Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution Irit Bicara Usai Diperiksa 12 Jam Lebih di Kejagung

    Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution Irit Bicara Usai Diperiksa 12 Jam Lebih di Kejagung

    Eks Dirut Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution Irit Bicara Usai Diperiksa 12 Jam Lebih di Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga,
    Alfian Nasution
    irit bicara setelah lebih dari 12 jam diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan
    korupsi tata kelola minyak mentah
    dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023, di Kejaksaan Agung pada Jumat (21/3/2025).
    Berdasarkan pantauan di lokasi, Alfian terlihat keluar dari Gedung Kartika Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) sekitar pukul 21.35 WIB.
    Sementara itu, Alfian diketahui tiba di Kejagung sekitar pukul 09.19 WIB.
    “(Ditanya) mengenai tugas-tugas pokok, mengenai.. (tanya) ke penyidik saja deh,” ujar Alfian saat keluar dari Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat.
    Kepada awak media yang menunggu, Alfian mengaku, tidak ditanya soal pengadaan minyak mentah. Terlebih, terkait pemesanan minyak beda RON seperti yang dilakukan oleh para tersangka.
    Namun, dengan langkah cepat, Alfian segera masuk ke mobil dan enggan bicara lebih banyak lagi mengenai pemeriksaannya.
    Nama Alfian sempat disebut oleh mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diperiksa Kejaksaan Agung pada 13 Maret 2025.
    Ahok mengatakan, seharusnya mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, ikut diperiksa dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.
    Pasalnya, Alfian merupakan orang lama di Pertamina dan pada tahun 2023, dia ditarik dari PT Pertamina Patra Niaga untuk menjadi Direktur Logistik dan Infrastruktur di PT Pertamina Persero.
    “Saya kira nanti beliau bisa sudah dipanggil atau belum, saya enggak tahu. Harusnya sudah dipanggil ya. Kan masih dirut yang lama. Kalau Pak Riva kena (jadi tersangka), harusnya dirutnya (sebelum Riva) juga dipanggil, mungkin ya,” ujar Ahok saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta pada Kamis, 13 Maret 2025.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
    Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TNI di Jabatan Sipil Tetap Diadili di Peradilan Militer Jika Berbuat ‘Dosa’, Di Mana Rasa Keadilannya?

    TNI di Jabatan Sipil Tetap Diadili di Peradilan Militer Jika Berbuat ‘Dosa’, Di Mana Rasa Keadilannya?

    PIKIRAN RAKYAT – Perdebatan soal mekanisme peradilan bagi prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil kembali mencuat seiring dengan pembahasan revisi UU TNI. Isu ini menjadi sorotan, karena menyangkut prinsip kesetaraan hukum dan potensi impunitas bagi prajurit aktif yang bertugas di lembaga-lembaga sipil.

    Perbedaan Pendapat di DPR dan Pemerintah

    Anggota Komisi I DPR, Amelia Anggraini menegaskan bahwa prajurit TNI yang mengisi jabatan sipil harus tunduk pada hukum sipil dan diadili melalui peradilan umum. Dia mengacu pada Pasal 65 UU No. 34 Tahun 2004 yang secara tegas mengatur ketentuan tersebut.

    “Kami tegaskan mengacu pada UU No. 34 Tahun 2004 Pasal 65, bahwa jika anggota TNI aktif tersebut sudah mengisi jabatan sipil, maka ia akan tunduk pada proses hukum sipil dan diadili melalui peradilan umum,” tuturnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu 20 Maret 2025.

    Amelia Anggraini juga menekankan pentingnya prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

    “Ini penting untuk menegaskan prinsip kesetaraan di hadapan hukum dan memastikan tidak adanya perlakuan istimewa terhadap personel TNI yang bertugas di lingkungan sipil,” ujar politisi Fraksi Partai NasDem itu.

    Akan tetapi, pandangan berbeda disampaikan oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas. Dia menegaskan bahwa prajurit yang menduduki jabatan sipil tetap akan diadili melalui peradilan militer.

    Menurutnya, ada mekanisme koneksitas antarlembaga hukum yang memastikan penanganan hukum bagi prajurit TNI.

    “Sudah jelas yang militer itu yang namanya militer kan sudah jelas. Di Kejaksaan Agung itu ada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, karena masih ada koneksitas. Kedua di Mahkamah Agung juga ada ketua kamar pidana militer,” kata Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen Senayan pada Selasa, 18 Maret 2025.

