Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Kejagung Lelang Kapal Tanker MT Arman Bermuatan 1,24 Juta Barel Light Crude Oil

    Kejagung Lelang Kapal Tanker MT Arman Bermuatan 1,24 Juta Barel Light Crude Oil

    Bisnis.com, JAKARTA- Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Badan Pemulihan Aset Kejaksaan bakal melelang barang rampasan negara berupa 1 unit Kapal Tanker MT Arman 114 berbendera Iran dan muatannya, Light Crude Oil.

    Pelaksanaan lelang untuk 1 unit Kapal Tanker MT Arman ini akan dilaksanakan pada Selasa (2/12/2025) yang mana untuk batas akhir penawaran pukul 14.00 WIB waktu server. Lelang dilakukan melalui https://lelang.go.id.

    “Lelang tersebut akan kami dilaksanakan melalui perantara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Batam, atas nama Terpidana Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 941/Pid.Sus/2023/PN.Btm tanggal 10 Juli 2024.”, jelas tim Badan Pemulihan Aset Kejaksaan RI dikutip Senin (24/11/2025).

    Adapun, objek lelang dijual dalam satu paket dengan rincian 1 unit Kapal Tanker MT Arman 114 berbendera Iran IMO 9116412, tahun pembuatan 1997 di Korea Selatan bermuatan Light Crude Oil (volume 166.975,36 metrik ton atau 1.245.166,9 barel).

    Saat ini kapal tersebut berada di Perairan Batu Ampar, Kelurahan Batu Merah, Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

    “Terkait dengan nilai limit dari total objek lelang tersebut yaitu senilai Rp1.174.503.193.400 [satu triliun seratus tujuh puluh empat miliar lima ratus tiga juta seratus sembilan puluh tiga ribu empat ratus rupiah] dan uang jaminan lelang senilai Rp 118.000.000.000 [seratus delapan belas miliar rupiah].”

    Calon peserta lelang harus memiliki akun yang telah terverifikasi di website https://lelang.go.id dan diwajibkan memenuhi persyaratan khusus.

    Adapun, dokumen persyaratan lelang wajib diunggah ke website www.lelang.go.id dan fisik dokumennya harus dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Batam, selambat-lambatnya tanggal 26 November 2025.

    Sebagai informasi, Aanwijzing (penjelasan lelang) akan dilaksanakan pada hari Senin, 24 November 2025, pukul 14.00 s.d. 16.00 WIB di Kejaksaan Negeri Batam, Jl. Engku Putri No. 1, Kel. Teluk Tering, Kec. Batam Kota, Kota Batam. Peserta yang tidak mengikuti aanwijzing dianggap menerima dan menyetujui hasil aanwijzing sesuai kondisi objek lelang apa adanya.

  • Bahlil Mendadak Mau Tarik Izin Tambang Pasir Kuarsa ke Pusat, Mengapa?

    Bahlil Mendadak Mau Tarik Izin Tambang Pasir Kuarsa ke Pusat, Mengapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bakal mengembalikan kewenangan pemberian izin pertambangan pasir kuarsa kembali ke pemerintah pusat. Hal ini dilakukan tak lepas dari maraknya pertambangan ilegal pasir kuarsa, salah satunya di Bangka Belitung.

    Keputusan Bahlil itu diambil usai dirinya meninjau aktivitas tambang ilegal di Bangka Belitung. Peninjauan dilakukan bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada pekan lalu.

    Bahlil menyebut, dalam peninjauan tersebut, ditemukan adanya penyalahgunaan izin pasir kuarsa.

    “Sebagai langkah penertiban, saya akan menyiapkan aturan baru agar kewenangan perizinannya ditarik ke pemerintah pusat, guna memastikan pengelolaan sumber daya berlangsung sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Bahlil melalui akun Instagram resminya, @bahlillahadalia, Minggu (23/11/2025).

    Asal tahu saja, izin tambang mineral, termasuk pasir kuarsa, memang merupakan kewenangan pemerintah pusat.

    Namun, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022, mendelegasikan sebagian kewenangan pemberian izin pertambangan mineral dan batu bara ke pemerintah daerah.

    Imbas maraknya tambang ilegal, kini Bahlil menyebut pemerintah pusat akan melakukan penataan ulang izin tambang agar izin tidak disalahgunakan.

    Pasir kuarsa sendiri merupakan mineral kritis. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 296.K/MB.01/MEM/B/2023 tentang Penetapan Jenis Komoditas Yang Tergolong Dalam Klasifikasi Mineral Kritis.

    Sebelumnya, Pemerintah, TNI dan Kejaksaan Agung berkolaborasi menindak tegas aksi penambangan ilegal yang merusak lingkungan serta merugikan negara hingga triliunan rupiah.

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, Tim Penertiban Kawasan Hutan setelah mendapatkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, terus melanjutkan kegiatan menindak aksi perusakan lingkungan, terutama tambang ilegal yang mengeruk timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

    “Pada hari ini, kita menemukan kegiatan-kegiatan ilegal terhadap pelanggaran hukum yang akan kita tindak lanjuti,” katanya di sela-sela kunjungan ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Rabu (19/11/2025).

