Kementrian Lembaga: Kejaksaan

  • Kasus CPO, Kejagung Sita Duit Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group

    Kasus CPO, Kejagung Sita Duit Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang Rp11,8 triliiun terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) korporasi.

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejagung RI, Sutikno menyampaikan penyitaan ini baru diperoleh dari salah satu terdakwa grup korporasi yakni, Wilmar Group.

    Dari Wilmar Group ini terdiri dari lima korporasi, mereka yakni PT Multimas Nabati Asahan; PT Multi Nabati Sulawesi; PT Sinar Alam Permai; PT Wilmar Bioenergi Indonesia; dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

    “Seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,” ujarnya di Kejagung, Selasa (17/6/2025).

    Dia menambahkan, uang tersebut bakal disimpan dalam rekening penampungan milik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Bank Mandiri.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di ruangan Gedung Bundar Kejagung RI, sebagian uang tersebut tampak disusun rapi mengelilingi meja konferensi pers. Adapun, uang itu ditumpuk hingga 2 meter lebih.

    Uang dengan pecahan Rp100.000 ribu itu dibungkus dengan plastik. Tercatat, satu paket uang tersebut bernilai satu miliar. Total, uang yang ditampilkan pada konferensi pers kali ini mencapai Rp2 triliun.

    “Jadi, kenapa tidak kita rilis secara bersama senilai jumlah tersebut? Ini karena faktor tempat dan faktor keamanan tentunya, sehingga kami berpikir jumlah ini cukup untuk mewakili jumlah kerugian negara yang timbul,” imbuhnya.

    Adapun, uang tersebut juga akan dimasukkan dalam memori kasasi yang saat ini bergulir di Mahkamah Agung (MA). 

    Dengan demikian, penambahan uang sitaan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim dalam memvonis perkara yang sebelumnya telah diputus bebas atau ontslag di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    “Uang sita tersebut enjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung,” pungkasnya.

  • Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung

    Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung

    Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Tersangka kasus perintangan penyidikan dan penuntutan kasus ekspor
    crude palm oil
    (CPO), Timah, dan kasus importasi gula,
    Marcella Santoso
    , menyampaikan permintaan maaf karena telah membuat sejumlah konten dan narasi negatif terhadap institusi
    Kejaksaan Agung
    .
    Marcella, yang merupakan pengacara dari terdakwa beberapa kasus ini, mengaku tidak memeriksa semua kasus yang dibuat oleh tim atas arahannya.
    “Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” ujar Marcella melalui tayangan video yang diputar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    Dalam video yang ditayangkan ini, Marcella mengaku membuat konten dan narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung, baik menyerang institusi maupun pribadi para penyidik.
    “Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” kata Marcella.
    Marcella juga mengakui bahwa ada beberapa narasi negatif yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjatuhkan dan menghalangi kerja penyidik.
    “Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjut wanita berambut pendek itu.
    Dalam kesempatan itu, Marcella mengatakan dirinya tidak punya masalah pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pribadi para penyidik.
    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” lanjutnya.
    Marcella mengatakan, dalam satu percakapannya dengan rekannya, ia justru memuji kinerja penyidik.
    “Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.
    Atas perbuatannya, Marcella meminta maaf dan berharap agar pintu maaf kepadanya dibukakan.
    “Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” katanya lagi sambil terisak.
    Diberitakan, Pengacara Marcella Santoso (MS) ditetapkan sebagai tersangka untuk ketiga kalinya oleh Kejaksaan Agung.
    Kali ini, Marcella dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Bahwa penyidik pada jajaran Jampidsus sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara suap dan gratifikasi, juga ditetapkan tersangka dalam TPPU tindak pidana pencucian uang, yaitu saudara MS, yang ditetapkan sejak tanggal 23 April 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Senin (5/5/2025).
    Adapun dua kasus sebelumnya, Marcella Santoso telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas alias onslag perkara crude palm oil (CPO) terhadap tiga korporasi.
     