    Sikap Panja Revisi UU TNI

    Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang TNI di Komisi I DPR pun turut menegaskan posisi mereka. Anggota Panja, TB Hasanuddin menjelaskan bahwa meskipun prajurit TNI bertugas di lembaga sipil, status mereka tetap terikat pada UU TNI dan karenanya tetap berada di bawah yurisdiksi peradilan militer.

    Akan tetapi, dia juga menjelaskan adanya mekanisme peradilan koneksitas. Mekanisme ini memungkinkan proses hukum melibatkan peradilan umum dan militer secara bersamaan tergantung pada jenis pelanggarannya.

    Wakil Ketua Panja RUU TNI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono menambahkan bahwa mekanisme peradilan koneksitas akan bergantung pada kasus yang dihadapi prajurit tersebut. Sehingga, tidak bisa dilihat secara general, melainkan tergantung pada kasusnya.

    Sorotan dari Aktivis dan YLBHI

    Di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyoroti ketidakjelasan mekanisme peradilan dalam revisi UU TNI ini. Dia menilai revisi seharusnya lebih memprioritaskan perubahan aturan peradilan bagi prajurit TNI dibandingkan memperluas jabatan sipil untuk prajurit aktif.

    Dia menekankan, revisi UU TNI terkait perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif juga diiringi dengan ketentuan mekanisme peradilan yang selaras dengan kedudukannya.

    Muhammad Isnur menegaskan bahwa tanpa revisi peradilan, kebijakan ini justru membuka celah impunitas bagi prajurit aktif yang bertugas di jabatan sipil.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Usut Dugaan Manipulasi Keuangan PT Pupuk Indonesia yang Rugikan Negara Rp8,3 Triliun

    KPK Usut Dugaan Manipulasi Keuangan PT Pupuk Indonesia yang Rugikan Negara Rp8,3 Triliun

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dugaan manipulasi keuangan PT Pupuk Indonesia kini sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Potensi kerugian negara akibat manipulasi keuangan ini dilaporkan mencapai Rp8,3 triliun.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan telah menerima laporan dugaan manipulasi keuangan PT Pupuk Indonesia. Laporan kasus tersebut masih dalam proses verifikasi dan telaah oleh Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.

    “Perkara Pupuk juga ini mungkin sudah masuk di PLPM,” kata Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

    Asep menjelaskan, kasus dugaan manipulasi keuangan PT Pupuk Indonesia yang dilaporkan berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun belum memasuki tahap penyelidikan maupun penyidikan.

    Menurut Asep, kasus baru diumumkan secara resmi pada tahap penyidikan bersamaan dengan pengungkapan tersangka.

    “Tapi di penyidikan maupun penyelidikan, sepengetahuan kami belum masuk,” ujar Asep.

    Kasus manipulasi keuangan PT Pupuk Indonesia dengan potensi kerugian negara hingga Rp8,3 triliun dilaporkan oleh Etos Indonesia Institute.

    Kejaksaan Agung didesak segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait dugaan manipulasi tersebut. Jika dugaan ini benar, akan menambah daftar panjang praktik korupsi di BUMN.

    “Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Etos Indonesia Iskandarsyah, dikutip Senin (17/3/2024)

  • Pria Indonesia di Jepang Pakai Zairyu Card Palsu, Deportasi Jadi Solusi Tanpa Tuntutan – Halaman all

    Pria Indonesia di Jepang Pakai Zairyu Card Palsu, Deportasi Jadi Solusi Tanpa Tuntutan – Halaman all

    Kantor Kejaksaan Distrik Saga memutuskan untuk tidak menuntut pria ini pada tanggal 14 Maret 2025

    Tayang: Jumat, 21 Maret 2025 20:36 WIB

    RKB Mainichi Broadcasting

    PEKERJA ILEGAL – Kantor kejaksaan Negeri Saga. Seorang pria berusia 40 tahun asal Indonesia yang merupakan pekeja ilegal di Jepang  ditangkap polisi karena menunjukkan kartu tempat tinggal  (zairyu card) palsu kepada majikannya
      

    Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

    TRIBUNNEWS.COM, TOKYO –  Seorang pria berusia 40 tahun asal Indonesia yang merupakan pekeja ilegal di Jepang  ditangkap polisi karena menunjukkan kartu tempat tinggal  (zairyu card) palsu kepada majikannya
     
     “Bulan Oktober tahun lalu, Kejaksaan Negeri Saga memutuskan untuk tidak menuntut seorang warga negara Indonesia berusia 40 tahun yang telah ditangkap karena menunjukkan kartu tempat tinggal palsu kepada majikannya,” ungkap sumber Tribunnews.com Jumat (21/3/2025).