    Menurutnya, pemerintah bakal tersus bersikap tegas menumpas pelaku tambang ilegal yang merusak lingkungan.

    “Saya kita dalam hal ini, negara tidak boleh kalah di dalam melaksanakan kegiatan ilegal dengan secara fisik, semua kegiatan ilegal sudah kita tutup secara geografi, tapi secara aturan dijelaskan Menteri ESDM,” kata Sjafrie.

  • GENTA Indonesia Peringatkan Risiko Korupsi dari Rekomendasi Pelepasan Aset EV Pertamina di Surabaya

    GENTA Indonesia Peringatkan Risiko Korupsi dari Rekomendasi Pelepasan Aset EV Pertamina di Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Aktivis ’98 yang tergabung dalam Gerakan Nasional Penyelamat Aset dan Anti-korupsi Indonesia (GENTA Indonesia) meluncurkan seruan aksi dan kajian strategis terkait penyelesaian sengketa lahan Eigendom Verponding (EV) Pertamina di Surabaya.

    Mereka menilai rekomendasi pelepasan aset negara menjadi hak milik (SHM) membawa risiko politik, hukum, dan korupsi yang sangat besar.

    Koordinator GENTA Indonesia, Trio Marpaung, menegaskan bahwa status lahan EV 1305 dan EV 1278 telah berubah menjadi aset negara sejak nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda melalui Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958.

    Menurutnya, sekalipun Pertamina lalai mengubah status lahan sesuai ketentuan modern pasca UUPA 1960, tanah tersebut tetap menjadi aset negara yang tidak otomatis dapat dimiliki warga.

    “Tanah tersebut tidak otomatis menjadi milik warga yang menduduki, melainkan harus menunggu keputusan negara untuk redistribusi,” tegasnya, Minggu (23/11/2025).

    Peringatan kepada Presiden Prabowo: Jangan Buka “Kotak Pandora”

    GENTA Indonesia meminta Presiden Prabowo Subianto agar tidak tergesa-gesa menanggapi desakan politik jangka pendek terkait penyelesaian sengketa EV.

    Trio Marpaung menyampaikan bahwa pemberian SHM kepada warga di atas aset Pertamina berpotensi membuka efek domino secara nasional.

    “Kami sangat menghargai niat baik Presiden untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Namun jika dilakukan secara gegabah, misalnya melalui skema hibah atau pemberian SHM gratis, akan memicu risiko hukum dan politik besar yang bisa menjatuhkan marwah Presiden,” ujar Trio.

    Ia menambahkan bahwa keputusan melepas aset Pertamina bisa menjadi preseden bagi jutaan hektare tanah milik PT KAI, PTPN, Pelindo, hingga TNI yang saat ini ditempati masyarakat.

    “Jika tanah Pertamina dilepas, seluruh pendudukan di tanah aset negara akan menuntut hal serupa. Presiden akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang meruntuhkan aset strategis negara. Tapi kami percaya Presiden tidak akan terjebak dalam hal ini,” lanjutnya.

    Risiko Kerugian Negara hingga Rp 267 Triliun

    Dalam kajian GENTA Indonesia, total luas lahan sengketa mencapai 534 hektare. Dengan asumsi nilai tanah Rp 50 juta per meter persegi, negara berpotensi mengalami kerugian fantastis mencapai Rp 267 triliun. Bahkan pada asumsi paling rendah, Rp 10 juta/m², potensi kerugian tetap berada di angka Rp 53,4 triliun.

    Trio Marpaung juga mengungkap adanya indikasi keterlibatan pengembang dan spekulan yang diduga ingin mengambil keuntungan besar melalui skema legalisasi massal SHM.

    “Kami mencermati bahwa kasus ini bukan hanya melibatkan warga miskin, tetapi juga pengembang yang mencoba menguasai tanah negara dengan harga murah. Kami mendesak aparat untuk menginvestigasi dugaan pejabat yang paling getol mendorong pelepasan SHM, namun justru memiliki properti di lokasi sengketa,” tegas Trio.

    Kritik untuk Wali Kota Surabaya

    GENTA Indonesia turut menyoroti peran aktif Wali Kota Surabaya dalam mendampingi warga. Mereka menilai sikap tersebut kontradiktif karena Pemerintah Kota Surabaya selama bertahun-tahun justru menghambat ribuan warga dalam menaikkan status Surat Ijo menjadi SHM.

    “Yang dilakukan Wali Kota Surabaya itu sungguh ironi. Surabaya satu-satunya daerah yang masih ngotot mempertahankan Surat Ijo. Jelas sekali ini tidak fair,” ujar Indra Agus, Sekjen Forum Aktivis ’98 Jatim.

