Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Kantor Anak Perusahaan MUJ Digeledah Kejari Bandung, Dirut PT ENM: Kami Siap Kooperatif!

    Kantor Anak Perusahaan MUJ Digeledah Kejari Bandung, Dirut PT ENM: Kami Siap Kooperatif!

    JABAR EKSPRES – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung melakukan penggeledahan di dua lokasi terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa tahun 2022–2023 yang melibatkan kantor anak perusahaan MUJ, yakni PT Energi Negeri Mandiri (ENM) di Jalan Jakarta, Kota Bandung, serta kediaman mantan Direktur Utama MUJ berinisial BT di Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat.

    Penggeledahan yang dilakukan pada Senin, 14 April 2025, dilakukan berdasarkan surat perintah resmi dari Kejari Kota Bandung. Dari dua lokasi tersebut, penyidik berhasil mengamankan 56 dokumen dari kantor PT ENM dan 42 item dokumen lainnya dari rumah BT.

    Menanggapi penggeledahan ini, Direktur Utama PT ENM, Tri Budi Setyawan, menyatakan dukungannya terhadap langkah Kejari dan menegaskan bahwa perusahaannya akan bersikap kooperatif.

    “Benar, penyidik Kejari Kota Bandung telah melakukan penggeledahan di kantor kami. Kami akan menghormati dan mendukung penuh proses hukum yang berjalan,” ujarnya, Rabu (16/4).

    Tri juga membenarkan bahwa sejumlah dokumen perusahaan telah disita dan menyatakan siap membantu jika nantinya dibutuhkan kembali oleh penyidik.

    “Kami percaya aparat penegak hukum akan menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tambahnya.

    Kepala Kejari Kota Bandung, Irfan Wibowo, menjelaskan bahwa penggeledahan tersebut dilakukan sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa yang terjadi antara PT MUJ dan PT SDI. Barang bukti yang berhasil dikumpulkan dari dua lokasi itu kini menjadi bagian penting dalam proses hukum yang tengah berjalan. (san)

  • Sudah Jadi Korban, Kini Aset yang Disita pun Hilang, Korban EDCCash Lapor ke KPK

    Sudah Jadi Korban, Kini Aset yang Disita pun Hilang, Korban EDCCash Lapor ke KPK

    PIKIRAN RAKYAT – Korban dan terdakwa kasus investasi bodong EDCCash mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 16 April 2025. Mereka datang untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh polisi dan jaksa terkait hilang atau berkurangnya barang bukti dalam perkara EDCCash. 

    “Kita melaporkan pihak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan terkait dengan banyaknya barang bukti yang disita yang dirampas oleh kepolisian pada saat penyitaan tanpa surat tanda penyitaan, dan juga tidak masuk di dalam berkas di pengadilan,” kata Dohar Jani Simbolon selaku pengacara terdakwa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 16 April 2025.

    Dohar menjelaskan, pihaknya melapor ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK berdasarkan dari temuan-temuan mengkhawatirkan terkait adanya barang bukti perkara yang hilang. Misalnya, satu tas Hermes seharga Rp1 miliar dan sembilan sertifikat hak milik senilai Rp7,5 miliar, yang bahkan diduga sempat digadaikan oleh oknum pengacara. 

    “Ternyata usut punya usut, sertifikat ini sekarang yang dirampas ini ada dalam penguasaan pihak lain, digadai juga. Sangat mengerikan ya, digadai juga oleh si oknum pengacara ini,” ucap Dohar.

    Ia menambahkan, terungkapnya barang bukti yang hilang tersebut bermula dari proses perdamaian antara korban dan para terdakwa. Dalam perjanjian tersebut, terdakwa menyatakan keterbukaan soal barang-barang yang disita polisi namun tidak ada dalam berkas perkara.

    “Itu dasar kenapa kita melaporkan aparat penegak hukum ini karena mereka tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan di KUHAP. Dalam persidangan juga begitu,” tutur Dohar. 