    Pria itu ditangkap pada Oktober tahun lalu karena dicurigai melanggar Undang-Undang Kontrol Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi karena menunjukkan kartu tempat tinggal palsu kepada majikan laki-laki di kota Saga.

    Pria itu diinterigasi oleh pihak kepolisian mengakui perbuatannya dengan mengatakan, “Tidak ada keraguan bahwa saya menggunakan kartu tempat tinggal palsu.”

    Kantor Kejaksaan Distrik Saga memutuskan untuk tidak menuntut pria ini pada tanggal 14 Maret 2025.

    Mengenai alasan tidak dituntut, Kantor Kejaksaan Distrik Saga berkomentar, “Kami  tidak akan mengungkapkan.”

    Sumber Tribunnews.com yang lain mengungkapkan Pria tersebut telah disuruh pulang kembali ke Indonesia.

    Diskusi mengenai overstay di Jepang juga dilakukan kelompok Pencinta Jepang gratis bergabung dengan menuliskan nama alamat dan nomor whatsapp lalu mengirimkan email ke: tkyjepang@gmail.com  

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Tol MBZ Dipastikan Aman Dilintasi Kendaraan Saat Mudik Lebaran 2025
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Maret 2025

    Tol MBZ Dipastikan Aman Dilintasi Kendaraan Saat Mudik Lebaran 2025 Megapolitan 21 Maret 2025

    Tol MBZ Dipastikan Aman Dilintasi Kendaraan Saat Mudik Lebaran 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) dipastikan aman dilintasi saat
    mudik Lebaran 2025
    .
    “MBZ masih dipergunakan. Memang alternatif dari kilometer kecil ya, dari kilometer 10 sampai kilometer 47 kan ada dua jalur ya, dari atas dan dari bawah. Dan itu akan digunakan semuanya, terutama MBZ kan kendaraan kecil,” ujar Irjen Agus Suryonugroho saat ditemui di Menara Kompas, Jumat (21/3/2025).
    Senada, Dirut PT Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono memastikan
    Tol MBZ
    bisa dilalui ketika mudik Lebaran 2025.
    Dia meminta masyarakat tidak khawatir ketika menggunakan jalan tol itu.
    “Mudik ini kan rata-rata menggunakan kendaraan pribadi. Jadi sangat masih memungkinkan. Jadi tidak usah khawatir karena itu tetap jadi pilihan untuk masyarakat melakukan mudik,” kata Rivan saat ditemui di Menara Kompas, Jumat (21/3/2025).
    Hanya kendaraan bersumbu tiga yang dilarang melewati jalan Tol MBZ.
    “Kan hanya sumbu tiga yang kalau tidak salah, tidak diperkenankan,” tambah dia.
    Sebelumnya, Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat disebut tidak aman dilintasi kendaraan truk muatan besar tiga gandar ke atas.
    Keterangan ini diungkapkan oleh ahli perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kristianto, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi proyek pembangunan Tol MBZ.
    Kristianto dihadirkan oleh jaksa dan diminta memberikan keterangan untuk terdakwa Kepala Divisi III PT Waskita Karya, Dono Parwoto.
    Dalam persidangan itu, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung mengonfirmasi keterangan Kristianto dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan bahwa jalan Tol MBZ tidak memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan untuk dilalui kendaraan golongan III, IV, dan V.
    “Bisa saudara ahli jelaskan bagaimana saudara ahli dengan tim bisa menyimpulkan adanya temuan bahwa Jalan Layang Tol Cikampek ini tidak memenuhi syarat keamanan untuk dilalui kendaraan golongan III sampai dengan V?” tanya jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
    Kristianto menjelaskan, penyimpangan ini didapat pihaknya dari pendapat ahli teknis Universitas Gadjah Mada (UGM).
    Sebenarnya, Jalan Layang Tol MBZ didesain untuk dilewati golongan I hingga V. Namun, hasil pengujian tim ahli UGM ternyata menunjukkan bahwa jembatan itu tidak aman dilintasi kendaraan golongan III seperti truk tronton, golongan IV seperti trailer engkel, dan golongan V seperti truk trailer engkel 8 roda.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nasib Letkol Teddy yang Juga Seskab usai UU TNI Disahkan DPR, Wajib Resign?

