Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Tangkal Penyelundupan dan Izin Tinggal Ilegal, Imigrasi Surabaya Gandeng Kecamatan Ngoro Bentuk TIMPORA

    Tangkal Penyelundupan dan Izin Tinggal Ilegal, Imigrasi Surabaya Gandeng Kecamatan Ngoro Bentuk TIMPORA

    Mojokerto (beritajatim.com) – Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Surabaya menggandeng Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto bersinergi pengawasan orang asing di tingkat kecamatan. Salah satunya melalui pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto.

    “TIMPORA ini merupakan hasil diskusi bersama pak Camat dan lintas sektor, untuk menjawab isu strategis. Seperti penyalahgunaan izin tinggal, perdagangan orang, dan penyelundupan manusia yang melibatkan perangkat kecamatan, desa, TNI, Polri, serta unsur kewilayahan lainnya,” ungkap Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim), Dodi Gunawan Ciptadi, Kamis (29/5/2025).

    Program tersebut juga menjadi bagian dari upaya edukasi dan pencegahan terhadap praktik penipuan terhadap Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI). Imigrasi berkomitmen membangun desa binaan sebagai basis penyadaran masyarakat mengenai prosedur legal bekerja ke luar negeri.

    “Selama ini, banyak CPMI menjadi korban iming-iming kerja di luar negeri tanpa tahu detail gaji, jenis pekerjaan, hingga legalitas dokumen. Kami ingin memberikan edukasi langsung melalui forum desa, agar masyarakat tidak menjadi korban,” tambahnya.

    Dodi juga mengungkapkan bahwa sistem pelaporan orang asing berbasis digital tengah dikembangkan. Pihaknya sedang siapkan Sistem Pelaporan Orang Asing (APOA), dimana pemilik tempat tinggal, perangkat desa, hingga kecamatan bisa melaporkan keberadaan WNA. Hal tersebut sesuai amanah Pasal 72 Undang-undang Keimigrasian.

    “Dalam periode Januari hingga Mei 2025, Kantor Imigrasi Surabaya telah menangani 64 kasus pelanggaran keimigrasian, termasuk penyelundupan manusia yang telah memasuki tahap P21 di Kejaksaan Negeri Surabaya. Pelanggaran terbanyak berupa penyalahgunaan izin tinggal oleh WNA yang beraktivitas tidak sesuai izin, termasuk oknum yang mengaku sebagai investor,” jelasnya.

    Sekedar diketahui wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya mencakup beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur yang berada dalam pengawasan administratif dan operasional keimigrasian. Yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto.

    Keempat wilayah ini menjadi cakupan utama bagi pelaksanaan tugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya, baik dalam hal pelayanan keimigrasian (paspor, izin tinggal WNA, visa, dsb.) maupun pengawasan terhadap orang asing, termasuk operasi TIMPORA dan penegakan hukum keimigrasian seperti deportasi dan tindakan administratif.

    Di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto terdapat kawasan industri yakni Ngoro Industrial Park (NIP) yang terletak di kaki Gunung Penanggungan. Kawasan ini dikembangkan dengan total area 480 hektar yang pembangunan tahap pertama dimulai pada Januari 1991 dan tahap kedua dimulai pada Agustus 2010. [tin/ian]

  • Pengadaan Laptop Chromebook yang Diusut Kejagung Sudah Masuk Daerah

    Pengadaan Laptop Chromebook yang Diusut Kejagung Sudah Masuk Daerah

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga laptop berbasis sistem operasi Chromebook dari proyek pengadaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah tersebar ke berbagai sekolah di daerah. Proyek ini kini tengah diusut terkait dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.

    “Kalau kita lihat, dari Rp 9,9 triliun kan ada dana lokasi khusus. Jadi kalau sumber dana lokasi khusus itu berarti diserahkan ke daerah pelaksanannya di daerah-daerah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, dikutip Kamis (29/5/2025).

    Harli menjelaskan, total anggaran proyek pengadaan ini mencapai Rp 9,9 triliun, yang terdiri atas Rp 3,582 triliun untuk satuan pendidikan dan Rp 6,399 triliun dari dana alokasi khusus (DAK) yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    “Salah satu penggunaan dana DAK itu ya untuk pengadaan laptop Chromebook ini,” ujarnya.

    Kejagung sendiri mendalami dugaan adanya persekongkolan dalam proyek tersebut. Diduga kuat ada arahan kepada tim teknis untuk membuat kajian pengadaan yang mengarah pada penggunaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook.