    Keputusan RDP Dianggap Berbahaya

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan Komisi II DPR RI, Pemkot Surabaya, FATWA, BPN, dan Pertamina telah menghasilkan rekomendasi pelepasan hak, pembukaan blokir aset, dan delisting. Namun GENTA Indonesia menilai implementasi rekomendasi tersebut rawan menjadi ladang korupsi.

    “Jika aset negara dilepas tanpa filter ketat, ini bukan lagi soal risiko, tapi desain korupsi yang sempurna,” jelas Trio.

    GENTA Indonesia menguraikan tiga fase rawan korupsi: pra-pelepasan, proses pelepasan, dan pasca-pelepasan, yang disebut dapat dimanfaatkan spekulan dan oknum pejabat.

    Dasar Hukum yang Menguatkan Status Aset Negara

    GENTA Indonesia menegaskan bahwa lahan EV Pertamina merupakan aset negara berdasarkan tiga undang-undang:

    UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda.
    UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
    UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

    Dengan demikian, pelepasan aset negara tanpa prosedur hukum yang benar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

    Empat Seruan GENTA Indonesia kepada Pemerintah

    Dalam pernyataannya, GENTA Indonesia menyampaikan empat tuntutan resmi:

    Presiden RI diminta menolak skema pelepasan SHM atas aset pertamina EV di Surabaya.
    KPK dan Kejaksaan Agung diminta melakukan investigasi mendalam terkait data warga penghuni lahan.
    Menolak praktik “serakahnomics” yang memanfaatkan warga untuk kepentingan pihak tertentu.
    Mendesak Presiden untuk menerbitkan Keppres skema HGB di atas HPL sebagai solusi legal tanpa mengorbankan aset negara.

    Trio menegaskan bahwa Presiden hanya perlu menjamin legalitas hunian, bukan memberikan hak kepemilikan atas aset negara.

    “Pemberian HGB atau Hak Pakai adalah solusi fundamental yang akan menyelamatkan martabat Presiden dari jerat hukum dan melindungi aset vital BUMN dari efek domino kerugian,” pungkasnya. (ted)

     

  • Jerat Hukum Kembali Menanti Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud

    Jerat Hukum Kembali Menanti Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkara dugaan korupsi Google Cloud kembali menjadi sorotan ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengemukakan calon tersangka yang merupakan pihak sama ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di kasus dugaan korupsi pengadaan Laptop Chromebook, yakni Nadiem Makarim (NM).

    Jika menarik mundur, perkara Google Cloud sempat redup dari pemberitaan media massa. Sebab, KPK menyatakan belum bisa menjelaskan secara detail konstruksi perkara karena masih tahap penyelidikan.

    Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) itu terakhir kali diperiksa oleh lembaga antirasuah pada bulan 7 Agustus 2025. Kala itu, dia didampingi Hotman Paris Hutapea.

    Nadiem diperiksa sekitar 9 jam mulai dari 09.20 WIB hingga 18.35 WIB. Usai pemeriksaan, Nadiem mengatakan pemeriksaannya berlangsung lancar dan mengapresiasi KPK dalam pengusutan kasus ini.

    “Tadi baru saja alhamdulillah sudah selesai saya diminta memberikan keterangan mengenai pengadaan Cloud di Kemendikbud. Alhamdulillah lancar saya bisa berikan keterangan dan saya ingin berikan apresiasi sebesar-besarnya kepada KPK juga telah berikan kesempatan untuk melakukan keterangan,” kata Nadiem, Kamis (7/8/2025).

    Nadiem enggan menjawab pertanyaan dari awak media terkait materi pemeriksaan. Dia mengatakan ingin segera menemui keluarga dan langsung bergegas menuju mobil untuk segera meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

    Semenjak pemeriksaan itu, KPK tidak memanggil kembali Naidem Makarim. Di sisi lain, Kejaksaan Agung mulai menjalankan penyidikan dugaan korupsi Laptop Chromebook yang turut menyeret Nadiem. 

    Pada dasarnya Google Cloud dan Laptop Chormebook merupakan kasus yang saling beririsan. Google Cloud dari aspek software, sedangkan Laptop Chromebok aspek Hardware.

    Nadiem beberapa kali diperiksa oleh Kejagung untuk dimintai keterangan. Pada Kamis, 4 September 2025, Nadiem ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan Laptop Chromebook.

    Dalam catatan Bisnis, Nadiem keluar dengan mengenakan baju hijau tua yang dibalut dengan rompi pink khas tahanan Kejaksaan RI.

    Usai ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem nampak geram serta muka sedikit memerah. Dia menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindak pidana apapun.

    “Saya tidak melakukan [tindak pidana] apapun. Tuhan akan melindungi saya. Kebenaran akan keluar,” ujar Nadiem di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Dia terus meneriakkan bahwa tuhan mengetahui kebenaran dalam perkara yang menyeretnya ini. Dia juga menekankan bahwa dirinya menerapkan kejujuran di sepanjang hidupnya selama ini.