    Nasib Letkol Teddy yang Juga Seskab usai UU TNI Disahkan DPR, Wajib Resign?

    PIKIRAN RAKYAT – Telah disahkan, Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah ketok palu dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025, terlepas dari banyaknya sentimen negatif dan aksi unjuk rasa.

    Salah satu isi UU TNI adalah peluang prajurit TNI aktif menduduki jabatan di 14 kementerian atau Lembaga. Berikut selengkapnya:

    Kementerian atau lembaga yang membidangi politik dan keamanan negara Kementerian atau lembaga yang membidangi pertahanan negara, termasuk Dewan Pertahanan Nasional Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden Intelijen negara Kementerian yang mengurusi siber dan/atau sandi negara Lembaga Ketahanan Nasional Lembaga Pencarian dan Pertolongan Badan Narkotika Nasional Pengelola perbatasan negara Lembaga Penanggulangan Bencana Lembaga Penanggulangan Terorisme Keamanan Laut Kejaksaan Republik Indonesia Mahkamah Agung (MA)

    Di luar 14 kementerian atau lembaga tersebut, prajurit TNI aktif harus mundur dari dinas kemiliteran.

    Bagaimana Nasib Seskab Teddy Setelah UU TNI disahkan?

    Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2024 yang mengatur tentang Kementerian Sekretariat Negara.

    Peraturan ini mencakup aturan mengenai posisi dan tugas Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres), serta Sekretaris Kabinet (Seskab).

    Dalam Pasal 48 ayat (1), disebutkan bahwa Sekretariat Militer Presiden terdiri dari maksimal empat biro dan Sekretariat Kabinet (Seskab). Biro-biro tersebut meliputi jabatan fungsional dan pelaksana.

    Pasal 48 ayat (1) juga mengatur bahwa Sekretariat Militer Presiden merupakan salah satu kementerian atau lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang TNI.

    Dengan demikian, prajurit aktif tidak perlu mengundurkan diri dari dinas kemiliteran. Pun begitu dengan Letkol Teddy dengan jabatan gandanya.

    Perpres Nomor 148 Tahun 2024 ini juga menetapkan kriteria untuk pengisian posisi Seskab.

    Berdasarkan Pasal 118 ayat (4), Seskab harus mengisi jabatan pimpinan tinggi pratama atau jabatan struktural eselon II b.

    Selain itu, Pasal 121 ayat (2) memungkinkan posisi Seskab diisi oleh prajurit TNI atau anggota Polri. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sidang Suap Vonis Bebas Ronald Tannur, Ahli Hukum Sebut Pelanggaran Etik Hakim dan Pidana Tidak Sama – Halaman all

    Sidang Suap Vonis Bebas Ronald Tannur, Ahli Hukum Sebut Pelanggaran Etik Hakim dan Pidana Tidak Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa, mengatakan jika seorang hakim tidak bisa dicap melakukan tindakan pidana meski melanggar kode etik hakim.

    Hal tersebut diungkapkan Eva Achjani Zulfa saat menjadi saksi ahli meringankan atau a de charge untuk hakim Pengadilan Negeri Surabaya non-aktif, Heru Hanindyo yang menjadi terdakwa dalam sidang kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Eva Achjani Zulfa menyebut jika norma etik hakim dan hukum pidana berada dalam koridor yang berbeda.

    “Ya tidak serta merta, kita berbicara dalam konteks norma etik, tentunya dengan konteks dalam hukum pidana itu sesuatu yang berbeda. Karena ketika kita bicara soal etiknya, kita bicara soal moralitas,” kata Eva di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).  

    Eva menjelaskan, pelanggaran etik lebih berkaitan dengan moralitas dan standar perilaku profesi, sedangkan tindak pidana harus memenuhi unsur yang diatur dalam undang-undang.

