Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Kejagung Telusuri Sumber Dana Suap Rp60 Miliar ke Ketua PN Jaksel

    Kejagung Telusuri Sumber Dana Suap Rp60 Miliar ke Ketua PN Jaksel

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telusuri sumber dana suap dari perkara pengurusan vonis lepas kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan bahwa uang suap Rp60 miliar memang berasal dari pengacara sekaligus tersangka Aryanto (AR). Namun, dia mengatakan tidak menutup kemungkinan bahwa uang suap itu tersebut berasal dari pihak lain.

    “Memang secara logika hukumnya kan apakah ini murni dari AR atau dari pihak lain, nah nanti itulah yang terus didalami oleh penyidik,” ujar Harli di Kejagung, Selasa (15/4/2025).

    Dia menambahkan sejauh ini pihaknya masih mempelajari setiap temuan yang ada. Misalnya, barang bukti elektronik hingga aset yang telah disita penyidik.

    Salah satu upaya pendalaman barang bukti itu dilakukan dengan mengklarifikasi seluruh pihak termasuk tersangka dalam kasus suap tiga hakim di PN Jakarta Pusat ini.

    “Dokumen ini kan akan terus dipelajari, kemudian ketika ada perkembangan dan perlu dilakukan pendalaman dan ini tentu kan harus dimintai keterangan, diperiksa,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO.

    Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas. Vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun.

    Adapun, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Perinciannya, Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN); Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG).

    Selanjutnya, dua pengacara atau advokat bernama Marcella Santoso (MR) dan Aryanto (AR). Teranyar, tiga hakim mulai dari Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom (AM) turut jadi tersangka.

  • Kejagung Dalami Suap Vonis CPO, 14 Saksi Diperiksa!

    Kejagung Dalami Suap Vonis CPO, 14 Saksi Diperiksa!

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin intensif mendalami dugaan praktik suap dalam penanganan vonis perkara ekspor crude palm oil (kasus vonis CPO). Upaya pemberantasan mafia CPO ini terus bergulir dengan pemeriksaan sejumlah pihak, termasuk aparat penegak hukum. Hingga saat ini, sebanyak 14 orang telah dimintai keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus vonis CPO tersebut.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, dari 14 saksi yang telah diperiksa, tujuh di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis CPO ini.

    Ketujuh tersangka tersebut terdiri dari tiga pengacara, yaitu Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Marcella Santoso (MS), dan Ariyanto (AR).

    Selain itu, satu panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara bernama Wahyu Gunawan (WG), serta tiga hakim yang terdiri dari Djumyanto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, juga turut menjadi tersangka dalam kasus suap vonis CPO yang melibatkan ekspor CPO ini.

    “Sebagaimana kita ketahui, Kejaksaan Agung telah memeriksa sedikitnya 14 saksi, di mana tujuh orang di antaranya telah berstatus tersangka,” jelas Harli Siregar kepada awak media, Selasa (15/4/2025).

    Lebih lanjut, Harli Siregar menambahkan, proses pemeriksaan terhadap para tersangka masih terus berjalan. Salah satunya adalah Wahyu Gunawan, yang kembali menjalani pemeriksaan pada hari ini untuk mendalami keterlibatannya dalam kasus vonis CPO ini.

    “Penyidik saat ini terus melakukan pendalaman terhadap keterangan yang diberikan oleh para tersangka dan saksi. Setiap informasi yang diperoleh akan dicocokkan untuk memperkuat alat bukti dalam kasus suap vonis CPO ini,” lanjutnya.

    Mengenai kemungkinan pemanggilan pihak-pihak dari perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di sektor CPO, seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, Harli Siregar menyatakan hal tersebut belum dilakukan. Saat ini, tim penyidik masih memfokuskan diri pada pemeriksaan saksi dan tersangka yang telah ada dalam kasus vonis CPO ini.

    “Penyidik saat ini masih fokus pada pendalaman keterangan dari para saksi maupun tersangka,” pungkas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar terkait perkembangan kasus dugaan suap perkara CPO yang tengah menjadi sorotan.

