Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Seharusnya yang Diperkuat Lembaga Pengawasan

    Seharusnya yang Diperkuat Lembaga Pengawasan

    loading…

    Sekjen PBHI Nasional Gina Sabrina menyoroti sejumlah pasal bermasalah dalam revisi UU Kejaksaan. Foto/istimewa

    JAKARTA – Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan terus menuai polemik di masyarakat. Penambahan kewenangan jaksa dalam RUU tersebut dinilai berlebihan.

    Sekjen PBHI Nasional Gina Sabrina menilai, rencana revisi tidak hanya menyangkut persoalan perampasan kebebasan individu, tetapi juga berkaitan dengan upaya legitimasi serta penguatan kekuasaan.

    “Alih-alih membatasi kewenangan, revisi terhadap berbagai aturan justru berpotensi memperluas serta memperkuat otoritas lembaga yang terlibat,” ujarnya, dalam diskusi bertajuk “UU dan RUU Kejaksaan membuat Jaksa Jadi lembaga Superbody yang Mengancam Negara Hukum” di Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Gina juga menyoroti beberapa pasal yang dianggap bermasalah, salah satunya penambahan kewenangan bagi Kejaksaan seperti pemberian hak kepada intelijen Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan, pemberian imunitas bagi jaksa, serta tugas pengamanan pelaksanaan pembangunan dan operasi peran lainnya.

    “Sebelum memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Kejaksaan, seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap institusi tersebut untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitasnya,” katanya.

    Menurut Gina, penambahan kewenangan jaksa berupa intelijen bisa melakukan penyelidikan, imunitas, pengamananan pelaksanaan pembangunan, harusnya dilakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum dilakukannya revisi terhadap dan memperkuat kejaksaan. Terlebih yang berkaitan dan bersentuhan dengan demokrasi, hak asasi manusia dan negara hukum.

    “Seharusnya yang perlu dilakukan adalah memperkuat mekanisme pengawasan baik internal maupun eksternal. Memperkuat lembaga-lembaga pengawas seperti Komnas HAM, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian, Ombudsman, baik dari aspek anggaran, kewenangan, dan sebagainya,” katanya

    (cip)

  • Ini 5 Pernyataan Ahok usai Diperiksa Penyidik Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi Pertamina – Halaman all

    Ini 5 Pernyataan Ahok usai Diperiksa Penyidik Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi Pertamina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina.

    Ahok tiba di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Kamis (13/3/2025) pagi dan menjalani pemeriksaan selama 10 jam.

    Dalam pemeriksaan tersebut, Ahok membawa catatan rapat sebagai data pendukung, meski tidak menjelaskan detail isinya.

     

    Ia menyatakan siap membantu Kejaksaan Agung dengan informasi yang ia ketahui selama menjabat.

    Terkejut dengan Temuan Kejagung

    Setelah keluar dari ruang pemeriksaan pada pukul 18.31 WIB, Ahok mengungkapkan keterkejutannya atas berbagai temuan yang disampaikan penyidik. Ia mengaku baru mengetahui adanya dugaan penyimpangan dalam operasional subholding Pertamina.

    “Saya juga kaget-kaget, kok gila juga ya,” ujar Ahok kepada wartawan.

    Ia menegaskan bahwa sebagai Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024, dirinya tidak memiliki akses langsung ke operasional anak perusahaan atau subholding.

    Dugaan Fraud dan Transaksi Mencurigakan

    Ahok mengaku baru mengetahui dugaan fraud dan transaksi mencurigakan saat diperiksa. Penyidik menjelaskan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan transaksi tertentu.

    “Saya kaget juga saat diberi tahu ada fraud, penyimpangan, dan transfer mencurigakan,” kata Ahok.

    Dirinya menegaskan, selama menjabat, kinerjanya hanya berfokus pada monitoring keuangan berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

    Membongkar Isi Rapat Selama di Pertamina

    Dalam pemeriksaan, Ahok memberikan keterangan mengenai rapat-rapat dan arahan yang pernah ia berikan selama menjadi Komisaris Utama. 