    Padahal, menurut temuan sementara, pemilihan Chromebook dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan di lapangan. Salah satu kendala utama adalah ketergantungan perangkat ini pada koneksi internet, sementara infrastruktur internet di sejumlah daerah Indonesia masih belum merata.

  • Wamenkum: Suka Tidak Suka, Revisi KUHAP Harus Disahkan Tahun Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 Mei 2025

    Wamenkum: Suka Tidak Suka, Revisi KUHAP Harus Disahkan Tahun Ini Nasional 29 Mei 2025

    Wamenkum: Suka Tidak Suka, Revisi KUHAP Harus Disahkan Tahun Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU
    KUHAP
    ) wajib diselesaikan pada tahun 2025.
    Pasalnya, KUHAP memiliki kaitan dan dampak besar terhadap pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai berlaku per tanggal 2 Januari 2026 mendatang.
    “Mau tidak mau, suka tidak suka, bahkan senang atau tidak senang
    RUU KUHAP
    harus disahkan pada tahun 2025 ini. RUU KUHAP memiliki implikasi signifikan terhadap KUHP,” kata Eddy dalam acara Webinar Sosialisasi RUU KUHAP, Rabu (28/5/2025), dikutip dari siaran pers.
    Eddy mengatakan, terdapat pasal-pasal terkait penahanan yang nantinya tidak akan berlaku lagi sejak 2 Januari 2026.
    Artinya, kata dia, aparat penegak hukum kehilangan legitimasi mereka untuk melakukan penahanan sehingga dibutuhkan KUHAP baru yang sesuai dengan KUHP dan lebih relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia.
    Eddy mencontohkan, di dalam RUU KUHAP, syarat objektif penahanan dapat dilakukan meskipun ancaman pidananya di bawah lima tahun terhadap tindak pidana yang tertuang dalam beberapa pasal dalam KUHP yang lama.
    Padahal nanti per 2 Januari 2026, pasal-pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi.
    “Artinya, kalau ada tersangka atau terdakwa yang ditahan dengan apa yang tercantum dalam pasal 21 ayat (4) KUHAP, maka secara mutatis mutandis aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi untuk melakukan penahanan,” ujarnya.
    Eddy juga mengatakan, RUU KUHAP yang baru ini menunjukkan perbaikan, yaitu bergeser dari KUHAP lama yang cenderung pada crime control model menjadi due process model.
    Dia menerangkan hal penting dalam due process model adalah adanya hal yang menjamin perlindungan hak asasi manusia dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.
    “Bayangkan bahwa orang ditangkap, ditahan, digeledah, disita itu belum tentu dia dinyatakan bersalah. Oleh karena itu, dengan perlindungan hak asasi manusia, maka filosofis dari hukum acara pidana bukan untuk memproses tersangka tetapi untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum,” tuturnya.
    Selanjutnya, Wamenkum Eddy berpendapat bahwa RUU KUHAP ini sudah berorientasi pada KUHP yang disusun dengan merujuk pada paradigma hukum pidana modern, yaitu pada keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif.
    “Maka dari itu, keadilan restoratif juga dimungkinkan di dalam RUU KUHAP untuk semua tingkatan, yaitu Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan, bahkan sampai ketika orang tersebut merupakan penghuni lembaga pemasyarakatan,” kata Eddy.
    Melihat dampak KUHAP yang besar, Kemenkum melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan dalam penyusunannya.
    Kemenkum telah membangun diskusi bersama para tenaga ahli di bidang hukum, kementerian dan lembaga terkait, para advokat, koalisi masyarakat sipil, hingga civitas akademika sebagai bentuk partisipasi publik.
    “Kami sudah mendapatkan masukan, terutama dari teman-teman advokat karena kewenangan yang begitu besar dari aparat penegak hukum harus dibarengi dengan perlindungan hak asasi manusia terhadap individu yang akan diproses dalam suatu perkara pidana,” ucap dia.
    Sementara itu, DPR telah mengeluarkan izin untuk menggelar rapat dengar pendapat dan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada saat reses.
    Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyebutkan, langkah ini diambil untuk mengebut
    revisi KUHAP
    agar dapat segera disahkan.
    “Jadi semua nunggu KUHAP. Nunggu KUHAP. KUHAP-nya selesai. Makanya KUHAP dikebut, minta izin rapat-rapat pada saat reses,” ujar Adies di Gedung DPR RI, Rabu (28/5/2025).
    “Jadi itu supaya kebut, ya kita izinkan biar kebut, karena dua undang-undangnya nunggu,” kata dia.
    Menurut Adies, ada dua beleid yang pembahasannya menunggu penyelesaian
    Revisi KUHAP
    , yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan Revisi UU Polri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Diduga Terlibat Pembacokan Jaksa, Buronan Kepemilikan Senjata Api Ditangkap Tim Gabungan Kejaksaan