  • Ketua PN Jaksel Tersangkut Kasus Suap, Sahroni: Lembaga Peradilan Perlu Direformasi

    Ketua PN Jaksel Tersangkut Kasus Suap, Sahroni: Lembaga Peradilan Perlu Direformasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni mendorong adanya reformasi lembaga peradilan secara menyeluruh.

    Hal ini dia ungkapkan guna merespons kasus dugaan suap mencapai Rp60 miliar yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) dalam kasus ekspor minyak goreng tiga korporasi.

    “Sudah saatnya lembaga kehakiman direformasi secara keseluruhan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa (15/4/2025).

    Selain itu, legislator NasDem ini juga mendesak agar semua pihak yang terlibat ditindak tegas. Komisi III DPR, katanya, akan mendukung instansi penegak hukum dalam memberantas mafia peradilan.

    “Saya minta kejaksaan untuk jerat semua yang terlibat, pidanakan, dan jangan ragu untuk ungkap semua. Kami di Komisi III akan back up penuh,” tegasnya.

    Sahroni, sapaan akrabnya, mengaku miris dengan kasus suap tersebut. Menurutnya, kasus ini sangatlah merusak lembaga peradilan.

    Lebih jauh, dia meminta supaya Mahkamah Agung (MA) memperketat pengawasan internal dengan maksud untuk menindak hakim-hakim nakal.

    “Buat mekanisme untuk memastikan tidak ada aliran-aliran dana mencurigakan, apalagi antar hakim. Tidak menutup kemungkinan uang haram dari suap ini juga mengalir ke pejabat yang lebih tinggi, seperti kasus Zarof Ricar kemarin. Jadi ada komplotannya,” terangnya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap perkara korupsi mafia minyak goreng yang menyeret tiga korporasi.

    Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Arif sebagai tersangka. Selain Arif, pengacara berinisial MS dan AN, serta WG selaku panitera muda perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Qohar menegaskan bahwa pada intinya mereka berempat diduga bersekongkol dalam kepengurusan perkara pemberian fasilitas ekspor minyak goreng. Kemudian, dia menyampaikan bahwa pihaknya akan menahan para tersangka ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan.

    Teranyar, dalam kasus ini telah ditetapkan tujuh tersangka mulai dari Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN); Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG).

    Kemudian, dua pengacara atau advokat bernama Marcella Santoso (MR) dan Aryanto (AR). Selain itu, tiga hakim mulai dari Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).

  • Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 April 2025

    Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO Nasional 15 April 2025

    Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendorong
    reformasi lembaga peradilan
    secara menyeluruh usai empat hakim terlibat kasus dugaan suap dalam mengatur perkara kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau
    crude palm oil
    (CPO).
    Hakim yang menjadi tersangka pertama yang ditetapkan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
    “Sudah saatnya lembaga kehakiman direformasi secara keseluruhan,” kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Selasa (15/4/2025).
    Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu juga mendesak pihak yang terlibat ditindak tegas.
    Ia menyampaikan, Komisi III bakal mendukung instansi penegak hukum memberantas mafia peradilan.
    Pasalnya, ia mengaku miris dengan kasus suap yang melibatkan empat hakim menjadi tersangka tersebut yang berpotensi merusak lembaga peradilan.
    “Saya miris sekali melihat carut marut lembaga kehakiman kita yang ramai diisi kasus korupsi. Keberadaan mafia peradilan ini sudah sangat merusak,” tuturnya.
    Tak cuma itu, ia meminta Mahkamah Agung (MA) memperketat pengawasan internal untuk menindak hakim-hakim nakal.
    Salah satunya dengan membuat mekanisme untuk memastikan tidak ada aliran dana yang mencurigakan, utamanya di antara para hakim.
    “Tidak menutup kemungkinan uang haram dari suap ini juga mengalir ke pejabat yang lebih tinggi, seperti kasus Zarof Ricar kemarin. Jadi ada komplotannya,” sebut Sahroni.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta, bersama tiga hakim lainnya sebagai tersangka dalam kasus suap vonis untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Ketiga hakim itu adalah majelis hakim yang menangani sidang perkara CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Uang suap diduga mengalir melalui pengacara dan pejabat pengadilan.
    Pada saat kasus itu terjadi, Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Membuka Kotak Pandora Mafia Kasus: Ronald Tannur ke Suap Migor