    Bukti-Bukti Diserahkan ke KPK 

    Sementara itu, pengacara pihak korban Siti Mylanie Lubis menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan berbagai barang bukti pendukung kepada KPK seperti foto rekaman pembicaraan, dan dokumen-dokumen penting. Termasuk rekaman pernyataan seorang Kajari yang menyebut ada pemilahan-pemilahan barang bukti oleh Kejaksaan dan penyidik. 

    “Saya mungkin akan memperdengarkan juga. Enggak apa-apa deh kita buka saja sekalian, daripada nunggu lama-lama, capek kita,” ujar Mylanie. 

    Lebih lanjut, Mylanie menyebut, nilai barang bukti yang awalnya mencapai Rp1,4 triliun, kini justru hanya tersisa Rp103 miliar berdasarkan data dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi lll DPR RI. Menurutnya, perbedaan angka ini sangat janggal. 

    “Di dalam putusan pengadilan, nilainya itu pun juga berbeda dengan yang disebutkan kemarin di RDP,” tuturnya 

    KPK, menurut Mylanie, merespons laporan tersebut secara positif. Saat ini, jumlah korban EDCCash yang telah terverifikasi dan tergabung dalam paguyuban mencapai sekitar 600 orang dengan total kerugian sekira Rp680 miliar. 

    Respons KPK 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan, secara umum pelaporan yang masuk akan diverifikasi, telaah, dan dilakukan pengumpulan bahan keterangan  terlebih dahulu. Menurutnya, laporan akan dinilai apakah ada yang perlu dilengkapi atau bisa ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Merasa Janggal, Pihak Korban Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Datangi Propam Polri – Halaman all

    Merasa Janggal, Pihak Korban Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Datangi Propam Polri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno, memasuki babak baru yang penuh ketegangan. Pihak korban, melalui dua pengacaranya, Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat, mendatangi kantor Divisi Propam Polri di Jakarta pada Rabu (16/4/2025).

    Mereka menyampaikan kekecewaan terhadap jalannya penyidikan kasus ini di Polda Metro Jaya yang dirasa janggal dan penuh pelanggaran prosedur.

    Kasus yang telah berjalan lebih dari satu tahun ini, tanpa perkembangan yang signifikan, semakin mencuatkan kejanggalan.

    Pihak korban merasa penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya, dan lebih parahnya, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan.

    Oleh karena itu, mereka meminta pihak Divisi Propam Polri untuk memberikan asistensi dan pengawasan penanganan kasus ini agar tidak terjadi penyelewengan.

    “Kami minta Propam Polri melakukan pengawasan terhadap laporan kami di Polda Metro Jaya, karena tingkatannya kan lebih tinggi,“ kata Yansen kepada wartawan.

    Permintaan asistensi ini setelah pihak korban menemukan kejanggalan dan pelanggaran syarat formil oleh penyidik Polda Metro Jaya.

    Salah satunya, soal waktu pemberian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 25 Juli 2024 kepada korban, padahal SPDP itu terbit sejak 14 Juni 2024.

    Hal ini dinilai tidak berkesesuian dengan Pasal 14 ayat (1) Perkap 6/2019 yang mengatur bahwa SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan.

    “Ini sudah tidak sesuai dengan kode etik hukum acaranya. Artinya, di sini kita menemui ada syarat-syarat formil yang sudah dilanggar oleh penyidik Polda,” ungkapnya.

    Selain itu, setelah mengadu ke Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya pada 9 April 2025 lalu, pihaknya melakukan penelusuran berkas di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

    “Kami melakukan penelusuran berkas perkara dan baru kami ketahui, ternyata dalam perkara tersebut terdapat dua SPDP,” tuturnya.

    Selain itu, Yansen juga mempertanyakan sikap penyidik yang dinilai tidak komunikatif. Pasalnya, penyidik ternyata melakukan pemeriksaan saksi dari pihak korban tanpa sepengetahuan dan tanpa pendampingan pengacara.