    Dengan demikian, lanjut Eva, meskipun hakim dinyatakan melanggar kode etik, hal tersebut tidak otomatis berarti si hakim telah melakukan tindak pidana atau tindak pidana korupsi.

    Proses hukum harus dilakukan secara terpisah untuk menentukan apakah ada unsur pidana dalam perbuatannya.

    “Apakah kemudian sikap, tindak gitu ya, itu berkaitan dengan moralitas, kemudian dia dianggap melanggar etik. Apakah juga misalnya dalam konteks hukum pidana itu sudah menggambarkan bahwa dia memenuhi unsur seperti yang ada di dalam norma pasal di dalam undang-undang pidana, itu tetap harus diputus secara tersendiri. Jadi, saya kira tidak serta merta (melakukan tindak pidana),” jelasnya.

    3 Hakim PN Surabaya Didakwa Terima Suap Rp 1 M dan 308 Ribu Dolar Singapura

    Sebelumnya, Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang perdana tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaya yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Dalam dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Ronald Tannur saat ditangkap jaksa (kiri) dan Ronald Tannur usai divonis bebsa PN Surbaya (kanan). (Kolase Tribunnews.com)

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dolar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Tak hanya uang di atas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dolar Singapura.

    “Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    FOTO: KASUS SUAP HAKIM – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, hadir sebagai ahli meringankan dalam sidang kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dengan terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025). Dalam sidang itu Eva mengatakan jika hakim tidak bisa dicap melakukan tindak pidana meski melanggar etik hakim.

  • Penggunaan Diksi Oplosan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina Mendapat Kritik dari IPW: Tidak Tepat – Halaman all

    Penggunaan Diksi Oplosan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina Mendapat Kritik dari IPW: Tidak Tepat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyoroti dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang kini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Menurut Teguh, ada beberapa catatan dari dirinya terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani perkara di tubuh PT Pertamina Patra Niaga itu. 

    Menurut Sugeng, ada beberapa kejanggalan dari proses hukum yang dilakukan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) itu, terutama pada kluster tersangka dari pihak swasta. 

    Pertama, soal sangkaan tersangka dari kluster swasta memberikan bantuan kejahatan mengoplos minyak Ron 90 dengan minyak yang Ron-nya lebih rendah untuk menghasilkan minyak Ron 92.

    Menurut Sugeng, PT Orbit Terminal Merak sebagai swasta bukanlah mengoplos, melainkan lebih tepatnya melakukan blending.

    Praktik blending merupakan hasil kerjasama dengan Pertamina yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2004 jo PP Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

    “Dan itu ada syaratnya, harus sesuai standar dan mutu yang ditetapkan oleh menteri yang pembinaan serta pengawasannya dilakukan melalui Dirjen Migas,” ujar Sugeng usai diskusi Kompas.com Talks di Menara Kompas Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Pengawasan standar mutu ini merujuk pula pada Peraturan ESDM Nomor 48 Tahun 2005 tentang Standar Mutu serta Pengawasan BBM Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri.

    Artinya, Kejaksaan Agung dinilai telah salah memilih diksi oplosan karena praktik blending dalam dunia industri sudah sesuai aturan.

    Kesalahan diksi itu sempat diralat oleh Kejaksaan Agung, tetapi Sugeng menilai sudah terlambat dan telanjur menyesatkan masyarakat.

    “Penggunaan istilah oplosan yang tidak tepat itu sudah telanjur menyesatkan masyarakat dan merugikan Pertamina. Informasi tak akurat ini menyebabkan konsumen kehilangan kepercayaan dan beralih ke SPBU asing. Pendapatan Pertamina melorot sampai 20 persen,” ujar Sugeng.

    Kedua, mengenai keterkaitan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun dari dugaan korupsi di Pertamina dengan tersangka dari kluster swasta.

    Dalam siaran persnya, Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara itu terbagi dalam lima kluster, yakni:

    Kerugian ekspor mintak mentah dalam negeri sebesar Rp 35 triliun;
    Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp 2,7 triliun;
    Kerugian impor BBM melalui DMUT/broker sekitar Rp 9 triliun; 
    Kerugian pemberian kompensasi (2023) sebesar Rp 126 triliun;
    Kerugian pemberian subsidi (2023) sebesar Rp 21 triliun.

