Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi

    Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi

    Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuat pernyataan tegas bahwa masih menangani kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2008-2015.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
    Kejagung
    , Anang Supriatna menegaskan bahwa Korps Adhyaksa belum melimpahkan pengusutan
    kasus minyak mentah
    tersebut ke
    KPK
    .
    “Pertama, pelimpahan belum ada, belum ada pelimpahan sama sekali. Yang kedua, tidak ada istilah pertukaran atau tukar guling, enggak ada, enggak ada,” kata Anang ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Pernyataan Kapuspenkum Kejagung tersebut menimbulkan pertanyaan pasalnya KPK sebelumnya menyebut bahwa penyidikan kasus minyak mentah tersebut telah dilimpahkan ke lembaga antirasuah.
    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto lantas memberikan respons dengan mengatakan bahwa pelimpahan kasus minyak mentah baru dinyatakan secara informal.
    Menurut dia, proses pelimpahan resmi masih dikoordinasikan dengan Kejagung.
    “Iya, itu yang terjadi. Belum ada pelimpahan secara resmi. Komunikasi informal sudah,” kata Fitroh saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Jumat.
    Sembari menunggu pelimpahan resmi, KPK dan Kejagung dikabarkan sudah saling berkoordinasi dalam mengusut perkara-perkara yang saling beririsan.
    Semua berawal dari pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto yang menyebut bahwa Kejagung melimpahkan pengusutan kasus minyak mentah ke lembaga yang dipimpinnya.
    Sementara itu, Setyo menyampaikan, KPK melimpahkan kasus pengadaan Google Cloud ke Kejagung karena sangat beririsan dengan kasus pengadaan Laptop Chromebook yang tengah ditangani Kejaksaan.
    “Dari hasil koordinasi untuk (penyelidikan) Google Cloud itu, nanti penanganannya akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 18 November 2025.
    Setyo mengatakan, pelimpahan penanganan kasus Google Cloud dilakukan mengingat perkara tersebut dan Chromebook terjadi dalam periode yang kurang lebih sama, yaitu sekitar masa pandemi Covid-19.
    “Dan karena konstruksi perkaranya, kemudian karena tempusnya dan lain-lain, semuanya memang harus diserahkan. Ya, itu yang terjadi,” ujarnya.
    Sementara itu, Setyo juga mengatakan, Kejagung telah melimpahkan kasus minyak mentah ke KPK karena periodenya sama.
    “Karena kan mereka (Kejagung) juga ternyata terinformasi mereka juga melakukan kegiatan yang sama. Nah, tapi karena tahu bahwa KPK sudah menerbitkan surat perintah penyidikan, sudah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, maka penanganannya dari Kejaksaan dilimpahkan,” kata Setyo.
    Namun akhirnya, pernyataan Ketua KPK tersebut dibantah Kejagung.
    Diketahui, KPK dan Kejagung memang tengah mengusut dua kasus dugaan korupsi yang saling beririsan.
    Pertama, kasus yang menyangkut PT Pertamina Persero dan anak perusahaanya.
    Kejagung diketahui tengah menyidik dugaan
    korupsi minyak mentah
    dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2008-2015.
    Kasus ini resmi naik ke penyidikan pada Oktober 2025 lalu.
    Sementara, KPK diketahui sudah lebih dahulu menyidik kasus seputar Petral. Namun, periodenya berbeda dengan Kejagung.
    KPK mengusut dugaan korupsi terkait pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) periode 2009-2015.
    Kedua, kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyeret nama eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
    Kejagung tengah menyidik kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019–2022.
    Kasus ini bahkan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk segera disidangkan.
    Sementara itu, KPK diketahui tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek.
    Periode kasus ini berdekatan dengan kasus yang tengah ditangani Kejagung. Bahkan, KPK mengklaim Nadiem merupakan calon tersangka dalam pengadaan Google Cloud.
    Nama Nadiem Makarim terseret di dua kasus berbeda, pengadaan laptop berbasis Chromebook dan pengadaan Google Cloud.
    Berdasarkan catatan
    Kompas.com
    , Kejagung lebih dahulu mengumumkan penyidikan kasus Chromebook.
    Pada 4 September 2025, Kejagung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus pengadaan laptop berbasis Chromebook. Dia menyusul empat orang lainnya yang sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
    Dalam kasus ini, Nadiem diduga telah melakukan sejumlah pengondisian agar produk Google ini bisa memenangkan pengadaan di kementerian yang dipimpinnya.
    Sementara terkait penyidikan Google Cloud, KPK belum menjelaskan lebih lanjut soal substansi kasusnya karena masih diselidiki.
    Namun, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, orang-orang yang terlibat di kasus Google Cloud dan Chromebook sama. Salah satunya, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
    KPK diketahui sudah cukup lama mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2009-2015.
    Pada 2019, Lembaga Antirasuah sempat melakukan pemeriksaan lanjutan pada sejumlah saksi.
    Penyidikan masih dilaksanakan hingga 2025 ini. Hingga akhirnya, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru pada 3 November 2025.
    Kasus Petral yang kini diusut lagi merupakan pengembangan dari dua kasus. Pertama, kasus suap pengadaan katalis di PT Pertamina (persero) tahun anggaran 2012-2014 dengan salah satu tersangka Direktur Pengolahan PT Pertamina Chrisna Damayanto.
    Kedua, kasus pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang pada periode 2012-2014, dengan tersangka Bambang Irianto selaku Direktur Petral.
    Sementara itu, Kejagung juga melakukan penyidikan untuk kasus pengadaan minyak mentah pada periode 2008-2015. Sejauh ini, sudah ada 20 orang saksi yang diperiksa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Periksa 40 Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi Ekspor POME