    Menurutnya beberapa arahan tidak dijalankan oleh jajaran direksi Pertamina.

    “Soal kenapa arahan tidak dikerjakan, silakan tanya ke direksi,” tegasnya.

    Meski sudah tidak menjabat, Ahok masih memiliki catatan agenda rapat yang dapat membantu penyidik dalam mengungkap kasus ini.

    Tidak Ditanya Soal Pertamax Oplosan

    Ahok juga menegaskan bahwa penyidik tidak menanyakan dugaan pengoplosan Pertamax dalam pemeriksaannya.

    Menurutnya, kasus yang sedang diselidiki jauh lebih kompleks.

    “Kalau pengoplosan, pasti konsumen langsung tahu karena kendaraan akan bermasalah,” ujarnya.

    Ia juga mengisyaratkan bahwa ada informasi yang belum bisa diungkap ke publik dan baru akan terungkap di persidangan.

    Kejagung Diminta Periksa Mantan Dirut Pertamina

    Ahok menilai Kejagung seharusnya juga memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, yang dianggap mengetahui banyak hal terkait kasus ini.

    “Seharusnya dipanggil juga, kan ada lapisan direktur utama sebelumnya,” kata Ahok.

    Saat ditanya apakah ia mengenal Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid yang menjadi tersangka dalam kasus ini, Ahok membantah mengenalnya.

    Sementara itu, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini, terdiri dari enam petinggi anak usaha Pertamina dan tiga broker.

    Dugaan korupsi ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.

    Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pencuri Tabung Gas Elpiji di Surabaya Dituntut 15 Bulan Penjara

    Pencuri Tabung Gas Elpiji di Surabaya Dituntut 15 Bulan Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) – Maulana Idris dituntut pidana penjara selama 15 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita karena mencuri tabung gas elpiji kemasan tiga kilogram.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Maulana Idris dengan pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan. Menetapkan masa penahanan yang dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan,” ujar Jaksa Hajita dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak.

    JPU juga menyatakan bahwa barang bukti dikembalikan kepada korban.

    “Satu tabung gas LPG ukuran 3 kilogram warna hijau dikembalikan kepada saksi Maulana Rizky Ramadhan,” tambahnya.

    Kasus ini bermula pada Minggu, 13 Oktober 2024, sekitar pukul 17.30 WIB, ketika terdakwa mencuri tabung gas LPG ukuran 3 kg milik Maulana Rizky Ramadhan, seorang pedagang seblak keliling, di Jl. Tambak Asri, Surabaya.

    Terdakwa saat itu mengendarai sepeda motor Honda Beat warna hitam dengan nomor polisi L-6707-CAI, berkeliling mencari target. Saat melewati lokasi kejadian, ia melihat tabung gas diletakkan di belakang gerobak seblak yang sedang ditinggal pemiliknya.

    Melihat kesempatan, terdakwa turun dari sepeda motor, mengambil tabung gas, lalu menaikkannya ke kendaraannya. Namun, aksinya diketahui oleh warga yang kemudian menyerahkannya kepada petugas kepolisian yang sedang berpatroli.

    Akibat perbuatannya, korban mengalami kerugian materil sebesar Rp250 ribu. Atas perbuatannya, Maulana Idris dijerat Pasal 362 KUHP tentang pencurian. [uci/beq]

  • Warga Tambaksari Surabaya Dituntut 2 Tahun Penjara atas Kasus Judi Togel Sydney

    Warga Tambaksari Surabaya Dituntut 2 Tahun Penjara atas Kasus Judi Togel Sydney

    Surabaya (beritajatim.com) – Mulyono, warga Tambaksari, Surabaya, dituntut dua tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anggraeni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Nyoman Ayu Wulandari di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jalan Arjuno No.16-18, Kelurahan Sawahan, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jumat (14/3/2025).

    Dalam tuntutannya, jaksa menyebut bahwa terdakwa terbukti sebagai pengepul judi togel jenis Sydney.

