aset,” kata Patris dalam saat jumpa pers di Gedung Kejati DKI Jakarta, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025).

    Azam kata Patris, diketahui juga telah menyimpan sebagian uang yang didapatkan menggunakan rekening istrinya.

    Patris mengatakan juga sudah memeriksa istri Azam perihal perkara tersebut.

    Hanya saja dia memastikan bahwa uang itu tidak dialirkan Azam ke istrinya melainkan dijadikan tempat penyimpanan uang.

    “Jadi bukan mengalir, disimpan di rekening istrinya. Istrinya sudah diperiksa kemarin,” pungkasnya.

    Tilap Barang Bukti Rp 61,4 Miliar

    Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menangkap mantan Jaksa Penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Azam Akhmad Akhsya terkait kasus penerimaan suap dari aset sita eksekusi milik ribuan korban Robot Trading Fahrenheit.

    Kepala Kejati DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya mengatakan, Azam diduga menerima suap berupa aset itu usai berkongkalikong dengan dua kuasa hukum para korban yakni BG dan OS.

    “Salah satu oknum jaksa inisial AZ ditetapkan sebagai tersangka,” kata Patris dalam jumpa pers, Kamis (27/2/2025).

    Patris menjelaskan, bahwa Azam menerima suap itu ketika dirinya yang saat itu menjabat sebagai JPU di Kejari Jakarta Barat hendak melakukan tahap eksekusi terhadap aset milik korban sejumlah Rp 61,4 miliar.

    Namun, Azam kata Patris dibujuk oleh BG dan OS agar tidak mengembalikan seluruhnya aset-aset tersebut.

    “Kuasa hukum bekerja sama dengan oknum jaksa inisial AZ dengan hanya mengembalikan sebesar Rp 38,2 M,” ucap Patris.

    Lebih lanjut dijelaskan Patris, BG dan OS kemudian membagi tiga sisa aset yang seharusnya dikembalikan kepada korban yakni sejumlah Rp 23,2 miliar.

    Adapun Azam disebut mendapat bagian sebesar Rp 11,5 miliar dari hasil kongkalikong tersebut, sedangkan sisanya dibagi dua untuk BG dan OS.

    Akibat perbuatannya ini ketiga orang itu pun kini ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan usai diduga terbukti melakukan korupsi berupa suap.

    “Tanggal 24 Februari 2025 terhadap saudara AZ sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dilaksanakan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” jelasnya.

    Sementara itu untuk tersangka OS saat ini masih dalam pengejaran pihaknya.

    “Dan OS kami imbau untuk menyerahkan diri,” pungkasnya.

    Terhadap Azam Kejati menerapkan Pasal Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan  Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Komisi XII DPR Sebut Skema Blending BBM Diperbolehkan: Enggak Ada Itu Oplosan – Halaman all

    Komisi XII DPR Sebut Skema Blending BBM Diperbolehkan: Enggak Ada Itu Oplosan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, mengatakan bahwa skema blending dalam produksi bahan bakar minyak (BBM) diperbolehkan.

    Skema tersebut tidak dilarang selama tidak menurunkan kualitasnya.

    Dia menekankan skema blending merupakan praktik yang sah dan umum dilakukan dalam industri energi, termasuk dalam sektor batu bara dan BBM.

    “Yang harus digarisbawahi, enggak ada itu skema oplosan. Jadi, di dalam minerba adanya skema blending. Itu sah-sah saja selama tidak menurunkan kualitas,” ujar Bambang kepada wartawan, Kamis (27/2/2025)

    Dia mencontohkan skema ini dilakukan dalam industri batu bara.

    Perusahaan tambang diperbolehkan mencampur batu bara dengan nilai kalor lebih tinggi dan lebih rendah untuk mencapai spesifikasi tertentu. 

    “Misalnya batu bara dengan GAR 5.000 dicampur dengan yang 4.000 supaya menjadi 4.500, itu bisa diblending. Aturan pemerintah membolehkan,” ujar Bambang.

    Legislator Gerindra itu menegaskan bahwa istilah “oplosan” lebih identik dengan pencampuran ilegal yang menurunkan kualitas bahan bakar.

    “Oplosan itu kalau misalnya bensin dicampur minyak tanah, atau cairan lain yang mengubah kualitas, itu baru namanya oplosan,” ujar Bambang.

    Dia menjelaskan bahwa semua jenis BBM memang melalui proses blending, baik di tahap produksi maupun di kilang minyak.

    Hal ini dilakukan untuk memastikan setiap varian BBM memiliki nilai oktan atau Research Octane Number (RON) yang sesuai standar.

    “Semua jenis bensin pasti di-blending, baik di teknik produksi maupun di kilang pun akan di-blending. Kan kita ada beberapa jenis RON, ada 90, 92, 95, dan 98. Itu standar spesifikasi dunia,” kata Bambang.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina periode 2018-2023 yang rugikan negara Rp 193,7 triliun.

    Adapun dua orang tersangka itu yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Direktur Penyidikan pada Jampdisus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka terhadap Maya dan Edward setelah ditemukan adanya alat bukti yang cukup terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan keduanya.

    “Penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa kedua tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan tujuh tersangka kemarin,” kata Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025).

    Sebelum ditetapkan tersangka, penyidik lanjut Qohar sempat melakukan jemput paksa terhadap keduanya.

    Pasalnya dua petinggi PT Pertamina Patra Niaga itu tidak hadir ketika hendak dilakukan pemeriksaan sebagai saksi atas kasus korupsi tersebut.

    “Jadi kedua tersangka kita panggil dengan patut jam 10 namun demikian sampai jam 2 yang bersangkutan belum hadir sehingga kita terpaksa menjemput yang bersangkutan di kantornya,” jelas Qohar.

    Usai ditetapkan sebagai tersangka, keduanya pun ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

    Sedangkan akibat perbuatannya, Maya dan Edward pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat 2 ke-1 KUHP.

    Alhasil kini Kejagung telah menetapkan sebanyak 9 orang tersangka dalam kasus yang merugikan negara senilai Rp 193,7 triliun.

    Adapun ketujuh orang tersangka yang sebelumnya telah ditetapkan itu yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shiping.

    Kemudian AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Akibat perbuatannya, para tersangka pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Usai ditetapkan sebagai tersangka mereka kini ditahan selama 20 hari ke depan.