    Kemudian, tersangka dalam kasus perintangan terkait penyidikan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam kasus dugaan TPPU terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dua tersangka lainnya adalah advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).
    Keduanya sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 17 April 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang yang Dikembalikan Wilmar Group 
                        Nasional

    3 Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang yang Dikembalikan Wilmar Group Nasional

    Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang yang Dikembalikan Wilmar Group
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    menyita Rp 11.880.351.802.619, yang merupakan penyerahan dari lima terdakwa korporasi dalam
    Wilmar Group
    terkait kasus korupsi ekspor
    crude palm oil
    (CPO).
    “Bahwa dalam perkembangan lima terdakwa korporasi tersebut mengembalikan uang kerugian negara yang ditimbulkannya, yaitu Rp 11.880.351.802.619,” ujar Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    Sutikno mengatakan, uang yang dikembalikan oleh Wilmar Group ini langsung disita oleh penyidik dan dimasukkan ke rekening penampungan Jampidsus.
    Uang yang dikembalikan ini merupakan hasil kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
    Barang bukti yang telah disita juga dimaksudkan ke memori kasasi karena perkara ini tengah berproses di Mahkamah Agung.
    Pada 19 Maret 2025, tiga korporasi yang terlibat dalam korupsi pemberian fasilitas ekspor
    crude palm oil
    (CPO) Januari 2021 sampai dengan Maret 2022, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
    Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan kalau para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sesuai yang didakwakan oleh JPU.
    Namun, perbuatan para terdakwa ini dinyatakan bukan suatu tindak pidana atau
    ontslag
    . Para terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan JPU, baik primair maupun sekunder.
    Sementara, dikutip dari keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU menuntut para terdakwa untuk membayarkan sejumlah denda dan denda pengganti.
    Terdakwa PT Wilmar Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619.
    Jika uang ini tidak dibayarkan, harta Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap Tenang Parulian dikenakan subsidiair pidana penjara 19 tahun.
    Terdakwa Permata Hijau Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26.
    Jika uang ini tidak dibayarkan, harta David Virgo selaku pengendali lima korporasi di dalam Permata Hijau Group dapat disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap David Virgo dikenakan subsidair penjara selama 12 bulan.
    Terdakwa Musim Mas Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
    Jika uang ini tidak dibayarkan, harta milik para pengendali Musim Mas Group, yaitu Ir. Gunawan Siregar selaku Direktur Utama dan sejumlah pihak lainnya akan disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi maka terhadap personel pengendali dipidana dengan pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
    Para terdakwa diyakini melanggar dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Jaksa Disoraki Pengunjung Sidang Tom Lembong saat Sebut Rini Soemarno Ada Acara Keluarga
                        Nasional