    “Menyatakan Terdakwa Mulyono bin Prayitno, terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana perjudian dengan melanggar Pasal 27 Ayat (2) Jo. Pasal 45 Ayat (3) UU RI No.1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dalam dakwaan pertama Penuntut Umum,” ujar Jaksa Anggraeni dalam tuntutannya.

    “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Mulyono bin Prayitno selama 2 tahun, dipotong masa tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda Rp10.000.000,-, subsidair 2 bulan penjara,” lanjutnya.

    Kasus ini bermula pada Senin, 4 November 2024, pukul 18.00 WIB, ketika petugas Polsek Tambaksari, Kusnomo dan M. Hosim, sedang melakukan patroli antisipasi kejahatan jalanan. Mereka menerima informasi dari masyarakat tentang adanya pengepul judi togel di Jalan Jedong No. 48. Saat dilakukan penindakan, polisi menemukan Mulyono sedang melakukan aktivitas perjudian togel Sydney.

    Barang bukti yang diamankan dari terdakwa antara lain satu unit handphone merek Samsung putih dan kartu ATM BRI warna putih.

    Berdasarkan penyelidikan, terdakwa menerima titipan taruhan dari para penombok menggunakan uang tunai. Jika jumlah taruhan melebihi Rp50 ribu, Mulyono terlebih dahulu melakukan deposit ke rekening BRI miliknya sebelum mentransfer dana ke rekening bandar atas nama Rubbieyanto melalui situs Shiokambing-03.com. Terdakwa memasukkan nomor taruhan para penombok dengan nominal bervariasi.

    Terdakwa menggunakan akun email [email protected] dengan username “bogang” dan password “7878” untuk masuk ke situs judi tersebut. Ia kemudian memilih permainan togel Sydney yang mengikuti hasil undian dari Australia. Dari omzet Rp50 ribu, terdakwa mendapatkan komisi sebesar Rp10 ribu, dengan sistem berlaku kelipatan untuk nilai taruhan yang lebih besar.

    Perjudian yang dilakukan terdakwa tidak memiliki izin dari pihak berwenang. [uci/beq]

  • Penyidik Geledah 4 Lokasi Terkait Kasus Korupsi PDNS Komdigi, Ini Daftarnya

    Penyidik Geledah 4 Lokasi Terkait Kasus Korupsi PDNS Komdigi, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menggeledah empat lokasi dalam perkara dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kominfo (sekarang Komdigi) periode 2020-2024.

    Kepala Seksi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting mengatakan pihaknya telah menerbitkan sprindik No: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025.

    Adapun keempat wilayah yang digeledah mulai dari Jakarta Pusat di perkantoran Menara Salemba dan Menara Oasis. Kemudian, di kediaman pihak-pihak terkait yang berlokasi di Cilandak Jakarta Selatan, Bogor dan Tangerang Selatan.

    “Ada di Cilandak rumah pihak terkait, di Bogor rumah pihak terkait juga, sama satu lagi di Tangerang rumah juga,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).

    Bani menambahkan, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti mulai dari dokumen, uang hingga aset seperti mobil, tanah dan bangunan.

    “Menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kominfo diduga melakukan pengondisian pengadaan barang atau jasa serta pengelolaan PDNS periode 2020-2024.

    Pengondisian tender proyek PDNS itu diduga untuk memenangkan perusahaan PT AL. Adapun, total nilai proyek PDNS ini senilai Rp958 miliar.

  • Usut Korupsi Pertamina, Kejagung Didukung Presiden

    Usut Korupsi Pertamina, Kejagung Didukung Presiden

    loading…

    Presiden Prabowo Subianto memberikan dukungan moral ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai Presiden Prabowo Subianto memberikan dukungan moral ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 hingga tuntas. Tujuannya, agar Korps Adhyaksa tidak takut mengusut kasus yang telah menjerat sembilan orang tersangka itu.

    “Bukan mengintervensi tapi memberi dukungan moral agar Kejagung jangan takut, jangan gentar untuk mengusut orang-orang di balik layar yang menikmati keuntungan itu. Harus dibersihkan agar minyak tidak kotor lagi,” kata Nasir, Jumat (14/3/2025).