    Sugeng mempertanyakan letak kaitannya antara kerugian negara pada lima kluster itu dengan sangkaan pengoplosan/blending serta mark up kontrak shipping yang dituduhkan ke para tersangka swasta. 

    “Tidak nyambung antara petitum dengan posita. Tidak ada relevansinya antara peristiwa hukum yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun dengan dugaan pengoplosan/blending dan mark up kontrak shipping,” ujar Sugeng.

    Ia menambahkan, ada pihak-pihak yang sebenarnya berkaitan langsung dengan kerugian negara itu, tetapi belum disentuh oleh Kejaksaan Agung.

    Atas sejumlah kejanggalan ini, Sugeng pun mendorong Kejaksaan Agung profesional dan tidak tebang pilih dalam mengusut tuntas dugaan perkara korupsi di Pertamina.

    “Ini harus dijawab oleh Kejaksaan Agung. Ingat bahwa tindakan tidak cermat akan menimbulkan ketidakadilan. Orang yang harusnya diproses, tapi Kejaksaan tidak memproses,” ujar Sugeng.

    Ketua Komisi Kejaksaan Pujiyono Suwadi yang hadir pula dalam Kompas.com Talks juga menyampaikan harapan senada, yakni agar Kejaksaan Agung tidak berhenti pada sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

    Bahkan, jangan sampai Kejaksaan Agung melakukan “cuci nama” sebelum proses hukum kasus ini berjalan paripurna.

    “Tentu Rp 193,7 triliun per tahun pastilah tidak hanya melibatkan sembilan orang ini. Bisa ke atas, ke samping, ke bawah,” ujar dia.

    “Dan Kejaksaan Agung lebih baik jangan memberikan batasan dulu, ini tidak terlibat, ini terlibat. Bisa jadi nanti dalam proses pengumpulan barang bukti mengarah ke alat bukti lainnya, bisa jadi ke atas samping dan bawah,” lanjut Pujiyono.

    Ia meminta publik bersabar menunggu langkah selanjutnya dari Kejaksaan Agung agar menuntaskan pengusutan kasus dugaan korupsi di tubuh Pertamina.

    Ngambil Ikan Jangan Sampai Airnya Keruh

    Pujiyono Suwadi mewanti-wanti Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tidak menimbulkan kegaduhan publik saat mengungkap sebuah kasus dugaan korupsi.

    Hal ini berkaca pada pengungkapan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang terjadi pada tahun 2018-2023. 

    “Bahwa apa yang harus kita ingat, ngambil ikannya, jangan sampai kemudian airnya itu keruh. Nah, ternyata ketika mengucapkan itu kan agak sedikit menimbulkan kegaduhan di publik,” kata Pujiyono Suwadi dalam acara Kompas.com Talks yang dikutip dari YouTube Kompas.com, Jumat (21/3/2025).

    Menurut Puji, pengungkapan kasus blending antara Pertamax dan Pertalite itu membuat publik gaduh dan tidak lagi mempercayai Pertamina.

    Ia mengatakan, Kejagung harus berhati-hati karena kasus itu adalah megakorupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan keuntungan besar.

    Terlebih, produksi BUMN itu digunakan oleh banyak masyarakat setiap hari. Ia tak ingin upaya penegakan hukum justru membunuh usaha badan pelat merah tersebut.

    “Saya pikir penegakan hukum itu bukan bagian dari upaya untuk membunuh atau mematikan Pertamina. Tetapi bagaimana untuk mempertahankan Pertamina itu tetap tumbuh setelah penegakan hukum, bagaimana Pertamina itu tumbuhnya itu lebih berkembang lagi,” ucap Pujiyono.

    Lebih lanjut, ia mengaku mengapresiasi penegakan hukum yang telah dilakukan oleh Kejagung atas kasus Pertamina Patra Niaga tersebut.

    Upaya itu dilakukan untuk membuat pertumbuhan badan usaha tetap sehat.

    “Kita dukung bahwa ini bagian dari upaya penegakan hukum untuk membongkar mafia migas di negeri kita,” kata Pujiyono.

    “Dan dalam banyak hal, apa yang dilakukan ini kan produktif di tengah kondisi kita yang saat ini, meneruskan apa yang menjadi Asta Cita Pak Prabowo, salah satunya dari pemberantasan korupsi,” ujar dia.