    7 Jaksa Disoraki Pengunjung Sidang Tom Lembong saat Sebut Rini Soemarno Ada Acara Keluarga Nasional

    Jaksa Disoraki Pengunjung Sidang Tom Lembong saat Sebut Rini Soemarno Ada Acara Keluarga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum dari
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) disoraki pengunjung sidang perkara Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Peristiwa ini terjadi saat persidangan berlangsung tegang lantaran tim kuasa hukum tidak terima hakim mempersilakan jaksa membacakan keterangan Menteri BUMN 2014-2019,
    Rini Soemarno
    di tahap penyidikan.
    Rini disebut sudah empat kali dipanggil sebagai saksi namun tak kunjung hadir di sidang dengan berbagai alasan.
    “Kalau majelis hakim berpendapat bahwa itu tetap dibacakan, lalu untuk apa kami hadir di sini?” ujar kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, marah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika kemudian menyilakan kuasa hukum menyampaikan keberatannya dalam nota pembelaan. Menurutnya, sudah terdapat banyak saksi yang diperiksa.
    Adapun Rini, kata Hakim Dennie, sudah dipanggil empat kali secara patut namun mantan menteri itu tidak juga menghadiri sidang.
    “Sudah empat kali dipanggil namun sampai sekarang juga tidak hadir. Ini adalah buktinya dan sudah diterima oleh sekretaris yang bersangkutan,” tutur Hakim Dennie.
    Majelis hakim lalu menanyakan kepada jaksa apakah mereka tetap akan membacakan keterangan Rini meskipun pengacara keberatan.
    Jaksa lalu menjelaskan, Pasal 162 KUHAP mengatur bahwa saksi yang sudah memberikan keterangan di tahap penyidikan lalu meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak bisa hadir di sidang, maka keterangannya itu bisa dibacakan.
    Menurutnya, hal itu menjadi norma dalam pasal KUHAP tersebut.
    “Ayat duanya, jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi yang di bawah sumpah,” jelas jaksa.
    “Pertanyaannya saksinya sudah meninggal belum?” timpal Ari.
    Jaksa mengatakan, pihaknya menggunakan dasar ketentuan bahwa saksi yang berhalangan secara sah setelah dipanggil secara patut keterangannya bisa dibacakan di sidang.
    Hakim Dennie lalu meminta jaksa menjelaskan maksud berhalangan secara sah tersebut.
    “Dari surat tersebut saksi, ada acara di Jawa Tengah. Di surat-surat sebelumnya pun saksi sedang berada di luar negeri,” tutur jaksa.
    Mendengar jawaban jaksa, pengunjung sidang bersorak dan mengungkapkan kekecewaan.
    “Wuuu,” kata pengunjung sidang bersorak.
    “Lah itulah halangannya nanti kita tetap membalikan ke masing-masing untuk menilai,” kata Hakim Dennie.
    Akhirnya, sidang tetap dilanjutkan dengan pembacaan keterangan Rini kepada penyidik.
    Sementara, seluruh kuasa hukum
    Tom Lembong
    keluar meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk penolakan atas pembacaan keterangan saksi.
    “Kalau begitu kami izin keluar, silakan nikmati keadilan yang kalian miliki!” tutur Ari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang yang Dikembalikan Wilmar Group 
                        Nasional

    8 Penampakan Uang Triliunan yang Disita di Kasus Ekspor CPO Wilmar Group Nasional

    Penampakan Uang Triliunan yang Disita di Kasus Ekspor CPO Wilmar Group
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    telah menyita Rp 11.880.351.802.619 dari perusahaan
    Wilmar Group
    terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
    Berdasarkan pantauan di lokasi, sebanyak Rp 2 triliun uang tunai ditampilkan sebagai perwakilan dari seluruh uang yang disita oleh penyidik.
    Uang pecahan Rp 100.000 ini terlihat ditumpuk hingga menggunung dan mengelilingi lokasi duduk para narasumber yang akan memberikan keterangan.
    Tidak hanya itu, tumpukan uang ini terlihat memadati bagian depan meja para narasumber di salah satu ruangan di Gedung Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung.
    Saat ini, penyidik maupun Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar belum memberikan penjelasan terkait asal uang yang disita ini.
    Diketahui, Kejagung tengah menyidik kasus dugaan korupsi dari pemberian vonis lepas kepada Wilmar Group dan sejumlah korporasi lainnya.
    Saat ini, ada delapan orang yang menjadi tersangka.
    Mereka adalah Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei.
    Kemudian, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG);serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Lalu, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim diduga menerima
    uang suap
    Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mencari Aktor Intelektual di Balik Aktivitas Tambang Nikel Raja Ampat

    Mencari Aktor Intelektual di Balik Aktivitas Tambang Nikel Raja Ampat

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memang telah mencabut 4 dari 5 izin perusahaan tambang nikel yang berada di kawasan Raja Ampat, Papua Barat. Namun hingga kini, publik masih menunggu langkah lanjutan dari pemerintah pasca pencabutan izin tambang nikel tersebut.

    Dalam catatan Bisnis, empat perusahaan yang telah dicabut izinya oleh pemerintah antara lain, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa serta PT Nurham. Sementara itu, PT Gag Nikel yang merupakan anak usaha BUMN tambang, PT Aneka Tambang Tbk. aka ANTM masih diizinkan beroperasi. 

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia beralasan berdasarkan hasil evaluasi tim kementerian, PT GAG Nikel dinilai menjalankan aktivitas pertambangannya secara baik dan masih sesuai dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

    “Untuk PT GAG, karena itu adalah dia melakukan sebuah proses penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu bagus sekali,” kata Bahlil di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (10/6/2025).