    Kasus ini menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk membersihkan Pertamina Patraniaga dari orang-orang yang tidak berkompeten. “Yang mungkin mereka hanya seperti wayang, yang digerakkan para dalang, Jika tidak dibersihkan, minyak kotor ini akan menggenangi Pertamina dan anak usahanya,” kata dia.

    Dia pun melihat Presiden Prabowo juga sedang ‘nge-gas’ masalah sawit, timah, dan sebagainya. “Jadi tidak ada kata takut untuk Presiden membersihkan Pertamina dari orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar,” ungkap Nasir.

    Menurut Nasir, jika ada perkara hukum yang disidik Pertamina memang akan mempengaruhi pada perekonomian negara. “Sedikit banyaknya memang akan mengganggu perekonomian nasional. Meskipun tidak banya memberikan dampak,” ungkapnya.

    Nasir melihat adanya pembiaran atau persekongkolan. Dia mengatakan, apa yang terjadi di Pertamina adalah karena lemahnya pengawasan internal. Termasuk dugaan praktik kongkalikong, persekongkolan jahat, yang menguntungkan sejumlah orang.

    Nasir bersyukur Kejagung bisa membongkar kasus dugaan korupsi di Pertamina. Menurut Nasir, kasus Pertamina melibatkan mafia yang terorganisir. “Baik di Indonesia maupun di luar Indonesia, sehingga persekongkolan ini terus terjadi” ungkapnya.

    “Harapan kita, penyidik Kejagung bisa menyasar ke aktor. Walaupun mereka menjabat direktur, tapi kan mereka digerakkan. Ini kan bagian dari perdagangan gelap. Jika hanya tujuh orang itu yang dijadikan tersangka maka aktor intelektual akan main lagi. Dengan demikian mata rantai ini hanya akan terputus sebentar,” kata Nasir.

    Jika aktor intelektual disikat habis, kata Nasir, akan lahir mata rantai baru, yang tidak akan merugikan keuangan negara. “Nama RC ini kan sudah lama. Bahkan pernah dicarilah. menjadi buronlah. Tapi kasusnya kemudian mengambang,” pungkasnya.

    (cip)

  • Komdigi Dukung Penuh Penegakan Hukum Proyek PDNS: Siap Beri Infomasi dan Data yang Dibutuhkan – Page 3

    Komdigi Dukung Penuh Penegakan Hukum Proyek PDNS: Siap Beri Infomasi dan Data yang Dibutuhkan – Page 3

    Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengadaan barang dan jasa pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2024.

    Kasus ini mengarah pada tindakan yang merugikan negara dengan total kerugian yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

    Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada tahun 2020 hingga 2024, ketika Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa untuk pengelolaan PDNS dengan total pagu anggaran sebesar Rp958 miliar.

    Dalam pelaksanaannya, pejabat di Kominfo bersama perusahaan swasta melakukan pengondisian untuk memenangkan PT AL sebagai pelaksana tender pada tahun 2020 dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000.

    “Tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360,” kata Beni melalui keterangan tertulis, Jumat, (14/3/2025).

    “Pada tahun 2022, terdapat adanya pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama,” sambungnya.

    Bani menjelaskan, hal itu dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp188.900.000.000.

    Perusahaan yang sama kembali memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak Rp350.959.942.158 pada 2023 dan Rp256.575.442.952 pada 2024. Perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.

    “Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia,” ungkap Beni.

     

  • Kejari Jakpus Geledah Kantor Komdigi Terkait Kasus PDNS!

    Kejari Jakpus Geledah Kantor Komdigi Terkait Kasus PDNS!

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menggeledah kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di kasus dugaan korupsi terkait PDNS periode 2020-2024.

    Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting. “Sudah, sudah [geledah di Komdigi],” ujar Bani saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).

    Dia menambahkan, penggeledahan itu dilakukan pada Kamis (13/3/2025) malam. Namun, dia masih belum bisa mengungkap barang bukti yang telah disita dari penggeledahan tersebut.

    “Masih rekap hari ini, itu juga masih running,” tambahnya.