    Nadiem melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan atas status tersangka yang ditetapkan Kejagung.

    Penasihat Hukum Nadiem Makarim, Hana Pertiwi menilai bahwa penyidik Kejaksaan Agung tidak memiliki alat bukti yang cukup dan belum ada laporan kerugian negara dari lembaga yang berwenang untuk menetapkan Nadiem Makarim tersangka dan langsung ditahan.

    “Jadi yang kami permasalahkan itu belum ada 2 alat bukti yang cukup dan belum ada bukti kerugian negara dari lembaga yang berwenang,” tuturnya di PN Jaksel, Selasa (23/9/2025).

    Pada 13 Oktober 2025, sidang praperadilan dilaksanakan. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim

    “Mengadili dan menolak permohonan praperadilan pemohon,” kata Hakim Tunggal I Ketut Darpawan. Darpawan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2025).

    Darpawan menilai penetapan tersangka Tom oleh penyidik Kejagung telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku, artinya status tersangka Nadiem tetap sah dan tidak digugurkan.

    Terbaru, Kejagung telah limpahkan tersangka dan barang bukti (tahap II) kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ke Kejari Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).

    KPK Umumkan Calon Tersangka Google Cloud

    Awak media sempat menanyakan beberapa hal terkait kasus Google Cloud, tapi tidak ada perkembangan yang signifikan. Barulah pada Selasa, 18 November 2025. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan sosok tersangka di kasus Google Cloud.

    Setyo mengatakan sosok tersangka perkara Google Cloud adalah pihak yang sama ditetapkan oleh Kejagung.

    “Ya, tersangkanya sama,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).

    Setyo menyebut para calon tersangka tersebut akan dikoordinasikan dengan Kejaksaan Agung saat KPK menyerahkan penanganan kasus Google Cloud.

    “Tiap pihak yang dimintai pertanggungjawaban dari hasil koordinasi sama, makanya sudah dikoordinasikan, dan nanti proyeksinya akan diserahkan,” katanya.

    Tak hanya itu, Setyo turut mengemukakan bahwa kasus ini akan dilimpahkan ke Kejagung. Pelimpahan juga sekaligus meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Artinya setelah pelimpahan perkara akan naik ke penyidikan.

    “Dari hasil koordinasi untuk Google Cloud itu, nanti penanganannya akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung karena irisannya sangat besar dengan proses Google Cloud yang sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung,” ujar Setyo.

    Nama Nadiem begitu kuat sebagai calon tersangka setelah diungkapkan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.

    Senada dengan Setyo, Asep menyampaikan sosok tersangka adalah pihak yang sama ditetapkan oleh Kejagung. Bahkan Asep menyebut inisial tersangka yaitu NM

    “Cloud ini sama. Ya yang sama itu NM, kemudian stafsusnya,” kata,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

    Kendati demikian, Kuasa Hukum Nadiem, Dodi S. Abdulkadir, membantah kliennya terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud. 

    Dodi mengatakan, Nadiem telah menjelaskan kepada penyidik KPK bahwa pengadaan Google Cloud merupakan wewenang pelaksana operasional di Kemendikbudristek, dalam hal ini adalah Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin).

    “Sehingga tidak ada keterlibatan Pak Nadiem sebagai Mendikbudristek saat itu,” kata Dodi dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (23/11/2025).

    Terlebih, kata Dodi, sampai saat ini Nadiem belum dipanggil kembali mengenai kelanjutan kasus Google Cloud oleh KPK. 

    Dodi menilai, dalam kasus Google Cloud keputusan berada ditingkat operasional, bukan tingkat menteri sehingga tidak ada perbuatan hukum dari kliennya.

  • Kubu Nadiem Makarim Bantah Terlibat pada Kasus Korupsi Google Cloud

    Kubu Nadiem Makarim Bantah Terlibat pada Kasus Korupsi Google Cloud

    Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa Hukum eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir, membantah kliennya terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud.

    Dodi mengatakan, Nadiem telah menjelaskan kepada penyidik KPK bahwa pengadaan Google Cloud merupakan wewenang pelaksana operasional di Kemendikbudristek, dalam hal ini adalah Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin).

    “Sehingga tidak ada keterlibatan Pak Nadiem sebagai Mendikbudristek saat itu,” kata Dodi dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (23/11/2025).

    Terlebih, kata Dodi, sampai saat ini Nadiem belum dipanggil kembali mengenai kelanjutan kasus Google Cloud oleh KPK. 

    Dodi menilai, dalam kasus Google Cloud keputusan berada ditingkat operasional, bukan tingkat menteri sehingga tidak ada perbuatan hukum dari kliennya.

    Merespons hal tersebut, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan permintaan yang diminta oleh Nadiem adalah pada tahap penyelidikan untuk mengklarifikasi terkait soal pengadaan google cloud di Kemendikbudristek.

    “Kita tunggu proses lengkapnya untuk naik ke penyidikan,” kata Budi, Sabtu (22/11/2025).