    Diduga Terlibat Pembacokan Jaksa, Buronan Kepemilikan Senjata Api Ditangkap Tim Gabungan Kejaksaan

    Liputan6.com, Jakarta – Tim Gabungan Tabur Kejaksaan Sumatera Utara (Sumut) dibantu Kodam I Bukit Barisan, berhasil menangkap buronan Edy Suranta Gurusinga alias Godol (55) dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal dan dugaan pembacokan jaksa. Ia ditangkap petugas di Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.

    Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Idianto, mengatakan Gudon diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia diduga menjadi otak di balik kasus pembacokan terhadap Jaksa Jhon Wesli Sinaga dan Acensio Silvanof Hutabarat. Hal diperkuat dengan ditanganinya kasus Godol oleh Jhon Wesli Sinaga.

    “Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan timsus yang dibantu oleh pihak Kodam I Bukit Barisan, yang telah berhasil menangkap DPO atas nama Godol alias Suranta. Ia adalah narapidana dengan putusan kasasi satu tahun saja,” ujar Idianto, Rabu (29/5/2025).

    Kepala Kejati Sumut Idianto mengungkapkan, saat proses persidangan perkara Godol terdahulu, jaksa yang menangani perkarat tersebut sempat diteror. Ia menduga ada jaringan yang melindungi buronan tersebut. Bahkan saat dilakukan penangkapan, Godol juga melawan petugas.

    “Saya mendengar dari korban sendiri, karena merasakan ketika di persidangan diteror. Kemudian yang menyidangkan perkara Godul itu adalah korban dan ia merasa tercam saat mengajukan DPO terhadap Godol,” ucapnya.

    Idianto juga menjelaskan mengenai Jaksa Jhon Wesli yang mulai menunjukkan perkembangan positif pascaoperasi. Korban mengalami luka cukup parah akibat sabetan senjata tajam yang menyebabkan sejumlah urat tangan putus.

    “Alhamdulillah, hasil pengobatan menunjukkan perkembangan. Tangan korban yang sempat mengalami banyak urat putus berhasil disambung dokter, dan jari-jarinya kini sudah mulai bisa digerakkan. Dokter menyampaikan, jika terlambat satu jam saja, nyawa korban bisa tidak tertolong,” ujar dia.

    Sekedar informasi, Godol ditangkap pertama kali oleh Tim Brimob Polda Sumut pada 13 Maret 2024 saat penggerebekan di lokasi perjudian kawasan Pulo Sari, Pancur Batu, Deli Serdang. Ia diduga membuang senjata api jenis pistol merek Daewoo nomor seri BA006497 ke semak-semak.

    Jaksa menyebutkan bahwa Godol tidak memiliki izin atas senjata tersebut dan menuntutnya delapan tahun penjara. Namun, pengadilan tingkat pertama membebaskannya karena dakwaan dianggap tidak terbukti.

    Jaksa Jhon Wesli kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang akhirnya menyatakan Godol bersalah dan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, Godol mangkir dari dua kali pemanggilan eksekusi hingga akhirnya berhasil ditangkap.

  • Di Balik Perpres Pelindungan Negara terhadap Jaksa
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 Mei 2025