    Namun demikian pernyataan Bahlil itu memicu perdebatan. Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria blak-blakan menilai izin usaha pertambangan (IUP) PT Gag Nikel juga harusnya ikut dicabut. 

    Hal itu disampaikan Dian saat menjadi pembicara pada acara Peluncuran Laporan dan Diskusi: ‘Mendesak Perlindungan Raja Ampat Sepenuhnya’ yang diselenggarakan oleh Greenpeace Indonesia, Kamis (12/6/2025).

    “[Izin] PT Gag mesti dicabut,” terang Dian. 

    Dian lalu bercerita pernah mengunjungi PT Gag Nikel dua tahun yang lalu. Dia sempat menanyakan luas tambang Gag Nikel yang ternyata mencapai 13.000 hektare (ha). Artinya, luas tambang dua kali lipat lebih besar dari luas Pulau Gag yang hanya sekitar 6.000 ha. Dian pun menyebut IUP PT Gag berarti bisa sampai ke wilayah laut di sekitarnya. 

    Padahal, lanjutnya, pemanfataan area laut harusnya mendapatkan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut atau KKPRL dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

    Hal itulah, terang Dian yang menunjukkan adanya permasalahan di balik pemberian izin pertambangan kepada perusahaan-perusahaan di daerah Raja Ampat itu. Menurutnya, ada ego sektoral antara kementerian/lembaga sehingga tidak adanya konsistensi kebijakan.

    “Mungkin ESDM mengatakan selama di situ ada potensi, ya keluar izinnya, termasuk lautnya. Padahal laut ada KKPRL dan aturan lain. Ini perlu dikaji ulang,” tuturnya. 

    Ke depan, Dian berpesan agar pemangku kebijakan bisa menghindari ego sektoral. Untuk kasus Raja Ampat, dia menyebut IUP empat perusahaan nikel yang dicabut oleh ESDM perlu diikuti juga dengan pencabutan izin-izin lainnya yang berkaitan.

    “Bagaimana dengan izin-izin lain yang mungkin ada di LH [Kementerian Lingkungan Hidup]. Bagaimana kalau izin KKPRL-nya? Tersusnya? Bicara KKPRL, bahwa ini yang sudah tata ruangnya gak boleh tambang, tapi KKP mengeluarkan KKPRL-nya. Berarti ada ego sektoral di eselon 1,” ucapnya. 

    Bagaimana Sikap Polisi dan Jaksa?

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan pihaknya sedang menyelidiki potensi pidana dalam aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat.

    Listyo menyampaikan bahwa penyidik Bareskrim telah menggandeng sejumlah pihak, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), untuk memastikan ada atau tidaknya tindakan pidana dalam proses penambangan di sekitar kawasan konversvasi tersebut. 

    “Baik, yang jelas tim dari Bareskrim kemarin gabungan ya dengan LHK dan sepertinya juga ada dari SDM (Kementerian ESDM), melakukan pendalaman tentunya,” ujarnya di Mabes Polri, Kamis (12/6/2025).

    Kendati demikian, bekas Kabareskrim Polri ini enggan berkomentar lebih jauh terkait dengan polemik tambang tersebut. Sebab, pihaknya masih melakukan pendalaman di lokasi. “Kita ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi, sehingga kemudian apabila ada pelanggaran disesuaikan dengan pelanggaran tersebut, saya kira itu dulu karena memang tim sedang bekerja,” jelasnya.

    Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang untuk mengusut polemik pertambangan nikel di Raja Ampat. Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan peluang pengusutan itu bakal dilakukan selagi ada yang melaporkan tindak pidananya.

    Namun demikian, pihak korps Adhyaksa masih belum menerima laporan terkait dengan peristiwa pertambangan yang diduga menggerus kawasan wisata tersebut.

    “Kalau ada laporan pengaduannya [polemik tambang Raja Ampat diusut],” ujarnya di Kejagung, Selasa (10/6/2025).