    Kejagung Periksa 40 Saksi dalam Kasus Dugaan Korupsi Ekspor POME

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa 40 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) pada 2022.

    Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri dugaan penyimpangan dalam proses ekspor limbah pengolahan minyak sawit yang nilai ekspornya tercatat lebih tinggi dari ekspor crude palm oil (CPO) pada periode yang sama.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan saksi yang telah dimintai keterangan berasal dari unsur birokrasi dan swasta. “Saksi lebih dari 40 orang. Dari birokrasi ada, dari swasta ada juga,” kata Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025). Ia tidak menjelaskan identitas para saksi maupun kemungkinan adanya pejabat tinggi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ikut diperiksa. “Saya enggak tahu pastinya,” ujarnya.

    Penyidikan perkara ini bermula dari temuan nilai ekspor POME yang melonjak hingga melampaui ekspor CPO pada 2022.

    POME sendiri adalah limbah cair kelapa sawit yang pada umumnya dimanfaatkan untuk mengurangi emisi gas metana atau digunakan sebagai bahan baku biogas. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan nilai ekspor limbah CPO mencapai US$1,7 miliar pada 2022, yang terdiri dari dua klasifikasi tarif berdasarkan parameter kadar asam lemak bebas maupun kadar air dan impurities.

    Direktorat Jampidsus Kejagung telah menggeledah lebih dari lima lokasi terkait perkara ini, termasuk kantor pusat Bea Cukai dan rumah sejumlah pejabat. Penggeledahan juga dilakukan di luar Jakarta. Dari rangkaian penggeledahan sebelumnya pada Oktober 2025, penyidik menyita sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan praktik ekspor POME pada 2022. Anang menyebut penggeledahan menjadi bagian dari langkah hukum lanjutan yang dilakukan setelah pemanggilan dan pemeriksaan saksi.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa sudah ada pihak di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang diperiksa terkait dugaan korupsi tersebut. Ia menegaskan bahwa kasus ini terjadi sebelum dirinya menjabat. “Biar saja orang lab yang diperiksa katanya ya, biarkan saja seperti apa,” ujar Purbaya.

    Ia menambahkan bahwa proses hukum sepenuhnya menjadi kewenangan Kejagung. “Saya enggak tahu biar prosesnya berjalan,” katanya.

    Purbaya juga menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan dan Kejagung memiliki kerja sama antarlembaga, termasuk dalam penegakan hukum. Ia menegaskan tidak ada perlindungan bagi pihak yang terbukti melakukan pelanggaran. Menurut dia, penindakan yang dilakukan Kejagung mencerminkan komitmen kerja sama tersebut.