    Di Balik Perpres Pelindungan Negara terhadap Jaksa Nasional 29 Mei 2025

    Di Balik Perpres Pelindungan Negara terhadap Jaksa
    Saurip Kadi, tentaraprorakyat@gmail.com, Mayjen TNI (purn), Mantan Asisten Teritorial KSAD, Mantan Wakil Ketua Tim II Penyusun Konsep Reformasi ABRI 1998, Mantan anggota Fraksi ABRI DPR
    TERBITNYA
    Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap
    Jaksa
    dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi
    Kejaksaan
    Republik Indonesia, tentu terkait erat dengan komitmen serta strategi Presiden Prabowo Subianto mewujudkan kontrak sosial atau janji politik dalam Pemilu lalu, khususnya reformasi politik dan hukum, serta penegakan hukum.
    Payung hukum Perpres tersebut sangat kuat. Tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU TNI adalah untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi bangsa Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
    Dari fakta sosial yang ada, harus diakui penegakan hukum di Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Pemberantasan
    korupsi
    mustahil bisa ditegakkan tanpa upaya
    extra ordinary.
    Hal tersebut terjadi karena besarnya akumulasi residu masa lalu sehingga mustahil upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi serta penegakan hukum pada umumnya, bisa dilaksanakan tanpa strategi khusus dari presiden.
    Salah satu pekerjaan rumah bangsa ini adalah merumuskan sistem hukum nasional yang utuh dan menyeluruh, didasarkan pada nilai luhur Pancasila dan diarahkan pada tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
    Tegaknya hukum menjadi syarat berjalannya penyelenggaraan negara hukum yang modern, humanis, dan melindungi hak asasi manusia. Kepastian hukum juga menjadi modal pembangunan nasional dan terciptanya stabilitas Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan.
    Namun, sampai saat ini penegakan hukum masih dibarengi tagar “no viral no justice”, “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah” sebagai reaksi masyarakat yang pesimistis.
    Bahkan lagu “Bayar Bayar Bayar” malah disikapi secara represif oleh aparat.
    Korupsi
    masih merajalela di segala sektor dan di semua lapisan masyarakat yang semakin memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat.
    Bagaimana lembaga penegak hukum menyikapi fenomena sosial ini? Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia, masyarakat masih menyematkan predikat lembaga penegak hukum yang paling dipercaya pada Kejaksaan.
    Terbukti Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Burhanuddin berhasil mengungkap perkara
    big fish
    korupsi.
    Sebut saja pengungkapan kasus mafia peradilan, korupsi di Pertamina, perkara timah, dan minyak goreng dengan kerugian negara fantastis, dari miliaran rupiah sampai triliunan rupiah.
    Hal ini bukan hasil kerja sesaat Kejaksaan, tapi konsistensi dari komitmen Kejaksaan yang tetap persisten melaksanakan tugas dan wewenangnya di bidang penegakan hukum.
    Namun, kerja
    jaksa
    saat ini tidak mudah. Mereka mengalami ancaman, baik fisik, psikis, maupun siber yang ditujukan kepada Kejaksaan, jaksa maupun keluarganya.
    Lalu ada potensi ‘kriminalisasi’, ‘penguntitan’ yang dilakukan terhadap salah satu pejabat tinggi Kejaksaan Agung yang sedang gencar menangani perkara korupsi. Terakhir pembacokan terhadap Jaksa dan staf Kejaksaan di Deli Serdang dan Depok.
    Upaya yang kontraproduktif terhadap penegakan hukum ini harus dilihat secara masif dan sistematis, yakni sebagai bentuk pelemahan terhadap Kejaksaan,
    obstruction of justice
    , atau gerakan
    corruptor fight back
    yang harus diantispasi. 
    Namun, Kejaksaan bersama rakyat tetap kembali lagi pada prinsip
    the shows must go on
    , tegakkan hukum dan keadilan walaupun langit runtuh.
    Presiden Prabowo mempunyai komitmen kuat soal penegakan hukum. Untuk itu, melihat tren Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik, sepak terjang Kejaksaan dalam pemberantasan tipikor dan tugas lainnya yang berbanding lurus dengan tingginya upaya pelemahan dan ancaman terhadap Jaksa, maka perlu disikapi dengan serius oleh presiden.
    Tidak salah jika Presiden Prabowo menjatuhkan pilihan pada Kejaksaan sebagai panglima utama dalam mewujudkan komitmennya soal penegakan hukum.
    Sangat wajar dan mudah dipahami jika presiden memilih Kejaksaan. Secara universal dalam negara demokrasi, lembaga utama dalam penegakan hukum adalah Kejaksaan.
    Agar lembaga ini dapat perform dan bekerja maksimal, maka negara harus hadir dan menjamin pelindungan terhadap jaksa dan keluarganya. Komitmen ini juga sejalan dengan amanat
    Guidelines on the Role of Prosecutors.
    Salah satu komitmen negara, khususnya
    concern
    Presiden Prabowo yang jeli dan peduli terhadap pelindungan jaksa, diwujudkan dengan lahirnya Perpres Nomor 66 Tahun 2025.
    Di tengah kontroversi, khususnya terkait pelibatan TNI dalam pengamanan kantor Kejaksaan, Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi telah menjawab dengan lugas adanya kebutuhan pengamanan terhadap jaksa dan institusi Kejaksaan.
    Ada 2 (dua) lembaga yang diperintahkan Presiden Prabowo untuk melakukan tugas pengamanan, yakni Kepolisian dan TNI. Strategi presiden untuk tindakan preemptive dengan menerbitkan Perpres tersebut.
    Dengan adanya jaminan pelindungan dari negara melalui Perpres ini, maka akan berdampak secara sistemis pada semangat bangsa ini, khususnya Kejaksaan sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang menjadi trigger bagi lembaga lainnya.
    Pada akhirnya, kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi seperti ini akan berimplikasi terhadap perbaikan tata kelola pemerintahan sesuai prinsip
    good governance.
    Tidak ada lagi alasan bagi jaksa untuk berdiam diri terhadap praktik korupsi dan ketidakadilan yang terjadi di negara ini.
    Latar belakang ini yang mungkin luput dilihat oleh masyarakat awam karena melihat perspektif lahirnya Perpres ini secara sempit, khususnya terkait pelibatan TNI memberikan pengamanan secara institusional.
    Framing tidak berdasar, narasi menyesatkan, dan diskusi riuh rendah yang mempertanyakan urgensi pelindungan terhadap Jaksa sudah dijawab secara lugas, baik dari Kejaksaan, TNI, maupun Istana.
    Jawaban tidak hanya dalam kerangka atau aspek yuridis normatif, tetapi juga filosofis, sosiologis, psikologis, dan juga politis.
    Tanpa adanya jaminan keamanan dan kenyamanan bagi jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya secara merdeka dan bebas dari rasa takut, maka janji politik Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi dipastikan hanya sekadar wacana atau
    omon-omon
    belaka.
    Terlebih melihat dari dasar hukum Perpres Nomor 66 Tahun 2025, maka harus dipahami bahwa pembentukannya disandarkan pada kekuasaan presiden dalam menjalankan pemerintahan.
    Perpres Nomor 66 Tahun 2025 adalah sarana sekaligus pilihan strategi untuk menjadikan Kejaksaan sebagai garda terdepan dalam mencegah dan memberantas korupsi dan tampil sebagai penjuru dalam upaya penegakan hukum yang dapat men-trigger lembaga penegak hukum lain.
    Berangkat dari keberhasilan Kejaksaan dalam mencegah dan memberantas korupsi, niscaya upaya reformasi politik, hukum, dan birokrasi sesuai amanat Asta Cita dalam mewujudkan NKRI sebagai negara hukum yang demokratis dan masyarakat adil dan makmur akan terwujud.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Kejagung Tangkap Buronan yang Diduga Terlibat Kasus Pembacokan Jaksa
                        Nasional