    Dia menambahkan, persoalan itu bisa saja dilaporkan ke setiap aparat penegak hukum (APH) mana pun. Pada intinya, pelaporan itu bisa menjadi bahan untuk pengusutan perkara yang ada. “Supaya ada bahan, ada dasar bagi APH untuk melakukan penelitian, pengecekan sebenarnya apa yang terjadi di sana. Sebagai pintu masuk yang bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum,” tukasnya.

    Kemenhut Cari Pelanggaran

    Sementara itu, Kementerian Kehutanan (Kemhut) sedang menelisik dugaan pelanggaran kewajiban perusahaan penambang nikel di sekitar kawasan konservasi Kepulauan Raja Ampat.

    Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan, pihaknya masih berproses untuk mengecek pemenuhan kewajiban perusahaan nikel di Raja Ampat itu. 

    Adapun pemenuhan kewajiban yang dimaksud berkaitan dengan izin yang perusahaan-perusahaan tersebut dapatkan dari Kemenhut, berupa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). 

    “Dalam hal ini izin, tentu ada kewajiban-kewajiban. PNBP, kewajiban-kewajiban lain coba kami teleisik ke sana dan tentu tidak menutup kemungkinan kalau memang terjadi pelanggaran-pelanggaran serius, walaupun sudah dicabut [IUP oleh ESDM], tidak menggugurkan konsekuensi hukum lain dengan perdata, atau mengaktifkan gugatan-gugatan lainnya untuk kerusakan lingkungan,” ujar Dwi di acara tersebut, dikutip Jumat (13/6/2025). 

    Dwi menyatakan pihaknya tetap berkomitmen mengawal hal tersebut kendati empat perusahaan itu sudah tidak lagi memiliki izin pertambangan dari ESDM. Namun, dia tidak memerinci lebih lanjut sudah sampai mana proses yang dia maksud sedang bergulir di Kemenhut. 

    “Kami komitmen mengawal ke sana, dan saat ini sedang berproses,” kata Dwi. 

  • Kejati Jatim Gelar Ekspose Legal Opinion dari Instansi Pemda

    Kejati Jatim Gelar Ekspose Legal Opinion dari Instansi Pemda

    Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menggelar kegiatan Ekspose Permohonan Pendapat Hukum (Legal Opinion/LO) dari sejumlah instansi pemerintah daerah secara daring. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Kejati Jatim, Dr. Kuntadi, dan diikuti jajaran Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun), termasuk Bangkit Sormin, SH., MH., serta struktur bidang Datun Kejati Jatim.

    Forum ekspose ini melibatkan Kejaksaan Negeri dari Kota Malang, Kabupaten Kediri, Bojonegoro, Ponorogo, dan Tuban yang masing-masing menyampaikan hasil kajian hukum atas permintaan pendapat dari instansi pemerintah di wilayahnya. Tujuan ekspose adalah untuk memperkuat analisis serta menguji akurasi substansi hukum sebelum diterbitkan secara resmi sebagai pendapat hukum institusional.

    Dalam sambutannya, Dr. Kuntadi mengapresiasi keseriusan Kejari dalam menyusun LO yang telah sesuai pedoman. Namun, ia juga menegaskan pentingnya peningkatan kualitas substansi agar pendapat hukum yang dikeluarkan benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi penyelesaian persoalan hukum publik.

    “Kegiatan Ekspose Legal Opinion ini bukan sekadar formalitas, tetapi ruang untuk menyamakan pemahaman, mempertajam substansi, dan meningkatkan dampak rekomendasi hukum terhadap kebijakan pemerintah daerah,” ujar Dr. Kuntadi, Selasa (17/6/2025).

    Kegiatan ini dilaksanakan sesuai amanat Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021, yang mewajibkan tahapan ekspose sebelum pendapat hukum diberikan secara resmi oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN). Dalam forum ini, para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Seksi Datun turut memaparkan konteks permasalahan hukum serta pendekatan solutif yang ditawarkan dalam LO.

    Dr. Kuntadi juga mengingatkan pentingnya peran strategis JPN dalam merespons dinamika hukum di daerah. Menurutnya, pendapat hukum tidak boleh sebatas pemenuhan administratif, tetapi harus menjadi panduan praktis yang mencegah konflik hukum, memperkuat tata kelola, serta menjawab kebutuhan masyarakat.