    Hingga saat ini Kejagung belum memaparkan lebih rinci perihal konstruksi perkara maupun pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab. Penyidik memastikan proses pemeriksaan akan terus berlanjut untuk mengungkap dugaan praktik rasuah dalam ekspor POME

  • HLM TPID Kota Kediri, Gus Qowim Tegaskan Sinergi Pengendalian Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru

    HLM TPID Kota Kediri, Gus Qowim Tegaskan Sinergi Pengendalian Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru

    Kediri (beritajatim.com) – Wakil Wali Kota Kediri Qowimuddin memberikan arahan pada High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Kediri, Kamis (20/11/2025). Ada beberapa hal yang dibahas dalam HLM TPID ini, terkait dengan inflasi di Kota Kediri. Terutama dalam penguatan ketersediaan stok dan stabilitas harga menjelang Natal dan Tahun Baru. Serta pembahasan roadmap pengendalian inflasi 2025-2027.

    Berdasar data dari BPS Kota Kediri, pada bulan Oktober inflasi month to month Kota Kediri sebesar 0,40%. Berada di atas rerata inflasi Jawa Timur 0,30% dan inflasi nasional 0,28%. Inflasi year to date sebesar 1,98%, setara dengan inflasi Jatim dan di bawah inflasi nasional sebesar 2,10%. Untuk inflasi year on year sebesar 2,68%, berada di bawah rerata inflasi Jatim 2,69% dan inflasi nasional 2,86%. Di bulan Oktober ada 11 komoditas utama penyumbang inflasi. Yakni, emas perhiasan, telur ayam ras, cabai merah, apel, daging ayam ras, daging sapi, sepeda motor, bawang merah, Sigaret Kretek Mesin, buncis, dan beras.

    Gus Qowim memaparkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau memberikan andil yang cukup besar setiap bulannya. Pada bulan Oktober kebutuhan akan telur ayam ras terjadi peningkatan hal ini seiring meningkatnya kebutuhan bahan pangan di seluruh SPPG di Kota Kediri. Dengan melihat kondisi seperti ini, semua stakeholder harus berupaya mencapai target pengendalian inflasi daerah pada kisaran 2,5% plus minus 1%. Agar terjaga akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah. Harapannya hal ini dapat menjaga daya beli masyarakat akibat tidak terjadinya inflasi komponen.

    Dalam arahannya Gus Qowim memaparkan menjelang Natal dan tahun baru 2026, perlu ada sinergi dan kolaborasi antar instansi pemerintah. Sehingga terwujud pengendalian inflasi di Kota Kediri. Dalam mewujudkannya diperlukan angkah-langkah yang harus segera dilaksanakan. Pertama, menjamin ketersediaan bahan pokok yang terjangkau. Hal ini perlu dilakukan kerjasama antar daerah agar terwujud keseimbangan antara ketersedian barang pokok dan permintaan.

    Kedua, OPD terkait berkolaborasi dengan BULOG untuk penyelenggaraan Operasi Pasar Murni (OPM) dan Gerakan Pangan Murah (GPM). Tentunya dalam upaya keterjangkauan harga dan ketersediaan stok menjelang nataru di kelurahan yang ada di Kota Kediri. Ketiga, peningkatan arus lalu lintas orang dan barang menjelang Natal dan tahun baru berpotensi menimbulkan kepadatan lalu lintas. OPD yang membidangi dapat berkolaborasi bersama Polres Kediri Kota dalam rangka mewujudkan kelancaran distribusi barang dan orang.

    “Harapan kami dalam forum ini dapat menghimpun berbagai saran dan masukan dari Tim Pengendali Inflasi Daerah Kota Kediri agar terwujud Roadmap TPID 2025-2027. Nantinya dapat menjadi bentuk komitmen dalam menjaga laju inflasi tetap stabil di rentang 1,5-3,5% di Kota Kediri,” pungkasnya.

    Kepala KPwBI Kediri Yayat Cadarajat menambahkan ke depan inflasi 2026 masih diperkirakan berada dalam sasaran 2,5% plus minus 1%. Terdapat beberapa tantangan dalam pengendalian inflasi. Yakni ada tantangan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, peningkatan permintaan menjelang hari besar keagamaan Ramadhan dan Idul Fitri, efektivitas implementasi program stabilisasi harga dan pasokan, serta strategi pemenuhan pasokan terutama timing dan jumlah. Sementara tantangan jangka panjang, seperti, perbaikan produktivitas pangan dan kelancaran distribusi perlu terus didorong, integrasi data harga dan pasokan dari pusat hingga daerah, penyelarasan program kerja pengendalian inflasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, serta optimalisasi strategi 4K dalam pengendalian harga.