    Membuka Kotak Pandora Mafia Kasus: Ronald Tannur ke Suap Migor

    Bisnis.com, JAKARTA — Hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan usai terungkapnya kembali mafia kasus yang melibatkan hakim hingga perangkat pengadilan.

    Pengungkapan itu bermula saat terendusnya suap pada vonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti di PN Surabaya oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Kala itu, tiga hakim PN Surabaya menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak terbukti bersalah atas kematian Dini. Oleh sebab itu, Ronald Tannur bebas atas segala tuntutannya pada Rabu (24/7/2024).

    Selang tiga bulan kemudian, Kejagung mengumumkan bahwa tiga hakim yang memutus perkara Ronald Tannur itu menjadi tersangka.

    Sebab, usut punya usut ketiganya telah menerima suap dari pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat sekitar Rp4,6 miliar.

    Uang tersebut bersumber dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja yang ingin menggunakan segala cara agar anaknya tidak perlu mendekam di balik jeruji besi.

    Tak hanya hakim dan pengacara, kasus ini melibatkan juga mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono.

    Perannya sederhana, Rudi hanya menyiapkan Erintuah Damanik untuk menjadi hakim majelis di persidangan Ronald Tannur.

    Selain itu, publik juga kembali dihebohkan atas keterlibatan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Dia ini dikenal publik sebagai makelar kasus. 

    Tak main-main, saat Zarof menjadi tersangka. Terungkap bahwa Zarof telah “bermain kasus” sejak 2012 hingga 2022. Tentunya, tak sedikit imbalan yang diterima Zarof saat menjadi makelar kasus.

    Dalam periode sekitar 10 tahun itu, Zarof didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebesar 51 kg dari pihak yang berperkara. Kini, Zarof masih menjalani persidangan di PN Tipikor.

    Suap Kasus Ekspor CPO 

    Belum genap setahun publik dihebohkan dengan kasus Ronald Tannur, peradilan hukum di Indonesia kembali tercoreng pada Sabtu (12/4/2025).

    Kala itu, Kejagung menggelar konferensi pers untuk mengumumkan kasus suap yang melibatkan perangkat pengadilan.

    Awalnya, Korps Adhyaksa menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; Panitera PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; serta dua pengacara Marcella Santoso dan Aryanto menjadi tersangka.

    Mereka diduga bermain-main dalam kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng yang menyeret tiga grup korporasi, seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

    Pada intinya, kasus suap ini telah membuahkan vonis lepas atau onslag terhadap perkara minyak goreng tersebut.

    Alhasil, ketiga grup korporasi itu bebas dari tuntutan pembayaran denda hingga beban uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.

    Selang satu hari selanjutnya, Kejagung kembali menetapkan tersangka terhadap tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM).

    Secara total, uang dugaan suap yang diberikan mencapai Rp60 miliar dalam bentuk dolar Amerika melalui Wahyu Gunawan.

    Jumlah itu merupakan permintaan dari Arif yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Uang puluhan miliar itu kemudian dibagi-bagi kepada Djuyamto Cs dengan total Rp22,5 miliar.

    Sementara itu, Wahyu mendapatkan jatah USD 50.000 sebagai jasa penghubung antara Aryanto dengan Arif.

    Usut punya usut, kasus ini terungkap saat penyidik Kejagung menemukan alat bukti elektronik atas perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

    Hal itu diungkapkan oleh Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar. Dia menyampaikan bahwa nama tersangka sekaligus advokat Marcella Santoso disinggung dalam barang bukti elektronik yang ditemukan penyidik.