    “Jaksa Pengacara Negara harus mampu membaca persoalan hukum dari sudut pandang sosiologis dan yuridis. LO harus menjadi solusi nyata, bukan hanya produk tertulis,” tegasnya.

    Melalui kegiatan ini, Kejati Jatim mendorong penguatan kapabilitas Kejaksaan Negeri dalam memberikan pendapat hukum yang adaptif, responsif, dan berorientasi pada keadilan. Pendekatan kolaboratif dan konsultatif seperti ekspose ini diharapkan dapat mendukung kinerja pemerintah daerah secara hukum dan administratif. [uci/beq]

  • KKP Seret Pemilik Kapal Asing Maling Ikan ke Jalur Hukum

    KKP Seret Pemilik Kapal Asing Maling Ikan ke Jalur Hukum

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membawa kasus kapal ikan asing ilegal yang berhasil ditangkap ke jalur hukum. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono menyebut pihaknya berhasil menyelesaikan penyidikan enam kasus kapal ikan asing ilegal.

    Pria yang akrab disapa Ipunk ini mengatakan proses hukum yang diambil menegaskan komitmen KKP memberantas praktik illegal unreported unregulated (IUU) fishing yang merugikan ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Menurut Ipunk, tindakan yang diambil ini juga sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    “Sesuai undang-undang dan peraturan yang ada, untuk kapal ikan asing ilegal, tugas kami tidak hanya menangkap saja, melainkan terus kami proses hukum pidananya hingga selesai di tahap penyidikan,” kata Ipunk dalam keterangannya, dikutip Selasa (17/6/2025).

    Saat ini baru enam berkas kasus yang dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan. Direktur Penanganan Pelanggaran, Teuku Elvitrasyah menambahkan, para tersangka beserta barang bukti telah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum.

    “Para tersangka beserta barang bukti pun sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum,” ujar Teuku.

    Adapun keenam kapal tersebut, yaitu KM 936 TS Alias KG 93682 TS (Vietnam), KM. 95762 TS (Vietnam), FB.ST.LB Peter&Paul-GB (Filipina), KM M/BCa Christian Jame (Filipina), KM F/B Twin J-04 (Filipina), dan KM F/B Yanreyd-293 (Filipina).

    Selain enam perkara itu, Teuku menerangkan pihaknya masih menyelesaikan penyidikan tujuh kasus lainnya. Ketujuh kasus tersebut, yakni KM M/BCA Omrad 01 (Filipina), ⁠⁠KM KG 6219 TS (Vietnam), ⁠⁠KM KG 6277 TS (Vietnam), ⁠⁠KM TW 7329/6/F (Malaysia), ⁠⁠KM SLFA 5210 (Malaysia), serta KM SLFA 4584 (Malaysia).

    Sedangkan untuk kasus KM FV Yue Lu Yu (Tiongkok) dilaksanakan penyerahan/pelimpahan ke Direktorat Polair Polda Bali karena terindikasi digunakan untuk tindak pidana perdagangan orang.

    (rea/rrd)

  • Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Sidang Dimulai 23 Juni

    Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Sidang Dimulai 23 Juni

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan di Singapura telah menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos. Dengan demikian, Paulus tetap berada di tahanan sembari menunggu persidangan pada 23 Juni 2025 mendatang. 

    Atas hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif ketetapan dari hakim pengadilan di Singapura yang memerintahkan agar Paulus tetap berada di tahanan. 

    “Selanjutnya sidang pendahuluan dijadwalkan pada 23 Juni hingga 25 Juni 2025,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (17/6/2025). 

    Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, KPK berharap proses ekstradisi terhadap Paulus akan berjalan lancar. Buron KPK itu nantinya akan menjalani sidang gugatan yang diajukan olehnya terhadap penahanan oleh otoritas Singapura sejak awal 2025 ini. 

    Berhasilnya pemulangan Paulus ke Indonesia, terang Budi, bakal menandakan preseden baik kerja sama antara kedua pihak yang Indonesia dan Singapura dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, keduanya telah menandatangani perjanjian ekstradisi, dan diterapkan secara perdana pada kasus Paulus Tannos ini.