    Turut hadir, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Kediri Raden Roro Theresia, Pj Sekretaris Daerah M.Ferry Djatmiko, Kepala OPD di lingkungan Pemkot Kediri, Pimpinan Cabang Bulog Kediri Harisun, Direktur Perumda Pasar Djauhari Luthfi, perwakilan BPS, perwakilan Polresta Kediri, dan tamu undangan lainnya. [nm/kun]

  • Djarum Hormati Proses Hukum Usai Bosnya Dicegah Keluar Negeri Terkait Pajak

    Djarum Hormati Proses Hukum Usai Bosnya Dicegah Keluar Negeri Terkait Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Djarum angkat bicara terkait dengan pencegahan keluar negeri yang diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap Chief Operating Officer (COO) Victor Rachmat Hartono.

    Corporate Communications Manager Djarum Budi Darmawan memastikan pihaknya bakal patuh dan menghormati prosedur hukum yang berlangsung.

    “Kami menghormati, patuh dan taat hukum. Kami akan mengikuti sesuai prosedur,” ujar Budi saat dihubungi, Jumat (21/11/2025).

    Dia pun memastikan bahwa saat ini Victor Hartono masih menjabat sebagai Chief Operating Officer PT Djarum.

    “Pak Victor, COO PT Djarum,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Victor dicekal dalam kaitannya dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pembayaran pajak periode 2016-2020. Adapun, Victor bukan satu-satunya orang yang dicekal dalam perkara ini.

    Selain Victor, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi; Karl Layman merupakan pemeriksa pajak muda di Direktorat Jenderal Pajak; Ning Dijah Prananingrum selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang; Heru Budijanto Prabowo selaku konsultan pajak juga turut dicekal dalam perkara ini.

    Adapun, pencekalan kelima orang tersebut telah dibenarkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto. Dia mengatakan, pengajuan itu telah dilaksanakan oleh Imigrasi.

    “Betul dan sudah kita laksanakan sesuai Permintaan tersebut,” ujar Agus kepada Bisnis, Kamis (20/11/2025).

    Di lain sisi, Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan alasan pencekalan itu karena pihaknya khawatir Ken dkk bepergian ke luar negeri.

    Dia menekankan pada intinya pencekalan ini dilakukan untuk kelancaran proses penyidikan pada kasus dugaan korupsi pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak 2016-2020.

    “Adanya kekhawatiran dari penyidik terhadap para pihak tersebut tidak hadir atau bepergian ke LN dan untuk proses kelancaran proses penyidikan,” ujar Anang saat dikonfirmasi, Kamis (20/11/2025).

  • 8
                    
                        Kejagung Duga Riza Chalid Terlibat dalam Pengembangan Korupsi Minyak Mentah
                        Nasional

    8 Kejagung Duga Riza Chalid Terlibat dalam Pengembangan Korupsi Minyak Mentah Nasional

    Kejagung Duga Riza Chalid Terlibat dalam Pengembangan Korupsi Minyak Mentah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (Kejagung) mencium dugaan keterlibatan Riza Chalid dalam pengembangan kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2009-2015
    “Sepertinya ya, sepertinya (terlibat). Nanti kita lihat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna di kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Anang melanjutkan, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus tata kelola minyak
    Riza Chalid
    dan kawan-kawan.
    Sejumlah pihak yang sebelumnya menjadi terdakwa dalam perkara itu kini ikut dimintai keterangan sebagai saksi dalam pengembangan kasus dugaan korupsi Petral.
    Namun, tidak semua terdakwa pada perkara terkait minyak mentah tersebut terlibat dalam penyidikan Petral.
    “Ada beberapa, tidak semua. Tidak semua. Ada beberapa yang sebagian dijadikan saksi,” kata Anang.
    Para saksi tersebut pun sudah beberapa kali diperiksa dan sebagian dari mereka mengetahui adanya tindak pidana korupsi.
    “Saya enggak bisa memastikan berapa kali. Tapi yang jelas, menurut informasi dari penyidik, sudah sebagian dari yang ada di dalam berkas, baik itu saksi, dimintai keterangan. Dan memang mengetahui peristiwa itu,” ujar dia.
    Seperti diketahui, Riza Chalid sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kerja Sama periode 2018–2023 dan tindak pidana pencucian uang.
    Namun, sampai saat ini, keberadaan Riza Chalid masih belum diketahui karena ia tercatat meninggalkan Indonesia menuju Malaysia pada Februari 2025.
    Kejagung mengungkapkan bahwa red notice untuk Riza Chalid masih belum terbit meski sudah diajukan sejak bulan September 2025 lalu.
    Kejagung mengatakan, Interpol yang bermarkas di Lyon, Prancis, belum memberikan kabar terbaru terkait permohonan red notice tersebut.
    “Sampai saat ini, dari Interpol di Lyon belum ada informasi apakah sudah
    approve
    atau belum. Tapi yang jelas, dari tim JPU dan NCB sini sudah audiensi, sudah,” ujar Anang di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Modus Lama Korupsi Pajak, Kongkalikong dengan Pengusaha Buat Kurangi Tagihan Pajak