    6 Kejagung Tangkap Buronan yang Diduga Terlibat Kasus Pembacokan Jaksa Nasional

    Kejagung Tangkap Buronan yang Diduga Terlibat Kasus Pembacokan Jaksa
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama tim gabungan menangkap buronan bernama Eddy Suranta Gurusinga alias Godol di Pemandian Alam Kenan, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
    Godol merupakan terpidana dalam kasus senjata api ilegal dan diduga terlibat dalam kasus
    pembacokan jaksa
    di Deli Sedang, Sumatera Utara.
    “Saat diamankan, terpidana Edy Suranta Gurusinga alias Godol bersikap tidak kooperatif dan melawan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Rabu (28/5/2025), dikutip dari 
    Antara
    .
    Harli menjelaskan, penangkapan Eddy berdasarkan surat putusan kasasi Mahkamah Agung RI dengan nomor 342 K/PID/2025 tanggal 25 September 2024 yang menyatakan bahwa Eddy terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api dan dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun.
    Oleh karena itu, Eddy akan menjalani masa penahanan setelah ditangkap.
    “Selanjutnya, terpidana dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan untuk dieksekusi,” kata Harli.
    Meski demikian, Eddy berpotensi terjerat pidana lain karena diduga terlibat dalam kasus pembacokan terhadap jaksa Jhon Wesli Sinaga dan ASN Kejari Deli Serdang Asensio Silvanof Hutabarat.
    Sebab, Jhon Wesli merupakan jaksa yang menangani perkara kepemilikan senjata yang menjerat Eddy.
    Selain itu, Jhon juga kenal dengan pelaku pembacokan berinisial APL alias Kepot.
    “Bahwa sebenarnya antara pelaku pembacokan ini dengan jaksa ini saling kenal,” kata Harli.
    Ia menyebutkan, Jhon berkomunikasi dengan APL guna mencari keberadaan Eddy untuk dieksekusi terkait pidana kepemilikan senjata api ilegal.
    “Jaksa dimaksud berkomunikasi dengan pelaku ini lebih kepada bagaimana menemukan informasi supaya terhadap orang yang dinyatakan DPO ini (Eddy) secara sadar bisa memenuhi panggilan hukum untuk melaksanakan putusan pengadilan itu,” kata Harli.
    Namun, saat bertemu, Jaksa Jhon Wesli dan ASN Kejari Deli Serdang Asensio Silvanof Hutabarat malah dibacok oleh pelaku.
    Selain APL, Polda Sumatra Utara juga meringkus satu pelaku pembacokan lainnya, yaitu SD alias Gallo.
    Harli mengatakan, saat ini kejaksaan tengah mendalami hubungan antara Eddy dengan dua pelaku yang telah diamankan.
    “Kami sedang mendalami apakah ada hubungan-hubungan komunikasi dan seterusnya antara pelaku yang DPO (Eddy) dengan pelaku pembacokan ini,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pertempuran Politik Terbuka Kubu Jokowi dan Kubu Megawati