    “Penyidik lebih suka berkomunikasi dengan klien kami, sehingga ketika kita berkomunikasi dengan penyidik, dia enggan menjawab, penyidik menyampaikan dokumen pun langsung ke rumah atau apartemen klien kami sehingga membuat kami khawatir dan waswas,” ucap Amanda.

    Dalam kasus ini, Edie dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

    Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.

    Klaim Kasusnya Dipolitisasi

    Konferensi pers rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno, bersama tim kuasa hukumnya menyusul kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (29/2/2024) (Tribunnews/Fahmi Ramadhan)

    Rektor non aktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno sempat mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.

    Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.

    “Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres,” kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Selain itu, ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.

    Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.

    “Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami,” pungkasnya.
     

  • Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO Nasional 16 April 2025

    Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyatakan, hingga kini Ketua
    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
    ,
    Muhammad Arif Nuryanta
    (MAN) masih enggan buka suara terkait aliran dana dalam kasus dugaan suap untuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    “Tetapi, sekarang kan MAN juga belum bicara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
    Harli menyebutkan, berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, baru majelis hakim yang mengakui aliran dana yang mereka terima untuk memberikan putusan ontslag kepada para terdakwa korporasi.
    “Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya. Yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 miliar di awal untuk membaca berkas, ada menerima Rp 4,5 miliar juga, ada menerima Rp 5 miliar, ada menerima Rp 6 miliar,” jelas Harli.
    Saat ini, penyidik juga masih mendalami aliran dana dan besaran uang yang diterima oleh pihak-pihak lainnya.
    Dari uang suap senilai Rp 60 miliar, baru Rp 22,5 miliar yang sudah terungkap jelas, yaitu mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara.
    “Sekarang itu yang kita dalami, apakah misalnya Rp 60 miliar ini memang total diserahkan oleh AR melalui WG kepada MAN? Lalu, dia mendapat apa? Nah, keterangan-keterangan ini sekarang yang terus akan digali dari saksi-saksi yang ada,” kata Harli lagi.
    Saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Diperiksa Kejari Blitar Terkait Dugaan Kasus Korupsi, Ini Kata Mak Rini

    Diperiksa Kejari Blitar Terkait Dugaan Kasus Korupsi, Ini Kata Mak Rini

    Blitar (beritajatim.com) – Mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah diperiksa oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar.

    Perempuan yang akrab disapa Mak Rini itu diperiksa terkait dugaan kasus korupsi DAM Kali Bentak Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

    Diketahui Mak Rini diberondong 50 pertanyaan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar. Puluhan pertanyaan itu berkaitan dengan proses pengadaan pekerjaan atau proyek DAM Kali Bentak senilai Rp.4,9 miliar rupiah.

    Mak Rini sendiri diperiksa sejak pukul 10.00 WIB. Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar itu baru selesai dan keluar dari kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar pada pukul 15.30 WIB.

    Dengan mengenakan masker, Mak Rini langsung menuju mobil pribadinya. Saat didalam mobil Mak Rini hanya mengucapkan satu buah kalimat.

    “Mohon maaf lahir batin ya,” ucap Mak Rini dari dalam mobil, Rabu (16/04/2025).

    Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar sendiri memanggil Mak Rini karena pada masa kepemimpinannya lah proyek DAM Kali Bentak dijalankan. Sehingga Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar ingin menggali lebih detail tentang proses pengadaan proyek Dam Kali Bentak.

    “Pemeriksaannya kita fokuskan terhadap pengadaan DAM Kali Bentak dan tugas serta fungsi beliau (Mak Rini) pada saat itu,” ucap Plt. Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar, Andrianto Budi Santoso, Rabu (16/04/2025)

    Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar sendiri memang tengah mengusut dugaan kasus korupsi DAM Kali Bentak. Sejauh ini sudah ada 32 orang saksi yang diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar.

    Meski telah memeriksa 32 orang namun nyatanya sejauh ini masih hanya 1 orang saja yang ditetap tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar dalam kasus dugaan korupsi DAM Kali Bentak. Satu tersangka tersebut adalah MB, Direktur CV Cipta Graha Pratama yang merupakan pelaksana proyek DAM Kali Bentak.