    Modus Lama Korupsi Pajak, Kongkalikong dengan Pengusaha Buat Kurangi Tagihan Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut kasus dugaan korupsi terkait pajak yang menyeret nama Direktur Utama PT Djarum Victor Hartono dan bekas Direktur Jenderal Pajak alias Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. 

    Namun demikian, Kejagung memastikan pihaknya tidak mengusut terkait pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan pihaknya hanya mengusut kasus terkait pembayaran pajak pada periode 2016-2020.

    “Yang kedua, itu bukan terkait Tax Amnesty, ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menambahkan kasus pembayaran pajak itu memiliki modus pengurangan kewajiban pembayaran dari wajib pajak maupun perusahaan.

    Dalam hal ini, pengurangan itu diduga dilakukan oleh oknum pada pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. “Perkara tindak pidana korupsi terkait dengan pengurangan kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak, periode 2016-2020, yang dilakukan oleh oknum atau pegawai perpajakan di Kementerian Keuangan,” jelasnya.

    Dalam catatan Bisnis praktik dugaan pengurusan pajak tersebut merupakan modus lama yang kerap terjadi di dalam perkara pajak. Salah satu yang lazim adalah praktik suap atau korupsi terkait pengurangan pajak. 

    Kejadian Berulang

    Pengungkapan kasus suap di Ditjen Pajak menambah daftar panjang kongkalikong antara petugas pajak dengan pengusaha. Kasus bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Angin Prayitno Aji misalnya juga terkait dengan perkara pengurusan besaran pajak yang harusnya dibayarkan oleh wajib pajak. 

    Sementara itu pada 2019 lalu, misalnya, KPK juga telah mengungkap skandal suap pajak yang menyeret empat pegawai pajak dan seorang komisaris di PT Wahana Auto Ekamarga (WHE).

    Skandal tersebut juga menegaskan hipotesis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa restitusi sebagai salah satu titik rawan korupsi di sektor perpajakan.

    Sejak lama, proses pencairan restitusi memang menjadi sorotan. Tak hanya masalah administrasi. Bukan pula soal lama atau tidaknya pencairan restitusi. Pencairan restitusi justru kerap berujung suap antara petugas pajak dan pengusaha.

    Ada banyak kasus yang mencuat mulai dari PT WHE, skandal suap eks Ditgakum Ditjen Pajak Handang Soekarno, hingga kasus pemerasan terhadap PT EDMI yang juga terkait pencairan restitusi. Menariknya ketiga korporasi tersebut merupakan investor asing alias PMA.

    Khusus kasus PT WHE, sebelum diungkap KPK, pihak Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan ‘penindakan’ terhadap empat orang pegawainya. Dua orang sudah dikenakan hukum disiplin,  sedangkan yang dua lainnya dibebastugaskan dan menunggu proses untuk mendapatkan sanksi.

    Namun, karena ada dugaan pidana korupsi berupa penyuapan dalam perkara empat pegawai pajak itu, lembaga antikorupsi kemudian turun tangan dan menetapkan empat pegawai pajak dan seorang komisaris PT WHE sebagai tersangka kasus pajak.

    “Alih-alih perusahaan membayar pajak ke negara, justru negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan,” ujar Saut Situmorang saat masih menjabat pimpinan KPK.

    Kasus Handang

    Terlepas bagaimana kasus ini berjalan nantinya. Bisa dibilang, upaya akal-akalan pajak PT WHE ini agak mirip dengan perkara penyuapan terhadap Handang Soekarno, eks Kasubdit Bukper Ditgakum Ditjen Pajak. 

    Handang ditangkap KPK seusai menerima ‘angpao’ dari Ramapanicker Rajamohanan Nair, Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia.