    Pertempuran Politik Terbuka Kubu Jokowi dan Kubu Megawati

    GELORA.CO –  Ketegangan politik di lingkaran kekuasaan kian meruncing setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melaporkan Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi ke pihak berwajib.

    Laporan tersebut dilayangkan atas dugaan pencemaran nama baik yang dilontarkan Budi Arie, yang menuding PDIP dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Budi Gunawan berada di balik kasus judi online yang menyeret namanya.

    “Ini buntut dari tuduhannya bahwa PDIP bersama dengan Menko Polhukam Budi Gunawan bermain di belakang dugaan keterlibatan Budi Arie dalam kasus judi online,” ujar jurnalis senior Hersubeno Arief dalam perbincangannya bersama pengamat politik Rocky Gerung, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Rabu, 28 Mei 2025.

    Rocky menilai bahwa kasus ini telah beralih dari persoalan hukum ke arena politik yang lebih luas.

    “Kasus Budi Arie ini meledak sebagai duel politik. Padahal, sebetulnya ini soal pembuktian legal yang tersedia. Tapi karena Pak Menteri langsung menyerang PDIP dan juga menyerang Menko Polhukam Pak BG, padahal mereka satu kabinet, jadi ini menunjukkan bahwa seolah-olah kabinet ini tidak diasuh dalam satu arah yang purposif,” kata Rocky.

    Ia juga menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah dalam proses hukum. Namun, menurutnya, opini publik sudah terlanjur terbentuk, terutama karena tudingan Budi Arie menyentuh ranah yang sensitif secara politis.

    “Publik melihat bahwa ternyata soal-soal di belakang itu lebih dahsyat lagi,” tambahnya.

    Langkah PDIP untuk melaporkan Budi Arie dipandang sebagai upaya “serangan balik” terhadap tuduhan yang dinilai mencoreng nama baik partai serta Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

    “Masuk akal kalau PDIP kemudian membawa ini sebagai kasus baru, yaitu kasus penghinaan, atau tuduhan palsu, yang mungkin dianggap sebagai dendam dari Jokowi terhadap Megawati melalui ucapan Budi Arie,” jelas Rocky.

    Ketegangan antara kubu Jokowi dan PDIP, yang sebelumnya lebih bersifat laten, kini berubah menjadi konflik terbuka.

    “Ya, karena bagaimanapun kita tahu Budi Arie adalah proksi Jokowi. Dan kader-kader PDIP, kita tahu, adalah bagian dari kepanjangan tangan Ibu Megawati. Tudingan ini membuat Ibu Megawati tersinggung,” kata Hersubeno.

    Menurut Rocky, pernyataan Budi Arie yang dianggap tidak tersaring menambah api dalam konflik ini.

    “Ucapan Pak Budi Arie itu, karena beliau adalah ketua Projo, pasti identik atau bahkan otentik dengan pikiran Presiden Jokowi,” ujar Rocky. Ia menilai bahwa situasi ini bisa menjadi “rahmat terselubung” yang memperjelas posisi politik masing-masing pihak.

    Lebih lanjut, Rocky menyebut bahwa kini terbuka dua medan tempur, yakni ranah hukum dan ranah politik. Ia memprediksi bahwa nasib Budi Arie akan sangat bergantung pada langkah Presiden terpilih Prabowo Subianto.

    “Apakah Pak Prabowo akan ambil langkah yang mendamaikan, atau harus mengambil langkah yang bukan lagi kuratif, tetapi terminated, artinya menghentikan polemik ini secara tegas,” katanya.

    Selain itu, Rocky juga menggarisbawahi adanya tuntutan transparansi terhadap kekayaan Budi Arie, termasuk relasinya dengan figur-figur yang disebut dalam dokumen BAP di kejaksaan.