    Budi menyampaikan pihaknya akan menjelaskan konstruksi perkara sekaligus pihak-pihak yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini.

    Nama Nadiem di kasus Google Cloud kembali santer dibicarakan setelah Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan tersangka Google Cloud adalah pihak yang sama ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Budi tidak menyebut secara spesifik siapa sosok calon tersangka. Kasus ini beririsan dengan dugaan korupsi Laptop Chormebook yang dalam hal ini ditangani Kejagung dan Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Ya, tersangkanya sama. Tiap pihak yang dimintai pertanggung jawaban dari hasil koordinasi sama, makanya sudah dikoordinasikan dan nanti akan proyeksinya diserahkan. Ini bentuk koordinasi, bentuk kerjasama antara pihak,” tuturnya di Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).

    Selain itu, kasus ini akan dilimpahkan ke Kejagung dan status perkara naik ke tahap penyidikan. Lebih lanjut, sinyal kuat masuknya nama Nadiem sebagai calon tersangka disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.

    Asep mengemukakan tersangka kasus Google Cloud merupakan pihak yang sama ditetapkan tersangka dalam kasus Laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) berinisial NM

    “Cloud ini sama. Ya yang sama itu NM, kemudian stafsusnya,” kata,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

  • Menyoal Kasus Hukum Direksi ASDP

    Menyoal Kasus Hukum Direksi ASDP

    Jakarta

    Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini, mengomentari kasus hukum yang menimpa mantan Dirut PT ASDP, Ira Puspadewi (IP). Didik menyoroti Ira yang disebutnya tidak menerima aliran uang sepeser pun namun kini divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP.

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak pernah melakukan audit terhadap kerugian negara. Bahkan selama kepemimpinannya, Ira berhasil meningkatkan keuntungan perusahaan.

    Seorang eksekutif BUMN terpidana tidak menerima aliran uang satu sen pun, tidak pernah dilakukan audit dari BPK atau BPKP perihal kerugian negara (bahkan keuntungan perusahaan meningkat), tidak ada mens rea dari para terpidana, dan hanya dikategorikan lalai pada putusan PN, lalu divonis sebagai koruptor.

    Pengadilan seperti ini pantasnya disebut pengadilan apa? Sudah banyak para ahli sampai awam yang menjawab di publik, itu adalah pengadilan sesat. Ini hukum yang terjadi di Indonesia.

    Seharusnya institusi hukum, seperti sistem peradilan, menjaga kontrak, dan penegakan hukum, berfungsi sebagai “pondasi” bagi aktivitas ekonomi.

    Bila institusi ini buruk (korup, lamban, tidak independen, atau tidak dapat diprediksi), dampaknya sangat luas bagi perkembangan ekonomi. Pelaku usaha investor menahan investasi, profesional kaku dan takut mengambil keputusan, aktivitas bisnis menjadi lambat, bahkan mandek karena berhati-hati dan takut.

    Kasus peradilan ASDP yang terakhir ini semakin mengukuhkan bahwa hukum semakin sesat dan menjadi ancaman bagi profesional, BUMN dan perekonomian secara keseluruhan.

    Titik lemah dari upaya presiden Prabowo untuk memajukan ekonomi terganjal oleh praktek hukum dan peradilan, yang naif, absurd dan sembrono karena intervensi luar , setelah rangkaian banyak kasus sebelumnya seperti Karen Agustian, Tom Lembong, Nadiem Makarim dan lainnya.

    Sampai saat ini sudah banyak korban peradilan sesat, hakim dan jaksa, aparat hukum yang korup. Jika tidak ada yang melakukan reformasi hukum, maka praktek sesat ini akan terus berlangsung dan secara gamblang dipertontonkan di muka publik.

    Wajah hukum Indonesia sudah buruk sejak lama, membaik ketika reformasi dan kembali tampil sangat mengerikan. Ini terjadi di KPK, yang diidamkan pada masa reformasi, tetapi wajahnya sekarang tercoreng oleh oknum dan kasus-kasus intervensi kekuasaan busuk.

    Menurutnya, KPK sekarang sudah jauh berbeda dengan perubahan dan intervensi yang bertubi-tubi sehingga menjadi lembaga hukum yang cacat. Seperti lembaga hukum yang ada, praktik sesat sudah terjadi, seperti pada kasus terakhir, ASDP.

    Kasus ini layak dijadikan referensi dan dikaji mendalam sebagai kerusakan hukum di Indonesia dengan dampak yang luas terhadap ekonomi. Tidak usah ahli hukum yang menganalisis secara mendalam, mata dan pendengaran awam saja sudah bisa mencium bau busuk menusuk proses hukum sesat, yang terjadi pada saat ini

    Aksi Korporasi Dikriminalisasi

    Para direksi melakukan transformasi perusahaan melalui “corporate action” untuk satu tugas melayani penyeberangan di seluruh nusantara. Pilihannya terbatas karena tidak banyak tersedia pembelian kapal dalam jumlah besar.