    Modusnya sama yakni dengan membantu permasalahan pajak korporasi. Di pengadilan, saat Handang disidang, dia tak hanya mengurus tax amnesty yang ditolak, dia juga mengurus pengajuan restitusi hingga bukper yang sebenarnya tengah dilakukan di KPP PMA Enam Kalibata.

    Bedanya dengan skandal PT WHE, dalam dokumen dakwaan KPK, kasus ini menyeret sejumlah pejabat di otoritas pajak dan orang dekat istana.

    Sebut saja dari eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, M. Haniv yang waktu itu menjabat Kakanwil DJP Jakarta Khusus, hingga ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo. Bahkan ketiganya dikabarkan pernah bertemu.

    Haniv, saat dihubungi Bisnis.com pada Februari 2017, pernah mengungkap adanya pertemuan antara ketiga tokoh tersebut. Pertemuan itu diinisiasi sendiri oleh Arif dan dia hanya membantu untuk menghubungkan dengan pejabat pusat.

    “Kalau soal apa yang dibicarakan saya tidak mau mengomentarinya. Karena saya hanya penghubung, tidak ikut pertemuan,” ungkapnya.

    Selain kasus Handang, perkara restitusi lainnya, yang sempat menjerat petugas pajak yakni pemerasan pajak PT EDMI salah satu penanaman modal asing (PMA) yang diungkap pada 2016.

    Bedanya dengan dua kasus di atas, posisi PT EDMI dalam perkara ini adalah korban pemerasan yang dilakukan oleh tiga pegawai pajak di KPP Kebayoran Baru Tiga. Ketiganya kini telah divonis karena memeras atau meminta uang lelah, setelah mengurus restitusi milik PT EDMI.

  • Kejagung Endus Keterlibatan Riza Chalid di Kasus Petral 2008-2015

    Kejagung Endus Keterlibatan Riza Chalid di Kasus Petral 2008-2015

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung mengendus adanya keterlibatan Riza Chalid dalam kasus pengadaan minyak mentah di Pertamina Energy Trading Limited (Petral). 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Anang Supriatna mengatakan kasus ini merupakan pengembangan dari kasus tata kelola minyak Riza Chalid Cs.

    “Yang Petral iya, pengembangan [dari kasus Riza Chalid dkk]. Kita pengembangan dari itu,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menyampaikan, pihaknya juga telah memeriksa sejumlah tersangka di kasus tata kelola minyak mentah dalam perkara Petral.

    Sebagian saksi yang diperiksa itu merupakan pejabat yang mengetahui dengan pengadaan perkara dugaan korupsi pengadaan minyak di Petral.

    “Ada beberapa, tidak semua. Tidak semua. Ada beberapa sebagian dijadikan saksi,” imbuhnya.

    Dalam hal ini, kata Anang, menduga bahwa Riza Chalid telah bisa jadi terlibat dalam perkara ini. Meskipun begitu, dia belum mau menjelaskan lebih jauh ihwal perkara ini.

    “Sepertinya ya, sepertinya. Nanti kita lihat,” pungkasnya.

  • Polemik Pelimpahan Kasus Minyak Mentah: Kejagung Bantah, KPK Sebut Masih Koordinasi

    Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai

    Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa lebih dari 40 saksi dalam kasus dugaan penyimpangan ekspor palm oil mill effluent (POME) di Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan.
    “Saksi lebih dari 40 orang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
    Kejagung
    , Anang Supriatna di kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    Anang menjelaskan, proses penyidikan perkara ini masih berjalan dan dilakukan pendalaman.
    Adapun para saksi tersebut berasal dari berbagai latar belakang.
    “Dari birokrasi ada, dari swasta ada juga,” kata dia.
    Ketika ditanya apakah pejabat tinggi Ditjen
    Bea Cukai
    , termasuk direktur jenderalnya, turut dimintai keterangan, Anang mengaku belum mengetahui tidak menjawab.
    “Saya enggak tahu pastinya,” ucap dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung menggeledah lebih dari 5 titik terkait kasus di Ditjen Bea Cukai pada 22 Oktober 2025.
    Lokasi-lokasi
    penggeledahan
    itu meliputi kantor Bea Cukai hingga rumah pejabat Bea Cukai.
    “Yang jelas memang penggeledahan terkait dengan perkara di Bea Cukai ada penggeledahan lebih dari lima titik, dan barang-barang yang sudah diambil ada dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan dalam penyidikan,” ujar Anang di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
    Dari penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sejumlah dokumen terkait ekspor
    POME
    pada 2022.
    POME sendiri merupakan singkatan dari palm oil mill effluent atau limbah minyak kelapa sawit.
    “Sementara dokumen-dokumen saja yang terkait dengan kegiatan untuk ekspor POME itu,” ucap Anang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tepis Purbaya, Kejagung Tegaskan Tak Usut Kasus Korupsi Terkait Tax Amnesty