    “Tersangka baru saat ini masih ada pendalaman nanti kita lihat kedepan hasil pemeriksaan seperti apa dan akan kita kembangkan lagi,” tegasnya. (Owi/ted)

  • Mak Rini Diperiksa Kejari Blitar, Terkait Dugaan Korupsi DAM Kali Bentak

    Mak Rini Diperiksa Kejari Blitar, Terkait Dugaan Korupsi DAM Kali Bentak

    Blitar (beritajatim.com) – Mantan Bupati Blitar Rinj Syarifah atau yang akrab disapa Mak Rini diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Blitar. Mak Rini diperiksa oleh penyidik Kejari Kabupaten Blitar sejak pukul 10.00 WIB hingga 15.30 WIB.

    Plt Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar, menyatakan bahwa pemeriksaan ini terkait kasus dugaan Korupsi DAM Kali Bentak. Mak Rini diberondong 50 pertanyaan yang berkaitan dengan kasus DAM Kali Bentak.

    “Kami dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar bersama teman-teman penyidik melakukan pemeriksaan terhadap mantan Bupati Blitar, RS berkaitan dugaan korupsi DAM Kali Bentak,” kata Plt Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar, Andrianto Budi Santoso, Rabu (16/04/2025).

    Mak Rini sendiri merupakan Bupati Blitar periode 2020-2025. Diketahui pada masa Mak Rini, proyek DAM Kali Bentak di Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar dikerjakan.

    Pemeriksaan difokuskan pada proses pengadaan proyek DAM Kali Bentak. “Total ada sekitar 50 pertanyaan,” tegasnya.

    Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar sendiri telah mengungkapkan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus proyek DAM senilai Rp.4,9 miliar. Sejauh ini Kejari Kabupaten Blitar telah menetapkan 1 tersangka dalam kasus tersebut. Satu tersangka tersebut adalah MB, pelaksana proyek DAM Kali Bentak.

    Usai menetapkan 1 tersangka Kejari Kabupaten Blitar, kemudian memanggil sejumlah pihak yang diduga terkait proyek DAM Kali Bentak. Sebelum Mak Rini, Kejari Kabupaten Blitar juga telah memeriksa Muhammad Muchlison.

    Diketahui Muhammad Muchlison adalah kakak kandung dari Rini Syarifah. Saat disinggung apakah pemanggilan dan pemeriksaan Mak Rini ini berkaitan dengan Muhammad Muchlison, Kejari Kabupaten Blitar menyangkalnya.

    “Tersangka baru saat ini kita masih pendalaman, masih kita kembang lagi,” pungkasnya.

    Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar sendiri masih terus melakukan penyelidikan terkait dugaan kasus korupsi DAM Kali Bentak. Kejari Kabupaten Blitar memastikan bahwa masih ada kemungkinan tersangka lain dalam kasus DAM Kali Bentak ini. (owi/but)

  • Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Usul Kortas Tipikor Usut Dugaan Korupsi Kasus Pagar Laut Tangerang

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan ada indikasi korupsi pada kasus pagar laut di perairan Tangerang. Kejagung kemudian menyarankan agar Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri mengusutnya.

    Hal itu disampaikan oleh Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, setelah mengembalikan lagi berkas perkara kasus pagar laut Tangerang ke penyidik Bareskrim Polri.Pengembalian berkas untuk kedua kalinya itu telah dilakukan pada Senin (14/4) lalu.

    “Bahwa petunjuk kita, bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Karena menyangkut di situ ada suap, ada pemalsuannya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada semua,” kata Nanang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

    “Jadi sesuai dengan Pasal 25 UU 31/99, apabila perkara tersebut, dari banyak perkara yang didahulukan adalah perkara yang khususnya lex spesialis-nya itu perkara tindak pidana korupsi,” lanjutnya.