    Diberitakan, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus tersebut, di mana enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin.

    Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

    Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    LBH Jakarta Sudah Terima 590 Aduan 

    Jumlah warga yang melaporkan diri sebagai korban praktik pertamax oplosan terus bertambah.

    Hingga Selasa (4/3/2025), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menerima 590 aduan, baik secara daring maupun luring.

    ”Saat ini sudah ada 590 pengaduan yang masuk,” kata Direktur LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan, Rabu (5/3/2025).

    LBH Jakarta bekerja sama dengan Center of Economics and Law Studies (Celios) telah membuka Pos Pengaduan Warga Korban Pertamax Oplosan sejak Jumat (28/2/2025).

    Pos ini berfungsi untuk memverifikasi apakah warga benar-benar mengalami kerugian akibat pencampuran RON 92 (Pertamax) dengan RON lebih rendah.

    Rencananya, aduan itu bakal dijadikan bahan untuk menggugat Pertamina ke pengadilan melalui dua skenario:, melalui gugatan warga negara atau citizen law suit dan gugatan perwakilan kelompok atau class action. 

     (Kompas.com/Tribunnews)

     

  • Setelah Sahkan UU TNI, Pemerintah dan DPR Diduga Kebut Jadwalkan Revisi UU Kejaksaan – Halaman all

    Setelah Sahkan UU TNI, Pemerintah dan DPR Diduga Kebut Jadwalkan Revisi UU Kejaksaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Advokasi dan Kebijakan De Jure, Awan Puryadi mengatakan pihaknya menerima informasi bahwa pemerintah dan DPR juga menjadwalkan pembahasan RUU Kejaksaan pada lokasi yang sama dengan pembahasan senyap RUU TNI, di hotel bintang lima di bilangan Jakarta Pusat.

    Dia heran mengapa DPR dan pemerintah mengebut revisi undang-undang ini.

    “Di Fairmont kemarin, menurut info yang kita dapat, juga ada jadwal RUU Kejaksaan, bukan hanya RUU TNI. Kenapa ini kok bersama-sama,” kata Awan dalam diskusi ‘Memperluas Kewenangan dan Memperkuat Pengawasan’ di Aula Fakultas Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Kamis (20/3/2025).

    Awan kemudian menilik persoalan yang ada dalam rencana revisi UU Kejaksaan.

    Misalnya dalam revisi sebelumnya yakni UU 11/2021, kejaksaan yang merupakan pemerintah atau eksekutif berkaitan dengan kekuasaan kehakiman atau yudikatif. 

    Hal ini, sambungnya, membuat skema pemilahan kekuasaan menjadi blur. Tapi bukannya dibenahi, posisi ini justru hendak dieksplisitkan dalam RUU. 

    “Di dalam UU 11/2021 kejaksaan sudah berada di dua kaki, antara yudikatif dan eksekutif. Di dalam RUU yang baru, kembali mau dieksplisitkan, bukan dibenahi,” katanya.

    Menurutnya undang-undang Kejaksaan yang saat ini ada, sudah melampaui kewenangan wilayah lain. 

    Sebagai contoh kejaksaan saat ini berada pada dua kaki yakni yudikatif dan eksekutif. Jika dia eksekutif maka ada kewajiban melaporkan kegiatannya ke presiden. Menurutnya ini yang berbahaya bagi sistem hukum dan demokrasi. 

    Selain itu Awan juga menyoroti hak imunitas berupa pendampingan hukum yang pernah diberikan Jaksa Agung kepada jaksa Pinangki yang kala itu berkasus. Padahal jika kejaksaan merupakan eksekutif, maka hak imunitas semestinya diberikan oleh yudikatif atau lembaga kekuasaan kehakiman.

    “Jadi, lembaga eksekutif memberikan imunitas pada dirinya sendiri,” katanya.

    Awal mengatakan pada RUU Kejaksaan, sebagian besar yang diatur adalah kewenangan menghentikan kasus di luar pengadilan, atau disebut dengan restorative justice (RJ). 

    “Kalau kemarin masuk di Peraturan Jaksa Agung, sekarang dimasukkan ke dalam UU. Kenapa ini mau dimasukkan?” tanya dia.

    Ia menduga upaya ini dimaksudkan agar kejaksaan punya kewenangan memberhentikan kasus dengan alasan RJ. Menurutnya ledakan kewenangan kejaksaan hampir tidak terdeteksi oleh publik.