    Peluang aksi korporasi ada dengan cara akuisisi perusahaan sejenis yang tidak berjalan optimal. Aksi ini sangat baik secara manajemen dan sukses dilakukan sehingga menambah kapasitas layanan penyeberangan, yang berguna untuk masyarakat.

    Aksi korporasi seperti ini sudah dipermasalahkan dengan kacamata hukum yang picik sehingga akan banyak CEO di masa mendatang tidak akan melakukan apa pun karena takut menghadapi aparat hukum yang naif.

    Perusahaan dilihat secara obyektif justru meraih kinerja yang bagus dan terus melebarkan sayapnya melayani masyarakat. Direksi meningkatkan laba perusahaan yang tertinggi selama ini, yakni Rp 637 miliar pada tahun 2023 dan sekaligus peringkat 7 BUMN terbaik.

    Direksi tidak mencuri satu sen pun uang perusahaan tetapi ada indikasi hukum dipengaruhi kepentingan tertentu justru memutuskan hukuman yang dholim 4,5 tahun penjara. Tuduhan merugikan negara Rp 1,25 triliun 98,5% dari nilai akuisisi PT Jembatan Nusantara sangat naif dan dibuat-buat dengan menilai kapal-kapal yang beroperasi sebagai besi tua.

    Tetapi aksi korporasi melibatkan rente transaksi dana dalam jumlah besar, yang sering dikangkangi para pemburu rente, yang berselingkuh dengan kekuasaan. Ada indikasi, meski aksi korporasi sukses tetapi ada yang tertinggal dan kecewa sehingga melakukan balas melalui hukum yang dikendalikan kekuasaan.

    Di sinilah terjadi hukum yang absurd, sesat dan melawan nurani serta akal sehat. Ini harus menjadi pelajaran sejarah hukum yang menyesatkan dan mesti ada yang menyelidiki proses gelap di balik kasus ini serta mengungkapnya agar tidak terulang kembali (komisi yudisial dan komisi kejaksaan).

    Yang naif selanjutnya adalah menghitung kerugian sesuai selera sendiri. Kapal-kapal yang dibeli dinilai sebagai besi tua dihitung secara kiloan seperti pemulung besi menyerahkan besi bekas kepada pengumpul.

    Lalu jadilah nilai kerugian sim salabim pengurangan dari nilai pembelian terhadap perhitungan ala pengumpul rombeng besi tua. BPK diabaikan padahal sudah melakukan audit dengan opini “Wajar Dengan Pengecualian” hanya untuk dua kapal dengan opportunity loss sekitar Rp 4,8-10 miliar. Jauh sekali dari Rp 1,25 triliun yang didakwakan sebagai kerugian negara.

    Para ahli pasti berpendapat bahwa mengakuisisi perusahaan rugi adalah hal lazim dalam bisnis dimana proses akuisisi yang terjadi bagian dari pengembangan perusahaan. Peluang untuk dan rugi merupakan bagian dari dinamika perusahaan.

    Dalam kasus ASDP, direksi bukan hanya melakukan hal yang benar tetapi berjuang untuk mengembangkan perusahaan. KPK yang mengangkat kasus ini mengakui tidak ada aliran uang mencurigakan. PPATK tidak menemukan aliran dana korupsi. BPK menyatakan akuisisi dilakukan sesuai ketentuan. Saksi dari komisaris dan direksi membantah tuduhan bahwa komisaris tidak menyetujui akuisisi.

    Lalu, jika fakta ini diabaikan, maka layak pengadilan ASDP ini sebagai pengadilan sesat, jaksa dan hakim yang zalim. Proses hukum di baliknya dan motivasi mengejar orang tidak bersalah ke dalam hukum perlu diselidiki.

    Didik J Rachbini
    Rektor Universitas Paramadina

    (ily/hns)

  • Purbaya Ungkap Anak Buahnya Dipanggil Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Pajak

    Purbaya Ungkap Anak Buahnya Dipanggil Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Pajak

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara merespons pencekalan (cegah dan tangkal) mantan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi ke luar negeri mulai 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026.

    Pencekalan tersebut terkait kasus dugaan korupsi pajak tahun 2016-2020 yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Purbaya mengatakan belum mendapat informasi resmi dari Kejagung, namun dia menduga pencekalan tersebut terkait dugaan korupsi pada kebijakan tax amnesty alias pengampunan pajak.

    “Saya belum dapat laporan, belum dapat pemberitahuan dari Pak Jaksa Agung. Tapi saya pikir biar saja proses itu berjalan. Ini kan kasus tax amnesty, kan? Mungkin ada beberapa penilaian yang nggak terlalu akurat, saya nggak tahu,” ujar Purbaya di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Selain itu, menurut Purbaya, beberapa anak buahnya sudah dipanggil Kejagung untuk dimintai keterangan sabagai saksi.