    Menurut Nanang, penanganan perkaranya yakni berdasar asas lex specialis.Lex specialis derogat legi generalia dalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

    “Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortas Tipikor (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri). Apalagi Kortas Tipikor disampaikan kan, bahwa dia sedang menangani,” jelas Nanang.

    “Itu nanti kan ini jadi perkara yang sama tidak bisa diadili dua kali. Nah makanya kalau lebih ininya, tadi kan saya bilang lex spesialisnya kan. Nah makanya dijadikan satu perkaranya,” terang dia.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Peneliti Berkas Jampidum Kejagung, Sunarwan,menjelaskan alasan mengapa perkara itu masuk ke dugaan korupsi. Sebab, adanya perubahan status kepemilikan.

    “Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” urainya.

    Selain itu, Sunarwan juga menjelaskan ada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara dalam perkara pagar laut di perairan Tangerang itu. Penyalahgunaan wewenang itu dilakukan mulai dari tingkat kepala desa.

    “Dilakukan oleh siapa? Penyelenggara negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” ucap Sunarwan.

    Dia pun juga menegaskan bahwa perkara pagar laut Tangerang adalah tindak pidana korupsi.

    “Maka dari itu, kita sampaikan bahwa petunjuk kita adalah ini adalah perkara tindak pidana korupsi,” imbuhnya.

    Terkait kerugian negara, Sunarwan mengatakan memang tidak ada keterangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara. Namun, ada ahli yang menduga adanya kerugian negara.

    “Jadi tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada. Tetapi ada dari ahli, tetapi bukan ahli tentang korupsi, bukan,” ucap Sunarwan.

    Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan pihaknya telah melengkapi berkas perkara kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    “Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materiil,” kata Djuhandhani di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).

    Dia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli, termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus dokumen SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang, belum ditemukan indikasi kerugian negara.

    (ond/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kejagung Masih Usut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Diam Bukan Berarti Perkara Berhenti – Halaman all

    Kejagung Masih Usut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Diam Bukan Berarti Perkara Berhenti – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih terus mengembangkan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang menjerat tiga majelis hakim.

    Meski kasus tersebut kini telah bergulir di persidangan dan ketiga terdakwa yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo bakal segera dijatuhi tuntutan, Kejagung sebut masih terus telusuri perkara tersebut.

    Diketahui, Ronald Tannur adalah anak dari anggota DPR RI Fraksi PKB periode 2019-2024. Ia tersangdung kasus pembunuhan kekasihnya, dan divonis bebas Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, meski saat ini pihaknya terkesan senyap dalam perkara itu, namun ia memastikan penyidik masih mendalami potensi pidana lainnya di kasus tersebut.

    “Perkara Surabaya sampai saat ini masih terus kami kembangkan. Ketika kami diam tidak berarti perkara itu berhenti,” jelas Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/4/2025) malam.

    Qohar menjelaskan, senyapnya pergerakan penyidik itu lantaran pengembangan kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.

    Sehingga pihaknya belum bisa membeberkan secara gamblang apa yang saat ini tengah dilakukan dalam penanganan perkara suap tersebut.

    “Sudah barang tentu kalau penyelidikan tidak mungkin, saya ulang, tidak mungkin di publish. Justru penyelidikan itu kita namanya aja penyelidikan ya kita pasti lakukan secara diam, diam bukan berarti berhenti,” katanya.

    “Ini tolong dipahami, karena belum pro justicia, kalau penyelidikan itu diungkap yang mau diselidiki pasti lari, barang bukti dihilangkan,” ucapnya.

    Kronologi Kasus Suap Vonis bebas Anak Anggota DPR

    SIDANG TUNTUTAN – Sidang pembacaan tuntutan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terhadap tiga terdakwa Hakim non aktif PN Surabaya ditunda, Selasa (22/4/2025) pekan depan. Ditundanya sidang tersebut karena Jaksa Penuntut Umum belum siap dengan berkas tunutannya. (Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan)

    Gregorius Ronald Tannur adalah anak dari Edward Tannur, seorang anggota DPR RI dari Fraksi PKB periode 2019–2024. 