    “Publik sudah melihat satu celah, yaitu pertempuran politik antara Budi Arie dan PDIP. Dan itu artinya pertempuran antara Jokowi dan Megawati,” pungkas Rocky.

  • DPR RI puji pogram humanis milik Kapolda dan Kajati Sumbar

    DPR RI puji pogram humanis milik Kapolda dan Kajati Sumbar

    “Kami mengapresiasi program humanis yang telah dijalankan oleh Kapolda Sumbar serta Kepala Kejati Sumbar,”

    Padang (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni memberikan apresiasi serta pujian terhadap program Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar Irjen Pol Tri Suryanta dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar Yuni Daru Winarsih karena dinilai humanis.

    Hal itu dikatakannya usai melakukan kunjungan kerja dan menggelar pertemuan dengan pimpinan instansi penegak hukum di Kantor Polda Sumbar pada Rabu (28/5).

    “Kami mengapresiasi program humanis yang telah dijalankan oleh Kapolda Sumbar serta Kepala Kejati Sumbar,” kata Ahmad Sahroni di Padang.

    Ia mengatakan dua program yang dimaksud adalah “Gerakan Shubuh Berjemaah” milik Kapolda Sumbar, dan “Jaksa Mengajar” milik Kajati Sumbar.

    Kedua program itu dinilai Sahroni secara positif karena bisa menghadirkan para aparat penegak hukum langsung ke tengah masyarakat.

    Karena sejatinya aparat penegak hukum harus hadir dan hidup di tengah masyarakat agar memahami kondisi serta lingkungan masyarakatnya sendiri.

    Untuk diketahui Gerakan Shubuh Berjemaah adalah program yang digagas oleh Irjen Pol Gatot Tri Suryanta sejak pertengahan Januari 2025.

    Melalui program tersebut Jenderal bintang dua itu mengajak para personel Kepolisian ke berbagai Masjid saat Shubuh untuk mendekatkan diri kepada masyarakat di Sumbar.

    Gatot memandang Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, namun juga pusat peradaban untuk mencari ilmu pengetahuan dan kehidupan sebagaimana yang sudah dipraktikkan oleh masyarakat Minangkabau di masa lalu.

    Sementara “Jaksa Mengajar” adalah program yang diluncurkan pertama kali oleh oleh Kajati Sumbar Yuni Daru Winarsih serta Wakil nya Sugeng Hariadi pada Desember 2024.

    Yuni Daru Winarsih menerangkan Jaksa Mengajar sejatinya adalah sedekah mengajar yang diberikan oleh Jaksa kepada generasi muda secara cuma-cuma.

    Dalam pelaksanaannya, Jaksa mendatangi sekolah-sekolah yang menjadi sasaran program untuk memberikan pendidikan hukum serta wawasan kebangsaan secara langsung.

    Program ini dilakukan sebagai jam pelajaran tambahan kepada peserta didik, sehingga tidak mengganggu proses belajar-mengajar formal yang ada di setiap di sekolah.

    Yuni yang pernah menjadi Wakil Kejati Banten menceritakan program tersebut hadir atas dasar keprihatinan pihaknya terhadap berbagai fenomena yang membayangi generasi muda saat ini, termasuk Sumbar.

    Seperti masalah penyalahgunaan narkotika, tawuran, geng motor, judi dalam jaringan (judi online), aksi kekerasan, risak (bullying), dan tindakan negatif lainnya yang berujung pada permasalahan hukum.

    Pewarta: Rahmatul Laila
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kejagung Sudah Geledah Rumah Pemilik Sugar Group yang Beri Rp 50 M ke Zarof Ricar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Mei 2025

    Kejagung Sudah Geledah Rumah Pemilik Sugar Group yang Beri Rp 50 M ke Zarof Ricar Nasional 28 Mei 2025