    “Beberapa orang kita dipanggil ke sana untuk memberi pernyataan, kesaksian apa yang terjadi pada waktu itu. Saya pikir biar saja proses ini berjalan,” ungkap Purbaya.

    Purbaya menambahkan, meski ada kasus terkait pajak, para pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus lebih serius dan jangan takut.

    “Saya nggak pernah bersih-bersih, mereka bersih-bersih sendiri. Yang kita ini adalah ke teman-teman di pajak ya, kerja lebih serius saja, udah gitu. Itu kan di masa lalu, bukan zaman sekarang dan saya nggak tahu berapa kuat kasus itu, biar saja kejaksaan yang memprosesnya,” tegas Purbaya.

    Sebagai informasi, mengutip detikNews, Direktorat Jenderal Imigrasi membenarkan adanya pengajuan pencegahan ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung. Ada lima orang yang dicegah ke luar negeri sejak 14 November 2025 hingga enam bulan ke depan.

    “Yang diajukan cekal oleh Kejagung atas nama Ken Dwijugiasteadi,” kata Plt Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman.

    Dia memerinci, kelima orang yang dicegah adalah Ken Dwijugiasteadi selaku mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Victor Rachmat Hartono, Karl Layman, Heru Budijanto Prabowo, dan Bernadette Ning Dijah Prananingrum.

    (aid/hns)

  • Kejagung Pastikan Belum Limpahkan Perkara Petral ke KPK

    Kejagung Pastikan Belum Limpahkan Perkara Petral ke KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah adanya pelimpahan kasus Pertamina Energy Trading Limited (Petral) periode 2008-2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan dalam perkara ini terdapat perbedaan dalam periodisasi pengusutan.

    “Yang kebetulan juga KPK juga menangani perkara yang sama. Tapi periodenya Kejaksaan Agung kan ada di 2008 sampai 2015,” ujar Anang di Kejagung, Jumat (21/11/2025).

    Dia menambahkan Kejagung siap apabila memang harus melimpahkan perkara Petral ini ke KPK. Namun, dia menekankan sejauh ini Kejagung belum melakukan pelimpahan perkara Petral.

    Di samping itu, Anang menyatakan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan KPK terkait pengusutan perkara Petral ini.

    “Ya kita sih pada prinsipnya, apapun kita siap. Sesama penegak hukum, kalau itu memang diperlukan. Cuma secara resmi belum ada ya, ini baru, tapi kita sudah berkoordinasi,” Imbuhnya.

    Adapun, Anang mengungkap bahwa kasus Petral merupakan pengembangan dari perkara tata kelola minyak mentah. Oleh karena itu, terdapat sejumlah tersangka yang telah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.

    Hanya saja, Anang belum mengungkap tersangka yang telah diperiksa dalam kasus pengadaan minyak mentah Petral itu.

    “Saya enggak tahu pastinya, cuma ada sebagian dari berkas perkara yang berjalan, ada beberapa diminta keterangan sebagai saksi untuk saat ini. Untuk saat ini sebagai saksi semua,” pungkasnya.

  • Purbaya Respons Mantan Bos Pajak Dicekal, Singgung Kasus Tax Amnesty

    Purbaya Respons Mantan Bos Pajak Dicekal, Singgung Kasus Tax Amnesty

    Jakarta

    Mantan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dicekal (cegah & tangkal) bepergian ke luar negeri mulai 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026. Pencekalan tersebut terkait kasus dugaan korupsi pajak tahun 2016-2020 yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pun buka suara merespons hal itu. Purbaya mengaku belum mendapat pemberitahuan resmi dari Kejagung.

    Namun, Purbaya menduga pencekalan terkait kasus kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty)

    “Saya belum dapat laporan, belum dapat pemberitahuan dari Pak Jaksa Agung. Tapi saya pikir biar saja proses itu berjalan. Ini kan kasus tax amnesty, kan? Mungkin ada beberapa penilaian yang nggak terlalu akurat, saya nggak tahu,” kata Purbaya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Sebagai informasi, mengutip detikNews, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna membeberkan bahwa pihaknya telah menggeledah sejumlah tempat terkait kasus dugaan korupsi pajak tahun 2016-2020.

    “Benar, ada tindakan hukum berupa penggeledahan di beberapa tempat terkait dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan/wajib pajak tahun 2016-2020,” kata Anang di Jakarta.

    Selain itu, Direktorat Jenderal Imigrasi juga membenarkan permintaan cekal ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung. Ada lima orang yang dicegah ke luar negeri sejak 14 November 2025 hingga enam bulan ke depan.

    “Yang diajukan cekal oleh Kejagung atas nama Ken Dwijugiasteadi,” kata Plt Dirjen Imigrasi, Yuldi Yusman.

    Kelima orang yang dicegah adalah Ken Dwijugiasteadi selaku mantan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Victor Rachmat Hartono, Karl Layman, Heru Budijanto Prabowo, dan Bernadette Ning Dijah Prananingrum.