    Sebelumnya, KPK telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan KBRI Singapura untuk memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi ini.

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa sistem hukum di Singapura dan Indonesia berbeda. Namun demikian, dia memastikan KPK sudah memenuhi seluruh permintaan pemerintahan Singapura, dalam hal ini Attorney General Chambers (AGC) atau Kejaksaan, terkait dengan kelengkapan syarat ekstradisi. 

    “Itu dari dokumen, surat, semuanya kita serahkan. Kurang kita tambahin, masih butuh apa kita lengkapi. Nah, kemudian apa yang kemudian nanti akan diputuskan oleh pemerintah Singapura ya pastinya kembali kepada sistem hukum. Namun sampai dengan hari ini berdasarkan kerja sama, koordinasi dengan kementerian hukum, dengan aparat penegak hukum yang ada di kita, semuanya masih optimis, merupakan ekstradisi yang pertama ini mudah-mudahan bisa terealisasi, bisa terwujud,” ujar Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025). 

    Adapun Menteri Hukum Supratman Andi Agtas enggan berandai-andai apabila ada potensi gugatan Tannos terhadap penahanannya bakal diterima Pengadilan Singapura. Dia hanya memastikan bahwa pemerintah menunggu hasil dan proses persidangan. 

    Buron KPK dengan nama asli Thian Po Tjhin itu juga diketahui mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura. 

    “Tidak boleh berandai-andai. Kita tunggu putusannya, habis itu baru kita tentukan langkahnya. Tidak boleh berandai-andai,” kata Supratman di kantor Kementerian Hukum, Rabu (4/6/2025). 

    Untuk diketahui, Tannos menggugat penahannya secara sementara oleh otoritas di Singapura usai ditangkap pada 17 Januari 2025. Dia merupakan satu dari lima buron yang kini belum ditahan atau masih dikejar KPK.  

    Sementara itu, di Indonesia, proses penyelesaian kasus e-KTP masih berlangsung. Penyidik KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. 

  • Kemendagri Larang Ormas Berseragam Mirip TNI-Polri, Sahroni: Beri Sanksi Cabut SK!

    Kemendagri Larang Ormas Berseragam Mirip TNI-Polri, Sahroni: Beri Sanksi Cabut SK!

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan pelarangan penggunaan atribut ormas yang menyerupai pakaian institusi negara seperti TNI, Polri, maupun Kejaksaan.

    Penertiban ini ditegaskan sebagai langkah mematuhi peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

    Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, telah menyatakan bahwa ormas yang melanggar akan dikenai sanksi secara bertahap.

    Hal serupa disampaikan oleh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, pada Jumat (13/6/2025) kemarin.

    Ia mengingatkan bahwa ormas tidak memiliki hak mengenakan atribut yang menyerupai aparat penegak hukum.

    “Tidak boleh ormas menggunakan pakaian yang menyerupai TNI, Polri, atau lembaga negara lainnya. Itu harus ditertibkan. Jangan ada ormas yang memakai pakaian seperti jaksa, polisi, dan sebagainya,” kata Bahtiar.

    Dukungan terhadap langkah tegas Kemendagri juga datang dari DPR.

    Wakil Ketua Komisi III, Ahmad Sahroni, menilai kebijakan ini penting demi menjaga ketertiban dan menghindari kesan seolah ormas memiliki kewenangan negara.

    “Seminggu lalu saya sudah sampaikan bahwa tidak boleh ada ormas yang memakai seragam menyerupai aparat, apalagi TNI/Polri. Jadi kalau sekarang Kemendagri sudah tegas melarang, tentu saya sangat setuju,” kata Sahroni, Senin (16/6/2025), di Jakarta.

    Ia menyebut penggunaan atribut mirip TNI-Polri telah lama menjadi sumber keresahan publik.

    “Lagian sudah lama praktik ini meresahkan masyarakat. Mereka yang bukan aparat negara, tiba-tiba hadir di ruang publik dengan seragam militeristik lengkap, memberi kesan seolah-olah mereka punya wewenang hukum. Jadinya malah seolah selevel dengan tentara dan polisi,” tegasnya.