    Sebelumnya, Kejari Jakpus juga telah melakukan penggeledahan di empat wilayah sekaligus, mulai dari Jakarta Pusat di perkantoran Menara Salemba dan Menara Oasis.

    Kemudian, di kediaman pihak-pihak terkait yang berlokasi di Cilandak Jakarta Selatan, Bogor dan Tangerang Selatan.

    Bani menambahkan, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti mulai dari dokumen, uang hingga aset seperti mobil, tanah dan bangunan.

    “Menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kominfo diduga melakukan pengondisian pengadaan barang atau jasa serta pengelolaan PDNS periode 2020-2024.

    Pengondisian tender proyek PDNS itu diduga untuk memenangkan perusahaan PT AL. Adapun, total nilai proyek PDNS ini senilai Rp958 miliar.

  • Ahok Dipanggil Kejagung soal Kasus Minyak Mentah, Ini 3 Responnya – Page 3

    Ahok Dipanggil Kejagung soal Kasus Minyak Mentah, Ini 3 Responnya – Page 3

    Kejagung kelar memeriksa mantan Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Dia mengakui penyidik Kejagung nyatanya memiliki data lebih banyak daripada miliknya soal masalah di internal Pertamina.

    “Ternyata dari Kejaksaan Agung, mereka punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu. Ibaratnya saya tahu cuma sekaki, dia tahu sudah sekepala, saya juga kaget-kaget juga, dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada permimpangan transverse seperti apa, dia jelasin, saya juga kaget-kaget karena kan ini kan subholding ya, subholding kan saya nggak bisa sampai ke operasional, saya cuma sampai memeriksa,” tutur Ahok di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (13 Maret 2025).

    Ahok menyebut, sebagai Komut dia hanya melakukan monitoring dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), termasuk soal untung rugi. Sementara selama dirinya menjabat, kinerja Pertamina menunjukkan hasil yang baik.

    “Jadi kita nggak tahu tuh, ternyata di bawah ada apa, kita nggak tahu, jadi saya minta data, saya cuma sampaikan agenda rapat kita terekam, tercatat, silakan di Kejaksaan Agung untuk meminta dari Pertamina. Nah, saya sendiri sampaikan bahwa ini ya sebatas itu kita tahu,” jelas dia.

  • Kronologi Kasus PDNS Kominfo, Biang Kerok Serangan Ransomware 2024

    Kronologi Kasus PDNS Kominfo, Biang Kerok Serangan Ransomware 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menjelaskan kasus dugaan korupsi pengadaan terkait Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020-2024 yang menyebabkan serangan ransomware pada 2024. 

    Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting menyampaikan kasus ini diusut berdasarkan sprindik dengan nomor Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tertanggal 13 Maret 2025. 

    Bani menjelaskan, kasus ini bermula saat pejabat Kominfo (sekarang Komdigi) diduga melakukan kongkalingkong dengan perusahaan swasta untuk memenangkan PT AL dalam proyek PDNS.

    Proyek pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan PDNS itu awalnya disepakati dengan PT AL senilai Rp60,3 miliar pada 2020.

    “Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL dengan nilai kontrak Rp60 miliar,” ujar Bani dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3/2025).

    Dia menambahkan bahwa pengerjaan proyek tender itu terus terjadi dengan perusahaan yang sama hingga 2024. Perinciannya, proyek senilai Rp102,6 miliar terjadi pada 2021. 

    Khusus proses pengadaan proyek PDNS 2022 dengan nilai Rp188,9 miliar, pejabat Kominfo diduga menghilangkan persyaratan agar bisa memenangkan proyek terhadap perusahaan yang sama.

    Selanjutnya, perusahaan yang sama kembali memenangkan proyek pengadaan komputasi awan dengan nilai proyek Rp350 miliar pada 2023 dan proyek Rp256 miliar pada 2024.

    “Dimana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301,” tambah Bani.

    Pengkondisian pemenangan tender yang diduga dilakukan pejabat Kominfo dan perusahaan swasta itu telah memicu penyerangan ransomware terhadap PDNS pada Juni 2024.

    “Sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia,” pungkasnya.