    (aid/hns)

  • 9
                    
                        Tren KPK Pamer Duit Miliaran Hasil Sitaan, Dulu Jadi "Showroom" Mobil Mewah 
                        Nasional

    9 Tren KPK Pamer Duit Miliaran Hasil Sitaan, Dulu Jadi "Showroom" Mobil Mewah Nasional

    Tren KPK Pamer Duit Miliaran Hasil Sitaan, Dulu Jadi “Showroom” Mobil Mewah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan uang hasil rampasan senilai Rp 300 miliar dari kasus korupsi investasi fiktif PT Taspen (Persero) pada Kamis, 20 November 2025.
    Tumpukan uang miliaran ini merupakan bagian dari total uang lebih dari Rp 883 miliar yang dirampas dari eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto.
    Dalam kasus ini, Eki divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta, serta denda uang pengganti senilai 253.660 dollar Amerika Serikat (AS) subsider dua tahun penjara.
    Vonis terhadap Eki sudah berkekuatan hukum tetap karena terdakwa tidak mengajukan banding. Oleh karenanya, perampasan sudah dilakukan sebagaimana vonis hakim.
    Penampakan tumpukan uang miliar tersebut menjadi pemandangan yang berbeda dari
    KPK
    .
    Sebab, uang sebanyak Rp 300 miliar tersebut menjadi yang terbanyak dipamerkan KPK ke hadapan awak media.
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, aksi memamerkan uang rampasan ini merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas komisi antirasuah kepada masyarakat.
    “Yang pertama, tentu sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada publik sehingga masyarakat bisa betul-betul melihat bahwa barang rampasannya,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
    KPK memang sering memamerkan hasil sitaannya. Tapi, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, KPK lebih sering memamerkan aset dan barang mewah yang mereka amankan dari para tersangka.
    Terbukti, gedung Merah Putih KPK pernah disulap menjadi showroom pada 21 Agustus 2025.
    Saat itu, KPK tengah memamerkan hasil sitaan kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
    Pameran mobil dan motor mewah ini dilakukan tidak lama setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Immanuel Ebenezer yang sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker).
    Lapangan parkir KPK penuh dari depan hingga belakang karena diisi dengan tujuh motor dan 15 mobil mewah.
    Merek-merek besar menghiasi area parkir. Mulai dari mobil Toyota Corolla Cross, Nissan GT-R, Hyundai Palisade, Suzuki Jimny, Honda CR-V, Jeep, Toyota Hilux, Mitsubishi Xpander, Hyundai Stargazer, CR-V, hingga BMW 330i.
    Sejumlah motor mewah juga tak mau kalah. Sebut saja motor pabrikan Ducati Scrambler, Ducati Hypermotard 950, Ducati Xdiavel, dan Vespa.
    Perhitungan sementara KPK, Immanuel Ebenezer dan 10 tersangka lainnya telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 81 miliar.
    Dari jumlah itu, setidaknya Rp 3 miliar diduga mengalir ke kantong Immanuel Ebenezer.
    Pameran uang hasil rampasan dari koruptor lebih sering dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung).
    Lembaga yang dipimpin oleh ST Burhanuddin ini memang punya kebiasaan untuk memamerkan tumpukan uang miliaran usai menyelesaikan penanganan perkara.
    Uang sitaan terbanyak yang pernah ditampilkan oleh Kejaksaan Agung senilai Rp 2 triliun pada 17 Juni 2025 lalu.
    Saat itu, Kejagung baru saja menerima penitipan uang yang diduga berasal dari kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang menyeret Wilmar Group.
    “Barang kali, hari ini merupakan konferensi pers terhadap penyitaan uang, dalam sejarahnya, ini yang paling besar (angka penyitaan dan jumlah barang buktinya),” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat itu, Harli Siregar, saat konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, saat itu.
    Angka uang yang dititipkan ini sebenarnya mencapai Rp 11,8 triliun lebih. Namun, jumlah ini tidak mungkin seluruhnya ditampilkan ke hadapan publik karena keterbatasan ruang di Kejagung.
    Selain kasus CPO, Kejagung juga sering menampilkan uang sitaan untuk kasus lain. Misalnya, untuk kasus korupsi importasi gula yang menyeret nama Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Pada kasus ini, Tom Lembong tidak menerima uang suap. Uang yang dipajang berasal dari sembilan perusahaan swasta yang diuntungkan dari kebijakan importasi gula.
    Kejagung memamerkan uang tunai senilai Rp 565,3 miliar dari kasus importasi gula pada 25 Februari 2025 .
    “Pada hari ini, Selasa 25/2/2025, tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah melakukan penyitaan uang sebanyak Rp 565.339.071.925,25,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus saat itu, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Gedung Kartika kawasan Kejagung, Jakarta.
    Uang bundelan yang dikemas per Rp 1 miliar itu dianggap sebagai pengembalian uang dari para pengusaha yang kini sudah divonis bersalah dan dihukum empat tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.