    Tepis Purbaya, Kejagung Tegaskan Tak Usut Kasus Korupsi Terkait Tax Amnesty

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pihaknya tidak mengusut terkait dugaan korupsi program pengampunan pajak atau Tax Amnesty.

    Kapuspenkum Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan pihaknya hanya mengusut kasus terkait pembayaran pajak pada periode 2016-2020.

    “Yang kedua, itu bukan terkait Tax Amnesty, ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menambahkan kasus pembayaran pajak itu memiliki modus pengurangan kewajiban pembayaran dari wajib pajak maupun perusahaan.

    Dalam hal ini, pengurangan itu diduga dilakukan oleh oknum pada pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

    “Perkara tindak pidana korupsi terkait dengan pengurangan kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak, periode 2016-2020, yang dilakukan oleh oknum atau pegawai perpajakan di Kementerian Keuangan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Kejagung telah mengajukan pencekalan terhadap lima orang. Perinciannya, mantan Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi (KD).

    Selain Ken, empat orang lain yang telah diajukan pencekalan itu, yakni Victor Rachmat Hartono (bos Grup Djarum), Bernadette Ning Dijah Prananingrum, Heru Budijanto Prabowo, dan Karl Layman.

    Adapun, Kejagung juga telah melakukan penggeledahan maupun pemeriksaan terkait perkara ini. Hanya saja, Anang belum menjelaskan sosok maupun barang sitaan yang telah dilakukan terkait perkara ini.

  • Dua Politikus Jadi Tersangka Kasus Gratifikasi ke 15 Anggota DPRD NTB

    Dua Politikus Jadi Tersangka Kasus Gratifikasi ke 15 Anggota DPRD NTB

    Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan Ketua DPD Partai Demokrat NTB Indra Jaya Usman (IJU) dan politikus Partai Perindo Muhammad Nashib Ikroman (MNI), sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi di DPRD NTB. Keduanya berperan sebagai pemberi uang kepada 15 anggota DPRD.

    “Tim penyidik bidang pidsus melakukan penetapan terhadap dua orang sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi DPRD NTB. Mereka merupakan anggota dewan dengan inisial IJU dan MNI,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Muh Zulkifli Said. Dikutip dari Antara, Jumat (21/11/2025).

    Keduanya dibawa petugas menuju kendaraan tahanan jaksa untuk menjalani penahanan. Dalam kasus ini jaksa telah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan ahli serta menerima titipan uang yang diduga menjadi objek perkara gratifikasi, dengan total sedikitnya Rp 2 miliar.

    Zulkifli mengungkapkan uang titipan dari belasan anggota dewan tersebut kini menjadi kelengkapan bukti kasus.

    “Uang itu dari 15 anggota dewan, sekarang kami gunakan sebagai kelengkapan alat bukti,” ucapnya.

    Saat diminta kepastian perihal status dari uang tersebut, apakah dari pihak swasta atau uang negara, Zulkifli memilih untuk tidak menjelaskan hal tersebut kepada publik.

    “Nanti saja itu karena ini masih pendalaman semua,” ujarnya seraya menolak memberikan keterangan perihal sumber uang.

    Uang yang kini menjadi objek perkara gratifikasi ini totalnya sekitar Rp 2 miliar. Nominal uang tersebut diungkap jaksa sebagai titipan dari 15 orang anggota DPRD NTB yang menerima dari kedua tersangka.

    Penahanan IJU dan MNI dilakukan penyidik di lokasi berbeda. Untuk tersangka IJU dititipkan di Lapas Kuripan, Kabupaten Lombok Barat, sedangkan tersangka MNI di Rutan Lombok Tengah.

    Penahanan keduanya terhitung berjalan mulai hari ini hingga 20 hari ke depan sesuai masa penahanan pertama pada tahap penyidikan.

    Keduanya disangka Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

    “Untuk Pasal 55 KUHP (penyertaan), nanti kita lihat,” ujar dia.