    “Ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” ujarnya di Kejagung, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Hakim Djuyamto Cs Diberhentikan 

    Buntut dari kasus ini, MA telah memberhentikan sementara hakim dan panitera yang terlibat dalam kasus dugaan suap vonis perkara ekspor minyak goreng (migor) yang menyeret beberapa korporasi di PN Jakarta Pusat.

    Juru Bicara MA Yanto menyampaikan pihaknya telah bersurat ke Presiden Prabowo Subianto agar hakim dan panitera diberhentikan sementara.

    “Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara,” ujarnya di MA, Senin (14/4/2025).

    Dia menambahkan keputusan pemberhentian sementara itu lantaran kasus suap yang menjerat hakim dan panitera itu masih belum inkrah.

    Dengan demikian, apabila nantinya tersangka hakim Djuyamto Dkk itu telah berkekuatan hukum tetap, maka seluruh hakim dan panitera yang menjadi tersangka bakal diberhentikan permanen.

    Di samping itu, MA juga bakal memberlakukan Smart Majelis untuk penunjukan hakim secara otomatis menggunakan sistem robot atau artificial intelligent (AI). 

    Menurut Yanto penunjukan majelis hakim dengan AI itu diterapkan agar mencegah potensi adanya “permainan” atau suap pada proses hukum.

    Adapun, sistem otomatis itu sudah diterapkan pada penunjukan majelis hakim di tingkat MA. Sementara itu, pada tingkat pengadilan negeri dan tinggi masih berproses.

    “Kalau di MA sudah mulai ya sudah dimulai smart majelis. Jadi sudah mesin yang menentukan. Tapi, ini ternyata dari Rapim sudah akan dilakukan seluruh Indonesia Melalui robotik di Smart Majelis,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi menyatakan bahwa untuk saat ini sistem tersebut belum dapat diterapkan ke seluruh pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Sebab, terkendala dari sistem.

    “Sedangkan mengenai kapan sistem ini akan diberlakukan, kita harus membangun dulu aplikasinya ya. Butuh waktu untuk memproses pesan dari pimpinan tersebut,” tutur Sobandi.

  • Profil Ali Muhtarom, Hakim Sidang Perkara Tom Lembong yang Jadi Tersangka Suap CPO

    Profil Ali Muhtarom, Hakim Sidang Perkara Tom Lembong yang Jadi Tersangka Suap CPO

    loading…

    Hakim Ali Muhtarom tengah menjadi sorotan publik. Hakim yang menangani perkara Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO. Foto: Ist

    JAKARTA – Hakim Ali Muhtarom tengah menjadi sorotan publik. Hakim yang menangani perkara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Selain menetapkan tersangka Ali Muhtarom, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menjadikan 2 hakim yakni Agam Syarif Baharuddin dan Djuyamto sebagai tersangka.

    Kejagung menduga para tersangka menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp22,5 miliar. Sambil menunggu proses peradilan, 3 tersangka sementara waktu ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

    Profil Hakim Ali MuhtaromAli Muhtarom merupakan Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat. Nomor Induk Pegawai (NIP) yang dimiliki yakni 1972082502201603105.

    Dirangkum dari berbagai sumber, Ali Muhtarom memiliki perjalanan panjang dalam kariernya. Dia pernah bertugas sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama Bengkalis.

    Soal kekayaan, Ali Muhtarom tercatat mempunyai harta senilai Rp1,3 miliar. Angka tersebut didasarkan dalam laporannya untuk LHKPN KPK pada 21 Januari 2025.

    Kekayaan Ali Muhtarom terdiri atas beberapa aset berbeda di antaranya tanah dan bangunan senilai Rp1,2 miliar serta alat transportasi dan mesin sebesar Rp158 juta.

    Ali juga mempunyai harta bergerak lainnya senilai Rp38.500.000, kas dan setara kas Rp7.050.000. Namun, dia mencantumkan pula utang sebesar Rp150 juta.