    “Jadi ledakan kewenangan ini luar biasa, hampir tidak terdeteksi. Sudah ngawur kita katakan. Nah, proses revisi ini juga sudah dikondisikan, diantaranya misalnya, sebagai suatu bacaan, kejaksaan dikondisikan untuk naik, di mana kasus-kasus high profile itu naik semua, misalnya Pertamina,” jelas dia.

    Sementara itu dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Valerianus Beatae Jehanu mengatakan isu paling kentara dalam RUU Kejaksaan adalah intelijen penegakan hukum. 

    Hal ini kata Valeri, membuat jaksa memiliki fungsi cipta kondisi mendukung pembangunan. Ini terjadi pada kasus Rempang. 

    Kemudian jaksa juga bisa mengawasi ruang media yang tertuang dalam frasa ‘pengawasan multimedia’. Menurutnya hal ini semestinya hanya bisa dilakukan dalam konteks pro justitia atau demi hukum.

    Ia melihat secara garis besar RUU Kejaksaan hendak menguatkan kontrol terhadap sipil tapi tidak membarenginya dengan peningkatan kontrol internal. 

    “Bisa dikatakan, kontrol terhadap sipilnya semakin kuat, sementara kontrol internalnya lemah. Ini bahaya, karena memungkinkan impunitas di institusi kejaksaan. Di militer ada impunitas dengan belum direvisinya UU Pengadilan Militer, nah ini di Kejaksaan justru terbuka peluang impunitas baru di institusi negara,” katanya.

  • RUU TNI Disahkan, DPR Minta Prajurit Aktif Mundur dari Ranah Sipil

    RUU TNI Disahkan, DPR Minta Prajurit Aktif Mundur dari Ranah Sipil

    Jakarta, Beritasatu.com –  Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk menarik mundur seluruh prajurit TNI dari ranah sipil, yakni mereka yang aktif bertugas di luar 14 kementerian dan lembaga (K/L), yang diatur dalam Pasal 47 revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru disahkan.

    TB Hasanuddin menegaskan, Panglima TNI harus memastikan mereka undur diri atau pensiun, termasuk yang bertugas di BUMN.

    “Kita harus taat asas. Saya mohon kepada Panglima TNI agar segera mengeluarkan surat perintah, sehingga seluruh prajurit aktif yang berada di luar 14 K/L yang diperbolehkan dapat mengundurkan diri atau pensiun sesuai aturan yang berlaku,” ujar TB Hasanuddin kepada wartawan, Jumat (21/3/2025).

    Menurut TB Hasanuddin, jumlah prajurit yang terdampak oleh perubahan ini bisa mencapai ribuan, termasuk mereka yang saat ini bertugas di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Penyelengara Haji (BPH), Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

    “Karena itu, kebijakan transisi ini perlu dilakukan dengan baik agar tidak mengganggu stabilitas organisasi dan profesionalisme TNI,” tegasnya.

    Dia juga menegaskan bahwa aturan baru ini merupakan bagian dari upaya memperkuat reformasi TNI agar tetap profesional dan fokus pada tupoksinya terkait pertahanan negara.

    Dengan disahkannya RUU TNI sebagai undang-undang, kata dia, seluruh prajurit aktif di luar 14 K/L yang diperbolehkan diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku demi menjaga soliditas dan profesionalisme institusi TNI.

    “Kita ingin memastikan bahwa aturan ini berjalan dengan baik dan semua pihak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkas TB Hasanuddin.

    Diketahui, DPR baru saja mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna pada Kamis, (20/3/2025). Salah satu poin yang direvisi adalah Pasal 47 yang mengatur tentang perluasan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga.

    Di dalam peraturan tersebut, TNI aktif diperbolehkan berdinas di 14 kementerian atau lembaga (K/L), yakni Kemenko Polkam, Kementerian Pertahanan termasuk Dewan Pertahanan Nasional, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Lemhanas, Badan SAR Nasional, Badan Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.

    Kemudian, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Kejaksaan Agung.

    Dengan begitu, berdasarkan RUU TNI yang telah disahkan sebagai undang-undang, prajurit TNI yang bertugas di luar kementerian/lembaga tersebut harus mengundurkan diri atau pensiun dini.