    Pada 24 Juli 2024, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur atas dakwaan penganiayaan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, yang menyebabkan kematian korban.

    Namun, pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur atas pelanggaran Pasal 351 ayat (3) KUHP. ​

    Bersamaan itu, Kejagung melakukan pengungkapan kasus dugaan praktik suap di balik vonis bebas Ronald Tannur oleh majelis hakim PN Surabaya.

    Dalam pengungkapan kasus yang disertai operasi tangkap tangan (OTT), Kejagung akhirnya menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap vonis bebas Robald Tannur.

    Tiga orang adalah majelis hakim PN Surabaya yang memberikan vonis bebas dan berperan sebagai penerima suap yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

    Lalu Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono selaku penerima suap dan memilih majelis hakim.

    Kemudian pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat dan ibunda Ronald Tannur Meirizka Widjaja, selaku pemberi suap.

    Penyidikan mengungkap aliran uang senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,67 miliar) dari Lisa kepada para hakim. Rincian penerimaan masing-masing hakim Erintuah sebesar Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan  RM 35.992.

    Sementara, uang yang diterima Mangapul sebesar Rp 21,4 juta, USD 2 ribu, dan SGD6 ribu. Heru Hanindyo sebesar Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD19.100 , ¥ 100 ribu, € 6 ribu, dan SR 21.715.

    Sedangkan satu tersangka lain yakni mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar ditetapkan sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat berupa suap.

    SIDANG PERDANA – Eks Petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, ibu pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat akan menjalani sidang perdana kasus suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (10/2/2025) sekitar pukul 09.00 WIB. (Kolase Tribunnews)

    Zarof disebut berperan mengondisikan agar Ronald Tannur divonis bebas dalam tahap kasasi atas permintaan dari Lisa Rachmat.

    Ketujuh orang yang kini sudah berstatus sebagai terdakwa dan menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Khusus tiga Hakim PN Surabaya, tahapan sidang ketiganya bahkan bakal memasuki agenda pembacaan tuntutan pada Selasa (22/4/2025) mendatang setelah sempat tertunda pada Selasa (15/4/2025) kemarin.
     

  • Deretan Kasus Artis yang Ditangani Hotma Sitompul, Narkoba Raffi Ahmad hingga KDRT Lesty Kejora

    Deretan Kasus Artis yang Ditangani Hotma Sitompul, Narkoba Raffi Ahmad hingga KDRT Lesty Kejora

    TRIBUNJAKARTA.COM – Rekam jejak Hotma Sitompul, pengacara senior Indonesia yang tutup usia pada hari ini, Rabu (16/4/2025) sudah tak bisa diragukan lagi.

    Namanya di dunia hukum kian melejit lantaran menangani kasus-kasus besar di Indonesia.

    Selain kasus-kasus besar, Hotma Sitompul yang juga saudara Ruhut Sitompul ini turut menangani kasus yang menimpa artis Indonesia.

    Di tahun 2013, Hotma Sitompul menangani kasus narkoba yang menimpa Raffi Ahmad.

    Raffi Ahmad ditangkap atas kasus dugaan penyalahgunaan narkoba pada 27 Januari 2013.

    Saat itu, Raffi Ahmad ditangkap dikediamannya oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

    Adapun barang bukti dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) yakni dua linting ganja dan 14 butir pil ekstasi.

    Kemudian, dalam podcast Deddy Corbuzier, ayah Rafatar itu mengungkap kalau dulu dia menggunakan obat tersebut yang termasuk jenis cathinone (katinon).

    lihat foto
    KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).

    Selanjutnya di tahun 2019 ia juga menangani kasus yang menimpa Baim Wong.

    Kasus tersebut merupakan kasus perdata Baim Wong dengan QQ Production milik Astrid.

    Persidangannya pun berlangsung di Pengadilan Negeri Bogor, Jawa Barat.