    Jalan panjang karier yang dibangun Ali kini tercoreng akibat kasus hukum yang menjeratnya. Dugaan keterlibatannya dalam praktik suap tak hanya mencederai integritas pribadi, tapi juga tamparan bagi institusi peradilan itu sendiri.

    Sebelum ditetapkan tersangka atas kasus dugaan suap CPO, Ali Muhtarom menjadi hakim anggota yang memeriksa dan mengadili kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong. Setelah penetapan tersangka, Ali diganti dengan Hakim Alfis Setyawan.

    Diketahui, Ali Muhtarom beserta Djuyamto dan Agam Syarief diduga menerima uang suap sebesar Rp22,5 miliar dari total Rp60 miliar. Suap ini berkaitan dengan putusan lepas tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya industri kelapa sawit periode Januari 2021-Maret 2022.

    (jon)

  • Kejagung Layangkan Kasasi Vonis Lepas Ekspor CPO Korporasi

    Kejagung Layangkan Kasasi Vonis Lepas Ekspor CPO Korporasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung, Hari Siregar mengatakan upaya hukum yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) itu dilayangkan sejak Kamis (27/3/2025).

    “Sudah per 27 Maret 2025 sesuai akta permohonan kasasi,” ujar Harli saat dihubungi, Selasa (15/4/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga telah melengkapi memori kasasi dan sudah diserahkan kepada Mahkamah Agung pada Minggu (9/4/2025).

    “Kalau memori kasasinya juga sudah diserahkan per 9 April 2025,” pungkasnya.

    Atas pengajuan ini, Juru Bicara MA, Yanto menyatakan bahwa vonis dalam perkara fasilitas ekspor CPO korporasi itu belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.

    “Putusan pengadilan tipikor pada pengadilan negeri Jakarta Pusat tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena penuntut umum [JPU] telah mengajukan upaya hukum kasasi,” ujar Yanto.

    Sekadar informasi, vonis lepas itu diduga merupakan hasil suap yang dilakukan pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso dan Aryanto dengan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

    Modusnya, Aryanto menghubungi Wahyu Gunawan selaku Panitera PN Jakarta Utara agar hakim memvonis onslag. Kemudian, Wahyu menyampaikan permintaan Aryanto ke Arif. 

    Setelah negosiasi, Arif menunjuk tiga hakim pilihannya agar menangani sidang ekspor CPO korporasi. Adapun, Arif kala itu menjadi Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Pada intinya, pihak pengacara meminta agar majelis hakim memberikan vonis lepas atau onslag terhadap terdakwa tiga grup korporasi mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Adapun, tiga majelis hakim yang memutus perkara itu adalah Djuyamto selaku Hakim Ketua. Sementara, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom. Total uang suap yang diduga diberikan kepada Arif dkk mencapai Rp60 miliar.

  • BEI Sebut Baru 2 dari 10 Emiten Delisting yang Bakal Buyback

    BEI Sebut Baru 2 dari 10 Emiten Delisting yang Bakal Buyback

    Jakarta

    PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukan 10 emiten dalam daftar delisting atau penghapusan pencatatan saham di perdagangan pasar modal. Namun begitu, tercatat hanya dua emiten yang baru menyampaikan rencana buyback atau pembelian kembali saham.

    Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya belum menentukan kejelasan delisting emiten tersebut. Saat ini, otoritas BEI masih melakukan proses hearing agar perusahaan terkait segera melakukan buyback saham.

    “Kalau tidak ada pihak yang akhirnya melakukan pembelian kembali, buyback tidak akan berhasil. Buyback tidak akan tercapai. Nah, kami di bursa tentu kita melihat dari sisi pengumumannya siapa sih yang dimaksud dengan ultimate beneficial owner,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Selain itu, BEI juga masih menunggu perusahaan terkait menunjuk pihak pengendali efek untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini ia ungkap menyusul ada beberapa pengendali efek yang tengah menjalani hukuman pidana.