    Kejagung Sudah Geledah Rumah Pemilik Sugar Group yang Beri Rp 50 M ke Zarof Ricar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    melakukan penggeledahan di rumah
    Purwanti Lee
    , pemilik
    Sugar Group
    Companies, sehubungan dengan kasus dugaan
    tindak pidana pencucian uang
    (TPPU) yang melibatkan mantan Pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
    Penggeledahan ini dilakukan setelah Purwanti tidak memenuhi panggilan penyidik untuk pemeriksaan.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyampaikan, penyidik terpaksa mendatangi rumah Purwanti untuk melakukan pemeriksaan dan penggeledahan.
    “Salah satu pihak yang dipanggil adalah pengurus dari perusahaan itu. Tetapi, menurut penyidik, waktu dipanggil, yang bersangkutan tidak hadir (Purwanti), nah kemudian oleh penyidik dilakukan penggeledahan di rumahnya sesungguhnya,” kata Harli, saat ditemui di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (28/5/2025).
    Dalam penggeledahan tersebut, penyidik tidak menemukan barang bukti yang dapat disita. Harli tidak merinci kapan penggeledahan tersebut dilaksanakan.
    Namun, penggeledahan ini dilaporkan dilakukan tidak lama setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, pada Selasa (20/5/2025).
    Hingga saat ini, penyidik belum melakukan penggeledahan di kantor Sugar Group.
    Nama Sugar Group muncul dalam konstruksi kasus TPPU setelah disebutkan oleh Zarof dalam persidangan.
    Pada Rabu (7/5/2025), Zarof mengaku menerima Rp 50 miliar untuk menangani perkara perdata antara Sugar Group dan Marubeni Corporation.
    Zarof mengeklaim menerima uang tersebut sebagai
    fee
    untuk membantu pengurusan sengketa Sugar Group di tingkat kasasi.
    Hal ini disampaikan saat ia diperiksa sebagai saksi mahkota untuk terdakwa suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dan Lisa Rachmat.
    Dalam persidangan, jaksa penuntut umum menanyakan kepada Zarof mengenai uang Rp 920 miliar yang disita dari brankas di rumahnya.
    Jaksa meminta Zarof menjelaskan apakah uang tersebut berasal dari kasus lain selain suap Ronald Tannur.
    “Bisa saksi jelaskan untuk yang kaitan kasus lain selain yang terdakwa Lisa Rachmat untuk perkara apa yang kemudian saksi peroleh sejumlah uang?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Cuma yang paling besar itu yang, ada apa namanya, perkara yang kemarin disebut itu, Marubeni (Marubeni Corporation) atau apa itu,” jawab Zarof.
    Ia menuturkan, sengketa perdata dengan Marubeni terjadi antara tahun 2016 hingga 2018.
    “Waktu itu kalau enggak salah saya itu ada menerima yang pertama mungkin sekitar Rp 50 (miliar) benar,” tuturnya.
    “Dari siapa?” tanya jaksa.
    “Dari Sugar, itu anak buahnya dari Sugar,” kata Zarof.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendikdasmen Hormati Proses Hukum  Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook Rp9,9 Triliun

    Kemendikdasmen Hormati Proses Hukum Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook Rp9,9 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merespons soal adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan chromebook 2019-2023 di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

    Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq menyatakan pihaknya menghormati setiap proses yang ada di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

    “Kami menghormati proses yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” tuturnya di Hotel Movenpick, Jakarta, pada Rabu (28/5/2025).

    Dia turut menegaskan bahwa program pengadaan chromebook juga sudah selesai pada era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

    “Itu sudah berhenti di era Menteri yang sebelumnya. Sekarang kita sudah fokus dengan bidang-bidang yang lain,” tegasnya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menaikkan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan chromebook tahun 2019-2023 di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tanpa diikuti dengan penetapan tersangka.

    Kejaksaan Agung menduga telah terjadi persekongkolan jahat antara kementerian tersebut dengan pihak swasta dengan cara memanipulasi hasil kajian teknis, di mana pada tahun itu masih belum dibutuhkan chromebook, namun hasil kajian teknis yang telah dimanipulasi merekomendasi bahwa chromebook sangat dibutuhkan kala itu. 

    Maka dari itu, pihak kementerian langsung menggelar tender pengadaan chromebook dengan nilai proyek tembus Rp9,9 triliun. 

    Namun sayangnya, chromebook tersebut tidak berfungsi ketika dibagikan ke siswa di daerah mengingat chromebook butuh akses Internet, sementara jangkauan Internet di Indonesia masih belum merata hingga ke daerah terpencil, terluar dan terdepan (3T).

    Adapun, saat ini Kejagung telah menggeledah dua unit apartemen milik pegawai aktif Kemendikbudristek usai perkara korupsi pengadaan chromebook senilai Rp9,9 triliun naik ke penyidikan. 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan bahwa dua unit apartemen yang digeledah itu berlokasi di Kawasan Jakarta Selatan yaitu Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2. 

    “Memang betul setelah naik ke penyidikan, tim penyidik langsung menggeledah dua lokasi,” tuturnya di Kejaksaan Agung, Senin (26/5/2025) malam.