    Selanjutnya, di tahun 2022, Hotma Sitompul digandeng Rizky Billar sebagai pengacaranya.

    Ayah tiri dari Bams eks vokalis Samson ini menjadi kuasa hukum tersangka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap Lesty Kejora.

    Diketahui, kasus ini sempat membuat heboh.

    Pasalnya pada 28 September 2022 pukul 01.51 WIB dini hari, pemilik nama asli Muhammad Rizky itu melakukan KDRT terhadap istrinya di kediaman keduanya, Cilandak, Jakarta Selatan.

    Saat itu, Rizky Billar melakukan kekerasan fisik dengan mendorong dan membanting Lesty Kejora ke kasur serta mencekik leher Lesty.

    Hingga akhirnya Lesty Kejora jatuh ke lantai.

    Tak sampai di situ, pada paginya, Rizky Billar menarik tangan istrinya itu ke arah kamar mandi.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang Nasional 16 April 2025

    Kejagung Sebut Bareskrim Tidak Ikuti Petunjuk untuk Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyebutkan,
    Bareskrim Polri
    tidak mengikuti sama sekali petunjuk yang diberikan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) agar
    kasus pagar laut
    di Tangerang diusut hingga ke kasus dugaan tindak pidana korupsi.
    “Jadi, berkas perkara yang kita terima, itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi,” ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
    Sunarwan mengatakan, berdasarkan berkas yang dilimpahkan kembali Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 10 April 2025, tidak ada penambahan dari berkas yang awalnya telah dikembalikan Kejaksaan Agung pada 25 Maret 2025.
    Padahal, Dirtipidum Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro sempat mengatakan kalau pihaknya sudah berdiskusi dengan pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mengaku tidak ada kerugian negara dalam kasus yang tengah diselidiki ini.
    “Tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada,” lanjut Sunarwan.
    Dalam berkas yang dilimpahkan Bareskrim hanya terdapat penjelasan atau pendapat dari ahli KUHP, bukan ahli untuk menjelaskan perkara korupsi.
    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar juga menyinggung Pasal 110 ayat 2 KUHAP yang menekankan pentingnya suatu berkas untuk dilengkapi sesuai petunjuk dari penuntut umum.
    “Berdasarkan ketentuan Pasal 110 itu, berkas perkara yang dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik itu dengan petunjuk untuk dilengkapi. Jadi, saya kira tidak perlu harus diperdebatkan,” kata Harli dalam kesempatan yang sama.
    Harli menyinggung beban pembuktian perkara ada pada penuntut umum, sehingga kasus pagar laut di Tangerang ini sepatutnya dilengkapi hingga dugaan tindak pidana korupsi.
    Pasalnya, setelah membaca berkas dari Bareskrim, jaksa penuntut umum mengendus adanya tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
    “Karena jaksa penuntut umum setelah membaca, mempelajari, meneliti berkas perkara yang diserahkan, setidaknya, satu, ada indikasi penerimaan suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 atau Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,” kata Harli.
    Untuk itu, Kejagung mengembalikan lagi berkas pagar laut di Tangerang ini ke Bareskrim Polri, tepatnya pada 14 April 2025 lalu.
    Diberitakan, Bareskrim Polri telah mengirimkan kembali berkas perkara kasus dugaan pemalsuan surat izin di lahan pagar laut di Tangerang.
    Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya yakin bahwa kasus ini masih berfokus pada dugaan pemalsuan surat, bukan tindak pidana korupsi.
    “Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil. Artinya, kita sudah hari ini kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” ujar Djuhandhani saat konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
    Djuhandhani mengatakan, setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, penyidik segera melakukan sejumlah pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk memeriksa ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang tengah diselidiki.
    Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu ada tidaknya kerugian negara dalam kasus pagar laut di Tangerang.
    “Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” lanjutnya.
    Ada tidaknya kerugian negara ini penting karena menjadi salah satu unsur penentu suatu kasus disebut sebagai kasus korupsi atau bukan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.