    “Iya (cari beneficial owner), atau pihak yang ditunjuk. Itu yang kita approach ke mereka,” tutupnya.

    Dalam catatan detikcom, BEI resmi mencatat 10 emiten yang akan delisting dari pasar modal. Adapun Beberapa emiten yang dinyatakan delisting berada dalam status maupun indikasi pailit. Adapun emiten ini diwajibkan untuk melaksanakan buyback pada tanggal 18 Januari hingga 18 Juli 2025 sebelum masa efektif delisting berlaku pada 21 Juli 2025.

    Dikutip dari Keterbukaan Informasi BEI, ada 10 emiten yang di-delisting sejak kemarin di yakni, PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX).

    Diketahui, PT Hanson International Tbk (MYRX) terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya-Asabri oleh Benny Tjokrosaputro. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 172,969,221 lembar saham MYRX atau setara 15,43%.

    Sementara dua emiten yang telah menyampaikan rencana buyback di antaranya, PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dan PT. Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW).

    (kil/kil)

  • Kejagung Ajukan Kasasi atas Vonis Lepas Terdakwa Korporasi Korupsi Minyak Goreng – Page 3

    Kejagung Ajukan Kasasi atas Vonis Lepas Terdakwa Korporasi Korupsi Minyak Goreng – Page 3

    JPU juga menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar, dan menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada terdakwa Permata Hijau Group sebesar Rp937.558.181.691,26; terdakwa Wilmar Group sebesar Rp11.880.351.802.619; dan terdakwa Musim Mas Group sebesar Rp4.890.938.943.794,1.

    “Namun terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana atau ontslag van alle recht vervolging oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Harli.

    Ontslag van alle rechtsvervolging sendiri BM merupakan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan itu juga dikenal sebagai putusan lepas.

    Harli mengatakan, terkait dengan putusan Ontslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella Santoso, Aryanto, dan Wahyu Gunawan melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp60 miliar.

    “Dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging,” jelas dia.

    Kejagung kemudian melakukan penggeledahan lima lokasi berbeda yang ada di Jakarta dan membawa keempat orang tersebut untuk diperiksa pada Sabtu, 12 April 2025 di Kejagung, Jakarta Selatan. Mereka kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka lantaran ditemukan bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap DDP selaku istri Aryanto, IIN dan BS atau Budi Santoso selaku sopir Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, serta lima staf Marcella Santoso yakni BHQ, ZUL, YSF selaku Office Boy, AS selaku sopir Aryanto, dan VRL selaku anggota tim advokat kantor Ariyanto Arnaldo Law Firm.

    Keempat tersangka juga langsung ditahan usai pemeriksaan, dengan rincian Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua PN Jaksel di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakut di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Marcella Santoso selaku advokat di Rutan Salemba Cabang Kejagung, dan Aryanto selaku advokat di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    “Para tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan,” Harli menandaskan.

     

    Reporter: Nur Habibie/Merdeka

  • Respons Tom Lembong Usai Hakim yang Tangani Kasusnya Ikut Terjerat Korupsi – Page 3

    Respons Tom Lembong Usai Hakim yang Tangani Kasusnya Ikut Terjerat Korupsi – Page 3

    Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar praktik culas mafia peradilan. Adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menerima suap vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng senilai Rp22 miliar.

    Ketiganya, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) sendiri, hakim ad hoc Ali Muhtarom (AM), dan hakim Djuyamto (DJU). Mereka yang mengawal jalannya persidangan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

    Ada peran Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang dulu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, setelah terbit surat penetapan sidang, tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) memanggil tersangka Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim dan Agam Syarif Baharuddin (ASB) selaku hakim anggota.

    “Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dolar, bila di-kurs-kan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar, di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca bekas perkara. Dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4) dini hari.

     

    Reporter: Nur Habibie

    Merdeka.com